Anda di halaman 1dari 19

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA Ny. K DENGAN KASUS SECTIO CAESAREA (SC)
DI KAMAR OPERASI RS PUTRA WASPADA TULUNGAGUNG

Mahasiswa :

( Oktaviana Maharani Normaningrum )


NIM : A3R21036

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING RUANGAN

( ANIS MURNIATI, S.Kep., Ns.,M.Biomed ) ( )


NIDN. 88-8442-0016
LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO CAESAREA (SC)

A. PENGERTIAN

Istilah sectio caesaria berasal dari bahasa latin caedere yang berarti memotong atau
menyayat. Dalam ilmu obstetri, istilah tersebut mengacu pada tindakan
pembedahan yang bertujuan melahirkan bayi dengan membuka dinding perut dan
rahim ibu (Lia et al.,2010).
Persalinan dengan operasi sectio caesaria ditujukan untuk indikasi medis tertentu,
yang terbagi atas indikasi untuk ibu dan indikasi untuk bayi. Persalinan sectio caesari
atau bedah ceasar harus dipahami sebagai alternatif persalinan ketika dilakukan
persalinan secara normal tidak bisa lagi (Lang,2011).
Sectio secaria merupakan prosedur operatif, yang di lakukan di bawah anestesia
sehingga janin, plasenta dan ketuban di lahirkan melalui insisi dinding abdomen dan
uterus. Prosedur ini biasanya di lakukan setelah viabilitas tercapai, misal usia
kehamilan lebih dari 24 minggu (Myles, 2011).
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

1. Alat Genetalia Interna


1) Ovarium
Ovarium merupakan organ yang berfungsi untuk perkembangan dan pelepasan
ovum, serta sintesis dari sekresi hormone steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5-
5 cm, lebar 1,5-3 cm, dan tebal 0,6-1 cm. Normalnya, ovarium terletak pada
bagian atas rongga panggul dan menempel pada lakukan dinding lateral pelvis
di antara muka eksternal yang divergen dan pembuluh darah hipogastrik Fossa
ovarica waldeyer. Ovarium melekat pada ligamentum latum melalui
mesovarium. Dua fungsi ovarium ialah menyelenggarakan ovulasi dan
memproduksi hormon. Ovarium juga merupakan tempat utama produksi hormon
seks steroid (estrogen, progesteron, dan14 androgen) dalam jumlah yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan fungsi wanita normal.
2) Uterus
Uterus merupakan organ muskular yang sebagian tertutup oleh peritoneum/
serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng. Uterus wanita
nullipara panjang 6-8 cm, dibandingkan dengan 9-10 cm pada wanita multipara.
Berat uterus wanita yang pernah melahirkan antara 50-70 gram. Sedangkan
pada yang belum pernah melahirkan beratnya 80 gram/lebih.
Uterus terdiri dari :
a. Fundus uteri, merupakan bagian uterus proksimal, kedua tuba fallopi
berinsensi ke uterus.
b. Korpus uteri, merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang
terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri terdiri
dari 3 lapisan : serosa, muskula dan mukosa. Mempunyai fungsi utama
sebagai janin berkembang.
c. Serviks, merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak dibawah
isthmus. Serviks memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri atas
jaringan kolagen, ditambah jaringan elastin serta pembuluh darah.
d. Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan: endometrium, miometrium, dan
sebagian lapisan luar peritoneum parietalis.
3) Tuba Falopii
Tuba falopii merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine
hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan16 jalan ovum mencapai
rongga uterus. Panjang tuba fallopi antara 8-14 cm. Tuba falopii oleh
peritoneum dan lumennya dilapisi oleh membran mukosa. Tuba fallopi terdiri
atas: pars interstialis: bagian tuba yang terdapat di dinding uterus, pars ismika :
bagian medial tuba yang sempit seluruhnya, pars ampularis : bagian yang
terbentuk agak lebar tempat konsepsi terjadi, pars infudibulum : bagian ujung
tuba yang terbuka ke arah abdomen mempunyai rumbai/umbul disebut fimbria.
4) Servik
Bagian paling bawah uterus adalah serviks atau leher. Tempat perlekatan serviks
uteri dengan vagina, membagi serviks menjadi bagian supravagina yang
panjang dan bagian vagina yang lebih pendek. Panjang serviks sekitar 2,5
sampai 3 cm, 1 cm menonjol ke dalam vagina pada wanita tidak hamil. Serviks
terutama disusun oleh jaringan ikat fibrosa serta sejumlah kecil serabut otot dan
jaringan elastic (Lang,2011).

C. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI


INDIKASI
Menurut Manuaba (2012), adapun indikasi sectio caesarea yang berasal dari ibu
yaitu ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan
panggul, plasenta previa terutama pada primigravida, solutsio plasenta tingkat I-II,
komplikasi kehamilan, kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM), gangguan
perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri, dan sebagainya). Selain itu
terdapat beberapa etiologi yang menjadi indikasi medis dilaksanakannya seksio
sesaria antara lain :CPD (Chepalo Pelvik Disproportion), PEB (Pre-Eklamsi Berat),
KPD (Ketuban Pecah Dini), faktor hambatan jalan lahir.
Indikasi yang berasal dari janin gawat janin, mal presentasi, dan mal posisi
kedudukan janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan
vakum atau forceps ekstraksi.
KONTRA INDIKASI
1. Bila janin sudah mati atau keadaan buruk dalam uterus sehingga kemungkinan
hidup kecil, dalam hal ini tidak ada alasan untuk melakukan operasi
2. Bila ibu dalam keadaan syok, anemia berat yang belum teratasi
3. Bila jalan lahir ibu mengalami infeksi luas
4. Adanya kelainan kongenital berat

D. KLASIFIKASI
Klasifikasi atau tipe sectio caesaria terdiri atas :
1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
1) SC klasik atau corporal
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10
cm. Kelebihannya antara lain : mengeluarkan janin dengan cepat, tidak
mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bisa
diperpanjang proksimal dan distal. Sedangkan kekurangannya adalah infeksi
mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada peritonealis yang
baik, untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri spontan.
2) SC ismika atau profundal
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah
rahim (low servikal transversal) kira-kira 10 cm. Kelebihan dari sectio caesarea
ismika, antara lain : penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan
reperitonealisasi yang baik, tumpang tindih dari peritoneal flap baik untuk
menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum, dan kemungkinan rupture
uteri spontan berkurang atau lebih kecil. Sedangkan kekurangannya adalah luka
melebar sehingga menyebabkan uteri pecah dan menyebabkan perdarahan
banyak, keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.
3) SC ekstra peritonealis
Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dan tidak membuka cavum
abdominal.
2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan dengan sayatan
memanjang (longitudinal), sayatan melintang (transversal), atau sayatan huruf
T (T insision) (Rachman, M, 2012; Winkjosastro, Hanifa, 2017).
E. WOC

plasenta previa, rupture sentralis


dan lateralis, panggul sempit, Sectio Caesarea
pre-eklamsia, partus lama

Pre OP Post OP

kurang informasi Post anastesi Luka Post OP

kesalahan interpretasi kontraksi penurunan jar. terputus jar. terbuka


uterus kesadaran

kurang pengetahuan
tentang proses atonia aliran stagnasi merangsang proteksi
darah uteri penarikan area sensorik kurang
pembedahan

kontraksi trombus vena Nyeri Akut invasi bakteri


ANSIETAS
berlebihan emboli

Risiko Infeksi
perdarahan meningkat co2 menurun

Risiko Hipovolemia perubahan


perfusi
jaringan

gangguan pada
muskuloskeletal

Intoleransi Aktifitas
F. MASALAH KEPERAWATAN YANG LAZIM MUNCUL
1. Ansietas b/d kurang terpapar informasi d/d merasa bingung, merasa khawatir
dengan kondisi yang dihadapi, sulit berkonsentrasi, mengeluh pusing, tampak
gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat, pola nafas
berubah, kontak mata buruk
2. Risiko hipovolemia ditandai dengan kehilangan cairan secara aktif
3. Intoleransi aktifitas b/d imobilitas d/d mengeluh lelah, frekuensi jantung
meningkat >20% dari ikondisi istirahat, dipsnea saat/setelah aktivitas, merasa
lemah, EKG menunjukkan aritmia, sianosis
4. Nyeri akut b/d agen pencedera fisik (prosedur operasi) d/d mengeluh nyeri,
tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, TD meningkat,
nafsu makan berubah
5. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemantauan kesehatan janin
meliputi BB, PB, DJJ
2. Pemantauan ekg
harus menunjukkan rekaman yang normal tidak ada gambar aritmia, tegangan
rendah, inversi gelombang T, maupun disritmia.
3. Jdl dengan diferensial
Untuk menentukan adanya anemia, leukopenia, limfositosis. Trombosis darah
menunjukkan kurang dari normal.
4. Elektrolit
Ketidakseimbangan termasuk kalium, natrium, klorida.
5. Hemoglobin/hematokrit
Kadar hb dan ht pada ibu harus dalam rentang normal, HB pada wanita normalnya
12-15 g/Dl, HT normalnya 37.0-47.0%.
6. Golongan darah
sangat diperlukan jika waktu pembedahan pasien mengalami perdarahan
7. Urinalisis
8. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
Amniosentesis adalah prosedur yang dilakukan saat kehamilan untuk memeriksa
sampel air ketuban. Prosedur ini berguna untuk mengetahui ada atau tidaknya
kelainan pada janin. Bila diperlukan, amniocentesis akan direkomendasikan
kepada ibu hamil saat usia kehamilan mencapai 15-20 minggu.
9. Ultrasound sesuai indikasi
Pemindaian ultrasound dapat direkomendasikan pada berbagai tahap kehamilan
karena beberapa alasan. Berikut ini beberapa manfaat dari ultrasound scan (USG)
tersebut:
1. Untuk mengonfirmasi kehamilan.
2. Untuk melihat apakah ada lebih dari satu janin atau kehamilan kembar.
3. Untuk menetapkan hari perkiraan lahir.
4. Mengetahui apakah terjadi kehamilan ektopik.
5. Untuk menilai risiko janin yang terkena kelainan kromosom tertentu.
6. Mengamati perkembangan fisik janin untuk mengetahui apakah
pertumbuhannya sudah sesuai.
7. Untuk memeriksa jumlah cairan ketuban di sekitar janin di dalam rahim.
8. Untuk menentukan posisi plasenta.
9. Untuk memeriksa posisi janin sebelum melahirkan.

H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa timbul pada sectio caesarea adalah sebagai berikut:
1. Pada ibu
1) Infeksi puerperal
a. Ringan, kenaikan suhu beberapa hari saja
b. Sedang, kenaikan suhu lebih tinggi disertai dehidrasi dan perut sedikit
kembung
c. Berat dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik
2) Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang–cabang
arteri ikut terbuka, atau karena atonia uteri
3) Komplikasi–komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme paru–
paru, dan sebagainya sangat jarang terjadi
4) Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang kuatnya parut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi rupture
uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah seksio
sesarea klasik.
2. Pada anak
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio
caesarea banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan
sectio caesarea. Menurut statistik di negara – negara dengan pengawasan
antenatal dan intra natal yang baik, kematian perinatal pasca sectio caesarea
berkisar antara 4 – 7 %.

I. KEPERAWATAN PERIOPERATIF
Pada fase preoperatif ini perawat akan mengkaji kesehatan fisik dan emosional klien,
mengetahui tingkat resiko pembedahan, mengkoordinasi berbagai pemeriksaan
diagnostik, mengidentifikasi diagnosa keperawatan yang mengambarkan kebutuhan
klien dan keluarga,mempersiapkan kondisi fisik dan mental klien untuk pembedahan
(Arif Muttaqin, dkk, 2013 ).
Perawatan Preoperatif
1. Kelengkapan rekam medis dan status
2. Memeriksa kembali persiapan pasien
3. Informed concent
4. Menilai keadaan umum dan TTV
5. Memastikan pasien dalam keadaan puasa
Pada fase intraoperatif perawat melakukan 1 dari 2 peran selama pembedahan
berlangsung, yaitu perawat sebagai instrumentator atau perwat sirkulator.
Perawat instrumentator memberi bahan-bahan yang dibutuhkan selama
pembedahan berlangsung dengan menggunakan teknik aseptic pembedahan yang
ketat dan terbiasa dengan instrumen pembedahan. Sedangkan perawat sirkulator
adalah asisten instrumentator atau dokter bedah.
Perawat Intraoperatif meliputi
1. Melaksanakan orientasi pada pasien
2. Melakukan fiksasi
3. Mengatur posisi pasien
4. Menyiapkan bahan dan alat
5. Drapping
6. Membantu melaksanakan tindakan pembedahan
7. Memeriksa persiapan instrument
Perawatan Post Operasi
Pada fase postoperasi setelah pembedahan, perawatan klien dapat menjadi komplek
akibat fisiologis yang mungkin terjadi. Klien yang mendapat anastesi umum
cenderung mendapat komplikasi yang lebih besar dari pada klien yang mendapat
anastesi lokal. Perawatan postoperative meliputi:
1. Mempertahankan jalan napas dengan mengatur posisi kepala.
2. Melaksanakan perawatan pasien yang terpasang infus di bantu dengan
perawat anastesi
3. Mengukur dan mencatat produksi urine
4. Mengatur posisi sesuai dengan keadaan.
5. Mengawasi adanya perdarahan pada luka operasi
6. Mengukur TTV setiap 15 menit sekali

J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. Pengkajian
merupakan tahap paling menentukan bagi tahap berikutnya.
a. Identitas pasien
b. Keluhan utama
Pada ibu dengan kasus post SC keluhan utama yang timbul yaitu nyeri pada
luka operasi.
c. Riwayat persalinan sekarang
Pada pasien post SC kaji riwayat persalinan yang dialami sekarang.
d. Riwayat menstruasi
Pada ibu, yang perlu ditanyakan adalah umur menarche, siklus haid, lama
haid, apakah ada keluhan saat haid, hari pertama haid yang terakhir.
e. Riwayat perkawinan
Yang perlu ditanyakan adalah usia perkawinan, perkawinan keberapa, usia
pertama kali kawin.
f. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
Untuk mendapatkan data kehamilan, persalinan dan nifas perlu diketahui
HPHT untuk menentukan tafsiran partus (TP), berapa kali periksaan saat
hamil, apakah sudah imunisasi TT, umur kehamilan saat persalinan, berat
badan anak saat lahir, jenis kelamin anak, keadaan anak saat lahir.
g. Riwayat penggunaan alat kontrasepsi
Tanyakan apakah ibu pernah menggunakan alat kontrasepsi, alat
kontrasepsi yang pernah digunakan, adakah keluhan saat menggunakan alat
kontrasepsi, pengetahuan tentang alat kontrasepsi.
h. Pola kebutuhan sehari-hari
1) Bernafas, pada pasien dengan post SC tidak terjadi kesulitan dalam
menarik nafas maupun saat menghembuskan nafas.
2) Makan dan minum, pada pasien post SC tanyakan berapa kali makan
sehari dan berapa banyak minum dalam satu hari.
3) Eliminasi, pada psien post SC pasien belum melakukan BAB, sedangkan
BAK menggunakan dower kateter yang tertampung di urine bag.
4) Istirahat dan tidur, pada pasien post SC terjadi gangguan pada pola
istirahat tidur dikarenakan adanya nyeri pasca pembedahan.
5) Gerak dan aktifitas, pada pasien post SC terjadi gangguan gerak dan
aktifitas oleh karena pengaruh anastesi pasca pembedahan.
6) Kebersihan diri, pada pasien post SC kebersihan diri dibantu oleh perawat
dikarenakan pasien belum bisa melakukannya secara mandiri.
7) Berpakaian, pada pasien post SC biasanya mengganti pakaian dibantu
oleh perawat.
8) Rasa nyaman, pada pasien post SC akan mengalami ketidaknyamanan
yang dirasakan pasca melahirkan.
9) Konsep diri, pada pasien post SC seorang ibu, merasa senang atau minder
dengan kehadiran anaknya, ibu akan berusaha untuk merawat anaknya.
10) Sosial, pada SC lebih banyak berinteraksi dengan perawat dan tingkat
ketergantungan ibu terhadap orang lain akan meningkat.
11) Belajar, kaji tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan post partum
terutama untuk ibu dengan SC meliputi perawatan luka, perawatan
payudara, kebersihan vulva atau cara cebok yang benar, nutrisi, KB,
seksual serta hal-hal yang perlu diperhatikan pasca pembedahan.
Disamping itu perlu ditanyakan tentang perawatan bayi diantaranya,
memandikan bayi, merawat tali pusat dan cara meneteki yang benar.
i. Data fokus pengkajian
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, dalam pengkajian ibu
post sectio caesarea dengan risiko infeksi data fokus yang dikaji adalah
mengkaji faktor penyebab mengapa pasien berisiko terjadi infeksi. Menurut
Tim Pokja SDKI (2016), faktor yang dapat menyebabkan risiko infeksi adalah
1) Efek prosedur invasif
2) Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan.
3) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer :
Kerusakan integritas kulit, ketuban pecah lama, ketuban pecah
sebelum waktunya,
4) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder : penurunan hemoglobin,
imununosupresi.
j. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum ibu, suhu, tekanan darah, respirasi, nadi, berat badan,
tinggi badan, keadaan kulit.
2) Pemeriksaan kepala wajah:Konjuntiva dan sklera mata normal atau tidak.
3) Pemeriksaan leher:Ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid.
4) Pemeriksaan thorax : Ada tidaknya ronchi atau wheezing, bunyi jantung.
5) Pemeriksaan buah dada:Bentuk simetris atau tidak, kebersihan,
pengeluaran (colostrum, ASI atau nanah), keadaan putting, ada tidaknya
tanda dimpling/retraksi.
6) Pemeriksaan abdomen :Tinggi fundus uteri, bising usus, kontraksi,
terdapat luka dan tanda-tanda infeksi disekitar luka operasi.
7) Pemeriksaan ekstremitas atas: ada tidaknya oedema, suhu akral,
ekstremitas bawah: ada tidaknya oedema, suhu akral, simetris atau
tidak, pemeriksaan refleks.
8) Genetalia: Menggunakan dower kateter.
9) Data penunjang
Pemeriksaan darah lengkap meliputi pemeriksaan hemoglobin (Hb),
Hematokrit (HCT) dan sel darah putih (WBC).

b. Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas b/d kurang terpapar informasi d/d merasa bingung, merasa khawatir
dengan kondisi yang dihadapi, sulit berkonsentrasi, mengeluh pusing, tampak
gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat, pola
nafas berubah, kontak mata buruk
2. Risiko hipovolemia ditandai dengan kehilangan cairan secara aktif
3. Intoleransi aktifitas b/d imobilitas d/d mengeluh lelah, frekuensi jantung
meningkat >20% dari ikondisi istirahat, dipsnea saat/setelah aktivitas, merasa
lemah, EKG menunjukkan aritmia, sianosis
4. Nyeri akut b/d agen pencedera fisik (prosedur operasi) d/d mengeluh nyeri,
tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, TD
meningkat, nafsu makan berubah
5. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif

c. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
1. Ansietas D.0080 Tingkat Ansietas L. REDUKSI ANXIETAS I.09314
09093 Observasi
setelah dilakukan 1. Identifikasi saat tingkat anxietas
tindakan keperawatan berubah (mis. Kondisi, waktu,
3x24 jam diharapkan stressor)
tingkat ansietas menurun 2. Identifikasi kemampuan
dengan kriteria hasil sbb : mengambil keputusan
1. Perilaku gelisah Terapeutik
menurun 3. Ciptakan suasana terapeutik
untuk menumbuhkan kepercayaan
2. Keluhan pusing 4. Temani pasien untuk mengurangi
menurun kecemasan , jika memungkinkan
3. Frekuensi pernafasan 5. Dengarkan dengan penuh
menurun perhatian
4. Frekuensi nadi menurun 6. Gunakan pedekatan yang tenang
5. Tekanan darah menurun dan meyakinkan
6. Konsentrasi membaik 7. Motivasi mengidentifikasi situasi
7. Pola tidur membaik yang memicu kecemasan
8. Kontak mata membaik Edukasi
9. Orientasi membaik 8. Informasikan secara factual
mengenai diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
9. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
10. Latih kegiatan pengalihan, untuk
mengurangi ketegangan
11. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian obat anti
anxietas, jika perlu
2. Risiko Hipovolemia D. Status Cairan L. 03028 Manajemen Hipovolemia I.03116
0034 setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan
1. Periksa tanda dan gejala
3x24 jam diharapkan
hipovolemia (mis. frekuensi
status cairan membaik
nadi meningkat, nadi teraba
dengan kriteria hasil sbb :
lemah, tekanan darah
1. kekuatan nadi
menurun, tekanan nadi
meningkat
menyempit,turgor kulit menurun,
2. turgor kulit
membrane mukosa kering,
meningkat
volume urine menurun,
3. output urine
hematokrit meningkat, haus dan
meningkat
lemah)
4. ortopnea menurun
2. Monitor intake dan output cairan
5. dispnea menurun
Terapeutik
6. edema perifer
3. Hitung kebutuhan cairan
menurun
4. Berikan posisi modified
7. frekuensi nadi
trendelenburg
membaik
5. Berikan asupan cairan oral
8. tekanan darah, nadi
Edukasi
membaik
6. Anjurkan memperbanyak asupan
9. membran mukosa
cairan oral
membaik
7. Anjurkan menghindari perubahan
10. JVP membaik
posisi mendadak
11. kadar Hb, Ht
Kolaborasi
membaik
8. Kolaborasi pemberian cairan IV
issotonis (mis. cairan NaCl, RL)
9. Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis. glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
10. Kolaborasi pemberian cairan
koloid (mis. albumin,
plasmanate)
11. Kolaborasi pemberian produk
darah
3. Intoleransi Aktifitas Toleransi Aktifitas TERAPI AKTIVITAS I.05186
D.0056 L.05047 Observasi
setelah dilakukan 1. Identifikasi deficit tingkat
tindakan keperawatan aktivitas
3x24 jam diharapkan 2. Identifikasi kemampuan
toleransi aktifitas berpartisipasi dalam aktivotas
meningkat dengan tertentu
kriteria hasil sbb : Terapeutik
1. Frekuensi nadi 3. Fasilitasi focus pada kemampuan,
meningkat, Frekuensi bukan deficit yang dialami
nafas membaik 4. Koordinasikan pemilihan aktivitas
2. Keluhan lelah sesuai usia
menurun 5. Fasilitasi aktivitas fisik rutin
3. Dispnea saat dan (mis. ambulansi, mobilisasi, dan
setelah aktifitas perawatan diri), sesuai kebutuhan
menurun Edukasi
4. Perasaan lemah 6. Jelaskan metode aktivitas fisik
menurun sehari-hari, jika perlu
5. Sianosis menurun 7. Ajarkan cara melakukan aktivitas
6. Warna kulit membaik yang dipilih
7. Tekanan darah Kolaborasi
membaik 8. Kolaborasi dengan terapi
okupasi dalam merencanakan
dan memonitor program
aktivitas, jika sesuai
9. Rujuk pada pusat atau program
aktivitas komunitas, jika perlu
4. Nyeri Akut D. 0077 Tingkat Nyeri L.08066 Manajemen Nyeri I.08238
setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan 1. lokasi, karakteristik, durasi,
3x24 jam diharapkan frekuensi, kualitas, intensitas
tingkat nyeri menurun nyeri
dengan kriteria hasil sbb : 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri non
2. Meringis menurun verbal
3. Sikap protektif Terapeutik
menurun 4. Berikan teknik nonfarmakologis
4. Gelisah menurun untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
5. Kesulitan tidur biofeedback, terapi pijat, aroma
menurun terapi, teknik imajinasi
6. Frekuensi nadi terbimbing, kompres
membaik hangat/dingin, terapi bermain)
7. Pola nafas 5. Control lingkungan yang
membaik memperberat rasa nyeri (mis.
8. Tekanan darah Suhu ruangan, pencahayaan,
membaik kebisingan)
9. Nafsu makan Edukasi
membaik 6. Jelaskan penyebab, periode, dan
10. Pola tidur pemicu nyeri
membaik 7. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
8. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
5. Resiko Infeksi D.0142 Tingkat Infeksi L. PENCEGAHAN INFEKSI I.14539
14137 Observasi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
setelah dilakukan lokal dan sistemik
tindakan keperawatan Terapeutik
3x24 jam diharapkan 2. Batasi jumlah pengunjung
tingkat infeksi menurun 3. Berikan perawatan kulit pada area
dengan kriteria hasil sbb : edema
1. Nafsu makan 4. Pertahankan teknik aseptik pada
meningkat px beresiko tinggi
2. Nyeri menurun Edukasi
3. Cairan berbau busuk 5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
menurun 6. Ajarkan cara mencuci tangan
4. Kadar sel darah putih dengan benar
membaik
5. Kultur darah membaik
6. Kultur area luka
membaik

d. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana
keperawatan dilaksanakan, melaksanakan intervensi yang telah ditentukan, pada
tahap ini perawat siap untuk melakukan intervensi yang telah dicatat dalam
rencana keperawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu
dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi priorotas
perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan
mencatat respon klien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan
informasi ini pada penyedia perawatan kesehatan lainya. Kemudian, dengan
menggunakan data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam
tahap proses keperawatan berikutnya.
e. Evaluasi
Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang
diinginkan dan respon pasien terhadap keefektifan intervensi keperawatan,
kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan. Tahap akhir dari proses
keperawatan perawat mengevaluasi kemampuan pasien kearah pencapaian.
DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin dan Kumala Sari, 2013. Asuhan Keperawatan Perioperatif, konsep
proses dan aplikasi. Cetakan ketiga. Jakarta: Salemba Medika
Ai Yeyeh, Rukiyah, Yulianti, Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta
: Trans Info Medika
Lang, J, and Rothman K.J. 2011. Field Test Results of the Motherhood Method to
Measure Maternal Mortality. Indian: J Med Res
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2012. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan
Keluarga Berencana. Jakarta : EGC
Myles. 2011. Buku Ajar Bidan. Jakarta: EGC
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil, Edisi
1. Jakarta:DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai