Laporan Penelitian
Disusun untuk memenuhi tugas akhir guna mencapai gelar
sarjana di bidang Ilmu Teknik Kimia
oleh :
Fandi Wibowo (2000620078)
Pembimbing :
Dr. Danu Ariono, ir.
Tony Handoko, ST.
i
LEMBAR PENGESAHAN
Catatan / Komentar:
ii
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Katolik Parahyangan Bandung
SURAT PERNYATAAN
Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan jika pernyataan ini tidak
sesuai dengan kenyataan, maka saya bersedia menanggung sanksi sesuai peraturan
yang berlaku.
Fandi Wibowo
(6200078)
KATA PENGANTAR
iii
Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang,
penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena
atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan laporan penelitian ini dapat
diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Laporan penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan yang
harus dipenuhi dalam kurikulum pendidikan sarjana Teknik Kimia Strata-I
Jurusan Teknik Kimia Universitas Katolik Parahyangan.
Laporan ini disusun berdasarkan studi pustaka dan bimbingan. Adapun
literatur yang digunakan meliputi jurnal penelitian, laporan hasil penelitian, dan
buku referensi.
Dalam penulisan laporan proposal penelitian ini, penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Dr. Danu Ariono, ir. selaku pembimbing utama yang telah banyak meluangkan
waktu dan tenaga untuk memberikan bimbingan dan membantu dalam
penyusunan laporan penelitian ini.
2. Tony Handoko, ST. selaku ko pembimbing yang banyak membantu dalam
memberikan keterangan dan pendapat dalam penyusunan laporan penelitian
ini.
3. Papa dan Mama tercinta atas segala cinta, doa, kasih sayang, perhatian,
dorongan moral, dan material yang selalu diberikan.
4. Untuk kakak dan adik tercinta, Cong, Widya, dan Mimi yang selalu
mendukung dan memberikan doa dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.
5. Tong, John, Wiwin, Edison, Roy, Dani, Wira, Edo, Hao, Wawa, dan Hau
sebagai teman satu kost yang menemani hari-hariku di Bandung, terima kasih
atas kebersamaannya.
6. Teman-teman angkatan 2000 kelas A, B, dan C yang memberikan
persahabatan dan kenangan yang berarti selama perkuliahan di TK Unpar.
iv
7. Sahabat karibku di P. Siantar, Ciek, Chiok, Siong, Dewi, Helen, Yuni, Ce
Siong, Atek, Tek huat, Venly, Sinta, dan Sherly, terima kasih atas waktu dan
kebersamaannya serta dukungan dalam pembuatan laporan penelitian ini.
8. Staff perpustakaan Universitas Katolik Parahyangan Bandung, Institut
Teknologi Bandung, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Bandung
Sebagai akhir kata, penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan
penelitian ini ini tidaklah sempurna adanya. Oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun sehingga dapat menyempurnakan laporan
penelitian ini.
Penulis sangat berharap agar laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pembaca sekalian.
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR TABEL xi
INTISARI xii
ABSTRACT xiii
Bab I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tema Sentral Masalah 3
1.3 Identifikasi Masalah 3
1.4 Premis 3
1.5 Hipotesis 4
1.6 Tujuan Penelitian 4
1.7 Manfaat Penelitian 5
vii
3.4 Percobaan Utama 49
3.4.1 Permurnian Minyak Jarak 50
3.4.1.1 Degumming 50
3.4.1.2 Netralisasi 50
3.4.1.3 Pemucatan 51
3.5 Uji Minyak Jarak 51
3.6 Lokasi dan Jadwal Kerja 51
DAFTAR PUSTAKA 66
LAMPIRAN A PROSEDUR KERJA 69
A.1 Degumming 69
A.2 Netralisasi 70
A.3 Pemucatan 71
viii
A.3.1 Pemucatan dengan Karbon Aktif 71
A.3.2 Pemucatan dengan Larutan Peroksida 71
LAMPIRAN B UJI MINYAK JARAK 72
B.1 Kandungan FFA (Asam Lemak Bebas) 72
B.2 Bilangan Asam (Acid Value) 72
B.3 Warna Gardner 73
LAMPIRAN C DATA DAN HASIL PERCOBAAN 74
C.1 Percobaan Pendahuluan 74
C.2 Percobaan Utama 74
C.2.1 Tahap Degumming 74
C.2.2 Tahap Netralisasi 74
C.2.3 Tahap Bleaching 75
C.2.3.1 Bleaching dengan Karbon Aktif 75
C.2.3.2 Bleaching dengan Hidrogen Peroksida 76
C.3 Contoh Perhitungan 77
C.3.1 Penentuan Kandungan FFA 77
C.3.2 Penentuan Bilangan Asam 77
LAMPIRAN D DOKUMENTASI 78
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR TABEL
xi
INTISARI
xii
ABSTRACT
Along with the increase of the worlds population, the demand of vegetable
oil, is becoming higher and higher. One of vegetable oil which is important in this
time is castor oil. Castor oil obtained from crop seed of Ricinus communis. The
industrial uses of castor oil are many and varied. The oil and its derivates are used in
the production of paints, varnishes, cosmetic, pharmaceuticals, textile and others.
The objectives of this research is to study the effect of concentration of
Na2CO3, amount of active carbon, and concentration of peroxide solution, and also
compare process of bleaching with carbon active and process of bleaching with
chemicals, peroxide solution, to castor oil qualify and specifications.
The method used to obtain castor oil no.1 is with purification process. Castor
oil purification overwhelm de-gumming, neutralization, and bleaching. Castor oil
purification use sodium carbonate (0.05 M, 0.15 M, dan 0.25 M), activated carbon
(0.5 %, 1 %, dan 1.5 %-wt), and hydrogen peroxide solution (20 %, 30 %, dan 40 %).
Result of research indicate that purification process with Na2CO3 0,25 M;
with ratio of oil volume and of Na2CO3 = 1:0,1; and concentration of hydrogen
peroxide 30 % and 40 %, have produced castor oil no.1. Bleaching process with
hydrogen peroxide is better than bleaching with active carbon.
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Sedangkan negara pengekspor biji jarak terbesar adalah China, Paraguay, dan
Philipina (Sujatmaka, 1992).
Minyak jarak digunakan antara lain untuk industri farmasi, minyak pelumas,
minyak cat, industri pestisida, tinta cetak, plastik, sabun, kosmetik, vernish, parfum,
kertas, tekstil, dan lain sebagainya. Walaupun minyak jarak mempunyai banyak
kegunaan, pengelolaannya belum mengalami perkembangan yang berarti. Hal ini
terlihat dari sedikitnya pabrik yang mengelola minyak jarak dan produksi minyak
jarak di Indonesia masih belum memadai. Hal ini diakibatkan oleh belum
dibudidayakannya tanaman jarak secara luas dibandingkan dengan tanaman pangan
seperti palawija, kedelai, kacang hijau, atau jagung. Pabrik minyak jarak yang ada di
Indonesia, yaitu PT Kimia Farma, PT Indonusa Algaemas, dan PT Biji Seawi Indah
(Warta Pertanian, 1996). Disamping untuk penggunaan dalam negeri, biji jarak juga
diekspor terutama ke Jepang, Taiwan, dan Singapura sehingga jumlah biji jarak yang
dipasok ke pabrik minyak jarak yang ada di Indonesia menjadi berkurang.
Minyak jarak dapat diperoleh dari biji jarak dengan cara ekstraksi, yaitu
dengan rendering (dry rendering dan wet rendering), pengepresan secara mekanis
(pressing), dan ekstraksi menggunakan pelarut (solvent extraction). Penggunaan
ketiga cara pengolahan ini tergantung dari sifat alami minyak dan hasil akhir yang
diinginkan. Ekstraksi dengan pressing menghasilkan minyak jarak dengan mutu
nomor satu, sedangkan solvent extraction menghasilkan minyak jarak dengan mutu
nomor tiga (Othmer, 1993). Kegunaan minyak jarak dengan mutu nomor satu lebih
banyak daripada mutu nomor tiga, oleh karena itu dicari cara untuk mendapatkan
minyak jarak dengan mutu nomor satu dengan proses pemurnian lebih lanjut.
Ditinjau dari segi ekonomi, ekstraksi menggunakan pelarut lebih ekonomis
dibandingkan ekstraksi dengan pressing. Ekstraksi secara pressing membutuhkan
energi dan biaya yang cukup besar serta cukup sulit dilakukan, sehingga ekstraksi
dengan cara ini tidak ekonomis. Ekstraksi menggunakan pelarut lebih ekonomis
karena pelarut yang telah digunakan dapat digunakan kembali.
2
Untuk memperoleh minyak yang bermutu baik, minyak jarak kasar harus
dimurnikan terlebih dahulu. Tujuan utama dari proses pemurnian minyak adalah
menghilangkan kotoran, rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik,
dan memperpanjang masa penyimpanan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan
sebagai bahan mentah dalam industri. Pada umumnya minyak dimurnikan melalui
beberapa tahap proses, yaitu degumming, netralisasi, bleaching, dan deodorisasi
(Ketaren, 1986).
1.4 Premis
Premis-premis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Tekanan dalam proses pemurnian (netralisasi dengan Na2CO3) dilakukan pada
tekanan lebih rendah dari 1 atm (Ketaren, 1986),
2. Tekanan dalam proses pemurnian (netralisasi dengan Na2CO3) dapat juga
dilakukan pada tekanan ruang (Hardi dan Indah, 2002),
3
3. Netralisasi minyak menggunakan natrium karbonat (Na2CO3) dilakukan di bawah
suhu 50 oC (Ketaren, 1986),
4. Konsentrasi Na2CO3 dalam proses pemurnian minyak sebesar 0,15 M (Ketaren,
1986),
5. Jumlah karbon aktif dalam proses pemurnian minyak sebesar 0,5 1 % berat
(Othmer, 1993),
6. Karbon aktif yang digunakan dalam proses pemucatan minyak adalah berbentuk
granular (Othmer, 1993),
7. Konsentrasi hidrogen peroksida yang digunakan biasanya 30 40 % pada proses
pemucatan dengan bahan kimia (Ketaren, 1986).
1.5 Hipotesis
Dari premis-premis tersebut diatas maka dapat diambil suatu hipotesis sebagai
berikut :
1. Konsentrasi Na2CO3 dalam proses pemurnian minyak sebesar 0,05 M, 0,15 M,
dan 0,25 M,
2. Jumlah karbon aktif dalam proses pemurnian minyak sebesar 0,5, 1, dan 1,5 %
berat,
3. Konsentrasi hidrogen peroksida dalam proses pemurnian minyak sebesar 20, 30,
dan 40 %.
4
4. Membandingkan proses bleaching dengan absorben (karbon aktif) dan proses
bleaching menggunakan bahan kimia (hidrogen peroksida).
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
jarak berbentuk tandan, terletak di ujung cabang, dan berwarna merah muda atau
merah (Syamsuhidayat, 1991). Bunga tanaman jarak merupakan bunga majemuk.
Bunga jarak dapat dibedakan menjadi bunga jantan dan bunga betina. Bunga jantan
memiliki ciri tenda bunga terbagi menjadi lima, panjang sekitar 7 mm, memiliki
banyak benang sari yang terkumpul menjadi berkas bercabang, sedangkan bunga
betina memiliki ciri tenda bunga terbagi lima dengan taju lebih sempit, panjang
sekitar 5 m, tangkai putik sangat pendek dengan tiga buah kepala putik yang
bercabang dua, cabang kepala putik berbentuk garis dan berwarna merah (Steenis,
1975). Gambar bunga jarak dapat dilihat pada Gambar 2.1.
7
Gambar 2.2 Buah Jarak
8
Gambar 2.3 Tanaman Jarak
9
terhadap kondisi becek, oleh karena itu struktur tanahnya harus ringan. Artinya, tanah
itu cepat melewatkan air hujan ke bawah sehingga tidak sampai menggenang.
Tanaman jarak sebaiknya ditanam pada tanah yang mempunyai struktur gembur dan
agak berpasir, sehingga mendapatkan hasil yang maksimal, yaitu menghasilkan biji
dengan kadar minyak yang lebih tinggi (Sujatmaka, 1992).
Tanaman jarak dapat tumbuh di seluruh daerah tropis maupun subtropis.
Cuaca yang dingin sangat berbahaya bagi tanaman jarak. Oleh karena itu, tanaman
jarak tumbuh sebagai tanaman tahunan di daerah subtropis, tetapi pada daerah tropis
tanaman ini tumbuh sebagai tanaman abadi. Tanaman ini menyukai iklim yang kering
dan panas, terutama saat pembungaan dan pembuahan. Iklim yang lembab dan
banyak hujan, saat pembungaan, akan menyebabkan banyak bunga rontok.
Sebaliknya, kalau suhu udaranya terlalu tinggi juga kurang baik, dimana akan
menyebabkan banyak bunga menjadi kering
Daerah penyebaran tanaman jarak sangat luas. Tanaman ini bisa tumbuh dan
berproduksi mulai dari ketinggian nol meter hingga daerah pengunungan setinggi
2.500 m diatas permukaan laut. Namun, untuk kondisi Indonesia, hasil yang baik
akan dicapai pada ketinggian 0-800 m di atas permukaan laut (Sujatmaka, 1992).
Penanaman jarak dilakukan dengan cara memasukkan 2-3 benih pada setiap
lubang sedalam kurang lebih 5 cm pada kondisi tanah yang telah digemburkan
dengan melakukan pembajakan tanah terlebih dahulu. Sebelum ditanam, benih
direndam dulu dalam air selama satu malam. Perendaman itu, selain bertujuan untuk
meningkatkan kadar air benih agar cepat berkecambah, juga bertujuan untuk
mengadakan seleksi benih. Kemudian benih dicelupkan dalam larutan insektida.
Tujuannya adalah untuk mencengah serangan serangga tanah, seperti semut atau
rayap. Waktu penanamannya disesuaikan dengan iklim setempat serta jenis jarak
yang akan ditanam. Sebaiknya penanaman dilakukan pada akhir musim hujan.
Pemeliharaan tanaman dan pemupukan dapat dilakukan pada waktu tanam berumur
10
kurang lebih 3 minggu. Musim tanaman jarak berkisar antara bulan Mei dan Oktober,
terutama bulan Juli dan Agustus (Sujatmaka, 1992).
Panen dilakukan pada saat buah jarak sudah mulai tua, yaitu kalau kulit buah
sudah mulai kering dan pada batas-batas ruangan biji atau kotak biji sudah tampak
jelas bergaris. Panen tidak perlu menunggu buah kering semua karena dikhawatirkan
akan menyebabkan pecahnya kulit biji, sehingga menghamburkan bijinya. Panen juga
tidak boleh dilakukan pada buah yang belum tua karena hanya akan dihasilkan biji
jarak yang tidak berisi dan berkadar minyak rendah.
Dikenal ada tiga varietas jarak dari spesies jarak yang bernilai komersial.
Penggolongan ini didasarkan umur pada pembungaan dan pembuahan. Ketiga
varietas itu adalah varietas jarak berumur genjah, varietas jarak berumur tengahan,
dan varietas jarak berumur dalam. Pemilihan varietas mana yang ditanam, sangat
tergantung pada kondisi lahan yang akan ditanami. Deskripsi ketiga varietas tersebut
adalah sebagai berikut (Sujatmaka, 1992):
1. Varietas berumur genjah
a. Umur panen : 3,5 bulan
b. Tinggi tanaman :3m
c. Jumlah tandan : 6-12 tandan
d. Jumlah buah per tandan : 25-35 buah
e. Jumlah biji per buah : 3 biji
f. Bentuk dan warna biji : oval dan coklat muda
g. Mulai berbunga : 2,5 bulan
h. Hasil rata-rata : 1,3 ton/ha
i. Berat seratus biji : 35 g
j. Kadar minyak : 46 %
k. Umur produksi : 7 bulan
2. Varietas berumur tengahan
a. Umur panen : 3-3,5 bulan
11
b. Tinggi tanaman : 2-2,5 m
c. Jumlah tandan : 4-7 tandan
d. Jumlah buah per tandan : 35-45 buah
e. Jumlah biji per buah : 3 biji
f. Bentuk dan warna biji : oval dan coklat tua
g. Mulai berbunga : 2-2,5 bulan
h. Hasil rata-rata : 3 ton/ha
i. Berat seratus biji : 34 g
j. Kadar minyak : 47 %
k. Umur produksi : 1,5 tahun
3. Varietas berumur dalam
a. Umur panen : 5-6 bulan
b. Tinggi tanaman :4m
c. Jumlah tandan : 25-35 tandan
d. Jumlah buah per tandan : 50-60 buah
e. Jumlah biji per buah : 3 biji
f. Bentuk dan warna biji : oval dan coklat berbintikbintik atau hitam
berbintik-bintik putih
g. Mulai berbunga : 4 bulan
h. Hasil rata-rata : 2,25 ton/ha
i. Berat seratus biji : 80 g
j. Kadar minyak : 49 %
k. Umur produksi : 3 tahun
12
ukurannya sangat bervariasi, tergantung dari jenis dan sumbernya. Warna biji jarak
bervariasi dari putih, coklat, abu-abu, coklat berbintik hitam, merah coklat, hitam,
belang-belang coklat, ungu, hitam mengkilat, dan lain-lain (Syamsuhidayat, 1991).
Pada umumnya, biji jarak mempunyai panjang 4-25 mm dan lebar 5-16 mm.
100 biji jarak mempunyai berat dari 10-100 gram, rata-rata sekitar 30 g. Biji jarak
terletak dalam pangsa (pangsa : petak-petak di dalam buah-buahan). Biji terdiri dari
kulit biji (testa), endosperma, dan embrio. Sel epidermisnya mempunyai kulit ari
yang tebal dan berwarna. Gambar biji dan penampang biji jarak dapat dilihat pada
Gambar 2.4 dan 2.5.
13
Gambar 2.5 Penampang Biji Jarak, A. Penampang memanjang melalui bakal biji
yang mengandung kantong embrio matang, B. Penampang melintang
bakal biji serupa dengan A, C. Penampang memanjang biji yang belum
matang
14
dengan mudah terbakar. Bila kulitnya dirusak, kandungan minyak dari biji mulai
rusak akibat dari lipolisis.
Biji jarak mengandung saponin dan alkaloida. Kulit biji jarak mengandung
lebih dari 2,5 % komponen fenol yang meliputi tanin. Sifat dan komposisi kimia biji
jarak dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Karakteristik Nilai
Protein yang terdapat di dalam biji jarak adalah globulin, protease, dan
albumin. Selain itu, biji jarak juga mengandung enzim lipase dan zat beracun yang
mematikan, disebut ricinin. Tiga zat beracun yang terdapat di dalam biji jarak, yaitu
ricinine, ricin, dan heat-stable allergen.
15
2.3 Lemak dan Asam Lemak Bebas
Lemak dan minyak tumbuhan dan hewan merupakan ester dari gliserol dan
asam lemak. Keunggulan minyak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dibandingkan
dengan lemak hewani adalah harganya lebih murah dan bahan bakunya lebih mudah
diperoleh. Lemak (fats) berwujud padat pada temperatur kamar, sedangkan minyak
(oils) berwujud cair. Lemak nabati dan minyak tumbuh-tumbuhan paling banyak
terdapat dalam biji-bijian dan daging buah.
Secara kimiawi, satu molekul lemak tersusun dari satu molekul gliserol dan
tiga molekul asam lemak. Berdasarkan ikatan yang terdapat didalamya, asam lemak
penyusun molekul lemak dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu asam lemak
jenuh (Saturated Fatty Acids, SFA), asam lemak tak jenuh tunggal (Monounsaturated
Fatty Acids, MUFA), dan asam lemak tak jenuh ganda (Polyunsaturated Fatty Acids,
PUFA). Reaksi yang terjadi pada proses pembentukan lemak adalah:
16
penting dalam pembentukan asam lemak bebas adalah oksidasi dan hidrolisis. Dalam
reaksi hidrolisis, minyak atau lemak (trigliserida) akan diubah menjadi asam lemak
bebas (RCOOH) dan gliserol. Reaksi ini menyebabkan bau tengik pada minyak.
Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan
minyak atau lemak. Oksidasi lemak akan menghasilkan senyawa aldehid, keton,
hidrokarbon, alkohol, lakton, serta senyawa aromatis yang menghasilkan bau tengik
dan rasa getir. Ketengikan dan rasa getir dari minyak juga disebabkan oleh aktivitas
mikroorganisme penghasil enzim lipase, yang biasanya disebut ketengikan enzimatis.
Selama penyimpanan minyak, asam lemak bebas akan terus bertambah.
Kerusakan minyak karena proses hidrolisis terutama terjadi pada asam lemak jenuh
seperti asam laurat dan stearat, sedangkan kerusakan minyak oleh proses oksidasi
terjadi pada asam lemak tak jenuh seperti asam oleat dan linoleat. Kecepatan reaksi
hidrolisis antara lain dipengaruhi oleh kelembahan udara, kadar air, dan suhu.
Sedangkan kecepatan reaksi oksidasi antara lain dipengaruhi oleh kadar air, suhu,
cahaya, dan logam bersifat katalis (Lay, A., 1989).
Kecepatan ketengikan oksidatif juga dipengaruhi oleh jumlah kandungan
asam lemak tak jenuh dan jumlah ikatan rangkap asam lemak bebas dalam minyak.
Semakin tinggi kandungan asam lemak tak jenuh dan jumlah ikatan rangkap, maka
semakin cepat berlangsungnya proses oksidasi. Proses oksidasi umumnya disebabkan
oleh terjadinya kontak langsung antara oksigen dari atmosfer dengan ikatan rangkap
asam lemak tak jenuh. Proses oksidasi semacam ini disebut oksidasi atmosfer
(Djumaran, 1977).
Ketengikan hidrolisis disebabkan oleh adanya air, baik yang terdapat dalam
minyak itu sendiri maupun yang berasal dari udara. Proses hirdrolisis pada minyak
akan semakin cepat bila adanya katalisator berupa; asam, alkali, uap air, panas, enzim
lipolitik (lipase), dan adanya logam katalis seperti Cu dan Fe. Proses hidrolisis
trigliserida terjadi dalam tiga tahap. Pada tahap pertama trigliserida akan dipecah
menjadi digliserida, pada tahap kedua digliserida dipecah menjadi monogliserida, dan
17
pada tahap akhir monogliserida dipecah kembali menjadi gliserol dan asam lemak
bebas.
Ketengikan enzimatis adalah ketengikan pada minyak yang disebabkan oleh
oksidasi dari enzim. Air dan kotoran dalam minyak seperti protein dan karbohidrat
merupakan medium yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, terutama jamur.
Jamur tersebut dapat menghasilkan enzim lipase yang dapat menguraikan minyak
atau lemak menjadi gliserol dan asam lemak bebas.
2.4.1 Rendering
Rendering merupakan suatu cara yang sering digunakan untuk
mengekstraksi atau memisahkan minyak atau lemak dari bahan hewani atau bahan
nabati dengan cara pemanasan. Rendering adalah suatu cara ekstraksi minyak atau
lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang
tinggi. Pada semua cara rendering, penggunaan panas adalah suatu hal yang spesifik,
yang bertujuan untuk menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan untuk
memecahkan dinding sel tersebut, sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak
yang terkandung di dalamnya. Protein yang terdapat didalamnya berfungsi sebagai
pelindung butir-butir minyak dalam sel.
Menurut pengerjaannya, rendering dibagi dalam dua cara, yaitu wet
rendering dan dry rendering. Pemanasan dapat dilakukan dengan air panas ( wet
rendering ). Lemak akan mengapung di permukaan sehingga dapat dipisahkan.
18
Secara komersial rendering dilakukan dengan mengunakan ketel vakum. Protein akan
rusak oleh panas dan air akan menguap sehingga lemak dapat dipisahkan.
19
2.4.2 Pengepresan Mekanis (Pressing)
Pengepresan mekanis adalah suatu cara ekstraksi minyak atau lemak,
terutama pada bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk
memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30-70 %) (Ketaren,
1986). Pada pengepresan mekanis ini diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum
minyak atau lemak dipisahkan dari bijinya. Perlakuan pendahuluan ini meliputi
pembuatan serpih, perajangan, penggilingan, dan tempering (pemasakan). Ada dua
cara pengepresan mekanik, yaitu pengepresan hidraulik (hydraulic pressing) dan
pengepresan berulir (expeller pressing).
Pengepresan mekanis dapat dilakukan pada temperatur tinggi atau
temperatur rendah. Pengepresan yang dilakukan pada temperatur tinggi disebut
sebagai hot press atau pengepresan panas. Pengepresan yang dilakukan pada
temperatur rendah disebut cold press atau pengepresan dingin.
20
2.4.2.2 Pengepresan Berulir (Expeller Pressing/Screw Pressing)
Cara ini memerlukan perlakuan pendahuluan, yaitu proses pemasakan atau
tempering. Proses pemasakan berlangsung pada temperatur 240 F (115,5 C) dengan
tekanan 15-20 ton/inch2. Minyak yang dihasilkan masih mengandung komponen
bukan minyak, misalnya pigmen dan fosfatida (fosfolipid). Kadar minyak yang
dihasilkan berkisar antara 2,5-3,5 %, sedangkan bungkil yang dihasilkan masih
mengandung minyak sekitar 4-5 %.
21
juga sebelumnya telah mengandung sejumlah solut. Kontak ini diikuti dengan
pemisahan aliran atas (yakni larutan solut dalam pelarut, disebut juga ekstrak) dari
aliran bawah (terdiri dari padatan, solut yang tersisa, dan pelarut yang terbawa serta;
disebut juga rafinat) (McCabe, 1990; Treybal 1980).
Ekstraksi dengan solvent extraction pada skala industri dapat dilakukan
dengan metode batch, fixed-bed, maupun moving-bed atau kontinu (Coffield, 1951;
Minifie, 1970). Sedangkan pada skala lab dapat dilakukan dengan soxhlet, batch
bertahap tunggal, dan batch bertahap banyak dengan aliran silang (cross flow) dan
lawah arah (counter-current flow). Metode operasi yang digunakan dalam melakukan
ekstraksi pada skala lab (Subagjo, 1986; Treybal, 1980):
1. Operasi bertahap tunggal (single state): kontak antara padatan dengan pelarut
hanya dilakukan satu kali, sehingga solut yang berpindah ke fasa cair tidak
banyak jumlahnya. Hal ini mengakibatkan peolehan yang rendah.
2. Operasi bertahap banyak (multi stage) dengan arah aliran silang (cross flow):
kontak antara padatan dan pelarut dilakukan dalam beberapa tahap dimana
aliran bawah dari tahap yang satu dikontakkan dengan pelarut baru pada tahap
berikutnya.
3. Operasi bertahap banyak dengan aliran lawan arah (counter-current flow):
pada operasi ini padatan baru dikontakkan dengan pelarut yang telah
banyak mengandung solut sebagai hasil kontak pada tahap-tahap berikutnya,
sedangkan padatan yang kandungan solutnya telah menipis dikontakkan
dengan pelarut segar.
22
Pemisahkan pelarut dan minyak yang terekstraksi dilakukan dengan
proses distilasi yaitu proses pemisahan berdasarkan volatilitas. Minyak yang
dihasilkan digolongkan ke dalam minyak mutu tiga menurut standar Amerika.
Bungkil yang diperoleh dari ekstraksi minyak jarak memiliki kandungan protein yang
cukup tinggi, tetapi tidak dapat digunakan untuk bahan makanan karena mengandung
racun. Oleh karena itu, bungkil tersebut hanya dapat digunakan sebagai pupuk.
Sifat-sifat yang diinginkan dari pelarut untuk mengekstrak minyak nabati
dari biji-bijian sangatlah banyak, dan berdasarkan pengalaman dapat diketahui bahwa
tidak ada pelarut yang benar-benar ideal. Hampir semua proses ekstraksi bijian
menggunakan heksana (Jonson dan Lusas, 1983), namun usaha menemukan pelarut
alternatif yang lebih baik tetap dilakukan. Dalam memilih pelarut yang baik hal-hal
yang perlu dipertimbangkan meliputi kemampuan peralatan yang telah ada, biaya
operasi, perolehan yang dapat dicapai, dan harga pelarut di pasaran. Sifat-sifat pelarut
yang ideal untuk proses ekstraksi biji-bijian, antara lain:
a. Kemampuan untuk melarutkan trigliserida tinggi
b. Tidak beracun
c. Selektivitas yang tinggi
d. Mudah dipisahkan dari padatan dan minyak
e. Tidak mudah terbakar
f. Stabil terhadap panas, cahaya, dan air
g. Tidak bereaksi dengan padatan dan minyak
h. Tidak bereaksi dengan peralatan
i. Memiliki tingkat kemurnian yang tinggi
j. Kelarutan dalam air rendah
Sifat-sifat fisik beberapa pelarut dapat dilihat pada Tabel 2.2. Sedangkan
keunggulan dan kelemahan dari pelarut di atas dapat dilihat pada Tabel 2.3.
23
Tabel 2.2 Sifat-Sifat Fisik Pelarut
Densitas Viskositas Kelarutan
Titik Kalor laten Kalor jenis pada pada dalam
didih penguapan 20 oC air
Pelarut (oC) (kal/g) (kal/g) (g/cc) 20 oC (CP) (%berat)
Heksana 69 87.5 0.6 0.659 0.32 0.014
Isoheksana 60.2 82.83 0.533 0.654 0.299 0.025
Heptana 98.4 87.18 0.507 0.684 0.47 0.005
Benzena 80.1 103.57 0.482 0.879 0.647 0.07
Etanol 78.4 204.26 0.68 0.789 1.22 ~
Aseton 56.5 130.92 0.514 0.514 0.792 ~
Trikloroetilen 87.2 57.3 0.3 1.466 0.55 0.1
(Sumber: Perry, 1984)
24
Tabel 2.3 Keunggulan dan Kelemahan Pelarut
Pelarut Keunggulan Kelemahan
Heksana 1. Sangat stabil 1. Mudah terbakar dan meledak
2. Kehilangan akibat penguapan 2. Merusak lapisan ozon
kecil
3. Tidak korosif
4. Produk memiliki warna
dan bau yang baik
Etanol 1. Produk minyak tidak perlu 1. Mahal
dimurnikan lagi 2. Mengekstraksi komponen non
2. 97 % etanol dapat didaur ulang trigliserida lebih banyak
3. Kandungan FFA produk
rendah 3. Kalor laten penguapan tinggi
4. Pemisahan minyak dari etanol
mudah
25
Untuk memperoleh minyak yang bermutu baik, minyak dan lemak kasar
harus dimurnikan terlebih dahulu. Tujuan utama dari proses pemurnian minyak
adalah menghilangkan kotoran, rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak
menarik, dan memperpanjang masa penyimpanan minyak sebelum dikonsumsi atau
digunakan sebagai bahan mentah dalam industri.
Pada umumnya minyak dimurnikan melalui tahap proses sebagai berikut:
Pemisahan Gum (de-gumming); netralisasi; proses pemucatan (bleaching);
deodorisasi (Ketaren, 1986).
26
pigmen, tetapi proses ini mempunyai kelemahan yaitu adanya kecenderungan untuk
membentuk emulsi dari sabun yang terjadi semakin banyak sehingga makin banyak
minyak yang hilang
Biasanya proses ini juga dilakukan dengan cara dehidrasi gum atau kotoran
lain agar bahan lebih mudah terpisah dari minyak, kemudian dilakukan pemusingan
(sentrifugasi).
Pada waktu proses sentrifugasi berlangsung, ditambahkan bahan kimia yang
dapat menyerap air seperti asam mineral pekat atau garam dapur (NaCl). Suhu
minyak saat disentrifugasi berkisar antara 32-50 C. Pada suhu tersebut, kekentalan
minyak akan berkurang sehingga gum dapat dengan mudah terpisahkan dari minyak.
Proses pemisahan gum (de-gumming) perlu dilakukan sebelum proses
netralisasi (ketaren, 1986), dengan alasan:
1. Sabun yang terbentuk dari hasil reaksi antara asam lemak bebas dengan
kaustik soda pada proses netralisasi akan menyerap gum (getah dan lendir)
sehingga menghambat proses pemisahan sabun (soap stock) dari minyak.
2. Netralisasi minyak yang masih mengandung gum akan menambah partikel
emulsi dalam minyak sehingga mengurangi rendemen trigliserida.
2.5.2 Netralisasi
Proses netralisasi pada pemurnian minyak bertujuan untuk menghilangkan
asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak dengan cara mereaksikan asam lemak
bebas dengan basa atau pereaksi lainnya, sehingga membentuk sabun (soap stock).
Selain itu, proses ini juga berfungsi untuk mengurangi kandungan fosfolipida sisa dan
beberapa pigmen dan material tertentu.
Proses netralisasi yang umum dilakukan antara lain, yaitu dengan
penambahan kaustik soda (NaOH), natrium karbonat (Na2CO3), netralisasi dalam
bentuk miscella, penambahan etanol amin dan amonia. Sedangkan, proses netralisasi
yang sering digunakan pada industri kimia antara lain adalah:
27
- Netralisasi dengan kaustik soda
- Netralisasi dengan alkali karbonat
- Netralisasi dengan kapur
- Deasidifikasi dengan destilasi uap
- Deasidifikasi dengan ekstraksi solvent
- Deasidifikasi dengan esterifikasi
- Deasidifikasi dengan resin penukar ion
28
dengan proses pemisahan sabun secara mekanis. Netralisasi dengan menggunakan
kaustik soda dapat menghilangkan fosfatida, protein, resin, dan suspensi dalam
minyak yang tidak dapat dihilangkan dengan proses pemisahan gum. Komponen
minor (minor component) dalam minyak berupa sterol, khlorofil, vitamin E, dan
karotenoid hanya sebagian kecil yang dapat dikurangi dengan proses netralisasi
(Ketaren, 1986).
Netralisasi menggunakan kaustik soda akan menyabunkan sejumlah kecil
trigliserida. Molekul mono dan digliserida lebih mudah bereaksi dengan
persenyawaan alkali. Efisiensi netralisasi dinyatakan dalam refining factor, yaitu
perbandingan antara kehilangan total karena netralisasi dan jumlah asam lemak bebas
dalam lemak kasar. Semakin kecil nilai refining factor, maka efisiensi netralisasi akan
semakin tinggi (Ketaren, 1986).
kehilangan total (%)
Refining factor
asam lemak bebas dalam minyak (%)
Pemakaian larutan kaustik soda dengan konsentrasi yang terlalu tinggi akan
mengurangi rendeman minyak dan menambah jumlah sabun yang terbentuk. Hal ini
mengakibatkan sebagian kaustik soda akan bereaksi dengan trigliserida. Oleh karena
itu, harus dipilih konsentrasi dan jumlah kaustik soda yang tepat untuk menyabunkan
asam lemak bebas dan minyak. Dengan demikian, penyabunan trigliserida dan
terbentuknya emulsi dalam minyak dapat dikurangi sehingga dihasilkan minyak
netral dengan rendeman yang lebih besar dan mutu minyak yang lebih baik.
Dalam praktek, jumlah larutan NaOH yang digunakan biasanya
ditambahkan sedikit lebih banyak maksudnya supaya pengendapan sabun dipercepat.
Biasanya ditambahkan juga larutan NaCl ke dalam minyak agar sabun yang terbentuk
dapat mengendap dengan sempurna.
2.5.2.2 Netralisasi dengan Natrium Karbonat (Na2CO3)
29
Keuntungan menggunakan persenyawaan karbonat dalam proses netralisasi
adalah minyak netral (trigliserida) yang dihasilkan tidak ikut tersabunkan, sehingga
nilai refining factor dapat diperkecil. Selain itu, sabun yang dihasilkan bersifat pekat
dan dapat dipakai langsung untuk pembuatan sabun bermutu baik. Minyak yang
dihasilkan mutunya juga lebih baik dibandingkan dengan menggunakan cara
netralisasi lainnya. Kelemahan cara netralisasi ini adalah sabun yang terbentuk sukar
dipisahkan. Hal ini disebabkan oleh gas CO2 yang dibebaskan dari karbonat akan
menimbulkan busa dalam minyak (Ketaren, 1986).
Pada umumnya netralisasi minyak menggunakan natrium karbonat
dilakukan di bawah suhu 50 C, sehingga seluruh asam lemak bebas yang bereaksi
dengan natrium karbonat akan membentuk sabun dan asam karbonat. Asam karbonat
yang terbentuk akan terurai menjadi gas CO 2 dan H2O bila dipanaskan. Gas CO2 yang
dibebaskan akan membentuk busa dalam sabun yang terbentuk dan mengapungkan
partikel sabun di atas permukaan minyak. Gas tersebut dapat dihilangkan dengan cara
mengalirkan uap panas atau menurunkan tekanan udara di atas permukaan minyak
dengan pompa vakum.
30
Etanol amin dan amonia dapat digunakan untuk menetralkan asam lemak
bebas. Pada proses netralisasi ini, asam lemak bebas dinetralkan tanpa menyabunkan
trigliserida. Amonia yang digunakan dapat diperoleh kembali dari soap stock dengan
cara penyulingan pada ruangan vakum (Ketaren, 1986).
31
2.5.2.6 Pemisahan Asam dengan Pelarut Organik
Perbedaan kelarutan antara asam lemak bebas dan trigliserida dalam pelarut
organik digunakan sebagai dasar pemisahan asam lemak bebas dari minyak. Pelarut
yang paling baik digunakan untuk pemisahan asam lemak bebas adalah furfural dan
propan (Ketaren, 1986).
32
Proses bleaching yang paling banyak digunakan ialah proses bleaching
dengan absorpsi. Proses ini menggunakan zat penyerap (absorben) yang memiliki
aktivitas permukaan yang tinggi untuk menyerap zat warna yang terdapat dalam
minyak. Di samping menyerap zat warna, absorben juga dapat menyerap zat yang
memiliki sifat koloidal lainnya seperti gum dan resin.
Bleaching dengan hidrogenisasi dan pemanasan biasanya dilakukan
terhadap minyak yang mengandung pigmen carotinoid.
33
tipe warna dalam minyak dan sampai berapa jauh warna tersebut akan
dihilangkan.
Daya pemucatan tersebut tergantung dari perbandingan komponen SiO2 dan
Al2O3 dalam bleaching clay. Adsorben yang terlalu kering menyebabkan daya
kombinasinya dengan air telah hilang sehingga mengurangi daya penyerapan
terhadap zat warna. Daya penyerapan terhadap zat warna akan lebih efektif bila
adsorben tersebut mempunyai kadar air tinggi ukuran partikel halus, dan luas
permukaan yang besar.
Aktivitas adsorben dengan asam mineral (misalnya HCl atau H2SO4) akan
mempertinggi daya pemucat karena asam mineral tersebut larut atau bereaksi
dengan komponen berupa tar, garam Ca dan Mg yang menutupi pori-pori
adsorben. Pemakaian asam mineral untuk mengaktifkan adsorben bleaching clay
menimbulkan bau lapuk pada minyak, tetapi bau lapuk tersebut akan hilang pada
proses deodorisasi. Di samping itu, activated clay yang bersifat asam akan
menaikkan kadar asam lemak bebas dalam minyak dan mengurangi daya tahan
kain saring yang digunakan untuk memisahkan minyak dari adsorben.
b. Arang (Bleaching Carbon)
Arang adalah suatu bahan padat yang berpori-pori dan merupakan hasil
pembakaran kayu atau bahan yang mengandung unsur karbon (C). Sebagian besar
dari pori-porinya masih tertutup hidrokarbon, dan senyawa organik lainya.
Komponennya sendiri terdiri atas carbon, abu, air, nitrogen, dan sulfur (Djatmiko;
dkk., 1985).
Sumber lain mengatakan bahwa arang adalah suatu padatan berpori yang
mengandung 85-90 % karbon yang dihasilkan dari pembakaran bahan-bahan yang
mengandung karbon seperti selulosa, tanah gemuk, dan batu bara pada temperatur
500-600 oC dalam keadaan tanpa udara (Anonymous, 1960). Pada proses
pengarangan akan terjadi penguapan air yang diikuti dengan pelepasan gas CO2
dan selanjutnya terjadi peristiwa eksotermis yang merupakan tahap permulaan
34
proses pengarangan. Pengarangan dianggap sempurna jika asap sudah tidak
terbentuk lagi.
Pada umumya, arang mempunyai daya adsorbsi yang rendah terhadap zat
warna, tetapi daya adsorbsi tersebut dapat diperbesar dengan cara mengaktifkan
arang menggunakan uap atau bahan kimia. Arang yang bermutu baik adalah arang
yang mengandung kadar karbon tinggi.
c. Arang Aktif (Actived Carbon)
Karbon aktif atau arang aktif adalah suatu bahan yang mengandung unsur
karbon dan berpori-pori yang dibuat melalui proses karbonisasi dan aktivasi
(Smisek, 1970). Menurut Hassler dan Goezt, karbon aktif adalah arang yang
sudah diaktifkan sehingga pori-porinya menjadi terbentuk dan dengan demikian
daya adsorpsinya semakin tinggi. Karbon aktif dapat berbentuk serbuk, butir-
butiran kecil, dan pil dari karbon amorf, yang dikarakteristikan dengan luas
permukaan yang sangat besar per unit volum karena pori-porinya sangat banyak.
Karbon aktif ini dapat digunakan untuk menyerap gas, cairan, atau zat-zat yang
terlarut pada permukaan pori-porinya (Anonymous, 1960).
Secara garis besar, karbon aktif dapat digunakan baik di industri pangan
maupun non-pangan (Djatmiko; dkk., 1985). Untuk industri pangan, karbon aktif
biasanya digunakan untuk pemurnian minyak, pemurnian gula, pemurnian
minuman beralkohol, dan pemurnian air minum. Sedangkan untuk industri non-
pangan, biasanya digunakan pada industri kimia dan farmasi, pemurnian pelarut,
dan juga sebagai katalis.
Pada dasarnya hampir semua bahan yang mengandung unsur karbon baik
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan, atau mineral dapat dibuat menjadi
karbon aktif jika diproses dengan cara yang tepat. Sejumlah bahan yang
mengandung karbon yang dapat digunakan untuk memproduksi karbon aktif
dapat dilihat pada Tabel 2.4.
35
Tabel 2.4 Sumber-Sumber Bahan Untuk Memproduksi Karbon Aktif
Sumber-Sumber Bahan
Ampas tebu Ikan
Tulang Molasses
Gandum Kulit kacang
Coffee beans Petroleum coke
Batu bara Residu kalsium ferrosianida
Tempurung kelapa Pulp mill waste
Jelaga Serbuk gergaji
Lignit Macam-macam kayu
Lignin Sisa penyulingan
Lumut laut Biji buah-buahan
(Sumber: Smisek dan Cerny, 1970)
Karbon aktif dibuat melalui dua tahap proses, yaitu karbonisasi bahan baku
dan diikuti dengan proses aktivasi. Proses karbonisasi adalah proses pembakaran
bahan-bahan yang mengandung karbon sehingga terbentuk suatu padatan berpori.
Karbonisasi dilakukan tanpa udara dengan temperatur di bawah 600 oC. Setelah
karbonisasi, arang yang terbentuk mempunyai daya adsorpsi yang rendah, dan
dapat ditingkatkan dengan pembakaran pada suhu tinggi untuk menghilangkan
berbagai kotoran yang bersifat volatil (Hassler, 1948). Proses aktivasi merupakan
proses perlakuan terhadap karbon untuk membukakan sejumlah besar pori-
o
porinya dengan rentang diameter antara 12-200 A (sebagai penyerap gas) atau
o
mencapai 1000 A (sebagai pemucat warna). Setelah aktivasi, karbon akan
36
Kalsium klorida Kalium sulfida
Kalsium fosfat Kalium tiosianat
Klorin Natrium hidroksida
Sianida Natrium fosfat
Dolomite Natrium sulfat
Ferric chloride Sulfur
Mangan klorida Sulfur dioksida
Mangan dioksida Asam sulfur
Mangan sulfat Seng klorida
(Sumber: Smisek dan Cerny, 1970)
Mutu arang aktif tergantung dari luas permukaan partikel dan ukuran. Karbon
aktif adalah jenis karbon yang memiliki kemampuan adsorpsi besar. Karbon aktif
memiliki kemampuan adsorpsi karena karbon aktif memiliki struktur yang sangat
berpori yang memungkinkan senyawa-senyawa masuk ke dalam pori-porinya.
Karbon aktif terdiri dari rantai atom C yang saling berikatan satu sama lain, di mana
pada rantai yang terletak di permukaan atom C-nya hanya berikatan dengan tiga atom
C lain yang mengakibatkan karbon aktif memiliki muatan positif. Muatan positif ini
memungkinkan terjadinya ikatan dengan ion-ion yang bermuatan negatif.
37
Bleaching secara kimia pada dasarnya ialah reaksi oksidasi zat warna oleh
suatu zat kimia. Dalam mengoksidasi zat warna (pigmen), mungkin juga terjadi
oksidasi terhadap gliserida, sehingga proses ini jarang digunakan dalam
pemucatan minyak untuk bahan makanan. Bahan-bahan yang biasa dipakai
sebagai oksidator antara lain adalah: chlorine, hypochoride, ozone, peroksida,
sinar ultra violet, dan lain-lain.
Oksidasi terhadap zat warna akan mengurangi kerusakan trigliserida, tetapi
asam lemak tidak jenuh cenderung membentuk peroksida atau drying oil karena
proses oksidasi dan polimerisasi.
Pada pemucatan dengan peroksida, konsentrasi larutan peroksida yang
digunakan biasanya 30-40 % dan jika konsentrasi peroksida lebih tinggi, maka
minyak cenderung akan rusak karena proses oksidasi. Minyak yang dipucatkan
dengan peroksida tidak perlu disaring. Peroksida baik digunakan untuk
memucatkan minyak kacang tanah, minyak wijen, rape oil, dan minyak ikan.
Hidrogen peroksida dapat bereaksi dengan ion logam sehingga wadah yang
digunakan pada proses pemucatan harus dilapisi email, alumunium, atau stainless
steel. Jenis peroksida yang sering digunakan ialah natrium peroksida, kalsium
peroksida, atau benzoil peroksida.
2.) Pemucatan dengan Cara Reduksi
Pemucatan minyak dengan reaksi reduksi kurang efektif seperti halnya pemucatan
dengan cara oksidasi, karena warna yang hilang dapat timbul kembali bila minyak
tersebut terkena udara.
Bahan kimia yang dapat mereduksi zat warna terdiri dari garam-garam
natrim bisulfit atau natrium hidrosulfit yang terkenal dengan nama blankite.
Pemakaian zat pereduksi ini biasanya dicampur dengan bahan kimia lainnya
dengan perbandingan tertentu. Cara pemucatan ini biasanya digunakan untuk
pembuatan sabun.
3.) Pemucatan dengan Dikhromat dan Asam
38
Bahan kimia yang digunakan ialah natrium atau kalium dikhromat dalam
asam mineral (anorganik). Reaksi antara dikhromat dan asam akan membentuk
oksigen. Oksigen bebas bereaksi dengan asam khlorida (HCl) akan menghasilkan
khlor (Cl2) yang berfungsi sebagai bahan pemucat. Reaksinya adalah sebagai
berikut:
Na 2 Cr2 O 7 4 H 2 SO 4 Na 2 SO 4 Cr2 SO 4 3 4 H 2 O 3 O
atau
Na 2 Cr2 O 7 8 HCl 2 NaCl 2 CrCl 4 H 2 O 3 O
3 O 6 HCl 3 H 2 O 3 Cl 2
2.5.4 Deodorisasi
Deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan
untuk menghilangkan bau dan rasa ( flavor ) yang tidak enak dalam minyak.
Senyawa-senyawa yang menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak tersebut biasanya
39
berupa senyawa karbohidrat tak jenuh, asam lemak bebas dengan berat molekul
rendah, senyawa-senyawa aldehid dan keton serta senyawa-senyawa yang
mempunyai volatilitas tinggi lain.
Proses deodorisasi yang banyak dilakukan adalah cara distilasi uap yang
didasarkan pada perbedaan harga volatilitas gliserida dengan senyawa-senyawa yang
menimbulkan rasa dan bau tersebut, dimana senyawa-senyawa tesebut lebih mudah
menguap daripada gliserida. Uap yang digunakan ialah seperheated steam (uap
kering), yang mudah dipisahkan secara kondensasi.
Proses deodorisasi sangat dipengaruhi oleh faktor tekanan, temperatur, dan
waktu, yang kesemuanya harus disesuaikan dengan jenis minyak yang diolah dan
sistem proses yang digunakan. Temperatur operasi dijaga agar tidak sampai
menyebabkan turut terdistilasinya gliserida. Tekanan diusahakan serendah mungkin
agar minyak terlindung dari oksidasi oleh udara dan mengurangi jumlah pemakaian
uap.
40
peroksida (peroxide value), dan bilangan tak tersabunkan (unsaponifiable matter).
Jika suatu minyak atau lemak diperlukan untuk suatu aplikasi khusus, test tambahan
mungkin dituntut atau diperlukan dalam rangka memeriksa apakah cocok untuk
aplikasi tersebut.
Bilangan penyabunan adalah suatu ukuran rata-rata berat molekul asam
lemak yang terkandung dalam lemak. Bilangan penyabunan menyatakan jumlah
alkali yang dibutuhkan untuk menyabunkan sejumlah contoh minyak. Biasanya
bilangan penyabunan dinyatakan dalam jumlah miligram pottasium hidroksida
(KOH) yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram minyak atau lemak. Besarnya
bilangan penyabunan tergantung dari berat molekul. Minyak yang mempunyai berat
molekul rendah akan memiliki bilangan penyabunan yang lebih tinggi daripada
minyak yang mempunyai berat molekul tinggi. Penentuan bilangan penyabunan dapat
dilakukan pada semua jenis minyak dan lemak.
Bilangan iod menyatakan jumlah (gram) iod yang dapat diikat oleh 100 gram
lemak. Bilangan iod dapat menyatakan derajat ketidakjenuhan dari minyak atau
lemak dan digunakan untuk menggolongkan jenis minyak pengering dan minyak
bukan pengering. Bilangan Iod akan memberi suatu gambaran total derajat
ketidakjenuhan asam, yang dinyatakan oleh persen dari iod yang dapat diserap oleh
yang minyak atau lemak. Bilangan iod tidak dapat menyatakan suatu ukuran
ketidakjenuhan asam yang spesifik, tetapi hanya total ketidakjenuhan asam dalam
minyak tersebut. Minyak pengering mempunyai bilangan iod yang lebih dari 130,
sedangkan minyak bukan pengering mempunyai bilangan iod lebih kecil dari 100.
Minyak yang mengandung bilangan iod antara 100-130 bersifat setengah mengering.
Penentuan bilangan iod dapat dilakukan dengan cara Hanus, Kaufmann, dan Wijs.
Ketiga cara ini mempunyai prinsip yang sama, yaitu berdasarkan prinsip titrasi, tetapi
pereaksinya berbeda.
Bahan tidak tersabunkan merupakan senyawa yang sering larut dalam
minyak dan tidak dapat disabunkan dengan soda alkali. Yang termasuk di dalamnya,
41
yaitu alkohol suku tinggi, sterol, zat warna, dan hidrokarbon. Cara pengujian ini dapat
digunakan untuk semua minyak dan lemak yang berasal hewan maupun tumbuhan,
tetapi tidak sesuai untuk minyak dan lemak dengan kadar fraksi tidak tersabunkan
relatif tinggi, misalnya minyak dari hewan laut.
Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas yang terdapat
dalam lemak maupun minyak. Bilangan asam dihitung berdasarkan berat molekul
dari asam lemak atau campuran asam lemak. Bilangan asam dinyatakan sebagai
jumlah miligram KOH 0,1 N yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas
yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak. Analisa bilangan asam merupakan
analisa yang paling mudah dilakukan dibandingkan dengan analisa bilangan lain.
Bilangan asetil dan hidroksi dipergunakan untuk menentukan gugus
hidroksil bebas yang sering terdapat dalam minyak atau lemak alam dan sintetis,
terutama dalam minyak jarak, croton oil dan monogliserida. Bilangan asetil
menyatakan jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam asetat
yang diperoleh dari penyabunan 1 gram minyak, lemak atau lilin yang telah
diasetilasi. Bilangan hidroksi ialah jumlah asam asetat yang dipergunakan untuk
mengesterkan 1 gram minyak yang ekuivalen dengan jumlah miligram KOH.
Warna Gardner adalah suatu standar warna yang digunakan untuk
mengetahui warna minyak. Caranya dengan membandingkan warna minyak dengan
warna standar yang telah diketahui nilainya.
42
Minyak jarak pada zaman dulu digunakan sebagai minyak lampu, dan unsur
pokok cairan pembalsem. Minyak jarak mirip sekali dengan minyak zaitun,
digunakan untuk pembakaran meskipun baunya menyengat. Sebenarnya minyak jarak
kurang berbau dan berasa bila diperoleh dari biji yang penanganannya baik.
43
Tegangan permukaan pada 20C, dyne/cm 39,9
(Sumber: Bailey, 1950)
44
Mutu minyak jarak yang dihasilkan berbeda-beda tergantung dari mutu
bahan dasar dan pengolahannya. Penilaian mutu minyak dapat dilakukan berdasarkan
sifat fisik dan kimia dari minyak itu sendiri. Umumnya, di Amerika Serikat dilakukan
dua cara pengolahan minyak jarak, yaitu dengan sistem pengepresan pada suhu
rendah yang menghasilkan minyak jarak mutu nomor satu, dan dengan menggunakan
pelarut yang menghasilkan minyak jarak mutu nomor tiga. Sebelum sampai ke tangan
konsumen minyak jarak harus memenuhi beberapa persyaratan agar sesuai dengan
preferensi konsumen. Standar mutu kedua minyak jarak tersebut dapat dilihat pada
Tabel 2.9.
Tabel 2.9 Karakteristik Minyak Jarak Mutu Nomor Satu dan Mutu Nomor Tiga
(Spesifikasi Berdasarkan AOCS [American Oil Chemists' Society])
Parameter No.1 No.3
Kuning sampai
coklat, atau hijau
Warna Jernih gelap
Warna, Lovibond tintometer 20y/2.0R 40Y/4.0R
FFA (asam lemak bebas), %-wt 1 3
Bilangan asam 1.69 5.97
Bilangan asetil 142 149
Bilangan iod 82-88 80-88
Bilangan penyabunan 176-184 174-184
Bilangan tak tersabunkan, %-wt 0.7 0.8
Moisture dan volatilitas 0.355 0.485
45
Kandungan air, %-wt 0.35 0.48
Specific gravity (25 oC) 0.955-0.965 0.950-0.965
Refractive index (25 oC) 1.476-1.479 1.475-1.480
(Sumber : Othmer, 1993)
a. Dehidrasi
Dehidrasi merupakan proses penghilangan gugus hidroksil dan atom
hidrogen di dekatnya. Proses ini bertujuan untuk memperoleh minyak dengan
viskositas yang lebih tinggi yaitu 1,5-40 poise (Othmer, 1951). Ada dua macam
46
minyak hasil dehidrasi, yaitu minyak hasil dehidrasi parsial (partially dehydrated)
dan minyak hasil dehidrasi sempurna (complete dehydrated). Minyak hasil dehidrasi
parsial bersifat tidak mengering dan cocok digunakan sebagai pelumas, sedangkan
minyak hasil dehidrasi sempurna bersifat mengering dengan viskositas yang tinggi
dan dapat digunakan sebagai pengganti minyak kemiri.
b. Sulfitasi
Proses sulfitasi dilakukan terhadap minyak jarak untuk menghasilkan red
turkey oil, yaitu minyak yang bersifat sebagai active wetting agent. Proses sulfitasi
dilakukan dengan menambahkan asam sulfat pekat (93 %) pada minyak jarak pada
temperatur 25-30 C (Othmer, 1951). Jumlah asam yang ditambahkan umumnya
sekitar 15-30 %. Setelah reaksi sempurna, minyak dicuci dengan air dan dinetralisir
dengan larutan NaOH. Minyak hasil proses sulfitasi ini dapat digunakan sebagai
pewarna terutama dalam industri tekstil karena mengandung sulfur yang memberi
warna cerah.
c. Oksidasi
Proses oksidasi minyak dapat dilakukan dengan cara mencampur minyak
yang akan dioksidasi dengan udara atau oksigen pada suhu 80-130 C (Othmer,
1951). Proses ini biasanya diikuti dengan polimerisasi, perubahan warna dan
dekomposisi. Minyak jarak hasil oksidasi dapat digunakan dalam industri plasticizer,
hydraulic fluid, dan campuran bahan perekat.
d. Hidrogenisasi
Hidrogenasi merupakan proses pengolahan minyak atau lemak dengan jalam
menambahkan hidrogen pada ikatan rangkap asam lemak sehingga akan mengurangi
tingkat ketidakjenuhan minyak. Proses hidrogenasi, terutama bertujuan untuk
memperoleh minyak yang bersifat plastis yang penting dalam industri-industri
makanan, mengeras, dan titik cairnya sekitar 85-87 C (Othmer, 1951), memperoleh
kestabilan terhadap oksidasi, dan memperbaiki warna. Hidrogen mengadisi ikatan
rangkap asam lemak tidak jenuh, sehingga akan mengubah jumlah dan ikatan
47
rangkap; akibatnya sifat fisik dan kimianya juga akan berubah. Katalisator yang
umum digunakan pada proses hidrogenasi adalah platina, paladium, dan nikel. Tetapi
berdasarkan pertimbangan ekonomis, hanya nikel yang umum dipergunakan sebagai
katalisator hidrogenasi. Minyak hasil proses hidrogenasi ini dapat digunakan dalam
pembuatan kosmetik, salep, dan pengganti lilin.
BAB III
METODE DAN BAHAN
3.1 Metode
Minyak jarak yang akan digunakan dalam penelitian ini dibeli dari
BRATACO CHEMIKA. Minyak jarak ini merupakan minyak jarak kasar yang dijual
secara komersial. Sebelum proses pemurnian dilakukan, minyak jarak kasar akan
dianalisa terlebih dahulu untuk mengetahui apakah minyak yang digunakan
merupakan minyak jarak mutu satu atau mutu tiga. Analisa awal yang dilakukan
antara lain: uji kandungan FFA, uji bilangan asam, dan warna Gardner. Untuk
48
memperoleh mutu yang sesuai dengan yang diinginkan, minyak tersebut harus
dimurnikan.
Metode pemurniannya terdiri atas degumming, netralisasi, dan pemucatan.
Degumming minyak jarak mempunyai tujuan untuk menghilangkan kotoran yang
terdapat dalam minyak jarak. Proses degumming dilakukan dengan cara
menambahkan air sebanyak 3-5 %-berat ke dalam minyak yang telah dipanaskan
kemudian disentrifuga. Proses netralisasi pada pemurnian minyak bertujuan untuk
menghilangkan asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak dengan cara
mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya, sehingga
membentuk sabun (soap stock). Proses pemucatan dilakukan untuk mengurangi atau
menghilangkan zat-zat warna pada minyak baik yang terlarut maupaun yang
terdispersi, dengan jalan menambahkan absorben ataupun bahan kimia lainya.
Pada proses pemurnian minyak jarak akan ditentukan pengaruh konsentrasi
Na2CO3 pada proses netralisasi, jumlah karbon aktif, serta konsentrasi hidrogen
peroksida pada proses pemucatan terhadap mutu minyak jarak.
Untuk mengetahui hasil yang diperoleh telah sesuai dengan mutu yang
diinginkan, maka perlu dilakukan uji minyak jarak. Uji minyak jarak bertujuan untuk
mengetahui apakah sifat fisik dan kimia minyak yang dihasilkan memenuhi
spesifikasi atau tidak. Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji kandungan
FFA, penentuan bilangan asam, dan warna Gardner.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dibagi atas bahan baku utama,
bahan kimia untuk proses pemurnian minyak jarak, dan bahan kimia untuk proses
pengujian minyak jarak.
49
Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini ialah minyak jarak
kasar yang dibeli dari BRATACO CHEMIKA.
50
1 % (A2) A2B1 A2B2 A2B3
1.5 % (A3) A3B1 A3B2 A3B3
Tabel 3.2 Rancangan Percobaan Pemurnian Minyak Jarak dengan Na2CO3 dan
Larutan Peroksida
Konsentrasi larutan [Na2CO3]
peroksida 0,05 M (B1) 0,15 M (B2) 0,25 M (B3)
20 % (C1) C1B1 C1B2 C1B3
30 % (C2) C2B1 C2B2 C2B3
40 % (C3) C3B1 C3B2 C3B3
3.4.1.1 Degumming
Proses degumming dilakukan dengan memasukkan air sebanyak 3-5 % berat
ke dalam minyak yang telah dipanaskan untuk membantu memisahkan kotoran,
kemudian minyak didiamkan agar kotoran mengendap. Kotoran dipisahkan dengan
sentrifuga.
3.4.1.2 Netralisasi
Proses netralisasi dilakukan dengan menggunakan larutan Na2CO3. Pada
proses ini minyak yang akan dinetralkan dipanaskan pada tekanan 1 atm. Minyak
tersebut ditambahkan Na2CO3 sambil diaduk, kemudian minyak dicuci dengan air
panas agar sabun yang terbentuk dapat diendapkan. Setelah sabun dipisahkan dari
minyak, dilanjutkan dengan proses pemucatan.
51
3.4.1.3 Pemucatan
Proses pemucatan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemucatan
dengan menggunakan karbon aktif dan larutan hidrogen peroksida. Proses pemucatan
dilakukan dengan memanaskan minyak hasil netralisasi, kemudian dimasukkan
karbon aktif dan larutan hidrogen peroksida.
52
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan bahan dan
1
peminjaman peralatan
2 Percobaan pendahuluan
Pemurnian minyak dan
3
analisa minyak
Pembahasan hasil
4
percobaan
5 Penyelesaian akhir laporan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses pemurnian minyak jarak yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi
tiga tahap, yaitu tahap degumming, tahap netralisasi, dan tahap bleaching. Tahap
degumming dilakukan dengan sentrifugasi terhadap minyak yang akan dinetralisasi
maupun yang akan dibleaching. Proses netralisasi dilakukan dengan menggunakan
larutan Na2CO3. Proses bleaching yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
pemucatan dengan karbon aktif dan hidrogen peroksida.
Pada proses pemurnian minyak jarak akan ditentukan pengaruh konsentrasi
Na2CO3 (0,05 M; 0,15 M; 0,25 M), jumlah karbon aktif (0,5 %; 1 %; 1,5 %), serta
konsentrasi larutan hidrogen peroksida (20 %; 30 %; 40 %) terhadap mutu minyak
jarak.
Uji minyak jarak yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi penentuan
kandungan FFA (asam lemak bebas), bilangan asam, dan warna Gadner. Kandungan
53
FFA dinyatakan sebagai jumlah miligram NaOH 0,1 N yang digunakan untuk
menetralkan asam lemak bebas (sebagai % asam palmitat) yang terdapat dalam 1
gram minyak. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH 0,1 N yang
digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak.
Warna Gardner adalah suatu standar warna yang digunakan untuk mengetahui warna
minyak. Uji minyak jarak dilakukan untuk membedakan mutu minyak jarak yang
dihasilkan, baik minyak jarak mutu satu maupun minyak jarak mutu tiga.
Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa minyak jarak yang akan digunakan
masih tergolong minyak jarak mutu tiga sehingga dengan pemurnian lebih lanjut
diharapkan dapat diperoleh minyak jarak mutu satu. Karakteristik minyak jarak mutu
satu dapat dilihat pada Tabel 4.2 dibawah ini.
Tabel 4.2 Karakteristik Minyak Jarak Mutu Satu
Parameter Nilai
Kandungan FFA 1
Bilangan Asam 1,69
Warna Gardner 3
54
Pada tahap ini kotoran akan dipisahkan dari minyak jarak dengan cara
penambahan uap panas kedalam minyak kemudian disusul dengan pengaliran air dan
disentrifugasi. Proses degumming akan lebih ekonomis bila menggunakan air
dibandingkan dengan menggunakan asam, basa, atau dengan reagen khusus. Proses
pemisahan antara minyak dengan asam, basa, atau reagen khusus juga menjadi dasar
pertimbangan. Proses degumming yang menggunakan basa akan menyebabkan
terjadinya reaksi penyabunan dan kecendrungan untuk membentuk emulsi dari sabun
semakin banyak sehingga makin banyak minyak yang hilang. Hasil analisa minyak
jarak pada tahap degumming dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil Analisa Minyak Tahap Degumming
Parameter Nilai
Kandungan FFA 1,8432
Bilangan Asam 1,858
Dari tabel diatas terlihat bahwa kandungan FFA dan bilangan Asam tidak
berubah secara signifikan pada tahap degumming dibandingkan dengan kandungan
FFA dan bilangan asam minyak jarak awal. Hal ini disebabkan karena pada tahap
degumming hanya terjadi pemisahan kotoran seperti getah atau lendir, tanpa
mengurangi jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak. Perbandingan
kandungan FFA dan bilangan asam antara minyak jarak tahap degumming dengan
minyak jarak awal dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Dari hasil pengamatan visual, tidak terlihat dengan jelas adanya perbedaan
antara minyak hasil proses degumming dengan keadaan awal minyak, dimana saat
penambahan air, tidak ada kotoran yang mengendap. Hal ini dikarenakan minyak
jarak kasar awal yang bersumber dari BRATACO sudah jernih (kemungkinan besar
telah mengalami proses pemurnian). Perbedaan akan terlihat jelas jika minyak yang
dihasilkan berasal biji jarak hasil pressing atau solvent extraction.
55
Gambar 4.1 Perbandingan Kandungan FFA dan Bilangan Asam Minyak Jarak Awal
dengan Minyak Jarak Hasil Degumming
56
Minyak : Na2CO3 (v/v) [Na2CO3] (M) Kandungan FFA Bilangan Asam
1 : 0,1 0,05 1,4746 1,486
1 : 0,1 0,15 0,885 0,8997
1 : 0,1 0,25 0,6912 0,6968
Gambar 4.2 Pengaruh Konsentrasi Na2CO3 Terhadap Kandungan FFA dan Bilangan
Asam Pada Tahap Netralisasi
57
netralisasi. Hal ini dapat dilihat dari kandungan FFA dan bilangan asam yang semakin
kecil.
Pada tahap netralisasi ini, analisis warna Gardner tidak dilakukan karena
diperkirakan bahwa konsentrasi Na2CO3 tidak berpengaruh terhadap warna Gardner.
Hal ini disebabkan karena Na2CO3 bukan merupakan bahan pemucat warna pada
minyak. Adanya keterbatasan biaya juga menjadi kendala tidak dapat dilakukannya
analisis tersebut.
Dari ketiga proses netralisasi tersebut dapat dilihat bahwa minyak hasil
netralisasi dengan Na2CO3 sebesar 0,15 M dan 0,25 M yang dihasilkan sudah
memenuhi spesifikasi minyak jarak mutu satu, dimana minyak jarak mutu satu
mempunyai kandungan FFA sebesar 1 dan bilangan asam sebesar 1,69. Minyak jarak
yang dihasilkan belum pasti termasuk minyak mutu satu jika ditinjau dari beberapa
parameter yang lain, seperti bilangan asetil dan warna minyak itu sendiri. Untuk
melihat lebih jauh maka dilakukan proses pemurnian lebih lanjut. Dalam penelitian
ini akan dilakukan proses pemurnian terhadap warna minyak jarak, yaitu pada tahap
bleaching. Uji bilangan asetil tidak dilakukan dalam penelitian ini disebabkan karena
adanya keterbatasan waktu dan keterbatasan alat yang terdapat di laboratorium
penelitian.
58
Minyak jarak hasil tahap bleaching ini tidak diuji semuanya karena adanya
keterbatasan biaya, sehingga yang diuji hanya minyak hasil netralisasi Na2CO3 0,25
M (untuk semua variasi); 0,15 M (untuk jumlah karbon akktif 1,5 % dan konsentrasi
H2O2 40 %); dan 0,05 M (untuk jumlah karbon akktif 1,5 % dan konsentrasi H 2O2 40
%). Hasil proses bleaching tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6.
Minyak hasil netralisasi Na2CO3 0,25 M yang telah mengalami proses bleaching diuji
semuanya dengan harapan makin besar konsentrasi Na2CO3 akan memperkecil warna
Gardner sehingga minyak memenuhi spesifikasi minyak mutu satu.
59
bereaksi dengan asam lemak bebas. Akibatnya asam lemak bebas yang tersisa akan
semakin sedikit.
Analisis warna Gardner menunjukkan bahwa makin besar konsentrasi
Na2CO3, warna minyak yang dihasilkan tidak berbeda secara signifikan. Hal ini
disebabkan karena Na2CO3 tidak dapat digunakan sebagai zat pemucat warna minyak
sehingga warna minyak yang dihasilkan akan tetap. Pengaruh konsentrasi Na2CO3
terhadap kandungan FFA, bilangan asam, dan warna Gardner dapat dilihat pada
Gambar 4.3.
60
kurang. Hal ini dikarenakan luas permukaan untuk mengadsorpsi lebih kecil. Dalam
penelitian ini, tidak digunakannya karbon aktif yang berbentuk serbuk karena
berdasarkan pertimbangan proses pemisahan antara minyak dan karbon aktif lebih
diutamakan. Pada Gambar 4.4 akan diperlihatkan pengaruh jumlah karbon aktif
terhadap Kandungan FFA, bilangan asam, dan warna Gardner.
Gambar 4.4 Pengaruh Jumlah Karbon Aktif Terhadap Kandungan FFA, Bilangan
Asam, dan Warna Gardner Pada Tahap Bleaching dengan Karbon Aktif
61
0,25 M 30 0,5027 0,4542 3
40 0,3190 0,3226 3
62
4.4.2.2 Pengaruh Konsentrasi H2O2
Pengaruh konsentrasi H2O2 terhadap kandungan FFA, bilangan asam, dan
warna Gardner dapat dilihat pada Gambar 4.6. Tabel 4.6 diatas memperlihatkan
bahwa makin besar konsentrasi H2O2 (untuk minyak netralisasi dengan konsentrasi
Na2CO3 tetap) yang digunakan, makin kecil kandungan FFA, bilangan asam, dan
warna Gardner.
Kandungan FFA dan bilangan asam yang semakin kecil ini dapat disebabkan
karena asam lemak yang terdapat dalam minyak cenderung membentuk peroksida
atau drying oil karena proses oksidasi. Hal ini terlihat dari tebentuknya suatu lapisan
tebal di bagian atas minyak. Pada proses ini, sebagian minyak akan terpolimerisasi
sehingga rendemen minyak yang dihasilkan akan berkurang (volume awal minyak >
volume akhir minyak). Larutan H2O2 dapat mengoksidasi zat warna (pigmen) yang
terkandung dalam minyak sehingga warna yang dihasilkan akan lebih pucat
dibandingkan sebelum proses pemucatan dilakukan.
Gambar 4.6 Pengaruh Konsentrasi H2O2 Terhadap Kandungan FFA, Bilangan Asam,
dan Warna Gardner Pada Tahap Bleaching dengan Larutan H2O2
63
Dari hasil penelitian (secara visual) terlihat bahwa proses bleaching dengan
hidrogen peroksida lebih baik dibandingkan proses bleaching dengan karbon aktif.
Hal ini dapat dilihat dari warna minyak setelah proses pemucatan dilakukan, dimana
warna minyak dengan larutan H2O2 sebagai pemucat lebih bening (putih)
dibandingkan warna minyak dengan karbon aktif sebagai pemucat. Warna minyak
yang dihasilkan dengan karbon aktif adalah kuning bening.
Berdasarkan hasil analisis warna Gardner, hasil warna minyak dengan
larutan H2O2 sebagai pemucat juga lebih baik dibandingkan warna minyak dengan
karbon aktif sebagai pemucat warna minyak. Tabel 4.7 memperlihatkan bahwa warna
minyak (H2O2 sebagai pemucat) yang dihasilkan dapat mencapai 3 dengan analisis
warna Gardner. Hal ini menunjukkan bahwa minyak jarak yang dihasilkan telah
memenuhi spesifikasi minyak jarak mutu satu, berbeda dengan pemucatan
menggunakan karbon aktif dimana nilai terkecil yang dapat dicapai adalah diantara 3
dan 4. Dengan demikian, minyak jarak yang telah dimurnikan dengan karbon aktif
belum pasti mutu satu.
Tabel 4.7 Hasil Uji Warna Gardner Pada Proses Bleaching
dengan Karbon Aktif dan H2O2
64
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Minyak jarak kasar yang digunakan sebelum proses pemurnian merupakan
minyak jarak mutu tiga.
2. Proses degumming tidak mempengaruhi penurunan kandungan asam lemak
bebas (FFA) dan bilangan asam.
3. Konsentrasi natrium karbonat (Na2CO3) mempengaruhi penurunan kandungan
FFA dan bilangan asam pada proses netralisasi minyak jarak, dimana makin besar
konsentrasi Na2CO3, maka makin kecil kandungan FFA dan bilangan asam.
4. Konsentrasi Na2CO3 cenderung tidak mempengaruhi penurunan warna
Gardner pada proses bleaching minyak jarak dengan karbon aktif.
5. Jumlah karbon aktif tidak mempengaruhi penurunan kandungan FFA dan
bilangan asam pada proses bleaching minyak jarak.
6. Makin banyak jumlah karbon aktif (pada range 0,5 % - 1,5 %-wt) yang
digunakan pada proses bleaching minyak jarak hasil netralisasi Na2CO3 0,25 M,
warna Gardner belum menunjukkan perubahan.
7. Konsentrasi hidrogen peroksida (H2O2) mempengaruhi penurunan kandungan
FFA dan bilangan asam pada proses bleaching minyak jarak, dimana makin besar
konsentrasi H2O2, maka makin kecil kandungan FFA dan bilangan asam.
65
8. Konsentrasi H2O2 cenderung mempengaruhi penurunan warna Gardner pada
proses bleaching minyak jarak dengan larutan H2O2.
9. Makin besar konsentrasi H2O2 yang digunakan pada proses bleaching minyak
jarak hasil netralisasi Na2CO3 0,25 M, warna Gardner cenderung turun.
10. Penggunaan larutan H2O2 lebih baik dalam proses bleaching minyak jarak
dibandingkan dengan menggunakan karbon aktif.
11. Proses pemurnian dengan Na2CO3 0,25 M dan konsentrasi larutan hidrogen
peroksida 30 % dan 40 % menghasilkan minyak jarak mutu satu.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah:
1. Perlu dibuktikan bahwa jumlah karbon aktif >1,5 % dapat mempengaruhi
penurunan warna Gardner.
2. Perlu dicari cara yang lebih efisien untuk memisahkan minyak dan karbon
aktif selain dengan menggunakan penyaring vakum.
3. Perlu dicari bahan kimia lain untuk proses pemucatan minyak selain
menggunakan larutan hidrogen peroksida.
66
DAFTAR PUSTAKA
67
Hardi dan Indah, Pemurnian Minyak Jarak: Pengaruh Konsentrasi NaOH,
Na2CO3, dan Konsentrasi Karbon Aktif Terhadap Mutu Minyak Jarak,
Laporan Penelitian, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri
Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, 2002.
Hassler J.W. and J.W. Goetz, Active Carbon, Encyclopedia of Chemical Technology,
Ed. Kirk and Othmer, Vol. 2, The Interscience Encyclopedia Inc., New York,
1948.
Hassler J.W. and J.W. Goetz, Active Carbon, Encyclopedia of Chemical Technology,
Ed. Kirk and Othmer, Vol. 2, The Interscience Encyclopedia Inc., New York,
1953.
Hidayat, E.B., Anatomi Tumbuhan Berbiji, ITB, Bandung, 1995.
Jacobs, M.B, The Chemistry and Technology of Food and Food Product, 2nd ed.,
Vol. 2/3, Interscience Publisher LTD., London and New York, 1958
Jamieson, G.S., Vegetable Fats and Oils, 2nd ed., Reinhold Publishing Coorporation,
New York, 1943.
Jonson, L. A., and Lusas, E. W., Comparison of Alternative Solvents For Oil
Extraction, JAOCS, 1983.
Ketaren, S., Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, UI Press, Jakarta,
1986.
Kirschenbauer, H.G., Fats and Oils : An Outline of Their Chemistry and
Technology, Reinhold Publishing Coorporation, USA, 1994.
Lay A., Asam Lemak Bebas dan Pengendalianya, Buletin Balitka no. 8., 1989
Looney, R.F., Materials and Technology, vol. 4, vol. 5, vol.6, and vol.8 , Longman-
J.H. de Bussy, Amsterdam, 1975.
Mellan, I., Industrial Solvents, 2nd ed., Reinhold Publishing Coorporation, New
York, 1950.
Othmer, K., Encyclopedia of Chemical Technology, vol. 3 and vol. 6, The
Interscience Encyclopedia Inc., New York, 1951.
68
Othmer, K., Encyclopedia of Chemical Technology, 4th ed, vol. 5, John Willey and
Sons Inc., USA, 1996.
Qibtiah, M. Ekstraksi dan Pemurnian Minyak Jarak (Ricinus communis L.)
serta Karakteristik Mutunya, Skripsi, Jurusan Teknologi Industri Pertanian,
Fateta, IPB, Bogor, 1988.
Simpson, B.B. and M.c. Ogorzaly, Economic Botany : Plants in Our Warld,
McGraw-Hill International Editions, Singapore, 1986.
Smisek, M. And S. Cerny, Active Carbon, Manufactures, Properties and
Aplications, Elsevier Publishing Company, Amsterdam, 1970.
Steenis, C.G.G.J.v., Flora untuk Sekolah di Indonesia, Jakarta, 1975.
Subagjo, Ekstraksi Padat-Cair, Penuntun Prakstikum, Jurusan Teknik Kimia ITB,
1986.
Sudarmo, Subiyakto, Tanaman Perkebunan, Pengendalian Hama dan Penyakit,
Kanisius, Yogyakarta, 1993.
Suharto, I. dan B. Girisuta, Metodologi dan Perancangan Penelitian, Fakultas
Teknologi Industri Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, 1998.
Sujatmaka, Prospek Pasar dan Budidaya Jarak, Penebar Swadaya, Jakarta, 1992.
Swern, D. Ed., Baileys Industrial Oil and Fat Products, 3rd ed., Tindall and Cox,
London, 1949.
Syamsuhidayat, Sri Sugati dan J. Ria Hutape, Inventaris Tanaman Obat Indonesia,
Badan Pertanian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI,
1991
Thorpe, Thorpes Dictionary of Applied Chemistry, 4th ed., Longmans, Green and
Co. Inc., New York, 1949.
Treybal, R.E., Mass Transfer Operations, 3rd ed., McGraw-Hill, 1980.
69
LAMPIRAN A
PROSEDUR KERJA
A.1 Degumming
Minyak kasar
o
Pemanasan hingga 70 - 80 C
Pengendapan kotoran
o
Sentrifuga pada 32 - 50 C
70
A.2 Netralisasi
71
A.3 Pemucatan
0
Pemasukan karbon aktif saat temperatur 70-80 C
0
Pemanasan hingga 105 C selama 1 jam
Minyak jarak
72
LAMPIRAN B
UJI MINYAK JARAK
73
9. Titrasi larutan dengan KOH 0,1 N dengan indikator fenolftalein, sampai tepat
terlihat warna merah jambu.
10. Hitung jumlah miligram KOH yang digunakan untuk menetralkan asam bebas
dalam 1 gram minyak.
A N 56,1
Bilangan asam =
G
dimana : A = jumLah mL KOH untuk titrasi
N = normalitas larutan KOH
G = massa sampel (gram)
56,1 = berat molekul KOH
74
75
LAMPIRAN C
DATA DAN HASIL PERCOBAAN
76
C.2.3 Tahap Bleaching
C.2.3.1 Bleaching dengan Karbon Aktif
[Na2CO3] Karbon Aktif Berat sampel Volume Volume Kandungan Bilangan Warna
(M) (%-wt) (gr) NaOH (ml) KOH (ml) FFA Asam Gardner
8,1 4,3 - 1,4677 -
0,5 -
12,2 - 3,5 - 1,4807
7,9 4,2 - 1,4699 -
0,05 1 -
14 - 4 - 1,4746
9 4,8 - 1,4746 -
1,5 4
12,2 - 3,5 - 1,4807
5 1,6 - 0,8847 -
0,5 -
10,4 - 1,8 - 0,8687
5,4 1,7 - 0,8704 -
0,15 1 -
10,1 - 1,7 - 0,8933
5,4 1,7 - 0,8704 -
1,5 4
10,5 - 1,8 - 0,8848
5,6 1,4 - 0,6912 -
0,5 3-4
10,6 - 1,4 - 0,6820
6,5 1,5 - 0,6806 -
0,25 1 3-4
10,6 - 1,4 - 0,6820
6,1 1,5 - 0,6799 -
1,5 3-4
11,8 - 1,5 - 0,6560
77
C.2.3.2 Bleaching dengan Hidrogen Peroksida
[Na2CO3] Berat sampel Volume Volume Kandungan Bilangan Warna
(M) H2O2 (%) (gr) NaOH (ml) KOH (ml) FFA Asam Gardner
4,5 2,2 - 1,2165 -
20 -
10 - 2,5 - 1,2289
5,2 1,5 - 1,0368 -
0,05 30 -
11,5 - 1,9 - 0.9709
5,1 1,4 - 0,8602 -
40 3-4
13 - 2 - 0,8748
4,5 1 - 0,6144 -
20 -
10 - 1,2 - 0,6193
5,2 1,1 - 0,5849 -
0,15 30 -
11,5 - 1,3 - 0,5834
5,1 1 - 0,5421 -
40 3-4
13 - 1,3 - 0,5161
5,2 1 - 0,5317 -
20 3-4
12,5 - 1,3 - 0,5368
4,4 0,8 - 0,5027 -
0,25 30 3
12,5 - 1,1 - 0,4542
5,2 0,6 - 0,319 -
40 3
11,2 - 0,7 - 0,3226
78
C.3 Contoh Perhitungan
C.3.1 Penentuan Kandungan FFA
Untuk data minyak hasil tahap degumming:
Berat sampel (W) = 6 gr
Volume NaOH untuk titrasi (V) = 4 ml
Normalitas NaOH (N) = 0,108 N
Berat molekul NaOH = 25,6
V x N x 25,6
Kandungan FFA =
W
4 x 0,108 x 25,6
Kandungan FFA = 1,8432
6
79
LAMPIRAN D
DOKUMENTASI
80
Gambar D.3 Sentrifuga
81
Gambar D.5 Alat Uji Warna Gardner
82