Anda di halaman 1dari 40

PROPOSAL PENELITIAN

PROFIL SENYAWA METABOLIT SEKUDER DALAM MINYAK


OBAT RAMUAN TRADISONAL ETNIS SANDOSI ADONARA
DAN ETNIS LAMATUKA LEMBATA

Diajukan untuk memenuhi salah satu sayarat memeperoleh gelar Sarjana Sains Kimia

Oleh
Maria Vitriani Barek Sabon
72117005

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHAN ALAM
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA
KUPANG
2021
PROPOSAL PENLITIAN

Profil Senyawa Metabolit Sekuder Dalam Minyak Obat Ramuan


Tradisonal Etnis Sandosi Adonara Dan Etnis Lamatuka Lembata

Telah dipersiapakan oleh

Maria Vitriani Barek Sabon


NIM: 72117005

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Maximus M. Taek, M.Si Gerardus Diri Tukan, S.Pd, M.Si


NIDN: 0813057201 NIDN:0813270001

Mengetahui
Ketua Program Studi Kimia

Gerardus Diri Tukan, S.Pd, M.Si


NIDN:081327000

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
kasih dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan proposal penelitian
yang berjudul “Profil Senyawa Metabolit Sekuder dalam Minyak Obat Ramuan
Tradisonal Etnis Sandosi Adonara dan Etnis Lamatuka Lembata” ini dengan
baik. Penulisan proposal penelitian ini sebagai rencana penelitian untuk menghasilkan
laporan hasil penelitian sebagai puncak karya ilmiah bagi penulis untuk dapat
menyelesaikan pendidikan di Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Katolik Widya Mandira. Proposal penelitian ini
bertujuan sebagai suatu rancangan penelitian untuk mengetahui kandungan senyawa
metabolit sekunder dalam minyak obat ramuan tradisonal etnis Sandosi Adonara dan
etnis Lamtuka Lembata.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal penelitian ini tidak
sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Berkat bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak maka penulisan proposal penelitian ini dapat diselesaikan. Pada
kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan proposal penelitian ini.
Ucapan terima kasih ini disampaikan kepada:
1. Pater Dr.Philipus Tule, SVD selaku Rektor UNWIRA Kupang
2. Bapak Drs. Stefanus Stanis, M.Si selaku Dekan FMIPA UNWIRA Kupang
3. Bapak Gerardus D. Tukan, S.Pd, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia FMIPA
UNWIRA Kupang
4. Bapak Dr. Maksimus M. Taek, M.Si selaku pembimbing I yang dengan sabar dan
tulus hati telah membimbing dan memberikan masukan bagi penulis dalam
menyelesaikan proposal penelitian ini.

3
5. Bapak Gerardus D. Tukan, S.Pd, M.Si selaku pembimbing II yang dengan sabar
dan tulus hati telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan
proposal penelitian ini.
6. Bapak dan Ibu dosen Kimia FMIPA UNWIRA Kupang (Bapak Lodowik Landi
Pote, S.Si, M.Sc, Br. Anggelinus Nadut, SVD, S.Si, M.Si, Ibu Getreda
Latumakulita, S.Si, M.Sc, dan Bapak Drs. Silverius Yohanes, M.Si (Alm), yang
telah memberi bekal ilmu pengetahuan selama penulis belajar di program studi
ini, sehingga penulis dapat merumuskan rencana penelitian ini.
7. Ibu Ermelinda Maria Banu, S.E. selaku kepala TU Bapak Philipus Lepo, A.Md
(Alm), Ibu Skolastika Dira, S.Pd dan Ibu Amaliana Sago, S.Si selaku pegawai
Tata Usaha FMIPA UNWIRA Kupang yang selalu membantu penulis dalam
urusan administrasi selama perkuliahan maupun dalam menyelesaikan penulisan
Proposal Penelitian ini.
8. Teman- teman seperjuangan angkatan 2017 Kimia FMIPA UNWIRA Kupang
yang selalu memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa proposal penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran dari pembaca sangat
diharapkan demi kesempurnaan dari proposal penelitian ini. Akhirnya, penulis
mengharapkan semoga proposal penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Kupang, Agustus 2021

Penulis

4
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL I
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 3
1.3. Tujuan Penelitian 4
1.4. Manfaat Penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Obat tradisonal 5
6
2.2 Minyak obat tradisonal dari Etnis Masyarakat Sandosi Pulau
Adonara
2.3 Minyak obat tradisonal dari Etnis Masyarakat Lamatuka 7
Lembata 9
2.4 Senyawa Metabolit Sekunder pada Tumbuhan 14
2.5 Metabolit Profailing 15
15
2.6 GC-MS (Gas Chromatoggrafi Massa Spectrometry)
2.6.1 Instrumen Kromatografi Gas 18
2.6.2 Instrumen Spektrometer Massa 20
BAB III METODE PENELITIAN 20
20
3.1. Metode Penlitian
20
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
20
3.3. Bahan dan Alat

5
3.3.1 Bahan 20
3.3.2 Alat 21
3.4. Prosedur Penelitian 21
3.3.1 Penelitian Lapangan 21
3.3.2 Penlitian Laboratorium 22
3.3.3 Penlitian Pustaka atau Kajian Pustaka 23

DAFTAR PUSTAKA

6
DAFATAR TABEL

Halaman
Tabe 3.1 Pengumpulan data penlitian 23
l

7
DAFATAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Struktur Dasar Flavanoid 10
Gambar 2.2 Struktur Dasar Alkaloid 11
Gambar 2.3 Struktur Saponin Terpenoida 12
Gambar 2.4 Struktur Saponin Steroida 13
Gambar 2.5 Struktur Dasar Tnin 14
Gambar 2.6 Rangkaian Umum Instrumentasi GC-MS 15

8
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat tradisional adalah obat yang digunakan oleh sekelompok masyarakat


secara turun temurun untuk memelihara kesehatan atau pun untuk mengatasi
gangguan kesehatan. Obat tradisonal umumnya merupakan ramuan yang terbuat
dari bahan, atau campuran bahan dari tumbuhan, hewan dan mineral. Menurut
Mabel dkk (2016), obat tradisional merupakan warisan turun-temurun dari nenek
moyang yang secara terus menerus dipelihara oleh komunitas masyarakat, baik
dalam bentuk racikan maupun dalam bentuk satu jenis tumbuhan. Hal yang
diwariskan juga yakni cara menyediakan, bagian tumbuhan yang digunakan, cara
menggunakan dan dosis. Pengetahuan dan pengalaman ini diturunkan dari
generasi ke generasi baik secara lisan maupun tulisan.

Obat tradisional merupakan jenis obat yang hampir dikenal oleh masayarakat
di seluruh indonesia bahkan seluruh dunia. Saat ini pengobatan dengan cara-cara
tradisional semakin populer baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Di
Afrika dan Asia 80% penduduknya tidak menggunakan pengobatan
modern/kontemporer, melainkan lebih utama menggunakan pengobatan
tradisional untuk pemeliharaan kesehatannya (WHO, 2008). Meningkatnya
masyarakat pengguna obat tradisional berkaitan dengan beberapa hal, antara lain:
mahalnya harga obat modern, adanya penyakit yang tidak tersembuhkan
walaupun sudah diobati dengan cara pengobatan modern. Kemungkinan lain
adanya kecenderungan masyarakat mencari alternatif pengobatan dengan bahan

9
alam“back to nature” dengan alasan mempunyai efek samping yang relatif kecil
(Sukara 2007).

Obat tradisonal turut berperan penting dalam bidang kesehatan dengan


tujuan pencegahan penyakit maupun untuk tujuan pengobatan. Dalam dunia
farmakologi, obat tradisonal merupakan suatu aset nasional yang hingga saat ini
tetap dimanfaatkan sebagai usaha pengobatan sendiri (swamedikasi) oleh
masyarakat diseluruh pelosok indonesia (Sjabana dan Dripa, 2002).

Tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat indonesia dalam pembutan obat


tradisonal sangat beragam. Indonesia sendiri memiliki keanekaragaman hayati
yang berlimpah serta telah lama dimanfaatkan untuk berbagai tujuan diantaranya
sebagai obat tradisional. Di Indonesia, pemanfaatan tumbuhan obat tradisonal
sebagai bahan obat sangat beragam yang dipengruhi oleh keanekaragamann
hayati yang ada di lingkungan, kebiasan masyarakat setempat, budaya dan latar
belakang etnis (Silalahi et al. 2015a).

Etnis masyarakat Sandosi di pulau Adonara dan masyarakat Lamatuka di


pulau Lembata menggunakan obat taradisonal sudah sejak lama, yang
merupakan warisan nenek moyang. Masyarakat setempat mengenal dan
menggunakan tumbuhan obat tradisonal yang berkasihasiat untuk menanggulangi
masalah keshatan. Obat tradisonal yang digunakan oleh etnis Sandosi dan
Lamatuka Lembata, diracik dalam bentuk minyak yang berkasiahat untuk
pengobatan. Minyak obat tersebut dihasilkan melalui proses mengoreng berbagai
jenis tumbuhan yang dicampur menjadi satu, yang digoreng dengan minyak
kelapa.

10
Minyak obat yang dibuat oleh masyarakat Sandosi dikenal dengan nama
(hela urut). Ramuan minyak obat ini sebagai suatu obat tradisonal yaitu dengan
menggoreng tumbuh-tumbuhan tertentu yang telah dicacah halus. Tumbuhan
yang dicacah kemudian digoreng dengan minyak kelapa sampai bau kahs minyak
kelpa hilang. Minyak ini, digunakan sebagai obat luar (digosokkan). Minyak dari
hasil racikan ini dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit
seperti memar, salah urat, pegal linu, luka karena infeksi, penyakit kulit, dan
lain-lain. Penggunan obat jenis ini oleh masyarakat setempat, tidak mengikuti
dosis tertentu haya menyesuiakan dengan kebutuhan.

Masayarakat Lamatuka Lembata mempunyai ramuan obat tradisonal juga


yang dikenal dengan nama minyak obat (helang ooba). Ramuan ini terbuat dari
campuran minyak kelapa dan puluhan jenis tumbuhan yang dicacah dan digoreng
dengan minyak kelpa. Penggorengan dilakukan sampai campuran tumbuhan
menjadi kering garing dan bau khas minyak kelapa hilang. Tumuh-tumbuhan
yang dicacah terdiri dari akar, batang, ranting dan daun. Minyak obat yang
dihasilkan digunakan untuk obat luar dan dipercaya dapat menyembuhkan
berbagai macam penyakit seperti memar, salah urat, pegal linu, luka karena
infeksi, penyakit kulit, dan lain-lain.

Tradisi pembuatan minyak obat masih dipertahankan. Hal ini karana minyak
obat yang dibuat, diyakini memeiliki kasihat menyembuhkan, dan sudah
digunakan secara turun-temurun dari masa ke masa. Pembuatan minyak obat
oleh kedua etnis ini pun tidak dilakukan rutin setiap hari, namun dilakuakan pada
waktu tertentu.

Produk ramuan minyak obat dari kedua etnis ini belum dilakukan studi
ilmiah mengenai kandungan senyawa kimia. Berdasarkan latar belakang tersebut,

11
maka penulis ingin mengidentifikasi tumbuhan apa saja yang digunakan dalam
pembuatan minyak obat tradisonal, senyawa yang terdapat dalam minyak obat
trdisonal dan manfaat dari senyawa yang terkandung dalam minyak obat
tradisonal yang dibuat oleh masyarakat etnis Sandosi di pulau Adonara dan
masyarakat etnis Lamtuka di pulau Lembata.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi permasalahan pokok dalam


penelitian ini adalah:

1. Jenis tumbuh-tumbuhan apa saja yang digunakan dalam pembuatan minyak


obat tradisonal masyarakat etnis Sandosi di pulau Adonara dan masayarakat
etnis Lamtuka Lembata ?.
2. Kandungan senyawa apa saja yang terdapat dalam minyak obat tradisonal
masyarakat etnis Sandosi di pulau Adonara dan masayarakat etnis Lamtuka
Lembata?.
3. Manfaat senyawa-senyawa yang terkandung dalam minyak obat tradisonal
masyarakat etnis Sandosi di pulau Adonara dan masayarakat etnis Lamatuka
Lembata ?.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

12
1 Jenis tumbuh-tumbuhan apa saja yang digunakan dalam pembuatan minyak
obat tradisonal masyarakat etnis Sandosi di pulau Adonara dan masayarakat
etnis Lamtuka di pulau Lembata ?.
2 Kandungan senyawa apa saja yang terdapat dalam minyak obat tradisonal
masyarakat etnis Sandosi di pulau Adonara dan masayarakat etnis Lamtuka di
pulau Lembata?.
3 Manfaat senyawa-senyawa yang terkandung dalam minyak obat tradisonal
masyarakat etnis Sandosi di pulau Adonara dan masayarakat etnis Lamtuka di
pulau Lembata ?.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penlitian sebagai bahan:

1. Informasi ilmiah tentang jenis tumbuh-tumbuhan apa saja yang digunakan


dalam pembuatan minyak obat tradisonal masyarakat etnis Sandosi di pulau
Adonara dan masayarakat etnis Lamtuka di pulau Lembata ?.
2. Informasi ilmiah tentang kandungan senyawa apa saja yang terdapat dalam
minyak obat tradisonal masyarakat etnis Sandosi di pulau Adonara dan
masayarakat etnis Lamtuka di pulau Lembata?.
3. Informasi ilmiah tentang manfaat senyawa-senyawa yang terkandung dalam
minyak obat tradisonal masyarakat etnis Sandosi di pulau Adonara dan
masayarakat etnis Lamtuka di pulau Lembata ?.

BAB II

13
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obat Tradisonal

Obat adalah bahan atau zat yang berasal dari tumbuhan, hewan,mineral maupun
zat kimia tertentu yang dapat digunakan untuk mencegah, mengurangi rasa sakit,
memperlambat proses penyakit dan atau menyembuhkan penyakit. Obat harus sesuai
dosis agar efek terapi atau khasiatnya bisa kita dapatkan. Prinsip kerja dari obat
dalam proses penyembuhan yaitu perubahan kondisi yang mengakibatakan timbulnya
efek. Efek yang ditimbulkan mengakibatakan perubahan fungsi, struktur atau proses
sebagai akibat dari kerja obat.
Obat tradisional ialah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan,
hewan, mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan-bahan tersebut,
yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman (Departemen Kesehatan RI, 2000). Obat tradisional diolah secara
tradisional, menurut warisan resep dari nenek moyang berdasrakan adat-istiadat,
kepercayaan, atau kebiasaan setempat. Pengolahan obat tradisonal umumnya
dilakukan dengan cara magic sesuai keyakinan, maupun pengetahuan tradisional yang
dipakai secara turun-temurun. Obat tradisonal yang dihasilkan, dimanfaatkan untuk
proses mencegah, mengurangi, menghilangkan atau menyembuhkan penyakit dan
luka pada manusia atau hewan. Hasil-hasil kajian moderen mengungkapkan bahwa,
obat-obatan tradisional bermanfaat bagi kesehatan, dan digunakan oleh banyak
kalangan masyarakat. Hal ini terjadi karna bahan-bahan pembuatan obat lebih mudah
diperoleh di sekitar kehidupan masyarakat, dan umumnya berupa tumbuh-tumbuhan.
Menurut Mabel dkk (2016), obat tradisional merupakan warisan turun-temurun dari
nenek moyang yang secara terus menerus dipelihara oleh komunitas masyarakat, baik
dalam bentuk racikan maupun dalam bentuk satu jenis tumbuhan. Hal yang

14
diwariskan juga yakni cara menyediakan, bagian tumbuhan yang digunakan, cara
menggunakan dan dosis. Pengetahuan dan pengalaman ini diturunkan dari generasi
ke generasi baik secara lisan maupun tulisan.
Obat tradisonal yang dimanfatakan atau digunakan oleh masyarakat, umumnya
berbahan baku tumbuh-tumbuhan. Pengetahuan tentang jenis tumbuh-tumbuhan
yang digunakan serta bagian dari tumbuhan yang dijadikan obat, merupakan
pengetahuan yang terwaris. Bagian dari tumbuhan yang digunakan sebagai obat
tradisional, yaitu: akar, rimpang, batang, buah, daun dan bunga. Obat tradisonal
sering dibuat atau diracik dalam bentuk air rebusan, uap, jamu, minyak atau bahkan
langsung dikonsumsi.

2.2 Minyak obat tradisonal dari Etnis Masyarakat Sandosi Pulau Adonara

Minyak obat tradisonal yang sudah sangat lama digunakan oleh etnis masyarkat
desa Sandosi di pulau Adonara untuk pencegahan maupun pengobatan penyakit seprti
salah urat, meredakan nyeri, memar, dan pegal linu. Minyak obat yang digunakan ini
merupakan warisan dari nenek moyang yang terus menerus digunakan sampe
sekarang. Ramuan minyak obat ini dikenal dengan (hela urut) atau minyak urut
karena bisanya digunakan utuk obat urut oleh masyarakat etnis Sandosi. Peroses
pembuatan minyak urut ini yaitu dengan menggoreng tumbuh-tumbuhan tertentu
yang telah dicacah halus dan digoreng dengan minyak kelpa sampai bau kahas
minyak kelpa hilang. Minyak ini, digunakan sebagai obat luar (digosokkan).
Penggunan obat jenis ini oleh masyarakat setempat, tidak mengikuti dosis tertentu
haya menyesuiakan dengan kebutuhan.
Etnis Sandosi merupakan satu komponen masyarakat yang hidup di desa Sandosi,
Tobitika, dan Baubage tepatnya di kecamtan Witihama bagian Timur pulau Adonara
kabupaten Flores Timur. Etnis ini terdiri dari rumpun Boleng (suku Boleng), suku
Seran Goran (sekarang menyebut diri sebagai Goran Tokan), dan yang berasal dan

15
rumpun lain, seperti Kewaelaga, Lewokeda dan sebagainya. Menurut penuturan,
masyarakat etnis Sandosi berasal dari dari Pulau Seram Maluku. Nenek moyang etnis
ini mewarisi budya hidup dan pengetahuan, salah satunya adalah tentang pembuatan
dan pengunan obat tradisonal.
Istilah Sandosi berasal dari ungkapan Timu Sandosi Warat Tuawolo, yang artinya
daerah matahari terbit. Nama Sandosi dipakai karena letak daerah tempat hidup
komunitas masyarakat ini berada di wilayah paling Timur pulau Adonara. Pada
zaman dahulu masyarakat etnis Sandosi hidup dalam satu kawasan, yang kemudian
bernama desa Sandosi. Pertambahan jumlah penduduk menyebabkan warga desa
Sandosi terpencar mencari tempat hidup yang baru, dan menempati tempat-tempat
hunian baru. Tempat-tempat tersebut bernama Lewoengat, Lewokemie Woka
(Tobitika) dan Regong (Baubage). Keempat tempat hunian ini merupakan dusun-dusn
dalam wilayah desa Sandosi. Dewasa ini, dusn-dusun dalam wilayah desa Sandosi
telah berdiri sendiri menjadi desa-desa otonom yakni desa Sandosi, Tobitika, dan
Baubage. Warga dari ketiga desa ini didominasi oleh etnis Sandosi.
Penggunan tumbuhan sebagai bahan obat oleh masyarkat etnis Sandosi merupkan
pengalamn turun-temurun yang diwariskan oleh leluhur atau nenek moyang, baik
tumbuhan yang digunakan, bagain yang digunakan, racikan dari tumuhan tersebut
serta dosis dan kegunan dari tumbuhan obat tersebut. Kemampuan mengenal dan
memanfaatkan aneka jenis tumbuhan sebagai obat tradisonal pun tidak dimiliki
semua orang, tetapi pada orang-orang teretentu yang kemudian dikenal sebagai dukun
kampung. Pengunan tumbuhan liar sebagai obat tradisonal yang digunakan oleh
dukun kampung ini kemudian turun-temurun dan samapi sekrang masih
dimannfatakan.

2.3 Minyak Obat Tradisonal Dari Etnis Lamatuka Lembata

16
Minyak obat tradisonal yang dibuat oleh orang-orang etnis Lamatuka disebut
helang ooba. Minyak ramuan ini dibuat dari bahan baku minyak kelapa dan
berbagai jenis tumbuhan. Tubuhan-tumbuhan yang dikenal sebagai bahan
ramuan, bagian akar, batang, daun, dan biji, dicach menjadi bagaian yang kecil
dan dicampur. Campuran dari tubuh-tumbuhan ini digoreng menggunakan
minyak kelapa. Penggorengan dilakukan sampai campuran tumbuhan menjadi
kering garing dan bau khas minyak kelapa hilang. Tumuh-tumbuhan yang
dicacah terdiri dari akar, batang, ranting dan daun. Minyak obat yang dihasilkan
digunakan untuk obat luar dan dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam
penyakit seperti memar, salah urat, pegal linu, luka karena infeksi, penyakit kulit,
dan lain-lain.

Etnis orang Lamatuka di pulau Lembata merupakan sekelompok orang yang


mendiami sebuah daerah pedalaman di pulau Lembata. Daerah pedalaman atau
pegunungan itu tepatanya di punggung barisan perbukitan yang berada diantara
wilayah pesisir pantai utara dan pantai selatan dalam wilayah pemerintahan
kecamatan Lebataukan saat ini.

Berdasrakan cerita turun-temurun nenek moyang atau leluhur, orang


Lamatuka berasal dari pulau Lepang dan pulau Batang di wilayah kepulauan
Alor. Leluhur yang mendiami pulau pulau Lepang dan pulau Batang berasal dari
pulau Seram Maluku. Pulau Lembata diperkirakan ditemukan pada tahun 1400
sesudah masehi, ketika saat itu terjadi Jaman Gletzer. Pulau Lembata terletak
pada deretan pulau flores bagian timur dan merupkan sebuah pulau yang berada
dalam wilayah provinsi Nusa Tenggara Timur. Pulau lembata ini diapiti oleh
pulau Adonara dan kepulauan Solor.

17
Nenek moyang orang Lamatuka, pada zaman dahulu berusaha
mempertahanakan hidup dengan mengkonsumsi tumbuhan-tumbhan liar serta
serangagga dan ulat di sekitar hidup mereka sebagai bahan makanan dan juga
obat-obatan. Penggunan bahan-bahan alam liar itu yakni: daun tumbuh-
tumbuhan, pucuk daun, batang, kulit batang, akar serta rumput digunakan
sebagai sayuran dan obat-obatan. Dalam perjalanan sejarah nenek moyang orang
Lembata baru mengenal adanya tenaga kesehatan dan obat-obatan moderen
bersaman dengan masuknya para misonarais asing dari eropa, pedagang dari
Arab dan Cina yang menyinggahi Lembata. Meskipun demikian, nenek moyang
orang Lamtuka berjuang memulikan kesehatannya dengan jalan memanfaatkan
tumbuhan-tumbuhan liar yang ada disekitar merekadan pengetahuan itu terwaris
sampai sekrang (Tukan G, dkk, 2015).

2.4 Senyawa Metabolit Sekunder Pada Tumbuhan

Metabolit sekunder merupakan senyawa oraganik yang disintesis oleh


tumbuhan namun tidak memiliki peran secara langsung dalam pertumbuhan atau
perkembangan tumbuhan dan merupkan sumber senyawa obat yang digolongkan
atas terpenoid, alkaloid, falvanoi, steroid, fenolik dan saponin. Senyawa
metabolit sekunder yang diproduksi oleh setiap tumbuhan mempunyai bentuk
yang berbeda-beda antara spesies yang satu dengan spesies yang lainnya.
(Saifudin, 2014 :3).

Senyawa metabolit sekunder yang dihasilakan oleh tumbuhan sebagai


pelindung dari penyakit dan gangguan hama. Kandungan senyawa metabolit
sekunder yang dihasilakan oleh tumbuhan sangat berguna dalam kehidupan
manusia untuk memenuhi keshatan hal ini karana kandungan dari senyawa

18
metebolit sekunder yang di hasilkan oleh tumbuhan berpotensi sebagai
antioksidan, antiinflamasi, antimikroba, antidiabetes dan antritripanosma
(Gunawan dkk, 2016 :105).

identifikasi kandungan senyawa metabolit sekunder yang terkandung


dalam suatu tumbuhan menjadi penting dan langkah awal untuk pencaraian
senyawa baru dari bahan alam sehingga dapat digunakan sebagai obat dalam
penyembuhan berbagai penyakit atau prototipe obat beraktivitas tertentu.
Metabolit sekunder tergolong atas:

1. Flavonoid

Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dengan


mengecualikan alga. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian
tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nectar, bunga, buah, dan
biji. Pada tumbuhan tinggi, flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetatif
maupun dalam bunga. Sebagai pigmen bunga flavonoid berperan jelas dalam
menarik burung dan serangga penyerbuk bunga. Flavonoid merupakan senyawa
polar karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tidak tersubstitusi,
sehingga larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton,
dimetilsulfoksida, dimetilformamida, dan air. Adanya gula yang terikat pada
flavonoid cenderung menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam air.
Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, dan flavon
serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut
seperti eter dan kloroform. Analisa flavonoid lebih baik dengan memeriksa
aglikon yang terdapat dalam ekstrak tumbuhan yang telah dihidrolisis sebelum
memperhatikan kerumitan glikosida yang ada dalam ekstrak asal (Harbone,
1987).

19
Gambar 2.1 Struktur Dasar Flavonoid (Markham, 1988)

2. Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder yang memiliki atom nitrogen


terbanyak, yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan. Sebagian besar senyawa ini
bersumber dari tumbuh-tumbuhan, terutama angiosperm. Lebih dari 20% spesies
angiosperm mengandung alkaloid (Wink, 2008). Alkaloid dapat ditemukan pada
berbagai bagian tanaman, seperti bunga, biji, daun, ranting, akar dan kulit batang.
Alkaloid pada tanaman berfungsi sebagai racun yang dapat melindunginya dari
serangga dan herbivora, faktor pengatur pertumbuhan, dan senyawa simpanan
yang mampu menyuplai nitrogen dan unsur-unsur lain yang diperlukan tanaman
(Wink, 2008).

Alkaloid memiliki kelarutan yang khas dalam pelarut organik. Golongan


senyawa ini mudah larut dalam alkohol dan sedikit larut dalam air. Garam
alkaloid biasanya larut dalam air. Di alam, alkaloid ada di banyak tumbuhan
dengan proporsi yang lebih besar dalam biji dan akar dan seringkali dalam
kombinasi dengan asam nabati. Senyawa alkaloid memiliki rasa yang pahit.

20
Hampir semua alkaloid yang ditemukan di alam mempunyai keaktifan
biologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna
dalam pengobatan. Misalnya kuinin, morfin dan stiknin adalah alkaloid yang
terkenal dan mempunyai efek sifiologis dan psikologis. Alkaloid dapat ditemukan
dalam berbagai bagian tumbuhan seperti biji, daun, ranting dan kulit batang.
Alkaloid umumnya ditemukan dalam kadar yang kecil dan harus dipisahkan dari
campuran senyawa yang rumit yang berasal dari jaringan tumbuhan.
Kebanyakan alkaloid berupa padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau
mempunyai kisaran dekomposisi. Senyawa ini dapat juga berbentuk amorf dan
beberapa seperti nikotin dan koniin berupa cairan. Kebanyakan alkaloid tidak
berwarna, tetapi beberapa senyawa kompleks spesies aromatik berwarna. Pada
umumnya basa bebas alkaloid hanya larut dalam pelarut organik meskipun
beberapa pseudoalakaloid dan protoalkaloid larut dalam air. Garam alkaloid dan
alkaloid quaterner sangat larut dalam air ( Lenny, 2006)

N
H

Gambar 2.2 Struktur Dasar Alkaloid

3. Saponin

21
Saponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas pada
tanaman tingkat tinggi dan merupakan kelompok senyawa yang beragam dalam
struktur, sifat fisikokimia dan efek biologisnya (Patra and Saxena, 2009; Addisu
and Assefa, 2016). Saponin mudah larut dalam air dan tidak larut dalam eter
(Hartono, 2009). Saponin memiliki rasa yang pahit, membentuk busa stabil
dalam air, serta berbahaya bagi ikan dan amfibi. Saponin pada tumbuhan terbagi
dua yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid. Saponin merupakan senyawa
kimia yang bisa dimanfaatkan sebagai obat herbal (Yanti¿ Zainul, 2018).
Pencarian saponin dalam tumbuhan telah dirangsang oleh kebutuhan akan
sumber sapogenin yang mudah diperoleh dan dapat diubah di laboratorium
menjadi sterol hewan yang berkhasiat penting (misalnya kortison, estrogen
kontraseptif, dan lain-lain.

Senyawa saponin secara umum dapat diidentifikasi dari warna yang


dihasilkannya dengan pereaksi Liebermann-Burchard.Warna biru-hijau
menunjukkan adanya senyawa saponin steroida, dan warna merah, merah muda,
coklat atau ungu menunjukkan adanya senyawa saponin triterpenoida
(Farnsworth, 1966). Saponin yang banyak terkandung dalam tanaman telah lama
digunakan untuk pengobatan tradisional (Deore et al., 2009; Wink, 2015).
Saponin memiliki  banyak manfaat untuk kepentingan manusia
karena saponin memiliki aktivitas yang luas seperti antibakteri, antifungi,
kemampuan menurunkan kolesterol dalam darah dan menghambat pertumbuhan
sel tumor.

Saponin triterpenoida secara umum banyak terdapat pada tumbuhan dikotil


seperti: gipsogenin terdapat pada Gypsophylla sp., dan asam glisiretat terdapat
pada Glycyrrhiza glabra (Gunawan &Mulyani, 2004).

22
COOH

COOH

HO HO
CHO

Gipsogenin Asam Gliseretat

Gambar 2.3 Saponin Terpenoida (Gunawan&Mulyani, 2004)

Saponin steroida terdapat pada tumbuhan monokotil maupun dikotil,


contohnya diosgenin yang terdapat pada Dioscorea hispida, dan hekogenin yang
terdapat pada Agave americana (Gunawan&Mulyani, 2004).

O
O
O
O
O

HO HO

Diosgenin Hekogenin

Gambar 2.4 Saponin Steroida (Gunawan¿ Mulyani, 2004)

23
4. Tanin

Tanin merupkan senyawa yang bersifat fenol yang memeiliki rasa sepat.
Kadar tanin yang tinggi mungkin mempunyai arti pertahanan bagi tumbuhan
yaitu membantu peyerangan dari hewan pemangasa tanaman. Beberpa tanin
terbukti mempunyai aktivitas antioksidan dan menghambat pertumbuhan tumor
(Ribinson, 1995). Tanin juga diketahui mempunyai beberapa khasiat yaitu
sebagai asrtingen, anti diare, anti bakteri, dan anti oksidan.

Tanin merupakan komponen zat organik yang sangat kompleks, terdiri


dari senyawa fenolik yang sukar dipisahkan dan sukar mengkristal,
mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut
(Desmiaty dkk., 2008). Tanin dibagi menjadi dua kelompok yaitu tanin
terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin memiliki peranan biologis yang
kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkhelat logam
(Malangngi,2012).

OH

OH

O
OH
OH
O
O
OH
HO
O O

O
O O
O OH
HO

O O
OH

OH
HO OH

OH HO OH

Gambar 2.5 Struktur Tanin (Harbone, 1987).

24
5. Triterpenoid/Steroid
Senyawa terpena merupakan kelompok senyawa organik hidrokarbon yang
melimpah yang dihasilkan oleh berbagai jenis tumbuhan. Terpenoid juga merupakan
komponen utama dalam minyak atsiri dari beberapa jenis tumbuhan dan bunga.
Minyak atsiri digunakan secara luas untuk wangi-wangian parfum, dan digunakan
dalam pengobatan seperti aromaterapi.
Steroid adalah triterpen yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana
perhidrofenantren. Senyawa steroid dahulu dianggap sebagai senyawa satwa, yaitu
sebagai hormon kelamin, asam empedu dan lain-lain. Salah satu estrogen hewan
adalah esteron.

2.5 Metabolit Profiling

Metabolite profiling adalah suatu metode identifikasi dan penentuan kuantitatif


dari sejumlah besar metabolit, yang umumnya berhubungan dengan jalur metabolit
spesifik (Ellis et al., 2007). Metabolite profiling merupakan suatu analisis yang
dilakukan terhadap semua metabolit yang ada dalam sampel baik yang telah diketahui
maupun yang belum pernah teridentifikasi sebelumnya.

2.6 GC-MS (Gas Chromatoggrafi Massa Spectrometry)

Kromatografi gas-spektrometri massa atau dikenal dengan GC-MS (Gas


Chromatography-Mass Spectroscopy) adalah metode kombinasi antara kromatografi
gas dan spektrometri massa yang memiliki prinsip kerja yang berbeda tetapi dapat

25
melengkapi satu sama lain. Paduan GC-MS bertujuan untuk menganalisis berbagai
senyawa dalam suatu sampel. Pada alat GC-MS ini, kedua alat dihubungkan dengan
satu interfase. GC berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen campuran
dalam sampel sedangkan MS berfungsi untuk mendeteksi masing-masing molekul
komponen yang telah dipisahkan pada sistem GC.

Rangkaian umum instrumentasi GC-MS ditunjukkan pada Gambar 2. 6

Gambar 2.6 Rangkaian umum instrumentasi GC-MS

(Sumber: https://www.google.com/url.)

2.6.1 Instrumen Kromatografi Gas

1. Gas Pembawa

26
Gas pembawa (carrier gas) pada kromatografi gas sangatlah penting. Gas
ini ditempatkan dalam silinder bertekanan tinggi. Gas yang dapat digunakan pada
dasarnya haruslah inert, kering, bebas oksigen dan sesuai dengan detektor. Hal
tersebut dibutuhkan agar gas pembawa tidak bereaksi atau mempengaruhi gas
yang akan diidentifikasi. Gas pembawa digunakan untuk mentransportasikan
sampel melalui kolom ke detektor, oleh karena itu perlu dilakukan pemilihan
fase gerak gas yang tepat. Gas pembawa yang umumnya digunakan adalah
argon, helium, hidrogen, nitrogen, oksigen, dan karbondioksida.

Pemilihan gas pengangkut atau pembawa ditentukan oleh detektor yang


digunakan. Tabung gas pembawa dilengkapi dengan pengatur tekanan keluaran dan
pengukur tekanan. Sebelum masuk ke kromatografi, terdapat pengukur kecepatan
aliran gas serta sistem penapis molekuler untuk memisahkan air dan pengotor gas
lainnya. Pada dasarnya kecepatan alir gas diatur melalui pengatur tekanan dua tingkat
yaitu pengatur kasar (coarse) pada tabung gas dan pengatur halus (fine) pada
kromatografi. Tekanan gas masuk ke kromatograf (yaitu tekanan dari tabung gas)
diatur pada 10-50 psi (di atas tekanan ruangan) untuk memungkinkan aliran gas 25-
150 mL/menit pada kolom terpaket dan 1-25mL/menit untuk kolom kapiler.

2. Tempat Injeksi (Injection Port)

Dalam kromatografi gas, cuplikan harus berupa uap. Gas dan uap dapat
dimasukkan secara langsung namun pada umumnya senyawa organik berbentuk
cairan dan padatan. Sehingga sampel dalam fase cair maupun fase padat harus
diuapkan terlebih dahulu. Hal tersebut tentunya membutuhkan pemanasan
sebelum masuk ke dalam kolom.Tempat injeksi dalam instrumen kromatografi
gas selalu dipanaskan. Sebagai tindak lanjut, suhu dari tempat injeksi dinaikkan.
Apabila diperoleh puncak yang lebih baik, hal ini berarti suhu pada percobaan

27
pertama terlalu rendah. Namun demikian suhu tempat injeksi tidak boleh terlalu
tinggi, sebab dapat mengakibatkan perubahan karena panas atau penguraian dari
senyawa yang akan dianalisa.

Cuplikan dimasukkan ke dalam kolom dengan cara menginjeksikan


melalui tempat injeksi dengan menggunakan jarum injeksi yang sering disebut a
gas tight syringe. Cuplikan yang diinjeksikan tidak boleh terlalu banyak karena
GC sangat sensitif. Biasanya jumlah cuplikan yang diinjeksikan untuk analisis
sekitar 0,5-50 mL (sampel gas) dan 0,2-20 mL (sampel cair).

3. Oven

Oven digunakan untuk memanaskan kolom pada suhu tertentu sehingga


mempermudah proses pemisahan komponen sampel. Suhu diatur agar sedikit di
bawah titik didih sampel. Jika suhu terlalu tinggi dikhawatirkan fase diam akan
teruapkan serta sedikit sampel akan larut sehingga mengalir terlalu cepat dalam
kolom. Biasanya oven memiliki jangkauan suhu 300-3200 C.

4. Kolom

Kolom merupakan bagian terpenting pada kromatografi gas. Kolom


dibuat dalam beberapa bentuk misalnya seperti bentuk V, W, dan kumparan atau
spiral. Kolom berisi fase diam kemudian fase gerak akan lewat di dalam kolom
sambil membawa sampel.

28
5. Detektor

Detektor berfungsi untuk mendeteksi komponen-komponen yang telah


dipisahkan dari kolom secara terus menerus, cepat, akurat, dan dapat melakukan
pada suhu yang lebih tinggi. Fungsi umum detektor dalam kromatografi gas ini
adalah mengubah sifat-sifat molekul dari senyawa organik menjadi arus listrik
kemudian arus listrik tersebut diteruskan ke recorder untuk menghasilkan
kromatogram. Detektor yang umum digunakan adalah:

a. Detektor hantaran panas (Thermal Conductivity Detector, TCD)


b. Detektor ionisasi nyala (Flame Ionization Detector, FID)
c. Detektor penangkap elektron (Electron Capture Detector, ECD)
d. Detektor fotometrik nyala (Flame Photometric Detector, FPD)
e. Detektor nyala alkali
f. Detektor spektroskopi massa

6. Recorder

Recorder berfungsi sebagai pengubah sinyal dari detektor yang diperkuat


melaui elektrometer menjadi bentuk kromatogram. Cara kerja recorder yaitu
dengan menggerakkan kertas pada kecepatan tertentu. Di atas kertas tersebut
dipasangkan pena yang digerakkan oleh sinyal keluaran detektor sehingga
posisinya akan berubah-ubah sesuai dengan dinamika keluaran penguat sinyal
detektor. Kromatogram yang dihasilkan berbentuk puncak-puncak dengan pola
yang sesuai dengan kondisi sampel dan jenis detektor yang digunakan. Dari
kromatogram tersebut maka dapat dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif.

29
2.6.2 Instrumen Spektrometer Massa
1. Sumber ion

Setelah melewati rangkaian gas kromatografi, sampel gas yang akan diuji
dilanjutkan melalui rangkaian spektroskopi massa. Molekul-molekul yang
melewati sumber ion ini diserang oleh elektron dan dipecah menjadi ion-ion
positifnya. Tahap ini sangat penting karena untuk melewati filter, partikel sampel
haruslah bermuatan. Ionisasi pada spektroskopi massa yang terintegrasi dengan
kromatografi gas ada 2, yaitu Electron Impact Ionization (EI) dan Chemical
Ionization (CI).

2. Filter

Pada quadropoles, ion-ion dikelompokkan menurut m/z dengan


kombinasi frekuensi radio yang bergantian dan tegangan DC. Hanya ion yang
memiliki m/z tertentu saja yang kemudian akan dilewatkan oleh quadroples
menuju ke detektor. Fragmen dengan m/z yang besar akan turun terlebih dahulu
diikuti fragmen dengan m/z yang lebih kecil.

3. Detektor

Detektor terdiri atas High Energy Dynodes (HED) dan Electron


Multiplier (EM). Ion positif yang menuju HED, menyebabkan elektron terlepas.
Elektron kemudian menuju kutub yang lebih positif, yakni ujung tanduk EM.
Ketika elektron menyinggung sisi EM, maka akan menyebabkan elektron
terlepas lebih banyak lagi dan menghasilkan suatu arus atau aliran. Detektor akan
mengubah sinyal arus menjadi proporsional terhadap jumlah ion yang menuju ke
detektor.

30
4. Recorder

Recorder berfungsi merekam sinyal dari detektor sebagai puncak-puncak.


Setiap puncak mewakili satu senyawa dalam campuran yang melalui detektor.

5. Komputer

Data dari spektrometer massa dikirim ke komputer dan diplot dalam


sebuah grafik yang disebut spektrum massa.

31
32
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penlitian


Penelitian ini dilakukan dengan 3 metode yakni penlitian lapangan,
penelitaian laboratorium dan studi kepustakaan kualitatif (library research) atau
kajian literatur (literature review).

3.2 Waktu dan Tempat

Penelitan ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober


2021.Lokasi penlitian yakni :

1. Etnis masyarakat desa Sandosi di Pulau Adonara dan etnis masyarakat


Lamtuka di Pulau Lembata
2. Laboratorium Kimia Instrumenn Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.
3. Kajian pustaka secara online melalui: Science and Technology Index,
Science Direct, Dr. Duke's Phytochemical And Ethnobotanical Databases,
Scopus, PlanNet, PubMed, Google Scholar.

3.3 Bahan dan Alat

3.3.1 Bahan

33
Bahan-bahan yang digunakan adalah minyak obat tradosinal dari etnis Sandosi
dan Lamatukan Lembata.

3.3.2 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Hendphone (Hp),


perelngkapan gelas-gelas labotaoroim dan Instrumen GC-MS.

3.4 Prosedur Kerja


3.4.1 Penlitian Lapangan
Kajian penggunan tumbuh-tumbuhan dalam pembuatan ramuan
minyak obat tradisonal serta penggunaan minyak obat tradisonal yang dibuat,
dilakukan dengan wawancara langsung pada kedua lokasi masing-masing,
dengan format wawanacara sebagai berikut:
Tabel 3.1 pengumpulan data penlitian
No Nama Nama Bagian tumbuhan Cara
responden tumbuhan yang digunakan pengolahan Manfat minyak
(cara meracik) dan cara
penggunananya

3.4.2 Penlitian Laboratorium

1. Sampel ramuan minyak obat tradisonal dari kedua daerah disiapakan dan di
kirim ke Laboratorium Kimia Instrumrn Universitas Pendidikan Indonesia
Bandung .

34
2. Minyak dari kedua jenis sampel A (obat tradisonal etnis Sandosi/ helang urut)
dan sampel B (obat tradisonal etnis Lamatuka / helang obba), masing-masing
dianalisis GC-MS pada kolom jenis RTX-5 MS panjang 30 meter dan
dioperasikan pada suhu kolom 100-280 C, Detektor FID dan digunakan gas
helium sebagai fasa geraknya. Asam lemak dan gliserida penyusun ekstrak
minyak diubah terlebih dahulu menjadi bentuk metanol esternya
menggunakan methanol dan Boron trifluorida (BF3) sebagai katalis.
Selanjutnya, bentuk metil ester asam lemak ini diinjeksikan ke dalam alat GC-
MS.
3. Diaktifkan GC-MS dan seluruh komponen yang terkait diatur hingga sampel
sebanyak 1 μl siap diinjeksikan dan siap running. Tampilan analisis diatur.
4. Dipilih sample login pada monitor sementara menunggu GC dan MS pada
monitor saat kondisi siap. Tombol start diklik pada monitor, sehingga
automatik injector membersihkan syringe sesuai pengaturan, diinjeksikan
sampel sebanyak 1 μl ke dalam auto injektor. Jika grafik sudah terlihat agak
datar, analisis GC dapat dihentikan dengan mengklik stop pada monitor.
5. Diidentifikasi puncak grafik pada tiap waktu retensi dari puncak awal sampai
puncak akhir dan dicocokkan dengan references pada program GCMS dengan
memilih opsi similary search. Hasil identifikasi akan menunjukkan komponen
yang paling mirip dari beberapa komponen,bobot molekul serta tinggi intens
peaknya. Setelah itu, nonaktifkan instrumen GC-MS.

3.4. 3 Penlitian Pustka atau Kajian pustaka

Dilakukan anlisis kandunga senyawa dengan pendekatan pustaka.


Senyawa-senyawa yang teridentifikasi melalui GC-MS dikaji kegunannya
melalui kajian pustaka menggunakan Science and Technology Index, Science

35
Direct, Dr. Duke's Phytochemical And Ethnobotanical Databases, Scopus,
PubMed, Google Scholar, dan Google

DAFTAR PUSTAKA

36
Departemen Kesehtan RI, Direktorat Jendaral Pengawasan Obat dan Makanan.
Direktorat Pengawasan Obat Tradisonal. Pedoman Pelaksanan Uji
Klinik Obat Tradisonal, 2000.

Desmiaty, Y.; Ratih H.; Dewi M.A.; Agustin R. Penentuan Jumlah Tanin Total pada
Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk) dan Daun Sambang
Darah (Excoecaria bicolor Hassk.) Secara Kolorimetri dengan
Pereaksi Biru Prusia. Ortocarpus. 2008. 8, 106-109.

Ellis, D.I., Dunn, W.B., Griffin, J.L., Allwood, J.W., Goodacre, R., 2007, Metabolic
Fingerprinting as A Diagnostic Tool, Pharmacogenomic Review, 8(9),
1243- 126

Farnsworth, N. R., 1966, Biological and Phytochemical Screening of Plants, J.


Pharm. Sci., 55(3), 225-276.

Gunawan, D. dan Mulyani, S. (2004). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jilid


Pertama. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 87.

37
Gunawan, dkk. 2016. Review: Fitokimia Genus Baaccaurea spp. Bioeksperimen.
2(2): 96-110.

Harborne, J.B., (1987), Metode Fitokimia, Edisi ke dua, ITB, Bandung.

Hartono. 2009, Saponin. http://farmasi.dikti.net/saponin/.12 Oktober 2016.

Leny, S. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenilpropanoida dan Alkaloida. Karya Ilmiah.


Fakultas MIPA. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Mabel, dkk. 2016. Identifikasi dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat Suku Dani di
Kabupaten Jayawijaya Papua. Jurnal Mipa Unsrat Online 5 (2) 103–
107.

Malangngi LP, Meiske SS, and Jessy JEP, 2012. Penentuan Kandungan Tanin dan
Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji Buah Alpukat
(PerseaamericanaMill.). Jurnal MIPA UNSRAT. Vol 1(1): 5-10.

38
Malangngi, L.P., Meiske, S., Jessy, J.E. Paedong, 2012. Penentuan Kandungan Tanin
dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji Buah Alpukat (Persea
americana Mill.). Jurusan Kimia. Fakultas MIPA. Kampus Unstrat.
Manado.

Saifudin, A. 2014. Senyawa Alam Metabolit Sekunder. Deepublish. Yogyakarta.

Silalahi M, Nisyawati, EB Walujo and J Supriatna. 2015a. Local knowledge of


medicinal plants in sub-ethnic Batak Simalungun of North Sumatra,
Indonesia. Biodiversitas 16(1), 44-54.

Sjabana dan Dripa. 2002. Mengkudu. Jakarta : Salemba Medika. Hal. 2-35

Sukara, E. 2007. Bioprospecting dan Strategi Konsevasinya. Prosiding Seminar


Konservasi tumbuhan usada Bali dan peranannya dalam mendukung
Ekowisata.

WHO (World Health Organization). 2008. Traditional Medicine. WHO. Geneva.

39
Yanti, C. F., & Zainul, R. (2018, December 2). A Review Ba (OH)2 : Transpor Ionik
pada Barium Hidroksida di dalam Air dengan Konsep Termodinamik.
https://doi.org/10.31227/osf.io/f

40

Anda mungkin juga menyukai