Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN DASAR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PERDARAHAN


POST PARTUM DI RUANGAN DELIMA RSUD ARGA MAKMUR
TAHUN 2022

NAMA : REVI HANDAYANI


NIM : P05120220033

PEMBIMBING PENDIDIKAN

(ASMAWATI, S.KP., M.KEP)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BEGKULU
JURUSAN KEPERAWATAN PRODI DIPLOMA III
TAHUN AKADEMIK 2022/ 2023

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Definisi perdarahan post partum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah
bayi lahir. Pada praktisnya tidak perlu mengukur jumlah perdarahan sampai sebanyak
itu sebab menghentikan perdarahan lebih dini akan memberikan prognosis lebih baik.
Pada umumnya bila terdapat perdarahan yang lebih dari normal, apalagi telah
menyebabkan perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat, limbung,
berkeringat dingin, sesak napas, serta tensi < 90 mmHg dan nadi > 100/menit), maka
penanganan harus segera dilakukan (Prawirohardjo, 2011).
Perdarahan postpartum sering didefenisikan secara berturut-turut sebagai
kehilangan darah berlebihan dari traktus genetalia dalam 24 jam setelah persalinan,
sebanyak 500 ml atau lebih, atau sebanyak apapun yang mengganggu kesejahtraan ibu
(Widiarti, 2007).
Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah
perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai
perdarahan yang lebih dari normal dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital,
antara lain pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea,
tekanan darah sistolik <90 mmHg, denyut nadi> 100 x/menit, kadar Hb < 8 g/dL.
Perdarahan pascapersalinan adalah perdarahan melebihi 500 ml pasca persalinan setelah
bayi lahir (Ambar Dwi, 2010).
2. Etiologi
Perdarahan postpartum bisa disebabkan karena :
a. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah ketidakmampuan uterus khususnya miometrium untuk
berkontraksi setelah plasenta lahir. Perdarahan postpartum secara fisiologis
dikontrol oleh kontraksi serat-serat miometrium terutama yang berada di sekitar
pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta
(Wiknjosastro, 2006).
Kegagalan kontraksi dan retraksi dari serat miometrium dapat menyebabkan
perdarahan yang cepat dan parah serta syok 9 hipovolemik. Kontraksi miometrium
yang lemah dapat diakibatkan oleh kelelahan karena persalinan lama atau
persalinan yang terlalu cepat, terutama jika dirangsang. Selain itu, obat-obatan
seperti obat anti-inflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik, dan
nifedipin juga dapat menghambat kontraksi miometrium.
Penyebab lain adalah situs implantasi plasenta di segmen bawah rahim,
korioamnionitis, endomiometritis, septikemia, hipoksia pada solusio plasenta, dan
hipotermia karena resusitasi masif (Rueda et al., 2013).
b. Laserasi jalan lahir
Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma.
Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan memudahkan
robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat
pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi,
robekan spontan perineum, trauma forsep atau vakum ekstraksi, atau karena versi
ekstraksi (Prawirohardjo, 2010).
Laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan yaitu (Rohani,
Saswita dan Marisah, 2011):
1. Derajat satu Robekan mengenai mukosa vagina dan kulit perineum.
2. Derajat dua Robekan mengenai mukosa vagina, kulit, dan otot perineum
3. Derajat tiga Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot
perineum, dan otot sfingter ani eksternal.
4. Derajat empat Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot
perineum, otot sfingter ani eksternal, dan mukosa rektum.
c. Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir hingga atau melebihi waktu
30 menit setelah bayi lahir. Hal ini disebabkan karena plasenta belum lepas dari
dinding uterus atau plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan. Retensio
plasenta merupakan etiologi tersering kedua dari perdarahan postpartum (20% -
30% kasus).
Kejadian ini harus didiagnosis secara dini karena retensio plasenta sering
dikaitkan dengan atonia uteri untuk diagnosis utama sehingga dapat membuat
kesalahan diagnosis. Pada retensio 11 plasenta, resiko untuk mengalami PPP 6
kali lipat pada persalinan normal (Ramadhani, 2011).
Terdapat jenis retensio plasenta antara lain (Saifuddin, 2002) :
1. Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
sehingga menyebabkan mekanisme separasi fisiologis.
2. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki
sebagian lapisan miometrium.
3. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus
lapisan serosa dinding uterus.
4. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus
serosa dinding uterus.
5. Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
3. klasifikasi
Perdarahan postpartum dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan postpartum primer/dini dan
perdarahan postpartum sekunder/lanjut.
a) Perdarahan postpartum primer yaitu perdarahan postpartum yang terjadi dalam 24
jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah
atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir, dan inversio uteri.
b) Perdarahan postpartum sekunder yaitu perdarahan postpartum yang terjadi setelah
24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh
infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal
(Manuaba, 2014).

4. Manifestasi klinik
Gejala dan tanda Penyakit Diagnosa penyebab

1. Uterus tidak berkontraksi dan 1. Syok Atonia uteri


lembek 2. Bekuan darah pada servik atau
2. Perdarahan segera setelah bayi pada posisi terlentang akan
lahir menghambat aliran darah keluar
1. Darah segar mengalis segera 1. Pucat Robekan jalan napas
setelah anak lahir 2. Lemah
2. Uterus berkonraksi dank eras 3. menggigil
plasenta lengkap
1. Plasenta belum lahir setelah 30 1. Teli pusat putus Retensi jalan lahir
menit 2. Inversion uteri
2. Perdarahan segera, uterus 3. perdarahanlanjutan
berkontraksi dan keras
1. Plasenta atau sebagian selaput 1. Uterus berkontraksi tetapi Tertinggalnya
tidak lengkap tinggi fundus uteri tidak sebagian plasenta
2. Perdarahan segar berkurang
1. Uterus tidak teraba 1. Neurogenik syoj, pucat dan Inversion uteri
2. Lumen vagina terisi massa limbung

5. Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih
terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum
sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka. Pada waktu uterus
berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutut kemudian pembuluh
darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan
retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab
perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti
robekan servix, vagina dan perineum.

6. Pathways
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang dalam perdarahan post partum menurut Rochmat (2008), adalah :
a. olongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang.
b. Jumlah darah lengkap : Hb/Ht menurun, sel darah putih meningkat dan laju endap
sedimentasi meningkat
c. Kultur uterus dan vagina : menentukan efek samping apakah ada infeksi yang terjadi.
d. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih.
e. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin
(FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi, masa
tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID.
f. Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
8. Penatalaksanaan
Penanganan pasien dengan PPP memiliki dua komponen utama yaitu resusitasi
dan pengelolaan perdarahan obstetri yang mungkin disertai syok hipovolemik dan
identifikasi serta pengelolaan penyebab dari perdarahan. Keberhasilan pengelolaan
perdarahan postpartum mengharuskan kedua komponen secara simultan dan sistematis
ditangani (Edhi, 2013).
Penggunaan uterotonika (oksitosin saja sebagai pilihan pertama) memainkan
peran sentral dalam penatalaksanaan perdarahan postpartum. Pijat rahim disarankan
segera setelah diagnosis dan resusitasi cairan kristaloid isotonik juga dianjurkan.
Penggunaan asam traneksamat disarankan pada kasus perdarahan yang sulit diatasi atau
perdarahan tetap terkait trauma. Jika terdapat perdarahan yang terusmenerus dan sumber
perdarahan diketahui, embolisasi arteri uterus harus dipertimbangkan. Jika kala tiga
berlangsung lebih dari 30 menit, peregangan tali pusat terkendali dan pemberian oksitosin
(10 IU) IV/IM dapat digunakan untuk menangani retensio plasenta. Jika perdarahan
berlanjut, meskipun 17 penanganan dengan uterotonika dan intervensi konservatif lainnya
telah dilakukan, intervensi bedah harus dilakukan tanpa penundaan lebih lanjut (WHO,
2012).

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, suransi, golongan darah, nomor registrasi.
b. Identitas penanggung jawab
meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan klien.
c. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan yang rirasakan pasien saat pertama masuk rumah sakit. Seperti: klien
mengeluh sakit kepala, muntah, lemas.
2) Riwayat penyakit sekarang
Riwayat yang dirasakan pasien saat ini, berupa sakit kepala, muntah, pusing.
3) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit yang pernah diderita pasien dulu.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit keluarga yang pernah diderita keluarga yang memungkinkan
menurun pada klien. Seperti penyakit DM.
d. Pemeriksaan fisik
-Tanda vital :
 Tekanan darah : Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg)
 Nadi : Normal/meningkat ( 100-120 x/menit)
 Pernafasan : Normal/ meningkat ( 28-34x/menit )
 Suhu : Normal/ meningkat
 Kesadaran : Normal / turun
- Fundus uteri/abdomen : lembek/keras, subinvolusi
- Kulit : Dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat, capilary refil memanjang
- Pervaginam : Keluar darah, robekan, lochea ( jumlah dan jenis )
- Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun/berkurang

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipovolemia
b. Perfusi perifer tidak efektif
c. Nyeri akut
d. Resiko infeksi
3. Intervensi Keperawatan
No RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan
(SLKI) (SIKI)
1 Hipovolemia b.d kehilangan Setelah dilakukan perawatan atau SIKI : Manajemen hipovolemia
cairan aktif intervensi keperawatan selama …x… Observasi
Ditandai dengan : jam di harapkan pasien mampu 1. Pemeriksaan tanda gejala hipovolemia
Tanda Mayor menunjukan: (frekuensi nadi meningkat, turgor kult
DS : Tidak ada menurun, dll)
DO : SLKI : Status cairan 2. Monitoring intake dan output cairan.
1. Frekuensi nadi meningkat Dipertahankan pada Ditingkatkan pada
2. Nadi teraba lemah 1. Asupan cairan Trapeutik:
3. Tekanan darah menurun meningkat 1. Hitung kebutuhan cairan
4. Tekanan nadi menyempit 2. Haluaran urin meningkat 2. Berikan pesisi modified trendelenburg
5. Turgor kulit menyempit 3. Kelembapan membrane 3. Berikan asupan cairan oral
6. Membran mukosa kering mukosa meningkat
7. Volume urine menurun 4. Asupan makanan Edukasi :

8. Hematokrit meningkat meningkat 1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan

Tanda Minor 5. Edema menurun peroral.

DS : 6. Dehidrasi menurun 2. Anjurkan menghindari perubahan posisi

1. Merasa lemah 7. Asites menurun mendadak.


2. Mengeluh haus 8. Konfusi menurun
DO : 9. Tekanan darah membaik Kolaborasi:
1. Pengisisan vena menurun 10. Denyut nadi radial 1. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonik
2. Status mental berubah membaik (NaCl, RL)
3. Suhu tubuh meningkat 11. Tekanan arteri rata rata 2. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis
4. Konsentrasi urine membaik (glukosa 2,5%, NaCal 0,4%)
meningkat 12. Membrane mukosa 3. Kolaborasi pemberian cairan koloid
membaik (albumin, plasmanate)
13. Mata cekung membaik
14. Turgor kulit membaik
15. Berat badan membaik

Resiko Syok b.d SIKI : Pencegahan syok


Setelah dilakukan
Observasi:
tindakan keperawatan
Faktor Resiko: 1) Monitor adanya respon kompensasi awal
2x24 jam maka diharapkan
1) Hipoksemia syok (misalnya, tekanan darah normal, nadi
SLKI : Hipovolemia
2) Hipoksia melemah, hopotensti ortoastatik
Kriteria Hasil:
3) Hipotensi ringan,perlambatan pengisian kapiler,
1. Tidak terjadi penurunan tekanan
4) Kekurangan Volume cairan pucat/dingin pada kulit, takipnea, mual
nadi perifer
5) Sepsia muntah, peningkatan rasa haus, dan
2. Waktu pengisian kapiler kurang
6) Sindrom respon inflamasi dari 3 detik kelemahan)
sistemik (SIRS) 3. Nadi tidak lemah 2) Monitor adanya tanda awal reaksi alergi
Kondisi Terkait: 4. Klien tidak mengalami akral (misalnya rhinitis, mengi, dispnea, gatal-
1) Perdarahan dingin, lembab/basah gatal dan kemerahan, angiodema pada kulit,
2) Trauma multipel 5. Klien tidak tampak pucat Klien gangguan saluran pencernaan dll)
3) Pneumothoraks tidak 3) Monitor kemungkinan penyebab kehilangan
4) Infark Miokard 6. mengalami penurunan kesadaran cairan (misalnya selang dada, luka, drainase
5) Kardiomiopati nasogastrik, diare, muntah dll
6) Cedera medula spinalis Mandiri:
7) Anafilaksis 1) Berikan dan pertahankan kepatenan jalan
8) Sepsis nafas, sesuai kebutuhan
Kolaborasi:
1) Berikan Cairan melalui intavena atau oral,
sesuai kebutuhan
2) Berikan oksigen dan/atau ventilasi mekanik
sesuai kebutuhan
4. Implementasi
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Implementasi keperawatan memiliki lima tahap yaitu mengkaji kembali
klien, menentukan kebutuhan perawat terhadap bantuan, mengimplementasikan
intervensi keperawatan, melakukan supervise kasus yang didelegasikan, dan
mendokumentasikan tindakan keperawatan (Kozier et al., 2010).
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan membandingkan respon klien terhadap hasil yang di
harapkan dari rencana keperawatan. Tentukan apakah yang di butuhkan revisi rencana.
Setelah intervensi, pantau tanda vital klien untuk mengevaluasi perubahan
DAFTAR PUSTAKA

Timpokja SIKI PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan. Jakarta Selatan :Dewan Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Timpokja SDKI PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan. Jakarta Selatan : Dewan Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Timpokja SLKI PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan. Jakarta Selatan : Dewan Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Wulandari, Onny. 2017. Laporan Pendahuluan Gangguan Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit.

Anda mungkin juga menyukai