Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

SECTIO CAESARIA (SC)

Disusun oleh :
Mohammad Wiliyan Akbar
2111010071

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2023
A. DEFINISI
Sectio Caesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan
sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan uterus untuk
mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika kelahiran
melalui vagina akan mengarah pada komplikasi-komplikasi kendati cara ini semakin
umum sebagai pengganti kelahiran normal (Mitayani, 2012). Sectio Caesarea
merupakan suatu persalinan buatan, yaitu janin dilahirkan melalui insisi pada dinding
perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta bobot janin
diatas 500 gram (Solehati, 2015).
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Mons Pubis
Di atas simpisis pubis terletak yang merupakan seperti jaringan lunak seperti
adanya lemak-lemak.
2. Labia Mayora
Lipatan kulit dengan adanya jaringan seperti lemak yang berlanjut ke bawah
sebagai perluasan dari mons pubis dan menyatu menjadi perinium yang terdiri
dari 2 buah lipatan.
3. Labia Minora Kulit yang terletak di sebelah dalam labia mayora, labia minora
tidak ada memiliki lemak subkutan yang merupakan 2 buah lipatan tipis.
4. Klitoris Merupakan salah satu adanya seperti tonjolan kecil jaringan pada titik
labia minora di sebelah anterior.
5. Vestibulum Adalah suatu rongga yang di ada disekitarnya labia minora.
6. Perinium Di sebelah posterioranus ditemukan struktur ini membentang dari
fourchette titik temu labia minora.
7. Vagina Dari belakang vulva hingga uterus merupakan saluran fibromuskuler
elastis yang membentang ke atas.
8. Uterus
9. Berbentuk seperti buah advokat, sebesar telur ayam. Terdiri dari fundus uteri,
korpus uteri dan serviks uteri. Sebagai tempat janin berkembang merupakan
bagian uterus terbesar dari korpus uteri
10. Tuba Fallopi Berada pada uterus dan melekat dari kornu uteri ke arah dinding
lateral pelvis yang disebut juga dengan oviduct.
11. Ovarium Merupakan kelenjar kelamin.
C. ETIOLOGI
Menurut Amin & Hardi (2013) operasi Sectio Caesarea dilakukan atas indikasi
sebagai berikut :
1. Indikasi yang berasal dari ibu
yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, Cefalo Pelvik Disproportion
(disproporsi janin/ panggul), ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk,
ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu, keracunan kehamilan
yang parah, komplikasi kehamilan yaitu pre eklampsia dan eklampsia berat, atas
permitaan, kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM), gangguan perjalanan
persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya)
2. Indikasi yang berasal dari janin
Fetal distress/ gawat janin, mal persentasi dan mal posisi kedudukan janin seperti
bayi yang terlalu besar (giant baby), kelainan letak bayi seperti sungsang dan
lintang, kelainan tali pusat dengan pembukaan kecil seperti prolapsus tali pusat,
terlilit tali pusat, adapun faktor plasenta yaitu plasenta previa, solutio plasenta,
plasenta accreta, dan vasa previa. kegagalan persalinan vakum atau forseps
ekstraksi, dan bayi kembar (multiple pregnancy).
D. JENIS-JENIS OPERASI SECTIO CAESARIA
a. Abdomen (SC Abdominalis)
1. Sectio Caesarea Transperitonealis
 Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang
pada corpus uteri.
 Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah
uterus.2.
2. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan
dengandemikian tidak membuka kavum abdominalis.
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
 Sayatan memanjang (longitudinal)
 Sayatan melintang (tranversal)
 Sayatan huruf T (T Insisian)
c. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira
10cm.
d. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah
rahim kira-kira 10cm
E. KOMPLIKASI
Menurut Jitowiyono (2012). Komplikasi pada section caesaria adalah :
1. Infeksi puerperalis Ringan: Peningkatan suhu beberapa hari dalam masa nifas
Berat: Peritonitis sepsis
2. Perdarahan
3. Komplikasi : Komplikasi lain seperti luka kandung kemih, emboli paru-paru
F. PATOFISIOLOGI
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa
sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri
mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan mal
presentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi
aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan
pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri
sehingga timbul masalah defisit perawatan diri. Kurangnya informasi mengenai
proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan
masalah ansietas pada pasien.
Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada
dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan,
pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri
akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan
masalah resiko infeksi. (Manuaba, 2008)
G. MANIFESTASI KLINIS
Persalinan dengan Sectio Caesaria memerlukan perawatan yang lebih
koprehensif yaitu perawatan post operatif dan perawatan post partum. Manifestasi
klinis sectio caesarea menurut Doenges (2010) antara lain :
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800ml
6. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan ketidakmampuan
menghadapi situasi baru
7. Biasanya terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang paham
prosedur
12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
operasidan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit
I. PATHWAY
J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengakjian
a. Indentitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status pernikahan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit
dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya Ibu dengan Post Sectio Caesarea mengeluh nyeri pada daerah
luka bekas operasi.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang berisi tentang pengkajian data yang dilakukan
untuk menentukan sebab dari dilakukannya operasi Sectio Caesarea
misalnya letak bayi seperti sungsang dan lintang, kemudian sebagian kasus
mulut rahim tertutup plasenta yang lebih dikenal dengan plasenta previa,
bayi kembar (multiple pregnancy), preeklampsia eklampsia berat, ketuban
pecah dini yang nantinya akan membantu membuat rencana tindakan
terhadap pasien.
2) Riwayat Kesehatan Dulu
Hal yang perlu dikaji dalam riwayat penyakit dahulu adalah penyakit yang
pernah diderita pasien khusunya, penyakit konis, menular, dan menahun
seperti penyakit hipertensi, jantung, DM, TBC, hepatitis dan penyakit
kelamin. Ada tidaknya riwayat operasi umum/ lainnya maupun operasi
kandungan (sectio caesarea, miomektomi, dan sebagainya).
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Dari genogram keluarga apakah keluarga pasien memiliki riwayat penyakit
kronis, seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, serta penyakit
menular seperti TBC, hepatitis, dan penyakit kelamin yang mungkin
penyakit tersebut diturunkan pada pasien
4) Riwayat Perkawinan
Hal yang perlu dikaji pada riwayat perkawinan adalah menikah sejak usia
berapa, berapa kali menikah, lama pernikahan, status pernikahan saat ini.

5) Riwayat Obstetri
Pada pengkajian riwayat obstetri meliputi riwayat kehamilan, persalinan,
maupun abortus yang dinyatakan dengan kode GxPxAx (Gravida, Para,
Abortus), berapa kali ibu hamil, penolong persalinan, cara persalinan,
penyembuhan luka persalinan, keadaan bayi saat baru lahir, berat badan
lahir anak jika masih ingat. Riwayat menarche, siklus haid, ada tidaknya
nyeri haid atau gangguan haid lainnya.
6) Riwayat Kontrasepsi
Hal yang dikaji dalam riwayat kontrasepsi untuk mengetahui apakah ibu
pernah ikut program kontrasepsi, jenis yang dipakai sebelumnya, apakah
ada masalah dalam pemakaian kontrasepsi tersebut, dan setelah masa nifas
apakah akan menggunakan kontrasepsi kembali
7) Pola Kesehatan Fungsional
1. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada pasien nifas biasanya terjadi peningkatan nafsu makan karena
dari keinginan untuk menyusui bayinya.
2. Pola Aktifitas
Pada pasien post Sectio Caesarea aktifitas masih terbatas, ambulasi
dilakukan secara bertahap, setelah 6 jam pertama dapat dilakukan
miring kanan dan kiri. Kemudian ibu dapat diposisikan setengah duduk
atau semi fowler. Selanjutnya ibu dianjurkan untuk belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke tiga sampai hari ke lima pasca operasi.
3. Pola Eliminasi
Pada pasien post Sectio Caesarea sering terjadi adanya konstipasi
sehingga pasien takut untuk melakukan BAB.
4. Istirahat dan Tidur
Pada pasein post Sectio Caesarea terjadi perubahan pada pola istirahat
dan tidur karena adanya kehadiran bayi dan nyeri yang dirasakan
akibat luka pembedahan.
5. Pola Sensori
Pasien merasakan nyeri pada abdomen akibat luka pembedahan yang
dilakukan.
6. Pola Status Mental
Pada pemeriksaan status mental meliputi kondisi emosi, orientasi
pasien, proses berpikir, kemauan atau motivasi, serta persepsi psaien.
7. Pola Reproduksi dan Sosial
Pada pasien post Sectio Caesarea terjadi disfungsi seksual yaitu
perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari seksual yang tidak
adekuat karena adanya proses persalinan dan masa nifas.
8) Pemeriksaan fisik
1. Kepala
Pemeriksaan kepala meliputi bentuk kepala, kebersihan kepala, apakah
ada benjolan atau lesi, dan biasanya pada ibu post partum terdapat
chloasma gravidarum.
2. Mata
Pemeriksaan mata meliputi kesimetrisan dan kelengkapan mata,
kelopak mata, konjungtiva anemis atau tidak, ketajaman penglihatan.
3. Hidung
Pemeriksaan hidung meliputi tulang hidung dan posisi septum nasi,
kondisi lubang hidung, apakah ada sekret, perdarahan atau tidak, serta
sumbatan jalan yang mengganggu pernafasan.
4. Telinga
Pemeriksaan telinga meliputi bentuk, kesimetrisan, kebersihan, serta
ketajaman telinga.
5. Leher
Pemeriksaan leher meliputi kelenjar tiroid, vena jugularis, biasanya
pada pasien post partum terjadi pembesaran kelenjar tiroid karena
adanya proses menerang yang salah.
6. Dada
Jantung Bunyi jantung I dan II regular atau ireguler, tunggal atau
tidak, intensitas kuat atau tidak, apakah ada bunyi tambahan seperti
murmur dan gallop.
Paru-Paru : Bunyi pernafasan vesikuler atau tidak, apakah ada suara
tambahan seperti ronchi dan wheezing. Pergerakan dada simetris,
pernafasan reguler, frekuensi nafas 20x/menit. 7)
7. Payudara
Pemeriksaan meliputi inspeksi warna kemerahan atau tidak, ada
oedema atau tidak, dan pada hari ke-3 postpartum, payudara membesar
karena vaskularisasi dan engorgement (bengkak karena peningkatan
prolaktin pada hari I-III), keras dan nyeri, adanya hiperpigmentasi
areola mamae serta penonjolan dari papila mamae.
8. Abdomen
Pemeriksaan meliputi inspeksi untuk melihat apakah luka bekas
operasi ada tanda-tanda infeksi dan tanda perdarahan, apakah terdapat
striae dan linea, apakah ada terjadinya Diastasis Rectus Abdominis
yaitu pemisahan otot rectus abdominis lebih dari 2,5 cm pada tepat
setinggi umbilikus sebagai akibat pengaruh hormon terhadap linea alba
serta akibat perenggangan mekanis dinding abdomenl. Auskultasi
dilakukan untuk mendengar peristaltik usus yang normalnya 5-35 kali
permenit, palpasi untuk mengetahui kontraksi uterus baik atau tidak.
9. Genetalia
Pemeriksaan genetalia untuk melihat apakah terdapat hematoma,
oedema, tanda-tanda infeksi, pemeriksaan pada lokhea meliputi warna,
bau, jumlah, dan konsistensinya.
10. Anus
Pada pemeriksaan anus apakah terdapat hemoroid atau tidak.
11. Integumen
Pemeriksaan integumen meliputi warna, turgor, kelembapan, suhu
tubuh, tekstur, hiperpigmentasi. Penurunan melanin umumnya setelah
persalinan menyebabkan berkurangnya hiperpigmentasi kulit.
12. Ekstremitas
Pada pemeriksaan kaki apakah ada: varises, oedema, reflek patella,
nyeri tekan atau panas pada beti.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri melahirkan b.d pengeluaran janin
b. Ansietas b.d kekhawatiran mengalami kegagalan
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
1. Nyeri Tingkat nyeri (L.08066) : Manajemen nyeri Untuk
melahirkan Setelah dilakukan tindakan (I.08238) : mengurangi
b.d keperawatan selama 1 x 24 Observasi : nyeri yang
pengeluaran jam diharapkan tingkat dirasakan
 Identifikasi
janin nyeri menurun dengan pasien
kriteria hasil lokasi,
karakteristik,
Indikator A T
Keluhan nyeri 1 5 durasi, frekuensi,
Meringis 1 5
kualitas,
Gelisah 1 5
intensitas nyeri
Keterangan :
 Identifikasi skala
1 : Meningkat
2 : Cukup meningkat nyeri
3 : Sedang
 Identifikasi
4 : Cukup menurun
5 : Menurun respons nyeri non
verbal
 Identifikasi
faktor yang
memperberat dan
memperingan
nyeri
 identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan
tentang nyeri
 Identifikasi
pengaruh budaya
terhadap respon
nyeri
 Identifikasi
pengaruh nyeri
pada kualitas
hidup
 Monitor
keberhasilan
terapi
komplementer
yang sudah
diberikan
 Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik

Terapeutik
 Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri (mis.
TENS, hipnosis
akupresur, terapi
musik,
biofeedback,
terapi pijat,
aroma terapi,
teknik imajinasi
terbimbing ,
kompres
hangat/dingin,
terapi bermain)
 Kontrol
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri (mis. suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan )
 Fasilitasi Istirahat
dan tidur
 Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan
strategi meredaka
n nyeri

Edukasi
 Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
 Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri

Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu

2. Ansietas b.d Tingkat Ansietas Reduksi ansietas Untuk


kekhawatira (L.09093): (I.09314) : membantu
n Setelah dilakukan tindakan Observasi mengurangi
mengalami keperawatan selama 1 x 24 rasa cemas
 Identifikasi saat
kegagalan jam diharapkan tingkat yang
ansietas menurun dengan tingkat ansietas dialami
kriteria hasil pasien
berubah (mis,
Indikator A T kondisi, waktu,
Verbalisasi 1 5
stresor)
khawatir akibat
kondisi yang  Identifikasi
dihadapi
kemampuan
Perilaku gelisah 1 5
Perilaku tegang 1 5 mengambil
keputusan
Keterangan :
1 : Meningkat  Monitor tanda-
2 : Cukup meningkat tanda ansietas
3 : Sedang (verbal dan
4 : Cukup menurun nonverbal)
5 : Menurun
Terapeutik
 Ciptakan suasana
terapeutik untuk
menumbuhkan
kepercayaan
 Temani pasien
untuk
mengurangi
kecemasan, jika
memungkinkan
 Pahami situasi
yang membuat
ansietas
 Dengarkan
dengan penuh
perhatian
 Gunakan
pendekatan yang
tenang dan
meyakinkan
 Tempatkan
barang pribadi
yang memberikan
kenyamanan
 Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang
memicu
kecemasan
 Diskusikan
perencanaan
realistis tentang
peristiwa yang
akan datang
Edukasi
 Jelaskan
prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin
dialami
 Informasikan
secara faktual
mengenai
diagnosis,
pengobatan, dan
prognosis
 Anjurkan
keluarga untuk
tetap bersama
pasien, jika perlu
 Anjurkan
melakukan
kegiatan yang
tidak kompetitif,
sesuai kebutuhan
 Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan
persepsi
 Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi
ketegangan
 Latih penggunaan
mekanisme
pertahanan diri
yang tepat
 Latih teknik
relaksasi
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian obat
antiansietas, jika
perlu

DAFTAR PUSTAKA
Mitayani. (2012). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika.
Prawirohardjo, S., (2013). Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono.
Prawirohardjo: Jakarta.
Mitayani. (2012). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Nurarif, Amin Huda, Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Jakarta:Medication.
Mochtar. Rustam, (2011). Synopsis Obstetri, Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi,
(Jilid 1 dan 2). EGC: Jakarta
Sari L. (2016). Patofisiologi Sectio Caesarea. Published thesis for University of
Muhammadiyah Purwokerto

Anda mungkin juga menyukai