TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Logam Berat dan Pencemarannya
Logam berasal dari bumi yang bisa berupa bahan organik dan bahan anorganik Diantara sekian banyak logam, ada yang keberadaannya di dalam tubuh mahluk
hidup baik pada tanaman, hewan atau ternak dan manusia merugikan bahkan
beracun.
Menurut Saeni (1989) bahwa yang dimaksud dengan logam berat adalah unsur yang
mempunyai bobot jenis lebih dari 5 g/cm3 yang biasanya terletak di bagian kanan
bawah sistem periodik diantaranya: ferum (Fe), timbal (Pb), krom (Cr), kadmium
(Cd), seng (Zn), tembaga (Cu), air raksa (Hg), mangan (Mn) dan arsen (As).
Pencemaran logam-logam berat diawali dari proses pertambangan yang
kemudian dicairkan dan dimurnikan menjadi logam-logam murni. Pertambangan
logam dilakukan, karena pada dasarnya logam sangat diperlukan dalam proses
produksi dari suatu pabrik, baik pabrik cat, aki atau baterai, pabrik percetakan
sampai pabrik alat-alat listrik. Limbah proses produksi dari beberapa pabrik tersebut
menyebabkan pencemaran logam berat baik pencemaran di air, udara, dan tanah.
Pencemaran di air, lebih banyak berdampak pada hewan-hewan air, sedang ternak
dan manusia tercemar logam berat dari air melalui air yang diminum. Udara yang
tercemar dengan logam berat akan terakumulasi dalam tanaman baik melalui udara
maupun dari tanah yang terlarut logam berat yang kemudian terserap oleh tanaman.
Ternak dan manusia tercemar logam berat disamping dari air yang diminum juga
dari tanaman tercemar yang dikonsumsi oleh ternak dan manusia serta dari udara
melalui pernafasannya. Dari sekian banyak logam berat, seperti yang diutarakan
oleh Saeni (1989) seperti: Fe, Pb, Cr, Cd, Zn, Cu, Hg, Mn dan As, empat logam
berat diantaranya bersifat merugikan dan beracun baik bagi ternak maupun bagi
manusia diantaranya: As, Cd, Pb dan Hg, sehingga Pacyna (1987) dalam Darmono
(1995) meneliti kandungan keempat logam berat tersebut dalam pembuangan limbah
sehubungan dengan penggunaan energi batubara dan minyak bumi di Eropa tahun
1979 seperti tercantum dalam Tabel 1.
Menurut Saeni (1997), Pb merupakan logam berat yang paling berbahaya
kedua setelah Hg, karena racun Hg bersifat akut, sedang Pb bersifat akumulatif, akan
tetapi limbah pembuangan Pb paling banyak jika dibandingkan Hg yang paling
limbah pembuangan penggunaan energi batubara dan minyak bumi yang paling
rendah, yaitu sebesar 221 ton/tahun dibandingkan dengan As = 678 ton/tahun, Cd =
256 ton/tahun dan Pb = 2.835 ton/tahun, sehingga Hg relatif kurang menjadi pusat
perhatian bagi manusia daripada Pb, mengingat kandungan Hg dari pencemaran
yang relatif rendah. Dengan demikian timbal menjadi pusat perhatian manusia tidak
hanya karena bahayanya, akan tetapi juga karena pencemarannya paling tinggi
(Tabel 1).
Tabel 1. Kandungan Logam dari Pembuangan Limbah dalam Penggunaan
Energi Batu Bara dan Minyak di Eropa Tahun 1979
Sumber
As
Cd
Pb
Hg
A. Pembakaran batu bara:
1. Energi listrik
2. Pabrik
3. Rumah tangga dan komersial
B. Pembakaran minyak
1. Energi listrik
79
37
450
SR
2. Industri dan Rumah tangga serta
138
73
709
SR
komersial
____________________________________________________________________
Jumlah
678
256
2.835
221
_________________________________________________________________________________
Keterangan: SR = sangat rendah, tanda berarti tak terdeteksi
Sumber: Pacyna (1987) dalam Darmono (1995)
Timbal secara alami terdapat sebagai timbal sulfida, timbal karbonat, timbal
sulfat dan timbal klorofosfat (Faust and Aly, 1981). Kandungan Pb dari beberapa
batuan kerak bumi sangat beragam. Batuan eruptif seperti granit dan riolit memiliki
kandungan Pb kurang lebih 200 ppm. Timbal (Pb) mempunyai titik lebur yang
rendah, sehingga mudah digunakan dan membutuhkan biaya yang relatif sedikit bagi
industri. Dengan demikian akan memungkinkan mudahnya terjadi pencemaran di
udara dan tanah.
Sumber utama pencemaran udara adalah asap kendaraan bermotor.
Sastrawijaya (1991) menyatakan bahwa pembakaran bensin sebagai sumber
pencemar lebih dari separuh pencemaran udara di daerah perkotaan, yaitu sekitar 60
70 % dari jumlah zat pencemar.
partikel Pb yang dikeluarkan oleh asap kendaraan bermotor berukuran antara 0,08
1,00 g dengan masa tinggal di udara selama 4 40 hari. Masa tinggal yang lama
menyebabkan partikel Pb dapat disebarkan angin hingga mencapai 100 1000 km
dari sumbernya.
mudah tersebar.
Setelah
tanggal 1 Juli 2001 harusnya kandungan timbal ini menurun, akan tetapi di udara
daerah Serpong justru kandungan timbalnya tambah meningkat yaitu mencapai 1,73,5 g/m3 (Anonim, 2005).
bahan bakar minyak, akan tetapi karena sifat dari Pb yang mempunyai titik lebur
yang rendah sehingga mudah menguap ke udara yang menimbulkan pencemaran
ditambah dengan mudahnya Pb digunakan dan murah dalam mengoperasikannya di
dalam industri. Sumber pencemaran Pb di dalam tanah dapat berasal dari asap
kendaraan bermotor, penambangan dan industri serta cat tembok yang larut bersama
air hujan (Burau, 1982).
2.2. Logam Berat bagi Tanaman
Smith (1981) menyebutkan bahwa sejumlah besar logam berat dapat
tersasosiasi dengan tumbuhan tinggi. Diantaranya ada yang dibutuhkan sebagai
unsur mikro (Fe, Mn dan Zn) dan logam berat lainnya yang belum diketahui
fungsinya dalam metabolisme tumbuhan (Pb, Cd dan Ti). Lebih lanjut Smith (1981)
menyatakan bahwa semua logam berat berpotensi mencemari tumbuhan dan gejala
akibat pencemaran logam berat, yakni: klorosis dan nekrosis pada ujung dan sisi
daun serta busuk daun yang lebih awal, akan tetapi menurut Kuperman dan Carreiro
(1997) kontaminasi logam berat dalam tanah akan merugikan dan mempengaruhi
aktivitas dan jumlah mikroorganisme, sehingga mempengaruhi proses penguraian
dan perputaran zat makanan bagi tumbuhan. Kozlowski et al. (1991) menyatakan
bahwa pencemaran udara terhadap tanaman dapat mempengaruhi: pertumbuhan,
yaitu dengan mengurangi pertumbuhan kambium, akar dan bagian reproduktif,
termasuk pertumbuhan akar dan pertumbuhan daun. begitu pula yang dinyatakan
oleh Akinola dan Adedeji (2007) bahwa baik tanah maupun rumput Benggala
(Panicum maximum Jacq.) sepanjang jalur ekpress Lagos-Ibadan, Nigeria tercemar
logam berat.
dan kerang-kerangan (Ip, et al., 2005). Lebih lanjut Rahman (2006) meneliti
kandungan Pb dan Cd pada beberapa jenis krustasea di Pantai Batakan dan
Takisung, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, ternyata udang dan
rajungan yang ada di perairan Pantai Batakan dan Takisung telah terkontaminasi Pb dan Cd diatas batas ambang yang telah ditentukan oleh FAO. Batas
ambang yang ditentukan oleh FAO, yaitu sebesar kurang dari 2 ppm untuk
kandungan Pb dan kurang dari 1 ppm untuk kandungan Cd. Kandungan Pb
dan Cd pada udang berkisar 66,995 96,250 ppm dan 8,00 13,25 ppm,
sedang pada rajungan berkisar 75,630 90,515 ppm dan 8,520 11,375
ppm.
c) Burung-burung merpati yang berasal dari daerah pedesaan, perkotaan, dan
daerah industri di korea telah diteliti konsentrasi Pb dan Cd pada tulang dan
ginjalnya. Konsentrasi tulang dan ginjal burung merpati yang berasal dari
daerah pedesaan hampir seimbang dengan yang berasal dari daerah industri.
Konsentrasi Pb dan Cd yang paling tinggi pada tulang dan ginjal, berasal dari
burung merpati asal daerah perkotaan daripada daerah pedesaan dan industri.
Konsentrasi Pb dan Cd pada tulang dan ginjal burung merpati tidak
menunjukkan penurunan dengan menurunnya tingkat pencemaran Pb dan Cd
di atmosfir,
menyusui, ternyata lebih lambat waktu pubertasnya dengan pemberian Pbasetat 1 ml/hari atau dengan kandungan Pb 12 mg/ml air selama 30 hari.
Pengaruh pencemaran Pb lebih sensitif pada tikus yang bunting daripada
tikus yang sedang menyusui (Dearth, et al., 2002).
f) Penambahan Pb sebanyak 0,15 ppm dalam air yang terdapat juvenil ikan
bandeng (Chanos chanos Forskall) akan memperlihatkan degenerasi lemak
pada hatinya (Alivia dan Djawad, 2000). Lebih lanjut Ghalib et al. (2002)
meneliti penambahan Pb sebanyak 0,15 ppm dapat menyebabkan kerusakan
insang dan mengurangi konsumsi oksigen..
g) Maral et al. (2005) menyatakan bahwa tanah-tanah di Brazil tepatnya di
So Paulo State ditemukan campuran mineral logam berat yang dapat
menyebabkan keracunan pada ternak sapi. Lebih lanjut Lee et al. (1996)
meneliti tentang konsentrasi Cd dalam ginjal dan hati domba Romney yang
digembalakan pada padang penggembalaan yang rendah konsentrasi kadmiumnya (0,18 g/g bahan kering) dan yang tinggi konsentrasi kadmiumnya
(0,52 g/g bahan kering) dengan umur domba yang berbeda.
Hasilnya
melalui kotoran dalam jumlah yang relatif lebih besar daripada kandungan
Pb pakan.
Dalam dunia peternakan, logam diistilahkan dengan mineral yang juga
diperlukan, bahkan sangat menentukan terhadap produksi ternak. Pada umumnya
produksi ternak akan tinggi bila kecukupan zat organik seperti protein, karbohidrat
dan lemak juga tercukupi, akan tetapi tidak jarang terlihat bahwa secara visual
produksi ternak masih tidak normal walaupun bahan organik cukup banyak
dikonsumsi. Dalam hal seperti ini biasanya praduga diarahkan pada defisiensi atau
kelebihan atau ketidakseimbangan mineral dalam bahan makanan, sehingga logamlogam atau mineral-mineral tertentu menjadi esensial bagi ternak.
Dengan
Babi
1.000
Pedet
200 400
Domba `
200 400
Kim (2004)
khlorida (HCl) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan alkali. Perlakuan alkali
yang dimaksud menggunakan kalium hidroksida (KOH) dan natrium hidroksida
(NaOH). Pengurangan kadar Pb yang rendah pada kondisi asam berkaitan dengan
ketersediaan Pb dalam cangkang kepiting yang berada dalam bentuk terlarut. Disisi
lain tingginya kadar Pb dalam cangkang kepiting dikarenakan pada kondisi alkali,
Pb terdapat dalam bentuk endapan, sehingga mudah diekresikan ke luar tubuh. Hal
tersebut seiring dengan pendapat Nur et al. (1989) yang menyatakan bahwa pada pH
7 atau lebih protein umumnya bermuatan negatif, sehingga penambahan ion logam
positif akan menetralkan muatan ini.
efektif pada pH netral atau sedikit alkali. Larutan tidak boleh sangat alkalis oleh
karena akan terjadi resiko pengendapan hidroksi logam. Endapan sering kali larut
dalam larutan ion logam berat berlebihan oleh karena ion berlebihan akan
mengakibatkan/memberikan muatan positif yang stabil pada partikel-partikel.
Penelitian lain sehubungan dengan penggunaan asam anorganik terhadap
konsumsi pakan dan kecernaan zat makanan dari domba betina periode pertumbuhan
telah dilakukan oleh Wolf et al. (1994). Wolf et al. (1994) menambahkan asam
khlorida (HCl) sebanyak 2 10% pada ransum yang mengandung kertas koran.
Lebih lanjut dinyatakan bahwa penambahan asam khlorida (HCl) sebesar 2% pada
ransum yang mengandung kertas koran akan meningkatkan konsumsi bahan kering
dan kecernaan zat makanan.
konsentrasi yang sama akan meningkatkan konsumsi bahan kering lebih banyak
dibandingkan dengan penggunaan asam sulfat (H2SO4).
mempelajari interaksi antara logam, protein dan derajat keasaman dilakukan oleh
Tripathi et al. (2001). Perlakuan penambahan asam khlorida (HCl) dan suplementasi cuprum (Cu) dan iodium (I) dapat meningkatkan konsumsi protein kasar dan
energi metabolis dibandingkan dengan yang tidak diberi perlakuan asam khlorida
dan suplementasi cuprum dan iodium.
dalam hati dan ginjal. Bila konsumsi Pb meningkat, maka akan terakumulasi dalam
hati, ginjal, tulang dan rambut (Dinius et al., 1973) dalam Parakkasi (1999). Pada
manusia, Pb dapat terakumulasi dalam rambut sesuai pernyataan Saeni (1997) yang
menyatakan bahwa jumlah logam dalam rambut berkorelasi dengan jumlah logam
yang diabsorpsi oleh tubuh, karena rambut banyak mengandung protein struktural
yang tersusun dari asam-asam amino sistein yang mengandung gugus sulfhidril
(-SH) dan sistein dengan ikatan disulfida (-S-S-). Gugus tersebut mampu mengikat
logam berat yang masuk kedalam tubuh dan terikat di dalam rambut. Mengingat
senyawa sulfida mudah terikat dengan logam berat, maka bila Pb masuk ke dalam
tubuh, maka akan terikat oleh senyawa sulfida dalam rambut (Huyser, 1984 dalam
Saeni, 1997). Akumulasi Pb tidak hanya di rambut akan tetapi lebih awal akan
terakumulasi di darah seperti hasil penelitian yang dinyatakan oleh Aminah (2006)
yang meneliti kadar Pb karyawan Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan
Pemberantasan Penyakit Menular (BBTKL & PPM) di Surabaya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa karyawan BBTKL & PPM yang mengambil sampling di
lapangan mempunyai kadar Pb dalam darah yang lebih tinggi daripada karyawan
yang tidak melakukan sampling di lapangan. Begitu pula Ardyanto (2005) yang
mendeteksi pencemaran Pb dalam darah masyarakat yang banyak menghirup Pb.
Timbal (Pb) pada senyawa anorganiknya dalam sistem hematopoetik menghambat
reaksi enzimatik terakhir dalam sintesis heme, sehigga terjadi anemia.
Hewan ruminansia mengabsorpsi mineral Pb dalam jumlah yang relatif
rendah dibandingkan dengan hewan nonruminansia. Absorpsi mineral melalui paruparu mencapai 30 40 % dari mineral yang dihirup (Pilliang, 2002). Mineral Pb
pada anak-anak sapi dan domba terdapat dalam jumlah relatif konstan yaitu sekitar
0,1 0,13 ppm. Jika kandungan Pb lebih besar dari 0,04 ppm dalam feses berarti
bahwa banyak Pb yang masuk dalam tubuh. Hampir sama dengan ternak, pada
manusia absorpsi Pb terutama melalui saluran cerna dan saluran nafas. Absorpsi
melalui usus pada orang dewasa kira-kira 10% sedangkan pada anak kira-kira 40%.
Menuurut Klaassen (1980), tidak banyak yang diketahui tentang absorpsi Pb melalui
saluran cerna. Ada dugaan bahwa Pb dan Ca berkompetisi dalam transport lewat
mukosa usus, karena ada hubungan timbal balik antara kadar Ca makanan dan
absorpsi Pb. Selain itu kekurangan Fe dilaporkan dapat meningkatkan absorpsi Pb
melalui saluran cerna.