Laporan Penelitian
Disusun untuk memenuhi tugas akhir guna mencapai gelar
Sarjana di bidang Ilmu Teknik Kimia
oleh :
Doddy Adrianto (20006200092)
Pembimbing :
Dr. Ir. Tatang H. Soerawidjaja
Johan Utomo, ST.
Nurul Dewanti, ST., MT.
SURAT PERNYATAAN
adalah hasil pekerjaan saya dan seluruh ide, pendapat atau materi dari sumber lain
telah dikutip dengan cara penulisan referensi yang sesuai.
Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan jika pernyataan ini tidak
sesuai dengan kenyataan, maka saya bersedia menanggung sanksi sesuai peraturan
yang berlaku.
Doddy Adrianto
6200092
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan
berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian tepat
pada waktunya.
Penulisan laporan penelitian dan seminar merupakan salah satu
persyaratan dalam kurikulum pendidikan sarjana Teknik Kimia Strata-I Jurusan
Teknik Kimia Universitas Katolik Parahyangan. Laporan penelitian dan seminar
ini disusun berdasarkan kegiatan akademik pada semester ganjil 2003/2004.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Tatang H. Soerawidjaja, selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan, pengarahan, dan penyediaan literature dalam
penyusunan proposal ini,
2. Ibu Nurul dan Pak Johan atas bimbingan yang telah diberikan,
3. Orangtua, untuk cinta kasih serta dukungan moril dan material yang telah
diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan
baik,
4. Herlina yang telah memberikan bantuan dalam menyusun format laporan ini
dan juga memberikan dukungan moril,
5. Seluruh dosen Teknik Kimia Unpar, atas informasi yang bermanfaat dalam
penelitian,
6. Teman-teman jurusan Teknik Kimia, atas dukungan yang diberikan,
7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis berharap proposal ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membaca dan membutuhkannya. Segala kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan proposal penelitian ini sangat diharapkan untuk kemajuan penulis.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
SURAT PERNYATAAN iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR TABEL viii
INTISARI ix
ABSTRACT x
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tema Sentral Masalah 3
1.3 Identifikasi Masalah 3
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
1.6 Premis 4
DAFTAR PUSTAKA 46
DAFTAR GAMBAR
Tabel 1.1 Perbandingan Nilai Gizi Kecipir dan Kedelai (per 100 gram bahan) 2
Tabel 2.1 Multiguna Tumbuhan Kecipir Bagi Kehidupan Makhluk Hidup 11
Tabel 2.2 Hasil Penelusuran Penelitian Zat Penggumpal 17
Tabel 2.3 Hasil Penelusuran Bahan Kimia Penyebab Munculnya
Gumpalan Berlendir 18
Tabel 3.1 Jadwal Tentatif Kegiatan Penelitian 35
Tabel 4.1 Hasil Kalibrasi 37
Tabel 4.2 Hasil Penelitian Utama 42
INTISARI
Tujuan penelitian ini adalah menentukan perlakuan awal yang tepat bagi
biji kecipir dan mendapatkan cara pembuatan susu kecipir yang dapat diolah
menjadi tahu yang berwarna putih tanpa bau langu.
In Indonesia, tofu and tempe are food which liked the most by society.
Both types of this are food which have made from soybean with high vegetation
protein. Soy is crop of sub-tropic climate so that soy less suited for conducting in
Indonesia which owning tropic climate, as a result to fulfill most requirement of
soy, Indonesia import soy from other countries. On that account, require to be
laboured seeking of other raw material as source of protein (substitution of soy)
conducting which can productively in Indonesia.
Target of this research is to determine the correct early treatment to kecipir
seed and get the way of making of milk of kecipir able to be processed to become
tofu which is colour is white and without bed smell.
This research consist of two steps, those are early experiment and main
exoperiment. At early experiment variation which cn be done are variation of
early treatment and making of milk of kecipir. Milk of kecipir which be yielded
later; then coagulated with CaCl2 0.25 M. method making of milk of kecipir taken
best and used for main experiment. Early experiment divided in two section. First
section is the selection of early treatment method for kecipir, while second section
is method making of milk of kecipir. Method of early treatment to select is
method of Adrianto, method of Martin (www.foodpreparation.com), and
modification method of Rockland. Second section of early experiment is selection
method making of milk of kecipir. Method making of milk of kecipir to select is
modification method of Sri Kantha et al.(1983) and modification method S.K.
Sathe, Deshpande, and D. K. Salunkhe.
This research result of first section shows that method of Adrianto and
method of Martin makes the peel of kecipir seeds easy to be removed and yield
tofu which be able to be formed and fried. Result of second section shows that
milk of kecipir yielded from modification method of Sri Kantha has beige colour
of milk and milk of kecipir yielded of modification method S.K. Sathe,
Deshpande and D. K. Salunkhe has white colour.
BAB I
PENDAHULUAN
Meskipun biji kecipir memiliki nilai gizi (kandungan protein, lemak, dan
karbohidrat) yang hampir sama dengan kedelai, tetapi usaha penggantian biji
kedelai oleh biji kecipir mengalami beberapa kendala. Sebagai contoh, pada
pembuatan tempe dengan bahan baku biji kecipir diperoleh tempe dengan tekstur
yang keras dan berbau langu [Anggraini dkk. (1981); Mulyati (1986)]. Pada
pembuatan tahu kecipir dengan prosedur konvensional pembuatan tahu kedelai,
menggunakan aneka zat perendam dan zat pengendap, diperoleh produk akhir
(tahu) yang berlendir, mudah pecah, berbau langu, dan berwarna gelap [Jenni dan
Jessi (2000)]. Candra berhasil membuat tahu yang tidak mudah pecah dan tidak
berlendir, tetapi masih berbau langu dan berwarna gelap (tidak putih seperti tahu
dari kacang kedelai) [Hermawan (2001)].
1.6 Premis
Hasil penelitian Jennie dan Jessie Santosa (2000) menunjukkan bahwa:
1. Pembuatan tahu kecipir dengan metode pembuatan tahu secara konvensional
tidak dapat menghasilkan gumpalan protein kecipir yang bisa dibentuk
menjadi tahu.
2. Jenis koagulan yang terbaik adalah CaCl2.
Hasil penelitian Chandra Hermawan (2001) menunjukkan bahwa:
1. Variasi perlakuan awal yang paling baik adalah metode Martin, sedangkan
metode pembuatan susu kecipir yang paling baik adalah metode Sri Kantha
dkk. (1983).
2. Koagulan yang terbaik adalah CaCl2 dengan konsentrasi 0,05 M.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ordo : Leguminales
Famili : Papilionaceae
Genus : Psophocarpus
Spesies : Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC.
Umur kecipir sekitar satu tahun (annual), kadang-kadang lebih. Tanaman
berbentuk perdu dan merambat dengan lilitan ke kiri. Susunan tubuh dan bentuk
morfologi tanaman kecipir adalah sebagai berikut:
1. Akar (Radix)
Akar tanaman kecipir tumbuh sedalam 30 cm dan menyebar ke semua arah.
Karakteristik akar, seperti akar tanaman kedelai atau kacang-kacangan
lainnya, mampu membentuk bintil-bintil atau nodula-nodula akar, hasil
simbiosis dengan bakteri Rhizobium sp. Bakteri Rhizobium mengikat
nitrogen bebas dari uadara, sehingga unsur nitrogen tersedia dalam bintil
akar. Makin banyak bintil-bintil akar, makin tinggi ketersediaan unsur
nitrogen untuk meningkatkan kesuburan tanah. Tanaman kecipir berumur 4 -
8 bulan biasanya berkemampuan membentuk umbi. Akar-akarnya berubah
bentuk, membesar dan berfungsi menyimpan cadangan makanan. Ukuran
umbi bervariasi: rentang panjang 8 -12 cm dan rentang garis tengah
(diameter) 2 4 cm. Umbi kecipir, disebut kadadangkel (Jawa Barat),
merupakan bahan makanan bergizi tinggi. Di samping itu, umbi tanaman
kecipir dapat dijadikan bahan baku industri gula cair dan perekat. Di
Myanmar, umbi kecipir dipanen pada umur 4 8 bulan dan menghasilkan 4,0
ton umbi basah/hektar.
2. Batang (Caulis)
Batang tanaman kecipir merambat dengan membelit ke kiri, beruas-ruas serta
berbulu. Batangnya berwarna hijau atau hijau kemerah-merahan sampai
kecokelat-cokelatan (lembayung). Apabila ujung batang dipangkas akan bertunas
dan membentuk percabangan. Tempat perambatan batang tanaman kecipir dapat
berupa turus dari bambu atau dari pohon-pohon lainnya. Dalam skala budi daya,
biasanya dibuat turus setinggi 2,5 meter yang saling dihubungkan dengan tali atau
gelagar.
3. Daun (Folium)
Daun kecipir berbentuk seperti ujung tombak, tersusun majemuk ganda tiga
dalam tangkai yang agak panjang. Warna daun muda (pucuk) umumnya hijau
muda, tetapi setelah tua berubah menjadi hijau tua. Tangkai daun melekat
pada buku-buku batang. Sosok tanaman secara keseluruhan tampak rimbun.
Daun kecipir dapat dimanfaatkan sebagai lalap, makanan untuk ternak atau
ikan. Dalam daun kecipir terdapat vitamin A dan protein yang cukup tinggi,
yaitu berkisar antara 5,7 15%.
4. Bunga (Flos)
Bunga kecipir berwarna putih, biru, atau lembayung, berbentuk seperti kupu-
kupu, dan bermekaran pada pagi hari. Kuntum bunga tersusun pada tangkai yang
agak panjang, sehingga tampak menjorok keluar dari habitus tanaman. Bunga
kecipir mempunyai alat kelamin jantan dan betina, sehingga disebut bunga
sempurna (hermafrodit). Bunga kecipir juga mengandung protein dengan kadar
5,6%.
5. Buah (Fructus)
Buah kecipir berbentuk polong persegi empat, panjangnya antara 15 cm- 40
cm, tiap segi bersayap, dan bagian pinggirnya bergerigi. Letak buah
menggantung pada tangkainya. Buah muda berwarna hijau, dan setelah
matang di pohon berubah menjadi cokelat sampai hitam. Ciri khas polong
kecipir adalah bersayap, dan bergerigi, sehingga dinamai Winged Bean
atau kacang bersayap. Tiap polong memiliki biji antara 8 20 butir,
tergantung jenisnya. Buah kecipir ini di Indonesia banyak digunakan dalam
keadaan muda sebagai sayur, karena mengandung protein (1,9 2,9%) dan
kaya akan mineral Ca, Mg, Fe, vitamin B dan vitamin C.
6. Biji (Semen)
Biji kecipir bentuknya bundar dan berukuran kecil. Biji muda berwarna
kuning, dan pada stadium biji tua berubah menjadi cokelat sampai kehitam-
hitaman. Pusat bijinya pendek dan tampak agak menonjol. Biji-biji tua dapat
digunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman secara generatif. Biji kecipir
disebut botor. Biji-biji tua ini juga memiliki kandungan protein yang
terbesar sekitar 32,8%. Biji kecipir juga mengandung banyak protein, lemak,
karbohidrat, dan nutrien lain sehinggga merupakan cadangan makanan bagi
embrionya. Komposisi asam amino biji kecipir hampir sama dengan kedelai,
tapi ada beberapa asam amino dari biji kecipir yang kadarnya lebih banyak
daripada yang dimiliki oleh kedelai, yaitu lisin, fenilalanin, tirosin, dan
leusin. Biji kecipir juga mengandung suatu senyawa yang memberikan bau
yang sangat kuat yaitu bau langu khas kecipir; hal inilah yang membatasi
penggunaan kecipir sebagai bahan makanan. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pengolahan awal terhadap biji kecipir untuk menghilangkan bau langu
tersebut sehingga dapat digunakan sebagai bahan makanan.
a. air rebusan daun kecipir, setelah dingin, dapat digunakan sebagai obat tetes mata
dan telinga. Jika air rebusan tadi ditambah adas pulosari dan sedikit air, lalu
dihaluskan menjadi pasta, dapat digunakan sebagai tapal atau penutup bisul.
b. biji-biji kecipir dapat digunakan sebagai pencampur ramuan jamu godog untuk
3. Obat tradisional
penambah nafsu makan, pencegah masuk angin, mual, pusing, dan anti flu.
a. akar tanaman kecipir mampu menambat nitrogen dari udara dengan cara
Tanaman bersimbiosis antara akar dan bakteri Rhizobium, kemudian membentuk bintil-
4. penyubur tanah bintil akar sebagai sumber nitrogen penyubur tanah.
dan penahan b. batang, akar dan daun dapat digunakan sebagai pupuk hijau
erosi dengan cara dibenamkan ke dalam tanah.
c. tanaman kecipir sebagai vegetasi tanah berfungsi sebagai pengendali erosi.
Tanaman a. tanaman kecipir termasuk suku Papilionaceae yang perturrbuhannya cepat
penutup tanah sebagai penutup tanah
5. dan pembasmi b. tanaman keipir dapat berfungsi sebagai pengendali gulma,
gulma terutama gulma alang-alang.
Kedelai/kecipir kering
Residu Susu
Buih permukaan
Endapan protein
Pencetakan
Pemerasan
Dari Gambar 2.1 terlihat ada beberapa tahap sebelum tahu kedelai dapat
terbentuk, antara lain :
1. Pencucian kacang kedelai
Tujuan dari tahap ini adalah untuk menghilangkan kotoran dan debu
yang terdapat dalam kacang kedelai kering.
2. Perendaman Kacang Kedelai
Tahap ini bertujuan untuk melunakkan struktur sel kacang kedelai dan
untuk meningkatkan laju ekstraksi kacang kedelai.
3. Penggilingan
Pada tahap ini penggilingan dilakukan dengan menggunakan blender.
Proses penggilingan ini merupakan suatu proses ekstraksi. Air yang
digunakan dalam proses penggilingan ini harus air panas karena dapat
menonaktifkan enzim lipoxydase yang memproduksi bau langu. Jika air
yang digunakan terlalu banyak, dapat mengakibatkan perolehan tahu
menjadi kecil dan permukaan tahu menjadi kasar. Sebaliknya jika air
terlalu sedikit, dapat mengakibatkan pemanasan yang berlebihan dan
akan memerlukan energi lebih banyak dalam penggilingan.
4. Pemasakan bubur kedelai
Tahap ini bertujuan antara lain untuk meningkatkan kualitas protein,
meningkatkan rasa susu, dan meningkatkan umur penyimpanan dari tahu.
5. Proses Koagulasi
Proses koagulasi ini antara lain dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain : konsentrasi protein dalam susu kedelai, temperatur koagulasi, dan
temperatur pemasakan bubur kedelai.
Dapat
Tempuhan Larutan Perendam Gumpalan
Dicetak/Tidak
2,6% NaCl, 1,05% Berupa lendir
12 Tidak
NaHCO3, 0,35% Na2CO3 & mudah pecah
Berupa lendir
2% Na5P3O10, 1,5%
13 & tidak mudah Dapat
NaHCO3, 0,5% Na2CO3
pecah
Berupa lendir
2,25% NaCl, 1,25%
14 & tidak mudah Dapat
Na5P3O10, 0,5% Na2CO3
pecah
Berupa lendir
2% NaCl, 1%
15 & tidak mudah Dapat
Na5P3O10, 1% NaHCO3
pecah
2,75% NaHCO3, Berupa lendir,
16 Tidak
1,25% Na2CO3 berukuran kecil &
mudah pecah
Dari semua tempuhan yang dilakukan oleh Jenni dan Jessie Santosa di atas
dapat diketahui bahwa penggunaan metode Rocland sebagai perlakuan awal
menghasilkan gumpalan protein yang kecil. Selain itu juga tahu yang dihasilkan
berlendir, berbau langu, dan berwarna gelap.
Tinjauan/ulasan di atas jelas menunjukkan peneliti Jenni dan Jessie
Santosa belum dapat menghasilkan tahu dari kecipir yang layak untuk dikonsumsi
oleh masyarakat luas. Penelitian yang dilakukan Chandra Hermawan adalah
proses koagulasi protein dari susu kecipir. Proses ini dilakukan dalam dua tahap,
yaitu percobaan pendahuluan dan percobaan utama. Pada percobaan pendahuluan
dilakukan variasi pada tahap perlakuan awal dan pembuatan susu kecipir. Susu
kecipir yang dihasilkan kemudian dikoagulasikan dengan larutan CaCl2 0,25 M.
Metode pembuatan susu kecipir terbaik diambil dan digunakan untuk percobaan
utama. Pada percobaan utama divariasikan jenis-jenis koagulan dan konsentrasi
koagulan yang digunakan.
Variasi terhadap perlakuan awal yang dilakukan oleh peneliti Chandra
Hermawan berdasarkan referensi dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti Anni
yang melakukan penelitian perlakuan awal biji kecipir untuk meningkatkan nilai
pangan biji kecipir. Pada penelitian perlakuan awal ini peneliti Anni melakukan
berbagai variasi perlakuan awal. Ada dua metode penelitian yang dilakukan oleh
peneliti Anni, yaitu perlakuan secara fisik dengan cara perendaman, perebusan,
pemanggangan, dan penggorengan, sedangkan perlakuan secara kimia dilakukan
dengan cara perendaman dan perebusan juga namun ditambah dengan bahan-
bahan kimia. Selain itu diujicobakan metode Quick Cooking yang diusulkan oleh
Rockland dkk. dengan hanya menggunakan satu bahan kimia perendam saja untuk
mengetahui pengaruh masing-masing bahan kimia tersebut terhadap kemudahan
pengelupasan kulit dan bau langu pada biji kecipir. Dari semua perlakuan tunggal
tersebut, dilakukan pula kombinasi-kombinasi perlakuan.
Perlakuan secara fisik, terdiri dari:
1. Perendaman
Variasi yang dilakukan pada perendaman adalah perendaman dengan air yang
diam dan dengan air yang mengalir. Perendaman biji kecipir dalam air yang
mengalir didekati dengan cara mengganti air rendaman sesering mungkin.
Selain itu dilakukan dua variasi lain yaitu perendaman dengan air panas
(pertama kali atau setiap kali air diganti) dan dalam air biasa. Dari variasi
yang dilakukan tersebut yang terbaik adalah perendaman dengan air yang
mengalir karena memberikan aroma dan warna biji kecipir yang lebih yang
lebih muda.
2. Perebusan
Pada perlakuan ini sama sekali tidak dilakukan variasi. Perebusan hanya
dilakukan dengan cara memasukkan biji kecipir ke dalam air yang mendidih
selama satu jam. Hasil yang diperoleh adalah biji kecipir yang diperoleh
mempunyai kemudahan pengelupasan yang lebih baik daripada perlakuan
perendaman.
3. Penggorengan
Perlakuan penggorengan terhadap biji kecipir dilakukan dengan tiga variasi
yaitu penggorengan tanpa dan dengan minyak goreng serta pembenaman
dalam abu panas. Dari variasi yang dilakukan tersebut hasil yang terbaik
adalah penggorengan tanpa minyak karena dapat mengurangi bau langu.
Namun secara garis besar perlakuan penggorengan ini memberikan hasil
kemudahan pengelupasan yang lebih buruk daripada perendaman dengan air
mengalir dan perebusan.
4. Pemanggangan
Perlakuan pemanggangan dilakukan dengan menggunakan oven pada
temperatur 180oC selama 30 menit. Kondisi operasi yang dipilih didasarkan
pada kondisi yang digunakan pada pemanggangan kue. Hasil yang diperoleh
adalah biji kecipir memberikan aroma yang sangat baik, yaitu aroma kacang
dan bau langunya dapt dikatakan hilang.
Di samping perlakuan tunggal tersebut di atas, dilakukan pula kombinasi
perlakuan fisik dengan cara melanjutkan perlakuan fisik yang satu dengan
perlakuan fisik yang lain, misalnya perebusan yang dilanjutkan dengan
pemanggangan, dan sebagainya. Variasi kombinasi perlakuan fisik yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
Perendaman dengan air mengalir biasa + perebusan
Perendaman dengan air mengalir biasa + penggorengan tanpa minyak
Perendaman dengan air mengalir biasa + pemanggangan
Perebusan + pemanggangan
Perebusan + penggorengan tanpa minyak
Perendaman air mengalir biasa + perebusan + penggorengan tanpa
minyak
Perendaman air mengalir biasa + perebusan + pemanggangan
Dari semua vaiasi kombinasi di atas yang memberikan hasil terbaik adalah
perendaman dengan air mengalir biasa + perebusan karena memberikan aroma
dan kemudahan pengelupasan yang paling baik.
Perlakuan kimia yang dilakukan Anni adalah:
1. Perendaman
Perlakuan perendaman ini dilakukan tanpa variasi waktu, berdasar anggapan
bahwa perendaman selama satu malam adalah hal yang wajar. Bahan-bahan
kimia yang diuji-cobakan adalah Na2SO3, NaOH, H2O2, dan H2SO4 dengan
konsentrasi larutan 1% berat. Perbandingan air dan biji kecipir pada
perendaman ini adalah 2,5 liter per satu kilogram biji kecipir. Hasil yang
diperoleh, dinilai dari segi kemudahan pengelupasan, menunjukkan bahwa
perlakuan perendaman dengan menggunakan bahan-bahan kimia yang
berbeda-beda tersebut tidak memberikan perbedaan hasil yang signifikan.
Namun bila dinilai berdasar aroma yang dihasilkan, perendaman dengan
H2SO4 memberikan aroma yang paling baik; bau langu dapat dikatakan sudah
hilang, sekalipun tidak beraroma sedap seperti pada aroma yang dihasilkan
dari perlakuan pemanggangan.
2. Perebusan
Pada perlakuan ini, air yang digunakan dibubuhi bahan-bahan kimia yang
diuji-cobakan, yaitu natrium klorida (NaCl), natrium tripolifosfat (Na5P3O10),
natrium bikarbonat (NaHCO3), natrium karbonat (Na2CO3) dan cuka
(CH3COOH) sebanyak 10 20 gram per satu kilogram kecipir. Perebusan ini
dilakukan selama satu jam. Dari hasil yang diperoleh tersimpulkan bahwa
perebusan dengan baking soda (NaHCO3) memberikan kemudahan
pengelupasan dan aroma yang lebih baik daripada garam-garam lain.
Selain perlakuan kimia tunggal juga dilakukan kombinasi 2 perlakuan
kimia tunggal terbaik. Hasil terbaik dari perendaman adalah perendaman dengan
H2SO4 sedangkan perebusan yang terbaik adalah perebusan dengan menggunakan
baking soda NaHCO3. Dari hasil terbaik perlakuan kimia tunggal tersebut, maka
variasi kombinasi perlakuan kimia yang dapat dilakukan adalah perendaman
dengan H2SO4 + perebusan dengan NaHCO3.
Pada penelitian ini, peneliti Anni melakukan variasi-variasi perlakuan
kimia tidak terbatas pada dua variasi di atas. Perlakuan kimia yang menampakkan
hasil yang kurang baik juga dilanjutkan dengan kombinasi perlakuan kimia. Hal
ini dilakukan untuk mengamati apakah perlakuan kimia selanjutnya dapat
mereduksi hasil perlakuan kimia sebelumnya. Sebagai contoh perendaman dengan
NaOH + perebusan dengan NaHCO3, perendaman dengan H2SO4 + perebusan
dengan NaCl dan sebagainya. Hasil yang terbaik dari kombinsi perlakuan kimia
adalah perendaman dengan H2SO4 + perebusan dengan NaHCO3 karena
memberikan aroma dan kemudahan pengelupasan yang paling baik.
Selain perlakuan fisik dan kimia juga dilakukan gabungan perlakuan fisik
dan kimia. Perlakuan ini tidak terbatas hanya pada perlakuan fisik saja sebagai
perlakuan awal. Gabungan perlakuan fisik-kimia ini dapat berupa perlakuan fisik
yang kemudian dilanjutkan dengan perlakuan kimia maupun perlakuan kimia
kemudian dilanjutkan dengan perlakuan fisik. Variasi-variasi yang dilakukan pada
gabungan perlakuan fisik-kimia ini antara lain:
Perendaman air mengalir biasa + perebusan dengan NaCl
Perendaman air mengalir biasa + perebusan dengan Na2CO3
Perendaman air mengalir biasa + perebusan dengan Na5P3O10
Perendaman air mengalir biasa + perebusan dengan NaHCO3
Perebusan + perebusan dengan NaCl
Perebusan + perebusan dengan Na2CO3
Perebusan + perebusan dengan Na5P3O10
Perebusan + perebusan dengan NaHCO3
Perendaman dengan H2O2 + perebusan
Perendaman dengan H2SO4 + perebusan
Namun pada penelitian yang dilakukan oleh Anni, perlakuan yang dipilih tidak
terbatas hanya pada sepuluh alternatif di atas. Perlakuan fisik ataupun kimia
tunggal yang tidak memberikan hasil pengelupasan kulit dan aroma yang baik
juga divariasikan dalam gabungan perlakuan fisik-kimia ini, misalnya perendaman
dengan air mengalir biasa yang dilanjutkan dengan perebusan dengan NaCl. Hasil
terbaik yang diperoleh dari gabungan perlakuan fisik-kimia ini adalah perebusan
dengan air berbubuhan NaCO3. Penggunaan baking soda ini menjadikan biji
kecipir lebih mudah dikelupas.
Anni juga melakukan uji-coba terhadap metode quick cooking. Prosedur
metode quick cooking ini dilakukan dengan 2 cara yaitu prosedur asli dan variasi
dengan hanya menggunakan satu garam perendam saja. Prosedur metode quick
cooking biasa, yaitu dengan merendam biji kecipir, yang telah direbus selama dua
menit, di dalam larutan yang mengandung 2% natrium klorida, 1% natrium
tripolifosfat, 0,75% natrium bikarbonat, dan 0,25% natrium karbonat dalam
temperatur kamar selama 24 jam. Pada penelitian ini juga dilakukan variasi
komposisi bahan-bahan kimia yang digunakan (NaCl, NaHCO3, Na2CO3,
Na5P3O10) guna mengetahui seberapa jauh pengaruh bahan-bahan kimia tersebut
terhadap upaya pengelupasan kulit biji kecipir. Jumlah komposisi bahan-bahan
kimia tersebut tidak diubah, yaitu sebesar 4%. Perendaman dilakukan dengan
hanya menggunakan satu jenis bahan kimia saja dengan konsentrasi 4%.
Dari hasil penelitian Anni dapay disimpulkan bahwa biji kecipir yang
diolah dengan metode quick cooking menggunakan prosedur asli memberikan
hasil yang paling baik daripada perlakuan-perlakuan lainnya (perlakuan fisik,
kimia, kombinasi perlakuan fisik-kimia, dan metode quick cooking variasi). Kulit
biji kecipir yang dihasilkan dengan metode ini dapat dengan mudah dilepas karena
menghasilkan lendir. Selain itu juga penggunaan larutan H2SO4 dapat
menghilangkan bau langu dari kacang kecipir.
Merujuk pada hasil penelitian Anni maka Chandra Hermawan melakukan
seleksi tahap perlakuan awal pengolahan biji kecipir hanya pada metode quick
cooking sesuai prosedur yang diusulkan oleh Rockland dan metode Martin
(www.foodpreparation.com). Selanjutnya, pada pembuatan susu kecipir dilakukan
seleksi terhadap metode yang biasa dipakai dalam pembuatan tahu kedelai pada
umumnya dan metode yang diusulkan oleh Sri Kantha dkk. (1983).
Berdasarkan hasil dari percobaan pendahuluan, diperoleh bahwa perlakuan
awal dengan metode Martin mempermudah pengelupasan kulit kecipir dan
menghasilkan tahu yang tidak berlendir, sedangkan metode quick cooking juga
dapat mempermudah pengelupasan kulit kecipir bahkan lebih mudah
dibandingkan metode Martin. Sekalipun demikian, metode quick cooking
memiliki beberapa kekurangan: warna dari kecipir dan bubuk kecipir yang
dihasilkan lebih gelap dibandingkan metode Martin. Hal ini terjadi karena pada
metode quick cooking, biji-biji kecipir dengan ukuran yang relatif kecil tidak
dapat dikupas, sementara pada metode Martin dapat dikupas. Kendala lain adalah
endapan yang dihasilkan dari metode quick cooking cenderung membentuk suatu
emulsi padat seperti agar dan ketika digoreng tidak dapat kering. Pada proses
pembuatan susu kecipir, metode Sri Kantha menghasilkan susu kecipir yang dapat
dikoagulasikan baik dan dapat dicetak sedangkan pada metode pembuatan tahu
kedelai pada umumnya menghasilkan susu kecipir yang memberikan hasil
koagulasi yang kurang baik di mana partikel yang terbentuk sangat kecil.
Berdasarkan hasil dari seluruh percobaan pendahuluan maka peneliti
Chandra Hermawan memilih metode Martin untuk perlakuan awal dan metode Sri
Kantha untuk pembuatan susu kecipir.
Percobaan utama dilakukan untuk mengetahui jenis koagulan dan
konsentrasi terbaik dalam pembuatan tahu dari susu kecipir dengan metode Sri
Kantha dan perlakuan awal dengan metode Martin. Tahap-tahap yang dilakukan
adalah :
1. Perlakuan awal biji kecipir
2. Pembuatan bubur kecipir
3. pembuatan susu kecipir
4. Koagulasi protein dan Aging
5. Pencetakan
6. Pendinginan dalam lemari es
7. Penggorengan
Pada percobaan utama divariasikan koagulan dan konsentrasi
pembubuhannya. Koagulan yang digunakan adalah CH3COOH, CaSO4, CaCl2,
Ca(CH3COO)2, MgSO4, dan MgCl2. variasi konsentrasi yang digunakan adalah
0,02M, 0,03M, dan 0,04 M. Dari hasil percobaan diperoleh bahwa koagulan yang
terbaik adalah CaCl2. Untuk mempelajari pengaruh konsentrasi maka Chandra
Hermawan menggunakan koagulan terbaik yaitu CaCl2 yang diperbesar
konsentrasinya.
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa perlakuan awal dngan
metode Martin lebih baik daripada metode Rockland karena tahu yang dihasilkan
metode Martin walaupun masih berbau langu tapi dapat dibentuk, sedangkan
dengan metode rocklan tidak dapat dibentuk menjadi tahu sama sekali. Koagulan
yang terbaik adalah koagulan CaCl2 dengan konsentrasi 0,25 M.
Meskipun tahu dari kecipir yang dihasilkan dari penelitian-penelitian
Chandra Hermawan dan Anni maupun Jenni dan Jessie Santosa belum sebaik tahu
dari kedelai, namun penelitian tersebut telah memberikan banyak informasi
mengenai proses koagulasi protein dari susu kecipir yang dapat digunakan oleh
peneliti selanjutnya sebagai bahan referensi untuk menghasilkan tahu dari kecipir
yang lebih baik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jenni dan Jessie Santosa serta
Chandra Hermawan, maka penelitian yang akan dilakukan saat ini adalah
memvariasikan perlakuan awal dan metode pembuatan susu kecipir. Metode
perlakuan awal yang akan diseleksi adalah metode yang diusulkan oleh peneliti
Anni dengan menggunakan larutan 1% H2SO4 dan metode Martin. Peneliti Anni
mengusulkan penggunaan larutan 1% H2SO4 karena H2SO4 merupakan larutan
yang dapat menghilangkan warna gelap dan bau langu dari kecipir karena warna
gelap dari kecipir bersifat volatile dalam larutan H2SO4. Metode pembuatan susu
kecipir yang akan diseleksi adalah metode yang diusulkan oleh Sri Kantha
dkk.(1983) dan metode yang diusulkan oleh S. K. Sathe, Deshpande dan D. K.
Salunkhe.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Seperti telah dibahas dalam Bab II, biji kecipir memiliki kadar protein
tinggi seperti kedelai serta memiliki banyak kegunaan bagi kehidupan makhluk
hidup dan lingkungan, misalnya untuk obat tradisional, tanaman penyubur tanah
dan penahan erosi, dan sebagainya, sehingga berpotensi menjadi sumber protein
pengganti atau pensubsitusi kacang kedelai. Namun kecipir memiliki banyak
kekurangan dibandingkan dengan kacang kedelai seperti warna yang gelap dan
bau yang langu, sehingga menghambat pendayagunaan kecipir sebagai bahan
makanan.
Penelitian ini dilakukan berdasarkan referensi atau masukan dari para peneliti
pendahulu yang telah melakukan penelitian pembuatan tahu dari kecipir, sehingga
pada penelitian ini diharapkan dapat diperoleh kualitas tahu yang lebih baik dan
dapat diproduksi dalam skala komersial agar tahu dari kecipir dapat dikonsumsi
oleh masyarakat luas.
Berdasarkan masukan dari para peneliti sebelumnya maka penelitian ini
difokuskan pada upaya untuk mendapatkan tahu kecipir dengan kualitas dan
tekstur aroma yang lebih baik. Pada tahap-tahap awal penelitian dilakukan upaya
kalibrasi kemampuan peneliti dalam membuat tahu kedelai.Variasi pada
percobaan yang dilakukan adalah pada perlakuan awal dan metode pembuatan
susu kecipir. Dari variasi percobaan perlakuan awal variabel yang akan diamati
adalah kemudahan pengelupasan kulit kecipir dan penghilangan bau langu dari
kecipir, sedangkan dari variasi metode pembuatan susu kecipir yang akan diamati
adalah perolehan susu kecipir yang dapat dibentuk menjadi tahu kecipir yang
berwarna putih dan tidak berbau langu.
3.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua macam bahan,
yaitu bahan utama dan bahan penunjang. Bahan utama yang digunakan adalah biji
kecipir yang sudah tua dan berwarna gelap. Biji kecipir yang digunakan diperoleh
dari Pasar Bringarjo, Yogyakarta.
Biji kecipir yang sudah tua ini kemudian diberikan perlakuan pendahuluan
hingga terbentuk susu kecipir, sedangkan bahan penunjang yang dipakai adalah
natrium klorida (NaCl), natrium bikarbonat (NaHCO3), natrium tripolifosfat
(Na5P3O10), natrium karbonat (Na2CO3), asam sulfat (H2SO4), cuka (CH3COOH),
kalsium klorida (CaCl2), natrium hidroksida (NaOH). Bahan-bahan penunjang
yang berupa bahan kimia dapat diperoleh dari toko bahan-bahan kimia.
3.2 Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah :
1. Baskom untuk perendaman
2. alat penggiling / wearing blendor
3. wajan atau panci perebusan
4. kompor gas untuk melakukan perebusan
5. kain penyaring
6. gelas kimia 250 ml untuk koagulasi
7. batu dari semen
Penimbangan kacang
Pencucian
Perendaman dalam
1 % H2SO4
(selama 12 jam)
Perendaman
dua menit dalam air
mendidih
Pembilasan dengan
Air bersih
Pemasakan
15-20 menit dalam
air mendidih
Pengupasan kulit
Residu (dibuang)
Campuran supernatan
Pencetakan
Penggorengan
Bandingkan
Penimbangan kacang
Pencucian
Perendaman dalam
1% H2SO4 (selama 12 jam)
Perebusan dengan
1% NaHCO3 (selama 3 menit)
Pengupasan kulit
Penggilingan dengan
penambahan air mendidih
sedikit demi sedikit hingga Ditambah 0.2% air (biji kecipir : air = 1 : 5 w/v)
air : kacang = 2,5: 1 (3 menit) campur dalam sebuah wearing blendor sampai
jadi suspensi yang halus (pH=10) dan ekstrak
selama 16 jam pada 21oC dengan dikocok
kadang-kadang lalu dipisahkan pada 4oC selama
30 menit pada 10000X g
Perebusan bubur kecipir
selama 7 menit
Residu
Residu (dibuang)
Campuran supernatan
Pencetakan
Penggorengan
Bandingkan
Metode Martin
Penambahan larutan 1% NaHCO3
rasio kacang : larutan = 1 : 5
Perebusan, mendidih
selama 3 menit
Penyaringan
penyaringan
Pengupasan kulit
Penggilingan dengan penambahan Ditambah 0.2% air (biji kecipir : air = 1 : 5 w/v)
air mendidih sedikit demi sedikit campur dalam sebuah wearing blendor sampai
hingga air : kacang = 2,5 : 1 (3 jadi suspensi yang halus (pH=10) dan ekstrak
i) selama 16 jam pada 21oC dengan dikocok
kadang-kadang lalu dipisahkan pada 4oC selama
30 menit pada 10000X g
Perebusan bubur kecipir
selama 7 menit
Residu
Penyaringan
Residu (dibuang)
Campuran supernatan
Pencetakan
Penggorengan
Bandingkan
Pada bab ini akan diuraikan hasil yang didapat dari penelitian yang telah
dilakukan beserta pembahasannya. Sebelum pelaksanaan percobaan utama,
dilakukan upaya kalibrasi pembuatan tahu dari kedelai sebanyak 2 kali dengan
menggunakan koagulan CH3COOH 5% v/v. Tahu kedelai yang diperoleh
memiliki tekstur seperti tahu yang terdapat di pasaran, dapat dibentuk dan
digoreng, serta memiliki rasa yang enak.
Setelah pembuatan tahu kedelai diyakini dapat dikuasai/dipraktekkan,
dilakukan upaya kalibrasi pembuatan tahu dari kecipir sebanyak 6 kali. Koagulan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah CaCl2, Jenis koagulan terbaik yang
disarankan oleh peneliti terdahulu (Jeni dan Jessie Santosa serta Chandra
Hermawan). Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa koagulan CaCl2
menghasilkan gumpalan protein yang paling besar bila dibandingkan dengan
koagulan lainnya. Tempuhan pertama hingga tempuhan kelima dari percobaan
pembuatan tahu kecipir ini tidak menghasilkan gumpalan protein yang dapat
dicetak menjadi tahu. Baru pada tempuhan keenam dihasilkan gumpalan protein
yang dapat dicetak. Rincian variasi tempuhan yang dilakukan pada upaya kalibrasi
pertama hingga keenam disajikan pada Tabel 4.1. Seluruh tempuhan
menggunakan metode perlakuan awal Martin, kecuali pada tempuhan 2
menggunakan metode Adrianto sedangkan untuk pembuatan susu kecipir
mengunakan metode Sri Kantha.
Tabel 4.1 Hasil Kalibrasi
Upaya Jenis Konsentrasi Pemanasan Pemanasan Kondisi Gelasi Hasil
o
Kalibrasi Koagulan Koagulan Koagulan Susu (T= 83 C)
1 CaCl2 0,25 M tidak tidak tidak tidak dapat dicetak menjadi tahu
2 CH3COOH 5 % v/v tidak tidak tidak tidak dapat dicetak menjadi tahu
3 CaCl2 0,25 M tidak ya tidak tidak dapat dicetak menjadi tahu
4 CaCl2 0,25 M ya tidak tidak tidak dapat dicetak menjadi tahu
5 CaCl2 0,25 M ya ya tidak tidak dapat dicetak menjadi tahu
6 CaCl2 0,25 M ya ya ya dapat dicetak menjadi tahu
Perlu dicatat bahwa sekalipun pada tempuhan keenam dapat diperoleh tahu,
pengamatan menunjukkan bahwa tahu tersebut masih memiliki tekstur yang amat
lunak dan hancur jika digoreng. Namun demikian, berdasar hasil ini maka
konsentrasi dan jenis koagulan yang dipakai pada pengendapan tahu dari susu
kecipir yang dibuat pada percobaan-percobaan utama penelitian ini adalah 0,25 M
CaCl2.
Pada percobaan utama dilakukan variasi-variasi sebagai berikut :
1. Metode Perlakuan Awal
Pada perlakuan awal ini digunakan larutan NaHCO3 dan H2SO4
untuk merendam biji kecipir kering. Setelah dilakukan perendaman dan
perebusan, kacang kecipir tersebut dikupas. Selanjutnya kacang kecipir
tersebut ditaruh dalam nampan dan dikeringkan menggunakan kipas angin.
Hal ini dilakukan karena ketika percobaan dilakukan dengan
menggunakan kacang kecipir yang masih basah (langsung setelah
perlakuan awal), gumpalan protein yang terbentuk kecil dan tidak dapat
dicetak menjadi tahu. Selain itu susu kecipir yang dihasilkan menghasilkan
bau yang relatif lebih menyengat. Bau ini diduga kuat karena kacang
dibiarkan dalam keadaan lembab, sehingga terjadi reaksi yang
menghasilkan bau.
Berdasarkan hasil percobaan dengan menggunakan modifikasi
metode Rockland tahu yang dihasilkan belum memiliki kualitas yang baik
(hal ini akan dijelaskan pada sub bab pencetakan tahu). Di lain pihak,
penerapan perlakuan awal metode Martin dan satu metode baru
(selanjutnya akan disebut metode Adrianto) mempermudah pengupasan
kulit kecipir, dapat menghilangkan bau langu dari biji kecipir, serta dapat
menghasilkan tahu dengan kualitas yang baik. Berikut ini disajikan tampak
visual kecipir bahan percobaan pada akhir berbagai tahap perlakuan
dengan metode Adrianto dan metode Martin.
a b c d e
Gambar 4.1 Tahapan Metode Adrianto
a. hasil perendaman dalam 1% H2SO4 c. perendaman dalam 4%NaHCO3
b. hasil perebusan dalam 1% NaHCO3 d. perebusan dalam air mendidih
e. kacang hasil pengupasan
a b c d
Gambar 4.2 Tahapan Metode Martin
a. penambahan 1% NaHCO3
b. perendaman dalam 1% NaHCO3 bekas perebusan
c. perebusan kacang dalam air bersih
d. kacang hasil pengupasan
a b
Gambar 4.3 Perbandingan Warna Susu Kecipir yang Diperoleh Dengan Metode Modifikasi Sri
Kantha(a) dan Metode SDS(b)
Proses gelasi protein yang terdapat dalam susu kecipir dilakukan dengan
temperatur gelasi 83oC. Temperatur gelasi ini berbeda dengan temperatur yang
digunakan oleh peneliti Chandra Hermawan (temperatur gelasi 70oC). Strategi
meningkatkan temperatur gelasi diperoleh berdasarkan salah satu cara yang
diusulkan oleh Aoyagi dkk(1979). Mereka menyatakan bahwa dengan
meningkatkan temperatur antara 100-110oC, kekakuan (firmness) tahu dapat
meningkat. Volume koagulan CaCl2 0,25 M yang digunakan berkisar 150-200 ml
setiap 450-500 ml susu kecipir. Penetesan larutan koagulan CaCl2 0,25 M
dilakukan dengan cepat dan indikasi penghentian proses penetesan ini adalah jika
tidak terbentuk lagi gumpalan protein. Berdasarkan hasil percobaan, pH akhir
setelah proses gelasi adalah kurang dari 6 dan gumpalan protein yang diperoleh
besar serta dapat dicetak dengan baik (ini disajikan pada Gambar 4.4).
Tekstur
Warna Luar
Spesifikasi pH susu
susu Licin Seperti
Tempuhan kecipir Dalam
kecipir Basah Tahu Warna
Umumnya
sedikit
Metode 1-1 krem 6.5 ya tidak coklat agak padat
sedikit
Metode 1-2 krem 6.5 sedikit basah ya coklat padat
sedikit
Metode 1-3 krem 6.5 sedikit basah ya coklat padat
Metode 2-1 putih 6.5 sedikit basah ya putih padat
Metode 2-2 putih 6.5 sedikit basah ya putih padat
Metode 2-3 (tidak
dilakukan) - - - - - -
Perolehan
Berat Biji Berat (%)
Spesifikasi Cara
Rasa Aroma Tahu Kecipir Tahu Terhadap
Tempuhan Penggorengan
Basah (g) (g) Biji Kecipir
Metode perlakuan awal metode Martin dan metode Adrianto dapat digoreng
sampai kering tanpa menggunakan tepung, tekstur bagian dalam tahu
tersebut padat, memiliki rasa tahu yang enak dan tahu tersebut sudah tidak
berbau langu. Berikut ini disajikan gambar tahu yang sudah dicetak dan
digoreng :
5.1 Kesimpulan
Meskipun tahu kecipir yang dihasilkan masih belum sebaik tahu kedelai,
penelitian ini telah menghasilkan banyak informasi mengenai pembuatan tahu dari
kecipir. Informasi-informasi tersebut dapat diikhtisarkan menjadi beberapa
kesimpulan berikut:
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan upaya pengupasan kulit kecipir yang lebih efektif dalam
jumlah yang banyak dan skala yang lebih besar.
2. Metode SDS dapat menghasilkan susu kecipir yang berwarna putih, tapi tahu
yang dihasilkan berbau langu. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelusuran
yang lebih lanjut mengenai cara menghilangkan bau langu tersebut.
DAFTAR PUSTAKA