i
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
BUKU AJAR
Agung Nugroho
Diterbitkan oleh:
Lambung Mangkurat University Press, 2017
d.a. Perpustakaan Pusat Universitas Lambung Mangkurat
Jl. H. Hasan Basry, Kayu Tangi, Banjarmasin 70123
Telp/Faks. 0511-3305195
Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang.
Dilarang Memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya, dalam bentuk dan
cara apa pun, baik secara mekanik maupun elektronik, termasuk fotokopi,
rekaman, dan lain-lain tanpa izin tertulis dari penerbit.
xiv-155 h 18,2 x 25 cm
Cetakan pertama, Februari 2017
Lay out : Agung Nugroho
ISBN 978-602-6483-12-6
9 786026 483126
ii
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
PRAKATA
Buku Ajar Teknologi Bahan Alam ini disusun sebagai bahan pengajaran
pada mata kuliah Teknologi Minyak Atsiri, Rempah, dan Fitofarmaka bagi
mahasiswa Teknologi Industri Pertanian. Buku ini juga dapat dijadikan sebagai
bahan bantu bagi mahasiswa Farmasi dan Kimia untuk memahami tentang kimia
bahan alam, teknologi sediaan bahan alam, dan farmakognosi.
iii
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
Banjarbaru, Januari 2017.
Penulis
iv
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
DAFTAR ISI
PRAKATA iii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
1. BAHAN ALAM DAN METABOLIT SEKUNDER 1
1.1. Deskripsi Singkat 1
1.2. Relevansi 2
1.3. Kompetensi 2
1.4. Pengantar 3
1.5. Pengertian Bahan Alam (Natural Products) 3
1.6. Metabolit Sekunder dan Fitokimia 6
1.7. Agroindustri Bahan Alam 8
1.8. Rangkuman 10
1.9. Latihan 11
1.10. Bacaan Lanjutan yang Dianjurkan 11
2. KELOMPOK SENYAWA METABOLIT SEKUNDER 13
2.1. Deskripsi Singkat 13
2.2. Relevansi 13
2.3. Kompetensi 14
2.4. Pengantar 14
2.4.1. Terpenoid 14
2.4.1.1. Monoterpene 16
2.4.1.2. Sesquiterpene 17
2.4.1.3. Diterpene 18
2.4.1.4. Triterpene 19
2.4.1.5. Tetraterpene 20
2.4.1.6. Saponin 21
2.4.2. Alkaloid 22
2.4.3. Fenolik 24
2.4.3.1. Flavonoid 25
2.4.3.2. Non-flavonoid 32
2.5. Rangkuman 38
2.6. Latihan 38
2.7. Bacaan Lanjutan yang Dianjurkan 39
v
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
vi
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
vii
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
viii
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
DAFTAR TABEL
ix
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
DAFTAR GAMBAR
Gambar 6.8. Kolom kromatografi dengan sampel yang siap dielusi. 107
Gambar 6.9. Koleksi fraksi dari hasil elusi kromatografi kolom. 109
Gambar 6.10. Pengerjaan (spotting) TLC. 110
Gambar 6.11. Contoh TLC diamati di bawah sinar UV. 111
Gambar 6.12. Perbedaan prinsip normal phase dan reversed phase
pada kromatografi lapis tipis. 112
Gambar 7.1. Metode ekstraksi melalui destilasi dengan air. 120
Gambar 7.2. Metode ekstraksi melalui destilasi dengan air dan uap. 121
Gambar 7.3. Penyulingan minyak atsiri dengan teknik destilasi air
dan uap. 122
Gambar 7.4. Metode ekstraksi melalui destilasi dengan uap. 123
Gambar 7.5. Metode ekstraksi melalui pengepresan. 124
Gambar 7.6. Metode ekstraksi dengan pelarut organik. 125
Gambar 7.7. Metode ekstraksi dengan enfleurasi. 128
Gambar 7.8. Metode ekstraksi dengan maserasi lemak panas. 130
xii
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
Bahan alam secara khusus diartikan sebagai segala material organik yang
dihasilkan oleh alam yang telah dipelajari dan dibuktikan baik secara empiris
maupun secara tradisional melalui pengalaman penggunaan turun temurun
memiliki khasiat tertentu untuk kesehatan baik dalam bentuk segar, sediaan
kering, ekstrak, maupun senyawa tunggal hasil pemurnian. Pada era modern ini
ada kecenderungan pola hidup yang mengarah pada penggunaan bahan-bahan
alami sebagai zat berkhasiat baik untuk pengobatan, perawatan kesehatan dan
kebugaran, kosmetika, makanan fungsional, maupun untuk produk perawatan
tubuh sehari-hari. Fenomena ini semakin meningkatkan pamor bahan alam
sebagai pilihan karena dinilai lebih aman atau memiliki efek negatif yang lebih
rendah. Nilai ekonomis beberapa bahan alam pun semakin meningkat yang diikuti
dengan semakin berkembangnya berbagai penelitian untuk mengembangkan
produk-produk yang berbasis pada bahan alam. Saat ini, bidang penelitian dan
industri bahan alam menjadi salah satu bidang yang prospektif dan memiliki masa
depan yang baik karena kebutuhan akan bahan ini semakin meningkat.
1
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
bernilai tinggi menjadi sangat perlu untuk mahasiswa teknologi industri pertanian.
Sudah barang tentu, pengenalan dasar-dasar bahan alam ini perlu diberikan
sebagai landasan dalam mempelajari proses lanjut dari pemanfaatan bahan alam.
Pada bab ini dijelaskan mengenai pengertian dasar bahan alam dan juga
metabolit sekunder atau fitokimia yang merupakan komponen utama dari bahan
alam. Selain itu juga dijelaskan mengenai agroindustri pengolahan bahan alam
beserta contoh dan prospeknya.
1.2. Relevansi
Bab tentang pengetahuan dasar bahan alam dan metabolit sekunder ini
penting disajikan sebagai landasan untuk memahami metabolit sekunder sebagai
komponen utama bahan alam serta bagaimana mekanisme kerja metabolit
sekunder sehingga dapat memberikan manfaat bagi manusia.
1.3. Kompetensi
2
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
1.4. Pengantar
Bahan alam memiliki spektrum yang sangat luas. Mentimun yang kita
santap sebagai lalapan yang kita tujukan sebagai bahan serat yang akan
memperlancar pencernaan dan juga untuk menjaga tekanan darah dari potensi
darah tinggi adalah sebuah contoh pemanfaatan bahan alam, yaitu mentimun.
Senyawa menthol yang diformulasikan menjadi sebuah produk balsam yang
digunakan untuk melegakan dan menyegarkan dada dan tenggorokan juga
merupakan pemanfaatan bahan alam. Untuk itu pada bab ini dijelaskan mengenai
pengertian bahan alam, komponen utamanya, bagaimana komponen utama
tersebut bekerja dan apa saja efek-efeknya, serta bagaimana pemanfaatan bahan
alam sebagai komoditas agroindustri untuk dikembangkan menjadi produk
dengan nilai tambah lebih tinggi.
3
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
pengawetan, seperti pengeringan, (2) bagian dari organisme, seperti daun, bunga,
atau organ tertentu dari hewan, (3) ekstrak dari organisme atau bagian organisme,
serta (4) komponen tunggal (alkaloids, coumarins, flavonoids, lignans, glycosides,
terpenoids, steroids, dll.). Dalam praktiknya, istilah natural products lebih banyak
didefinisikan sebagai senyawa metabolit sekunder, dengan bobot molekul (BM)
rendah yang dihasilkan oleh organisme tertentu yang tidak diperuntukkan sebagai
nutrisi pokok dalam proses pertumbuhannya, tetapi lebih bersifat sebagai
komponen penunjang, seperti sebagai alat perlindungan atau sebaliknya sebagai
media penarik perhatian terhadap organisme lain (Cannell, 1998).
Sebagai contoh yang mudah adalah bahan pewarna alami, yaitu produk
pewarna yang dihasilkan dari proses isolasi, ekstraksi, ataupun pengeringan
bagian tertentu dari suatu bagian tumbuhan. Contoh pewarna alami dalam
bentuk senyawa tunggal adalah berberine, sumber warna kuning yang dapat
diisolasi dari beberapa tanaman, seperti akar kuning (Arcangelisia flava, Gambar
1.1) atau berberry (Berberis vulgaris). Selain memberikan efek warna kuning,
4
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
5
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
Dari segi pemanfaatannya bahan alam berbeda dengan bahan alam lainnya,
seperti bahan pangan (food atau nutritional food), di mana ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi pokok (karbohidrat, lemak, protein, asam amino),
atau produk perikanan, produk kerajinan, bahan tambang, produk minyak dan gas,
dan lain sebagainya, di mana sama-sama menggunakan bahan yang dihasilkan
oleh alam. Inilah yang membedakan bahan alam dengan bahan dari alam (natural
sources) lainnya.
Sementara itu, ada istilah lain yaitu fitokimia (phytochemicals). Dari asal
usul katanya, maka terdiri dari phyto dan chemicals. Fito (phyto) dalam bahasa
latin berarti tumbuhan, sedangkan chemicals berarti bahan-bahan kimia. Secara
harfiah dapat dikatakan fitokimia adalah bahan-bahan atau senyawa-senyawa
kimia yang dihasilkan oleh tumbuhan. Dalam penggunaannya terutama dalam
bidang kimia bahan alam, fitokimia diartikan sebagai metabolit sekunder yang
6
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
(http://science.marshall.edu/)
7
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
Metabolit sekunder dipelajari dalam bidang ilmu Kimia Bahan Alam atau Kimia
Organik Bahan Alam, sedangkan metabolit primer dipelajari pada bidang ilmu
Biokimia. Metabolit primer menjadi bahan dasar dalam biosintesis beberapa
kelompok metabolit sekunder, seperti terlihat pada Gambar 1.2.
Dari ilustrasi dan penjelasan di atas, dapat ditarik sebuah benang merah
bahwa industri merupakan sebuah kegiatan untuk memperoleh pendapatan
(income) baik dengan menjual produk maupun jasa, termasuk di dalamnya lisensi
atau disain produk. Industri sekunder dicirikan dengan adanya usaha pengolahan
(processing) untuk menciptakan nilai tambah (added value) dari bahan bakunya.
8
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
Sedangkan industri primer tidak melakukannya, kalaupun ada nilai tambah yang
diciptakan, persentasenya sangat kecil. Industri tersier memberikan pelayanan
jasa (service), sedangkan industri kuarter menghasilkan dan menjual lisensi atau
disain produk.
Dengan demikian, agroindustri atau industri agro atau industri pertanian
dalam lingkup khusus pemanfaatan bahan alam ini dapat didifinisikan sebagai
kegiatan industri yang ditujukan untuk menghasilkan pendapatan dengan cara
menciptakan nilai tambah dari suatu bahan alam, baik yang diperoleh melalui
proses budidaya/pertanian ataupun dengan cara mengambil secara langsung dari
alam (ekstraktif). Dengan demikian produk bahan alam adalah salah satu output
atau produk dari kegiatan agroindustri.
(http://www.nutraceuticalsworld.com/)
Di sisi lain, produk bahan alam juga dapat berperan sebagai input atau
material agroindustri, jika produk tersebut diproses lanjut menjadi produk dengan
nilai tambah yang lebih tinggi. Dengan demikian, berdasarkan bahan bakunya,
maka agroindustri dapat mencakup area yang sangat luas, yaitu produk kimia non
9
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
1.8. Rangkuman
10
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
1.9. Latihan
11
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
12
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
2. KELOMPOK SENYAWA
METABOLIT SEKUNDER
2.2. Relevansi
13
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
modifikasi atau rekayasa lanjut serta memproduksinya dalam skala yang lebih
besar.
2.3. Kompetensi
2.4. Pengantar
2.4.1. Terpenoid
14
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
hanya terdiri dari lima atom karbon seperti pada hemiterpen sampai
dengan molekul kompleks yang tersusun atas ribuan unit isoprene (unit
terkecil dari senyawa terpene). Database bahan alam (Dictionary of Natural
Products, Buckingham, 1993) telah mendaftar lebih dari 139.000 jenis
senyawa, di mana mayoritas adalah berasal dari tumbuhan yang berperan
dalam berbagai fungsi seperti sebagai sumber aroma, antibiotik, hormon,
lipid pada membran sel, pengusir maupun penarik serangga, serta sebagai
mediator dari proses transfer elektron yang merupakan salah satu tahap
dalam menghasilkan energi pada proses respirasi dan fotosistesis.
(http://www.ochempal.org/)
Gambar 2.1. Stuktur senyawa terpenoid myrcene yang tersusun atas dua
sturktur isoprene.
15
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
2.4.1.1. Monoterpene
16
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
2.4.1.2. Sesquiterpene
17
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
2.4.1.3. Diterpene
18
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
2.4.1.4. Triterpene
19
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
2.4.1.5. Tetraterpene
20
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
2.4.1.6. Saponin
21
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
2.4.2. Alkaloid
22
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
23
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
Kafein (Gambar 2.9) secara alami dapat ditemukan pada kopi dan teh
atau coklat. Kafein sering diaplikasi pada minuman berenergi (energy drinks)
untuk memberikan stimulan rasa kebugaran. Nikotin adalah senyawa aktif
pada tembakau. Nikotin memberikan efek relaksasi pada penggunanya,
seperti pada perokok aktif. Kokain sering disalahgunakan sebagai narkotika
karena dapat memberikan efek kesenangan dan kegembiraan (recreational
effect). Kokain dihasilkan dari daun tanaman koka. Di bawah ini disampaikan
tabel beberapa senyawa alkaloid beserta efek farmakologinya.
2.4.3. Fenolik
24
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
2.4.3.1. Flavonoid
25
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
26
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
27
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
28
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
b. Isoflavone
c. Flavanone
29
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
d. Flavan-3-ol
30
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
e. Anthocyanin
31
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
2.4.3.2. Non-flavonoid
32
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
33
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
34
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
35
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
c. Tanin
36
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
37
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
2.5. Rangkuman
2.6. Latihan
38
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
Achmad, S.A., 2001. Materi Pokok Kimia Organik Bahan Alam. Universitas
Terbuka, Jakarta.
Cannell, R.J.P., 1998. Natural Products Isolation. Humana Press, New Jersey.
Grotewold, E., 2008. The Science of Flavonoids. Springer, New York.
Harborne, J.B., 1973. Phytochemical Methods. Chapman and Hall, London.
Harborne, J.B., 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan (terjemahan). Penerbit ITB, Bandung.
Imanshahidi, M. dan Hosseinzadeh, H., 2008. Pharmacological and Therapeutic
Effects of Berberis vulgaris and Its Active Constituent, Berberine.
Phytotherapy Research, 22: 999-1012.
Irchhaiya, R., dkk., 2014. Metabolites in Plants and Its Classification. World Journal
of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 4: 287-305.
Kabera, J.N., Semana, E., Mussa, A.R., dan He., X., 2014. Plant Secondary
Metabolites: Biosynthesis, Classification, Function and Pharmacological
Properties. Journal of Pharmacy and Pharmacology, 2:377-392.
Markham, K.R., 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. ITB, Bandung.
Rostagno, M.A. dan Prado, J. M., 2013. Natural Product Extraction: Principles and
Applications. RSC Publishing, Cambridge, UK.
Sastrohamidjojo, H., 2004. Kimia Minyak Atsiri. Universitas Gadjah Mada.
Jogjakarta.
Wiryowidagdo, S., 2008. Kimia dan Farmakologi Bahan Alam. EGC, Jakarta.
39
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
3.2. Relevansi
40
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
3.3. Kompetensi
3.4. Pengantar
41
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
42
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
43
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
(http://northwestpharmacy.com/)
44
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
45
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
Tabel 3.1. Sejumlah senyawa aktif metabolit sekunder beserta sumber tanaman
dan efek farmakologisnya
46
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
47
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
Kosmetik sendiri tidak mampu merawat atau memperbaiki kondisi kulit atau
bagian tubuh lainnya. Kosmetik memerlukan bahan aktif lain yang mampu
menjaga dan memperbaiki kulit. Ada dua mekanisme dari bahan alam sebagai
bahan aktif dalam sebuah produk kosmetik, yaitu sebagai zat yang mampu
menjaga kulit atau bagian lainnya dari pengaruh luar, seperti paparan UV, logam,
dan lainnya. Yang kedua adalah dengan mempengaruhi atau merangsang fungsi-
fungsi biologis dari sel dan jaringan serta menyediakan nutrisi yang cukup bagi sel
atau jaringan tersebut. Bentuk-bentuk bahan alam dalam produk kosmetik antara
lain dalam bentuk vitamin, senyawa antioksidan, minyak atsiri atau, hidrokoloid,
terpenoid, dll. Pada Tabel 3.2 dan Tabel 3.3 disajikan beberapa contoh bahan
alam dari tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai produk kosmetik dan perawatan
pribadi.
48
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
Tabel 3.2. Contoh bahan alam yang dimanfaatkan sebagai produk perawatan kulit
(Kapoor, 2005).
Tabel 3.3. Contoh bahan alam yang dimanfaatkan sebagai produk perawatan
rambut (Kapoor, 2005).
49
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
Sebuah produk yang dihasilkan dari proses ekstraksi atau isolasi komponen
dari tumbuhan yang memiliki efek perlindungan kesehatan yang kemudian
dikemas dalam bentuk kapsul, tablet, sirup atau serbuk juga dikategorikan
sebagai produk nutrasetik. Gambar 3.2 berikut ini memberikan gambaran tentang
perbedaan mendasar antara produk nutrasetik dengan produk farmasetik.
50
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
51
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
3.9.1. Jamu
52
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
53
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
maupun in-vivo, dengan uji in-vivo dilakukan terhadap hewan uji seperti
pada mencit, tikus, kelinci, atau tingkat yang lebih tinggi. Sedangkan uji in-
vitro dilakukan pada sebagian organ yang terisolasi, kultur sel, ataupun
mikroba. Riset in-vitro bersifat parsial, dalam arti baru diuji pada sebagian
organ atau pada cawan petri, sehingga efek keseluruhan terhadap tubuh
belum dapat diamati.
54
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
hewan coba dengan pada manusia. Sebuah produk yang belum teruji secara
klinis bisa saja ampuh ketika diuji pada hewan coba, tetapi tidak ampuh
ketika diujicobakan pada manusia. Uji klinis dapat terdiri dari atas single
center yang dilakukan di laboratorium penelitian dan multi center di
berbagai lokasi agar lebih objektif.
3.10. Rangkuman
55
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
cairan kental mudah menguap pada suhu ruang yang memberikan efek
aromatik.
3. Produk farmasetik (pharmaceuticals) adalah produk-produk yang
berfungsi sebagai obat, baik sebagai bahan baku atau senyawa aktif
obat, atau bentuk ekstrak yang berkhasiat sebagai obat. Obat adalah
suatu zat atau kombinasi dari beberapa zat yang memiliki kemampuan
untuk mencegah atau menyembuhkan suatu penyakit melalui suatu
mekanisme dengan mempengaruhi fungsi dari suatu sistem kerja tubuh.
4. Produk kosmetik (cosmetics) adalah produk utilitas atau pendukung
yang ditujukan untuk menjaga, merawat, atau meningkatkan
penampilan dari wajah dan bagian tubuh lain, seperti mulut, kuku
tangan, mata, rambut, dsb.
5. Produk nutrasetik (nutraceuticals) secara fungsi dan karakteristiknya
dapat diposisikan menjadi produk transisi antara produk pangan umum
(food) dengan produk obat-obatan (pharmaceuticals).
6. Jamu adalah obat alam yang sediaannya masih berupa simplisia
sederhana, di mana khasiat dan keamanannya dibuktikan dari
pengalaman empiris melalui penggunaan secara turun temurun minimal
selama tiga generasi.
7. Obat herbal terstandar adalah produk pengembangan dari jamu yang
bentuk sediaannya sudah berupa ekstrak dengan bahan dan proses
pembuatan yang terstandar serta telah melewati uji praklinis seperti uji
toksisitas, kisaran dosis, farmakodinamik, dll.
8. Obat fitofarmaka adalah pengembangan dari obat herbal terstandar
yang telah melalui uji klinis pada manusia.
56
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
3.11. Latihan
Agusta, A., 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropis Indonesia. ITB, Bandung.
Baser, K.H. dan Buchbauer, G., 2010. Handbook of Essential Oils: Science,
Technology, and Applications. CRC Press, Florida.
Dias, D.A., Urban, S., dan Roessner, U., 2012. A Historical Overview of Natural
Products in Drug Discovery. Metabolites, 2: 303-336.
Gunawan, D. dan Mulyani, S., 2004. Ilmu Obat Alam. Penebar Swadaya, Jakarta.
Hariana, A., 2005. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 2. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Harris, R., 1987 Tanaman Minyak Atsiri. Penebar Swadaya, Jakarta.
Imanshahidi, M. dan Hosseinzadeh, H., 2008. Pharmacological and Therapeutic
Effects of Berberis vulgaris and Its Active Constituent, Berberine.
Phytotherapy Research, 22: 999-1012.
Kapoor, V.P., 2005. Herbal Cosmetics for Skin and Hair Care. Natural Product
Radiance, 4: 306-314.
Lahlou, M., 2013. The Success of Natural Products in Drug Discovery.
Pharmacology and Pharmacy, 4: 17-31.
Pandey, N., dkk., 2011. Medicinal Plants Derived Nutraceuticals: A Re-emerging
Health Aid. International Journal of Pharma and Bio Sciences. 4: 419-
441.
57
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
4. PEMILIHAN DAN
PENYIAPAN BAHAN
Pada bab 4 ini mulai dibahas mengenai teknik dasar dalam penelitian atau
produksi bahan alam yang dimulai dengan pemilihan dan penyiapan bahan.
Pemilihan bahan merupakan tahap fundamental yang perlu mendapat perhatian.
Kesalahan dalam pemilihan bahan, misalnya kesalahan penentuan jenis spesies
dikarenakan morfologi yang mirip dengan spesies yang lain dapat menyebabkan
tujuan atau target dari penelitian atau produksi tidak tercapai. Selain jenis spesies,
kesalahan dapat juga terjadi karena kurang tepat dalam memilih bagian dari
tanaman yang akan digunakan, salah dalam memilih lokasi sampel, atau salah
dalam menentukan waktu atau musim pemanenan. Selain pemilihan bahan,
faktor penting lainnya adalah penyiapan bahan yang meliputi pengeringan,
pengecilan ukuran, dan penyimpanan. Beberapa hal tersebut dibahas pada bab ini.
58
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
4.2. Relevansi
Bab tentang pemilihan dan penyiapan bahan ini penting disajikan sebagai
dasar dalam praktik-praktik kegiatan penelitian atau produksi dengan bahan alam.
Dengan memahami secara benar prinsip-prinsip pemilihan dan penyiapan bahan,
maka akan menentukan keberhasilan dalam pekerjaan-pekerjaan selanjutnya
seperti ekstraksi, purifikasi, dan formulasi produk.
4.3. Kompetensi
4.4. Pengantar
59
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
4.5.1. Seleksi
Seleksi atau penentuan jenis bahan tanaman atau bahan alam lainnya
merupakan tahap yang sangat penting dalam sebuah pekerjaan dengan
bahan alam. Ketepatan dalam pemilihan jenis bahan alam, baik dari sisi jenis
atau spesies, usia atau tahap pertumbuhan, bagian atau organ, tempat atau
lokasi tumbuh, maupun musim pemanenan bahan menjadi faktor penting
yang mempengaruhi hasil pekerjaan baik dari segi jenis produk yang
dihasilkan, rendemen, maupun mutu dan kemurniannya.
60
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
4.5.2. Identifikasi
61
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
yang dikoleksi dapat berupa keseluruhan atau bagian tertentu saja dari
suatu organisme. Sebagai contoh pada tanaman, dapat hanya diambil untuk
bagian daun, batang, kulit batang, bunga, buah, akar, umbi, atau bagian
tertentu lainnya disesuaikan dengan lokasi di mana metabolit sekunder
yang menjadi target itu berada. Pada Gambar 4.1 di bawah ini diberikan
ilustrasi proses pemanenan atau koleksi daun pepaya (Carica papaya) dari
jenis pepaya California yang dibudidayakan di daerah Kabupaten Tanah Laut.
Sebaiknya dalam mengkoleksi bahan diambil bahan yang sehat dan
bersih, artinya tidak terkontaminasi dengan penyakit, seperti bakteri, jamur,
virus, serangga, tanaman lain, atau debu/kotoran yang mungkin
mengandung mineral tertentu. Hal ini penting diperhatikan, karena
beberapa senyawa dari kontaminan-kontaminan tersebut dapat
mengganggu kemurnian bahan, sehingga menghasilkan data yang kurang
akurat apalagi untuk penelitian-penelitian yang sifatnya adalah analisis
kuantitatif.
62
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
4.6.2. Pengeringan
63
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
64
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
65
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
66
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
4.7. Rangkuman
67
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
3. Ketepatan dalam seleksi bahan alam (jenis atau spesies, usia atau tahap
pertumbuhan, bagian atau organ, tempat atau lokasi tumbuh, maupun
musim pemanenan) adalah faktor penting yang mempengaruhi jenis
produk yang dihasilkan, rendemen, maupun mutu dan kemurniannya.
4. Identifikasi berguna untuk memastikan ketepatan atau autentikasi dari
spesies yang dijadikan sebagai material dengan melengkapi data
taksonominya.
5. Pengeringan bertujuan untuk mencegah pertumbuhan mikroba dan
jamur serta menghambat aktivitas enzimatis yang dapat menyebabkan
degradasi metabolit.
6. Pengecilan ukuran bertujuan untuk menyeragamkan bentuk dan bagian
organisme dari bahan, memperluas bidang permukaan, serta
meningktkan penetrasi pelarut pada sel dan jaringan bahan.
4.8. Latihan
68
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
69
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
5. TEKNIK EKSTRAKSI
BAHAN ALAM
Teknik ekstraksi bahan alam dari jenis minyak atsiri sedikit berbeda
dikarenakan sifat fisik dan kimianya yang berbeda dengan metabolit sekunder
pada umumnya. Untuk itu pembahasan mengenai teknik ekstraksi minyak atsiri
disajikan pada bab tersendiri. Bab ini menyajikan beberapa teknik ekstraksi umum
untuk bahan non minyak atsiri, yang meliputi: metode maserasi, perkolasi,
70
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
5.2. Relevansi
5.3. Kompetensi
71
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
5.4. Pengantar
Pada bab ini dijelaskan metode ekstraksi untuk metabolit sekunder selain
minyak atsiri. Penjelasan metode ekstraksi kedua jenis bahan tersebut dipisahkan
karena di antara keduanya memiliki sifat-sifat kimia dan fisik yang berbeda
sehingga perlakuannya pun berbeda agar produk hasil ekstraksi yang diperoleh
terjaga mutu serta rendemennya. Pada ekstraksi minyak atsiri, bahan yang akan
dipisahkan adalah senyawa-senyawa yang mudah menguap (volatile atau
senyawa terbang) dan beberapa senyawa di antaranya cukup sensitif atau mudah
rusak dengan perlakuan panas.
72
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
karbondioksida yang bersifat inner, sehingga metode ini lebih ramah lingkungan
karena tidak menghasilkan limbah pelarut organik.
Pada proses ekstraksi, bahan yang akan diekstrak kontak secara langsung
dengan pelarut. Selama itu akan terjadi proses yang berlangsung secara dinamik
yang secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga fase, yaitu: pelarut akan
merusak dinding sel dan jaringan, serta masuk ke dalam sel, setelah itu pelarut
akan melarutkan senyawa-senyawa metabolit, dan akhirnya pelarut bersama
senyawa metabolit yang terlarut dikeluarkan atau dipisahkan dari bahan atau
biomassa penghasilnya. Oleh karena itu penggilingan atau pengecilan ukuran dan
juga peningkatan termperatur sangat diperlukan untuk mempercepat fase-fase
tersebut. Selanjutnya pelarut harus dipisahkan dari senyawa metabolit yang
terlarut di dalamnya melalui proses evaporasi untuk menghasilkan ekstrak kasar,
baik dalam bentuk cairan kental atau padatan (solid).
73
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
5.5.1. Maserasi
74
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
75
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
5.5.2. Perkolasi
76
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
77
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
Ekstraksi dengan reflux saat ini menjadi metode ekstraksi yang paling
banyak diterapkan. Metode ini dinilai sebagai metode yang murah dan
simpel dengan rendemen yang cukup tinggi, jika dibandingkan dengan
metode maserasi atau perkolasi. Reflux berarti pelarut yang diputar kembali
atau di-recycle secara kontinyu melalui pengkondensasian berulang pada
sebuah alat kondensor. Pada metode ini bahan yang akan diekstrak
direndam pada pelarut dalam sebuah bejana/labu yang biasanya berbentuk
bulat yang kemudian ditempatkan pada sebuah pemanas (dapat
menggunakan water bath, heating mantle, atau hot plate). Bagian atas labu
ada sebuah lubang yang dihubungkan dengan alat pendingin balik
(kondesor). Lubang pada bejana tersebut juga berguna untuk memasukkan
dan mengeluarkan bahan, pelarut, maupun hasil ekstraknya. Gambar 5.3
memperlihatkan proses ekstraksi dengan reflux di atas hot plate sebagai
sumber panasnya.
78
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
Ekstraksi dengan soxhlet juga termasuk salah satu metode yang paling
banyak digunakan karena tingkat kepraktisan dan kenyamanannya. Prinsip
ekstraksi dengan metode soxhlet adalah dengan mengekstrak bahan yang
sudah dihaluskan dan dibungkus pada selembar kertas saring kemudian
dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang sebelumnya telah ditempatkan
79
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
pelarut pada labu soxhlet yang berada di bagian bawah (Gambar 5.4). Persis
di bawah labu soxhlet tersebut ditempatkan sebuah heating mantle atau
hot plate untuk memanaskan labu soxhlet.
80
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
terpompa dan mengalir ke bawah menuju bagian labu soxhlet. Pada saat
yang sama, labu dalam kondisi panas, sehingga larutan tersebut akan
kembali menguap dengan meninggalkan ekstraknya pada labu dan hanya
pelarutnya yang menguap kembali untuk dikondensasi kembali. Proses ini
berlangsung secara kontinyu sehingga menyebabkan sampel secara terus
menerus terkena efek mekanik dan kimia dari pelarut yang menyebabkan
proses ekstraksi berjalan lebih cepat dan efisien.
Alat ekstraksi soxhlet sendiri didesain dan dibuat pertama kali oleh
Franz von Soxhlet pada tahun 1879 di Jerman. Orang yang sama yang
menjelaskan pertama kali mengenai keberadaan gula (laktosa) pada susu.
Beliau jugalah yang pertama kali mampu memisahkan protein pada susu
(casein, albumin, dan globulin). Pada mulanya soxhlet didesain untuk
mengekstrak lemak dari bahan padat. Pada dasarnya soxhlet merupakan
perkolator yang didesain dapat bekerja secara kontinyu tanpa harus
menuang pelarut secara manual dan berulang-ulang.
81
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
82
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
(sumber: pubs.rsc.org)
Ini merupakan metode yang paling efisien, presisi, terukur, tetapi juga
paling rumit di antara metode-metode ekstraksi konvensional yang lain.
Ekstraksi dengan pelarut bertekanan membutuhkan peralatan yang cukup
kompleks. Komponen utama adalah sebuah sel ekstraksi (extraction cell)
83
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
yang ditempatkan pada sebuah oven. Sel ini sebagai tempat meletakkan
sampel sehingga ketika diberikan tekanan yang kuat, posisinya akan tetap
stabil. Oven berfungsi untuk memanaskan sel dan sampel yang akan
diekstrak. Komponen lainnya adalah pompa pelarut dan juga tabung
nitrogen bertekanan, serta tabung penampung larutan ekstrak. Gambar 5.7
di bawah ini memperlihatkan bagian-bagian dari alat yang digunakan untuk
proses ekstraksi dengan pelarut bertekanan.
(sumber: pubs.rsc.org)
Prinsip kerja dari metode ini adalah ketika sampel telah ditempatkan
pada sel ekstraksi maka pelarut dengan volume tertentu akan dipompa
menuju sel dan mengisi seluruh sel sehingga merendam sampel bahan.
Setelah itu sel akan dipanaskan dan diberikan tekanan menggunakan gas
nitrogen pada skala tertentu serta pada periode tertentu. Parameter-
parameter kontrol tersebut (suhu, tekanan, dan waktu) dapat diprogram
secara akurat. Setelah dinyatakan cukup maka katup output akan dibuka
84
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
dan seketika larutan ekstrak akan didesak oleh gas nitrogen bertekanan,
maka serta merta larutan ekstrak akan terpisah dari matriks sampel bahan
dan akan ditampung pada labu penampung. Setelah itu sampel kembali
disiram dengan pelarut baru untuk keperluan pembilasan, sehingga
senyawa metabolit yang tertinggal dapat diambil secara maksimal. Proses
terakhir adalah pengaliran gas nitrogen kembali terhadap sampel guna
mengeringkan sampel tersebut.
85
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
86
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
Tabel 5.1. Sifat fisik dan kimia beberapa pelarut organik yang digunakan pada
ekstraksi bahan alam
Kelarutan
Indeks Titik Didih Viskositas
Pelarut dalam Air
Polaritas (OC) (cPoise)
(%)
n-heksan 0,0 69 0,33 0,001
diklorometan 3,1 41 0,44 1,6
n-butanol 3,9 118 2,98 7,81
isopropanol 3,9 82 2,30 100
n-propanol 4,0 92 2,27 100
kloroform 4,1 61 0,57 0,815
etil asetat 4,4 77 0,45 8,7
aseton 5,1 56 0,32 100
metanol 5,1 65 0,60 100
etanol 5,2 78 1,20 100
akuades 9,0 100 1,00 100
5.7. Rangkuman
87
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
5.8. Latihan
88
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
89
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
6. TEKNIK FRAKSINASI
DAN ISOLASI BAHAN
ALAM
Bab ini berisi mengenai teknik-teknik pemurnian bahan alam baik berupa
ekstrak, fraksi, ataupun senyawa tunggal. Teknik pemurnian (purifikasi) di sini
dibagi menjadi dua yaitu fraksinasi dan isolasi. Dalam bab ini dijelaskan mengenai
prinsip-prinsip dan tujuan fraksinasi dan isolasi berikut dengan peralatan-
peralatan yang dibutuhkan dan pelarut-pelarut yang dapat digunakan. Selain itu
dijelaskan juga mengenai berbagai macam teknik isolasi senyawa tunggal berikut
prinsip kerja dan kelebihan serta kekurangannya masing-masing. Sebuah contoh
fraksinasi dan isolasi juga disajikan berdasarkan pengalaman penelitian penulis
dalam mengisolasi beberapa senyawa flavonoid dari daun pepaya (Carica papaya).
6.2. Relevansi
90
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
6.3. Kompetensi
6.4. Pengantar
91
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
Fraksinasi berasal dari kata fraction atau bagian, secara harfiah dapat
diartikan sebagai mekanisme untuk memilah-milah atau memisah-misahkan suatu
kumpulan/kesatuan menjadi beberapa bagian (fraction/part) atau lebih
mudahnya dapat dikatakan sebagai proses pembagian kelompok. Sebuah ekstrak
dari suatu bahan tanaman dapat mengandung puluhan atau ratusan senyawa.
Melalui proses fraksinasi maka misalkan dari sebuah ekstrak yang mengandung
100 senyawa dapat dibagi menjadi empat fraksi/kelompok (fraksi A, B, C, dan D),
dengan masing-masing anggotanya sekitar 25 jenis senyawa. Setelah itu dapat
dilakukan pembagian kelompok tahap ke dua, dengan melakukan fraksinasi pada
kelompok target/terpilih. Misalkan berdasarkan hasil pertimbangan atau hasil
pengujian bahwa fraksi B menjadi fraksi terpilih, maka fraksi B difraksinasi kembali
untuk dibagi menjadi lima fraksi/kelompok yang lebih kecil (sebagai contoh: B1,
B2, B3, B4, dan B5), di mana masing-masing fraksi memiliki senyawa sekitar 5
jenis. Kemudian dilakukan pengujian lagi untuk mendapatkan fraksi yang terpilih.
Andaikan fraksi B3 menjadi fraksi terpilih, maka fraksi B3 dengan anggotanya yang
92
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
Ada berbagai macam tujuan dari fraksinasi. Fraksinasi dapat ditujukan untuk
mendapatkan fraksi (bagian) tertentu dari suatu ekstrak, dimana bagian itulah
yang merupakan fraksi aktif, dan perlu dipisahkan dari fraksi lainnya yang kurang
aktif. Tujuan lainnya adalah dalam rangka mendapatkan ekstrak yang lebih murni,
sehingga perlu dihilangkan senyawa-senyawa lain yang mengotori atau
mengganggu. Fraksinasi juga diperlukan ketika akan melakukan isolasi atau
pemisahan satu senyawa metabolit sekunder tunggal. Dengan fraksinasi maka
proses pemisahan senyawanya menjadi lebih mudah seperti diilustrasikan pada
penjelasan di atas.
93
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
94
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
95
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
Pada kromatografi kolom dikenal fase gerak (mobile phase) dan fase
diam (stationary phase). Untuk memahami teknik ini, maka perlu dijelaskan
lebih detail mengenai prinsip kerja dari kromatografi. Mengenai
kromatografi ini dijelaskan pada sub bab 6.6. tentang isolasi senyawa
metabolit sekunder seperti tertera di bawah ini.
Isolasi dalam bidang bahan alam adalah usaha untuk memisahkan sebuah
senyawa metabolit sekunder dari suatu ekstrak atau fraksi ekstrak dari suatu
bahan. Proses isolasi senyawa metabolit sekunder harus didahului dengan
ekstraksi untuk mendapatkan ekstrak dengan komposisi senyawa yang masih
kompleks, dan juga diikuti dengan fraksinasi untuk memperoleh fraksi dengan
komposisi senyawa yang lebih sederhana. Jika telah diperoleh sebuah fraksi dari
ekstrak yang telah terpilih berdasarkan target senyawa yang diinginkan maka
proses isolasi dapat dilakukan.
96
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
dilakukan dengan lebih cepat dan mudah. Penjelasan lebih detail mengenai
kromatografi kolom dan TLC diberikan pada beberapa sub bab setelah ini.
Kromatografi kolom dan TLC menggunakan prinsip kerja yang sama, yaitu
memisahkan sekumpulan senyawa berdasarkan perbedaan polaritasnya.
Kromatografi kolom menggunakan sebuah kolom atau tabung kaca sebagai
tempat pemisahannya, sedangkan pada TLC menggunakan sebuah lapisan tipis
sebagai tempat pemisahannya. Kromatografi kolom dan TLC sama-sama
melibatkan dua jenis fase dalam mekanisme pemisahannya, yaitu fase gerak
(mobile phase) dan fase diam (stationary phase). Fase gerak berupa pelarut
(solvent atau eluent) yang dapat bergerak/mengalir karena adanya pengaruh gaya,
seperti gaya kapilaritas, gaya gravitasi/potensial, gaya tekan, dan lainnya
tergantung pada jenisnya. Sedangkan fase diamnya adalah sesuatu yang tidak
bergerak atau statis yang difungsikan sebagai media/jalur tempat
berjalan/bergeraknya setiap senyawa yang akan dipisahkan.
Dengan perbedaan polaritas pada setiap jenis senyawa maka akan terjadi
perbedaan kecepatan pergerakan senyawa tersebut. Dengan mekanisme
demikian akan dapat dipisahkan beberapa jenis senyawa yang pada awalnya
terkumpul menjadi satu. Prinsip kromatografi menjadi pilihan dalam metode
pemisahan/separasi ketika metode atau cara lain sudah tidak memungkinkan,
seperti metode filtrasi atau sentrifugasi yang lebih mudah karena memanfaatkan
sifat fisik dari senyawanya. Sedangkan kromatografi adalah metode yang cukup
rumit dan memakan biaya, karena membutuhkan beberapa bahan dengan harga
yang tidak murah dan juga kurang aman bagi lingkungan karena menghasilkan
sampah pelarut.
Ada beberapa jenis fase diam dalam kromatografi. Pada dasarnya ada dua
golongan fase diam, yaitu yang bersifat polar dan yang bersifat non polar. Contoh
yang bersifat polar yaitu silica gel, sedangkan yang non polar adalah ODS
97
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
98
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
(Nugroho, 2016)
99
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
Senyawa R 1 R 2 R 3
(1) Quercetin 3-(2G- O-[α-L-rhamnopyranosyl (1→2)][α-L-
OH H
rhamnosylrutinoside) rhamnopyranosyl (1→6)]-β-D-glucopyranosyl
(2) Kaempferol 3-(2G- O-[α-L-rhamnopyranosyl (1→2)][α-L-
H H
rhamnosylrutinoside) rhamnopyranosyl (1→6)]-β-D-glucopyranosyl
(3) Quercetin 3- O-α-L-rhamnopyranosyl (1→6)-β-D-
OH H
rutinoside glucopyranosyl
(4) Myricetin 3-
OH OH O-α-L-rhamnopyranosyl
rhamnoside
(5) Kaempferol 3- O-α-L-rhamnopyranosyl (1→6)-β-D-
H H
rutinoside glucopyranosyl
(6) Quercetin OH H H
(7) Kaempferol H H H
(Nugroho, 2016)
Gambar 6.4. Struktur kimia dan nama senyawa flavonoid hasil isolasi dari
ekstrak daun pepaya.
100
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
bahan alam, yang didasarkan oleh penampakan secara grafis pada sebuah
media perambatan. Media perambatan di sini diartikan sebagai fase diam
(stationary phase), di mana komponen-komponen tadi akan terurut atau
terposisikan secara berurutan pada media ini karena terbawa oleh adanya
fase gerak (mobile phase) yang berjalan dari ujung satu menuju ujung
lainnya dari suatu fase diam yang disebabkan oleh adanya gaya kapilaritas
atau gaya lainnya, misalkan gaya gravitasi/potensial atau tekanan. Gambar
6.5 memberikan ilustrasi mengenai mekanisme proses kromatografi dalam
pemisahan tiga buah senyawa.
(http://www.separationprocesses.com)
101
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
masuk pada perguruan tinggi, fakultas, atau program studi yang disesuaikan
dengan nilai ujian masuknya. Bagi yang mendapat nilai tinggi akan
mendapatkan kesempatan untuk masuk pada perguruan tinggi atau
program studi favorit sesuai dengan kapabilitasnya. Sedangkan bagi yang
mendapatkan nilai rendah, tentunya akan tinggal pada perguruan tinggi
atau program studi yang grade-nya lebih rendah, sesuai dengan
kapabilitasnya. Walaupun penggambaran ini tidak sepenuhnya tepat, tapi
cukup untuk menjelaskan dengan cara yang lebih mudah dan sederhana
dari sebuah proses kromatografi.
Dalam hal ini, sekumpulan atau asosiasi perguruan tinggi negeri dapat
dikatakan sebagai fase diam (stationary phase), sedangkan untuk mobile
phase-nya adalah proses ujian masuk itu sendiri, yang dimulai dari fase
pendaftaran, ujian, sampai pengumuman. Sedangkan siswa-siswa lulusan
SLTA diibaratkan sebagai senyawa-senyawa metabolit sekunder yang akan
dipisahkan sesuai dengan kapabilitasnya.
102
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
103
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
104
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
105
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
106
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
107
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
108
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
109
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
110
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
111
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
Pada TLC dengan prinsip NP, dimana digunakan bahan bersifat polar
sebagai fase diamnya, maka untuk fase geraknya digunakan eluent yang
memiliki kepolaran yang rendah. Pada umumnya digunakan campuran
antara kloroform dan metanol dengan berbagai perbandingan seperti telah
dijelaskan pada bab sebelumnya tentang kromatografi kolom. Sedangkan
pada pinsip RP, eluent yang digunakan memiliki sifat kepolaran yang lebih
tinggi, dalam hal ini campuran antara metanol (MeOH) dan akuades
merupakan perpaduan yang sering digunakan dengan berbagai
perbandingan misalnya MeOH : akuades = 30 : 40, 50 : 50, atau 30 : 20.
Angka perbandingan ini disesuaikan dengan karakteristik senyawa yang
sedang diuji.
Gambar 6.12. Perbedaan prinsip normal phase dan reversed phase pada
kromatografi lapis tipis.
Prinsip kerja untuk NP, jika kita menguji kepolaran antara tiga jenis
senyawa yang berbeda tingkat kepolarannya (diilustrasikan dengan Gambar
6.12). Sebagai contoh, berturut-turut dari senyawa A, B dan C, memiliki
tingkat polaritas dari yang tertinggi ke yang rendah. Ketika ketiga senyawa
112
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
tersebut diuji pada TLC tipe NP, senyawa A akan berada pada posisi
terbawah (Rf terkecil), C akan berada di posisi teratas (Rf tinggi), sedangkan
B akan berada di posisi tengah antara A dan C.
Hal ini terjadi karena A (polaritas tinggi) secara kimia akan cenderung
menyukai fase diam daripada fase geraknya karena sama-sama bersifat
polaritas tinggi sehingga kecenderungan untuk bersama fase diam lebih
kuat. Sedangkan senyawa C dengan polaritas yang lebih rendah tentunya
kurang memiliki kecenderungan terhadap fase diamnya, karena perbedaan
sifat polaritas yang tinggi. Dengan demikian, senyawa C cenderung lebih
menyukai fase geraknya, oleh karena itu senyawa C akan bergerak
mengikuti pergerakan eluent yang pada akhirnya akan berhenti pada posisi
tertentu (Rf). Sudah bisa dipastikan bahwa senyawa B akan berada pada
posisi antara A dan C.
Prinsip yang sama juga terjadi pada sistem RP, hanya saja hasilnya
akan berkebalikan dengan NP, dalam kasus di atas senyawa A akan berada
pada posisi teratas dan C pada posisi terbawah (Gambar 6.12). Hal ini bisa
dipahami karena memang baik fase diam maupun fase gerak kedua sistem
berlawanan sifatnya.
Prinsip kedua jenis TLC yang telah dijelaskan di atas juga digunakan
untuk kromatografi kolom. Karena pada dasarnya antara TLC dan
kromatografi kolom adalah sama secara sistem kerjanya baik fase diam atau
fase gerak yang digunakan maupun senyawa yang dielusikan ke dalamnya.
Perbedaannya hanya terletak pada segi skala atau volume yang digunakan.
113
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
Hal serupa juga berlaku pada prinsip RP, misalkan fase geraknya
adalah campuran antara metanol dan air, maka untuk mempertinggi nilai Rf
dilakukan dengan cara meningkatkan konsentrasi metanol. Sebaliknya untuk
menurunkan nilai Rf dengan cara meningkatkan konsentrasi air dalam
campuran fase geraknya. Perbandingan yang optimal hanya didapatkan
dengan melakukan beberapa uji trial and error dengan berbagai
perbandingan, dapat dimulai dari standar (metanol : air = 1 : 1).
114
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
6.7. Rangkuman
1. Fraksinasi berasal dari kata fraction atau bagian, secara harfiah dapat
diartikan sebagai mekanisme untuk memilah-milah atau memisah-
misahkan suatu kumpulan/kesatuan menjadi beberapa bagian
(fraction/part).
2. Fraksinasi dapat dilakukan dengan teknik liquid-iquid extraction
(ekstraksi cairan-cairan) atau dengan kolom kromatografi dengan fase
diam dan fase gerak tertentu.
3. Fraksinasi dengan liquid-iquid extraction adalah pemisahan sekelompok
senyawa dari kumpulan senyawa dalam sebuah ekstrak yang telah
dilarutkan pada suatu pelarut dengan cara menambahkan jenis pelarut
lain yang memiliki polaritas berbeda dan tidak dapat bercampur antara
keduanya (immiscible) sehingga diperoleh dua fraksi yang terpisah
berdasarkan perbedaan polaritas.
4. Pada fraksinasi dengan kromatografi kolom, maka proses pembagian
fraksinya dilakukan pada sebuah kolom dengan menggunakan prinsip-
prinsip kromatografi di mana sama-sama mengaplikasikan prinsip
perbedaan polaritas, prinsip yang sama seperti pada liquid-liquid
extraction.
5. Isolasi dalam bidang bahan alam adalah usaha untuk memisahkan
sebuah senyawa metabolit sekunder dari suatu ekstrak atau fraksi
ekstrak dari suatu bahan.
6. Dua jenis teknik yang memanfaatkan prinsip kromatografi untuk proses
isolasi adalah kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis atau thin
layer cromatography (TLC).
7. Kromatografi Lapis Tipis adalah teknik separasi atau pemisahan dengan
menggunakan sebuah bidang datar/planar yang dapat memfasilitasi
prinsip-prinsip kromatografi.
115
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
6.8. Latihan
116
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
7. TEKNIK EKSTRAKSI
MINYAK ATSIRI
Meskipun secara prinsip adalah sama, teknik ekstraksi minyak atsiri sedikit
berbeda dengan teknik ekstraksi bahan alam lain. Minyak atsiri sebagai senyawa
volatil sangat mudah menguap. Selain itu banyak bahan-bahan tanaman yang
menjadi sumber minyak atsiri merupakan bahan yang tidak tahan panas, seperti
pada berbagai jenis bunga. Secara umum ada dua kelompok teknik ekstraksi
minyak atsiri, yaitu dengan metode dingin dan metode panas. Metode dingin,
berarti tanpa ada perlakuan panas, seperti pada teknik enfleurasi, maserasi,
pengepresan, dan ekstraksi dengan pelarut organik. Sedangkan ekstraksi dengan
panas antara lain melalui penyulingan/destilasi baik dengan metode destilasi uap,
air, atau campuran air dan uap, serta maserasi dengan lemak panas. Teknik-teknik
tersebut dibahas pada bab ini mulai prinsip dasar dan peralatan yang digunakan
beserta kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
117
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
7.2. Relevansi
7.3. Kompetensi
7.4. Pengantar
Minyak atsiri memiliki ciri utama sebagai senyawa yang berwujud cairan
(liquid) pada suhu ruang, mudah menguap/terbang (volatile), serta menghasilkan
aroma tertentu. Minyak atsiri yang terkandung pada suatu bahan tanaman pada
umumnya terdiri dari campuran beberapa jenis senyawa minyak atsiri. Beberapa
di antaranya sangat thermolabile atau tidak stabil pada perlakuan suhu tinggi.
Minyak atsiri memerlukan penanganan khusus karena sifat-sifatnya tersebut.
Dalam bab ini dijelaskan teknik-teknik ekstraksi minyak atsiri baik dengan metode
118
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
119
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
bahan kering yang telah disiapkan untuk disuling dimasukkan ke dalam ketel
suling yang telah diisi dengan air, di mana rasio antara bahan kering dan air
adalah 1:1, dengan demikian bahan tercampur dan kontak langsung dengan
air. Ketika ketel dipanaskan dan tercapai titik didih air, maka pergerakan air
panas pada ketel akan membuka jaringan-jaringan dari bahan, sehingga
minyak atsiri yang terkandung dapat lepas dan menguap bersama uap air.
Uap air dan uap minyak kemudian dikondensasi dengan pendingin
balik/kondensor dengan dibuat kontruksi sedemikian rupa sehingga
kondensat tidak kembali lagi ke ketel, tetapi masuk ke dalam penampungan.
Proses ekstraksi minyak atsiri melalui destilasi dengan air ini diilustrasikan
pada Gambar 7.1 di bawah ini.
(http://www.essentialoilco.com/)
120
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
7.5.2. Destilasi dengan air dan uap (water and steam destillation)
Prinsip metode ekstraksi dengan destilasi dengan air dan uap adalah
mirip dengan metode mengukus, yaitu dengan menempatkan bahan baku
kering di atas plat besi berlobang (saringan) yang diposisikan di atas
permukaan air yang akan diuapkan. Saat air dipanaskan sampai mendidih,
maka uap air akan bergerak ke atas melewati saringan dan uap akan turut
serta memanaskan bahan, sehingga sel-sel pada bahan akan terbuka dan
minyak atsiri yang ada di dalamnya akan menguap bersama uap air.
(http://www.union-nature.com/)
Gambar 7.2. Metode ekstraksi melalui destilasi dengan air dan uap.
121
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
Gambar 7.3. Penyulingan minyak atsiri dengan teknik destilasi air dan uap.
122
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
Keuntungan dari teknik ini adalah penetrasi uap terjadi secara lebih
merata di seluruh jaringan bahan, selain itu suhu dapat terus dipertahankan
sampai 100°C karena uap air memiliki suhu yang lebih tinggi dan stabil
dibandingkan fase cairnya sebelum menjadi uap. Hal ini berimplikasi pada
waktu penyulingan yang semakin pendek, dengan rendemen yang lebih
tinggi serta kualitas serta mutu minyak atsiri yang lebih baik dibandingkan
dengan sistem penyulingan dengan air. Gambar 7.3 di atas ini memberikan
contoh penerapan proses ekstraksi minyak atsiri dengan metode destilasi
air dan uap pada skala laboratorium.
(http://www.imaninatural.com/)
Pada metode destilasi dengan uap, air sebagai sumber uap panas
diproduksi dari sebuah ketel atau boiler khusus sebagai penghasil uap yang
diposisikan terpisah dari ketel penyulingan (Gambar 7.4). Dibandingkan
dengan water and steam destillation, metode ini menghasilkan tekanan uap
yang lebih tinggi, dan tekanan uapnya lebih tinggi dibanding dengan
tekanan udara luar. Maka metode ini lebih cocok digunakan untuk
123
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
(https://glorybee.com)
124
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
jenis minyak atsiri lain yang dihasilkan melalui metode pengepresan antara lain
adalah minyak almond, aprikot, lemon, minyak kulit jeruk, minyak biji anggur, dll.
(https://www.researchgate.net)
125
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
126
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
rendemen yang cukup tinggi. Hal itu dimungkinkan karena pada umumnya setelah
bunga dipetik dari tangkainya, sebenarnya secara fisiologis bunga tersebut akan
tetap hidup, artinya metabolisme masih tetap berjalan. Bunga tersebut terus
menjalankan proses hidupnya dan tetap memproduksi minyak atsiri, meskipun
minyak yang terbentuk akan menguap dengan cepat. Jika dilakukan penyulingan
dengan uap panas ataupun dengan pelarut organik maka secara spontan kegiatan
bunga dalam memproduksi minyak atsiri akan terhenti dan mati karena panas dan
rusak karena pelarut organik. Di sisi lain, minyak atsiri yang terbentuk sebelumnya
sangat cepat menguap. Oleh sebab itu ekstraksi dengan pelarut organik biasanya
menghasilkan rendemen yang rendah.
Syarat lemak yang dapat digunakan untuk enfleurasi adalah lemak yang
tidak berbau, tidak berwarna, dan bersih dari kontaminan. Lemak dengan bau
tajam dan warna kuat tentu saja akan mempengaruhi mutu dari produk minyak
atsiri yang dihasilkan. Selain itu, lemak yang digunakan harus memiliki konsistensi
atau kekenyalan tertentu. Lemak yang terlalu keras memiliki daya adsorpsi yang
relatif lebih rendah, sedangkan lemak yang terlalu encer akan mudah menempel
pada permukaan daun sehingga ketika bunga diangkat akan terbawa bersama
127
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
bunga tersebut. Titik leleh lemak yang optimal adalah sekitar 36-37°C. Lemak
dengan titik leleh yang rendah lebih memiliki sifat adsorbsi yang lebih baik, tetapi
menyulitkan proses deflourasi atau pengambilan bunga layu disebabkan
banyaknya lemak yang menempel pada bunga. Sementara lemak dengan titik
leleh di atas 37°C memudahkan proses deflourasi tetapi dengan daya adsorpsi
yang lebih rendah.
(http://boisdejasmin.com/)
128
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
baru. Penggantian bunga harus hati-hati agar jumlah lemak yang terikut dapat
diminimalisasi. Penggantian bunga ini dapat dilakukan secara berulang-ulang
sehingga diperoleh minyak dengan kandungan yang lebih tinggi. Lemak yang
mengandung minyak disebut sebagai pomade.
129
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
(http://millstreamgardens.wordpress.com)
7.10. Rangkuman
1. Minyak atsiri memiliki ciri utama sebagai senyawa yang berwujud cairan
(liquid) pada suhu ruang, mudah menguap/terbang (volatile), serta
menghasilkan aroma tertentu. Minyak atsiri yang terkandung pada
suatu bahan tanaman pada umumnya terdiri dari campuran beberapa
jenis senyawa minyak atsiri.
2. Destilasi (penyulingan) diartikan sebagai teknik pemisahan zat baik
berupa cairan maupun padatan dari dua atau lebih komponen yang
tercampur berdasarkan perbedaan titik didihnya.
130
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
7.11. Latihan
131
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
Agusta, A., 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropis Indonesia. ITB, Bandung.
Baser, K.H. dan Buchbauer, G., 2010. Handbook of Essential Oils: Science,
Technology, and Applications. CRC Press, Florida.
Guenther E., 1972. The Essential Oil Vol. IV. Robert W. Kringer. Article Publishing
Co., Inc. Huntington, New York.
Harris, R., 1987 Tanaman Minyak Atsiri. Penebar Swadaya, Jakarta.
Ketaren, S., 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka, Jakarta.
Ketaren, S., 1990. Minyak Atsiri Jilid IVA. Terjemahan (Gunther, E.) UI Press,
Jakarta.
Rusli S, Nurdjanah, N., Soediarto, Sitepu, D., Ardi, dan Sitorus. D.T., 1985.
Penelitian dan Pengembangan Minyak Atsiri Indonesia. Bogor: Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Sastrohamidjojo, H., 2004. Kimia Minyak Atsiri. Universitas Gadjah Mada.
Jogjakarta.
132
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
8. KELOMPOK DAN
SIFAT FISIKOKIMIA
MINYAK ATSIRI
133
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
8.2. Relevansi
8.3. Kompetensi
8.4. Pengantar
134
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
mudah terlarut pada pelarut organik seperti ether, metanol, etanol, dan
kloroform, serta sebagian komponen penyusunnya sangat mudah menguap.
Seperti telah disinggung di atas bahwa minyak atsiri berasal dari beberapa
golongan senyawa organik, tetapi secara umum ada dua kelompok utama
golongan minyak atsiri berdasarkan komponen kimia penyusunnya, yaitu
golongan hidrokarbon dan golongan senyawa teroksigenasi. Golongan
hidrokarbon terdiri dari beberapa golongan senyawa terpene, baik monoterpene,
sesquiterpene, maupun diterpene. Sedangkan yang termasuk golongan senyawa
teroksigenasi meliputi senyawa dengan gugus ester, aldehida, keton, alkohol, dan
fenol. Meskipun banyak dari golongan senyawa atsiri teroksigenasi ini adalah
senyawa terpene, terutama monoterpene, tetapi karena memiliki gugus fungsi-
gugus fungsi tersebut maka dimasukkan pada kelompok yang berbeda.
8.5.1. Terpene
135
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
inflamatori, dan antiviral. Contoh dari kelompok ini antara lain limonene,
pinene, farnesene camphene, cadinene, dipentene, sabinene, cedrene,
myrcene, dll.
8.5.2. Ester
8.5.3. Aldehida
Minyak atsiri dari golongan ini dicirikan dengan adanya gugus C-H-O
yang sifatnya reaktif. Beberapa minyak atsiri golongan aldehida memiliki
efek menenangkan (sedative effect) yang bekerja pada sistem saraf pusat.
Contoh dari golongan ini adalah citral dan citronellal yang memiliki aroma
seperti lemon.
136
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
8.5.4. Ketone
8.5.5. Alkohol
8.5.6. Fenol
137
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
antiseptik dan anti bakteria. Contoh terkenal dari kelompok ini adalah
eugenol, yang menjadi penyusun utama minyak cengkeh (80-90%). Eugenol
bukan berasal dari golongan terpene, tetapi phenylpropanoid karena
merupakan senyawa berfenol. Selain dimanfaatkan dalam pembuatan
parfum dan sebagai bahan flavor untuk berbagai makanan, eugenol juga
dimanfaatkan sebagai senyawa penting dalam bidang kedokteran gigi.
Contoh senyawa lain yang termasuk minyak atsiri fenol antara lain: thymol,
carvacrol, safrole, apiol, dll.
Seperti bahan-bahan lain yang memiliki sifat fisik, minyak atsiri juga
memiliki sifat fisik yang bisa diketahui melalui beberapa pengujian. Sifat fisik dari
setiap minyak atsiri berbeda satu sama lain. Sifat fisik terpenting dari minyak atsiri
adalah dapat menguap pada suhu kamar sehingga sangat berpengaruh dalam
menentukan metode analisis yang dapat digunakan untuk menentukan
komponen kimia dan komposisinya dalam minyak asal. Sifat-sifat fisika minyak
atsiri, meliputi: aroma yang khas, berat jenis, indeks bias yang tinggi, serta
bersifat optis aktif.
138
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
Bobot jenis adalah perbandingan berat zat di udara pada suhu 250C
terhadap berat air dengan volume dan suhu yang sama. Penentuan berat
jenis menggunakan alat piknometer. Berat jenis minyak atsiri umumnya
berkisar antara 0,800 - 1,180. Berat jenis merupakan salah satu kriteria
penting dalam penentuan mutu dan kemurnian minyak atsiri.
Nilai berat jenis minyak atsiri ditentukan oleh komponen kimia yang
terkandung di dalamnya. Semakin tinggi kadar fraksi berat maka berat jenis
minyak atsiri semakin tinggi. Berat jenis pada berbagai minyak atsiri juga
sangat dipengaruhi oleh ukuran bahan yang akan diekstrak, metode
ekstraksi, serta lama penyulingan yang dilakukan. Pada waktu penyulingan,
penetrasi uap pada bahan yang memiliki ukuran yang lebih kecil akan
berlangsung secara lebih mudah karena jaringannya lebih terbuka dengan
luas bidang kontak yang lebih luas sehingga jumlah uap air panas yang
kontak dengan minyak lebih banyak. Kondisi tersebut mengakibatkan
komponen fraksi berat minyaknya lebih mudah dan cepat diuapkan.
139
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
yang datang. Jadi minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang besar lebih baik
dibandingkan dengan minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil.
Selain itu, semakin tinggi kadar patchouli alkohol maka semakin tinggi pula
indeks bias yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena penguapan minyak
dari bahan berukuran kecil berlangsung lebih mudah sehingga fraksi berat
minyaknya lebih banyak terkandung dalam minyak, yang mengakibatkan
kerapatan molekul minyak lebih tinggi dan sinar yang menembus minyak
sukar diteruskan. Semakin sukar sinar diteruskan dalam suatu medium
(minyak) maka nilai indeks bias medium tersebut semakin tinggi.
140
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
Minyak atsiri banyak yang mudah larut dalam etanol dan jarang yang
larut dalam air, sehingga kelarutannya mudah diketahui dengan
menggunakan etanol pada berbagai tingkat konsentrasi. Untuk menentukan
kelarutan minyak atsiri juga tergantung pada kecepatan daya larut dan
kualitas minyak atsiri tersebut. Kelarutan minyak juga dapat berubah karena
lamanya penyimpanan. Hal ini disebabkan karena proses polimerisasi
menurunkan daya kelarutan, sehingga untuk melarutkannya diperlukan
konsentrasi etanol yang tinggi. Kondisi penyimpanan yang kurang baik dapat
mempercepat polimerisasi di antaranya adalah cahaya, udara, dan adanya
air dapat menimbulkan pengaruh yang tidak baik.
141
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
8.6.6. Warna
142
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
Tabel 8.1. Standar mutu fisik dan kimia minyak nilam berdasarkan SNI 06-2385-
2006.
143
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
144
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
8.9. Proses yang Mempengaruhi Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Minyak
Atsiri
Minyak atsiri memiliki sifat mudah menguap dan mudah teroksidasi. Hal
itulah yang menyebabkan perubahan secara fisika maupun kimia pada minyak
atsiri. Perubahan sifat fisikokimia minyak atsiri dapat terjadi saat:
8.10. Rangkuman
145
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
2. Sifat-sifat fisika minyak atsiri meliputi aroma yang khas, berat jenis,
indeks bias yang tinggi, serta bersifat optis aktif. Sedangkan sifat
kimianya antara lain bilangan asam dan bilangan ester.
3. Perubahan sifat fisik dan kimia minyak atsiri dapat terjadi pada saat
ekstraksi maupun pada saat penyimpnan bahan baku. Proses oksidasi,
hidrolisis, dan resinifikasi dapat mengakibatkan perubahan sifat
fisikokimia minyak atsiri.
8.11. Latihan
Baser, K.H. dan Buchbauer, G., 2010. Handbook of Essential Oils: Science,
Technology, and Applications. CRC Press, Florida.
Guenther E., 1972. The Essential Oil Vol. IV. Robert W. Kringer. Article Publishing
Co., Inc. Huntington, New York.
Ketaren, S., 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka, Jakarta.
Ketaren, S., 1990. Minyak Atsiri Jilid IVA. Terjemahan (Gunther, E.) UI Press,
Jakarta.
Sastrohamidjojo, H., 2004. Kimia Minyak Atsiri. Universitas Gadjah Mada.
Jogjakarta.
146
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, S.A., 2001. Materi Pokok Kimia Organik Bahan Alam. Universitas
Terbuka, Jakarta.
Agoes, G., 2006. Pengembangan Sediaan Farmasi. ITB, Bandung.
Agoes, G., 2007. Teknologi Bahan Alam. ITB, Bandung.
Agusta, A., 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropis Indonesia. ITB, Bandung.
Ardiansyah., 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Trubus Agriwidya, Jakarta.
Baser, K.H. dan Buchbauer, G., 2010. Handbook of Essential Oils: Science,
Technology, and Applications. CRC Press, Florida.
Cannell, R.J.P., 1998. Natural Products Isolation. Humana Press, New Jersey.
Dias, D.A., Urban, S., dan Roessner, U., 2012. A Historical Overview of Natural
Products in Drug Discovery. Metabolites, 2: 303-336.
Gandjar, I.G. dan Rohman, A., 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Belajar,
Yogyakarta.
Grotewold, E., 2008. The Science of Flavonoids. Springer, New York.
Guenther E., 1972. The Essential Oil Vol. IV. Robert W. Kringer. Article Publishing
Co., Inc. Huntington, New York.
Gunawan, D. dan Mulyani, S., 2004. Ilmu Obat Alam. Penebar Swadaya, Jakarta.
Harris, R., 1987 Tanaman Minyak Atsiri. Penebar Swadaya, Jakarta.
Harborne, J.B., 1973. Phytochemical Methods. Chapman and Hall, London.
Harborne, J.B., 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan (terjemahan). Penerbit ITB, Bandung.
Imanshahidi, M. dan Hosseinzadeh, H., 2008. Pharmacological and Therapeutic
Effects of Berberis vulgaris and Its Active Constituent, Berberine.
Phytotherapy Research, 22: 999-1012.
Irchhaiya, R., dkk., 2014. Metabolites in Plants and Its Classification. World Journal
of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 4: 287-305.
Kabera, J.N., Semana, E., Mussa, A.R., dan He., X., 2014. Plant Secondary
Metabolites: Biosynthesis, Classification, Function and Pharmacological
Properties. Journal of Pharmacy and Pharmacology, 2:377-392.
147
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
Kapoor, V.P., 2005. Herbal Cosmetics for Skin and Hair Care. Natural Product
Radiance, 4: 306-314.
Ketaren, S., 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka, Jakarta.
Ketaren, S., 1990. Minyak Atsiri Jilid IVA. Terjemahan (Gunther, E.) UI Press,
Jakarta.
Lahlou, M., 2013. The Success of Natural Products in Drug Discovery.
Pharmacology and Pharmacy, 4: 17-31.
Markham, K.R., 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. ITB, Bandung.
Nugroho, A., 2016. Identification and Quantification of Flavonoids in Carica
papaya Leaf and Peroxynitrite-Scavenging Activity. Asian Pacific Journal
of Tropical Biomedicine, 7: 930-934.
Pandey, N., dkk., 2011. Medicinal Plants Derived Nutraceuticals: A Re-emerging
Health Aid. International Journal of Pharma and Bio Sciences. 4: 419-
441.
Rostagno, M.A. dan Prado, J. M., 2013. Natural Product Extraction: Principles and
Applications. RSC Publishing, Cambridge, UK.
Rusli S, Nurdjanah, N., Soediarto, Sitepu, D., Ardi, dan Sitorus. D.T., 1985.
Penelitian dan Pengembangan Minyak Atsiri Indonesia. Bogor: Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Samuelsson, G., 1999. Drug of Natural Origin: A Textbook of Pharmacognosy.
Swedish Pharmaceutical Press, Stockholm, Sweden.
Sarker, S.D., Latif, Z., dan Gray, A.I., 2006. Natural Product Isolation 2nd edition.
Humana Press, New Jersey, USA.
Sastrohamidjojo, H., 2004. Kimia Minyak Atsiri. Universitas Gadjah Mada.
Jogjakarta.
Wiryowidagdo, S., 2008. Kimia dan Farmakologi Bahan Alam. EGC, Jakarta.
Wonorahardjo, S., 2013. Metode-Metode Pemisahan Kimia. Indeks, Jakarta.
148
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
GLOSARIUM
Alkaloid, senyawa metabolit sekunder yang mengandung atom nitrogen dalam
struktur kimianya.
Anthocyanin, salah anggota dari flavonoid yang memiliki sifat mudah larut dalam
air dan berwarna antara merah dan biru.
Bahan Alam, substansi kimia yang merupakan metabolit sekunder yang dapat
berupa komponen tunggal/murni hasil isolasi maupun yang masih
berupa campuran komponen dalam bentuk ekstrak, sediaan kering dari
bagian tertentu atau keseluruhan dari suatu organisme baik tumbuhan,
mikroba, ataupun hewan yang dimanfaatkan karena efek
farmakologisnya.
Berat jenis, perbandingan berat zat di udara pada suhu 250C terhadap berat air
dengan volume dan suhu yang sama.
Destilasi, teknik pemisahan zat baik berupa cairan maupun padatan dari dua atau
lebih komponen yang tercampur berdasarkan perbedaan titik didihnya.
Ekstraksi, pengambilan senyawa-senyawa metabolit sekunder yang menjadi
target untuk dipisahkan dari biomasa atau ampas atau bagian yang tidak
diperlukan karena sifatnya yang mengganggu baik dalam penyajian
maupun karena mengganggu efektivitas khasiat dari bahan aktifnya.
Enfleurasi, teknik ekstraksi minyak atsiri dengan menggunakan lemak sebagai
media penyerap uap minyak atsiri yang kemudian dipisahkan dari lemak
pengikatnya.
Fase diam, salah satu elemen dari metode kromatografi yang berfungsi sebagai
media pembawa atau transporter yang bergerak dari ujung satu ke ujung
lainnya disebabkan oleh beberapa hal seperti gaya kapilaritas, gravitasi,
tekanan, dll.
Fase gerak, salah satu elemen dari metode kromatografi yang posisinya tetap dan
berfungsi sebagai jalur atau tempat bergerak atau merambatnya
senyawa.
Fenolik, senyawa metabolit sekunder dengan cincin aromatik dengan satu atau
lebih gugus hidroksil yang terikat dengannya.
Fitofarmaka, pengembangan dari obat herbal terstandar yang telah melalui uji
klinis pada manusia.
149
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
150
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
terstandar serta telah melewati uji praklinis seperti uji toksisitas, kisaran
dosis, farmakodinamik, dll.
Perkolasi, teknik ekstraksi dengan melarutkan senyawa metabolit dengan cara
mengalirkan pelarut yang sesuai pada matriks bahan atau sampel yang
telah ditempatkan pada alat perkolator.
Polifenol, senyawa metabolit sekunder yang memiliki lebih dari satu gugus
hidroksil pada cincin aromatik.
Produk farmasetik, produk-produk yang berfungsi sebagai obat, baik sebagai
bahan baku atau senyawa aktif obat, atau bentuk ekstrak yang
berkhasiat sebagai obat.
Produk kosmetika, produk utilitas atau pendukung yang ditujukan untuk menjaga,
merawat, atau meningkatkan penampilan dari wajah dan bagian tubuh
lain, seperti mulut, kuku tangan, mata, rambut, dsb.
Produk nutrasetik, produk yang fungsi dan karakteristiknya dapat diposisikan
menjadi produk transisi antara produk pangan umum (food) dengan
produk obat-obatan (drug).
Tanin, senyawa polifenol yang memiliki jumlah gugus hidroksil yang melimpah
atau gugus lainnya seperti karboksil untuk dapat membentuk ikatan
kompleks yang kuat dengan beberapa molekul makro seperti protein,
pati, selulosa, dan juga mineral.
Terpenoid, golongan senyawa yang disintesis melalui proses kondensasi dari unit-
unit terkecilnya yaitu isoprene yang berupa sebuah struktur kimia
dengan lima atom karbon (C5).
Ultrasonikasi, pemancaran gelombang suara frekuensi tinggi (ultrasonik) yang
digunakan untuk membantu mempercepat proses ekstraksi.
151
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
INDEX
A
D
acyclic, 16
aglicone, 27, 32 destilasi, 119, 121, 123, 130
akar kuning, 4
aktivitas biologis, 4, 8, 61 E
alkaloid, 22, 23, 38
ekstrak, iii, 1, 3, 4, 5, 8, 10, 45, 53, 56, 67, 73, 74,
alkohol, 17, 42, 126, 129, 130, 134, 135, 136,
75, 76, 79, 80, 82, 84, 85, 90, 91, 92, 93, 94,
137, 140, 141, 142, 144, 145, 146
95, 96, 99, 100, 105, 106, 107, 115, 116, 149
anthocyanin, 25, 31, 32
ekstraksi, 70, 71, 72, 73, 78, 79, 81, 83, 86, 87,
antibacterial, 4
88, 119, 124, 125, 126, 129, 131, 145
antibakteri, 4
enfleurasi, 126, 131
antioksidan, 4, 21, 26, 28, 32, 48
essential oil, 41
antioxidative effect, 4
F
B
farmakologi, 5, 46, 137
bahan alam, 1, 3, 5, 10, 11
farmakologis, 4, 13, 18, 23, 32, 135
bahan obat, 6, 10, 52
farmasetik, 40, 41, 45, 50, 51, 55, 57
berberine, 4
fenolik, 14, 24, 25, 32, 33, 36, 38, 60
bilangan Asam, 143
Fitofarmaka, 54
bilangan Ester, 143
fitokimia, 2, 6, 11, 14, 23, 155
biological activity, 4
fixative agent, 4
borneol, 17, 137
Flavanone, 29
flavone, 25, 26, 27, 28, 29, 30
C Flavonoid, 25, 39, 89, 116, 148
coumaric acid, 35
curcuminoids, 5 H
hesperidin, 29, 30
152
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
hidrokarbon, 42, 135, 145 metabolit sekunder, iii, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 10, 11, 13,
Hidrolisis, 144 14, 22, 38, 40, 41, 46, 50, 55, 60, 62, 72, 134,
hidroxycinnamic acid, 34 149
hydroxybenzoic acid, 33 mikroorganisme, 3, 48, 60, 63
minyak Atsiri, 12, 39, 41, 42, 43, 44, 49, 55, 57,
I 117, 118, 121, 122, 126, 130, 132, 134, 135,
136, 137, 138, 141, 142, 143, 144, 145, 146,
immiscible, 73, 93, 115
147, 148
indeks Bias, 139, 143
mobile phase, 96, 97, 101, 102, 110
industri, 1, 2, 8, 9, 10, 11, 22, 48, 51, 77
monocyclic, 16, 18
isoflavone, 25, 29, 30, 37
monoterpen, 15, 38
isolasi, 96, 115
morfin, 23
J
N
jamu, 51, 52, 53, 56
natural pesticide, 4
natural product, 10, 69, 89, 116
K
natural products, 3, 12, 15, 39, 57, 69, 89, 116,
kosmetik, 48 nikotin, 23
kromatografi, 91, 93, 95, 96, 97, 98, 100, 101, nutrasetik, 40, 41, 50, 51, 55, 56, 57
102, 103, 104, 105, 108, 109, 110, 112, 113, nutritional supplements, 6, 10
115, 116
O
L
obat, 10, 40, 41, 45, 46, 50, 51, 52, 53, 54, 55,
153
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
R TLC, 96, 97, 98, 105, 109, 110, 111, 113, 115
triterpene, 15, 19, 20, 21, 38
reflux, 78
resin, 17, 43, 77, 125, 126, 144 U
rotary vacuum evaporator, 95
ultrasonikasi, 81
S
V
saponin, 21, 22
secondary metabolites, 4 volatile, 41, 72, 118, 125, 130
154
Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam
PROFIL PENULIS
155