Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Toksisitas logam adalah terjadinya keracunan dalam tubuh manusia
yang diakibatkan oleh bahan berbahaya yang mengandung logam beracun.
Zat-zat beracun dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan,
kulit dan mulut. Pada umumnya, logam terdapat di alam dalam betuk batuan,
bijih tambang, tanah, air, dan udara.
Macam-macam logam beracun yaitu raksa/merkuri (Hg), kromium
(Cr), kadmium (Cd), tembaga (Cu), timah (Sn), nikel (N), arsene (As), kobalt
(Co), alumunium (Al), besi (Fe), selenium (Se), dab zink (Zn). Alaupun kadar
logam dalam tanah, air dan udara rendah , namun dapat meningkat apabila
manusia menggunakan produk-produk dan peralatan yang mengandung
logam, pabrik-pabrik yang menggunakan logam, pertambangan logam, dan
pemurnian logam. Contohnya, penggunaan 25000- 125000 ton raksa per
tahun pada pabrik termometer, spignometer,barometer, baterai, saklar elektrik
dan peralatan elektronik.
Alumunium (Al)
Sekitar 20 tahun yang lalu, ada penelitian yang menunjukkan bahwa
alumunium merupakan penyebab penyakit alzheimer. Akibatnya, banyak
organisasi dan individu yang mengurangi tingkat pemakaian peralatan dari
alumunium. Namun, Organisasi Kesehatan Dunia ( HO) menyimpulkan
baha, penelitian yang menyatakan bah a alumunium merupakan penyebab
alzheimer tidak dapat dipercaya, karena penelitian tersebut tidak dapat
dipercaya, karena penelitian tersebut tidak memperhitungkan asupan
alumunium total yang ada dalam penyakit itu. Meskipun tidak ada bukti yang
meyakinkan baha alumunium sebagaipenyebab utama alzheirmer, para
peneliti bersepakat untuk melakukan penelitian lebih lanjut lagi. Pada industri
manufaktur mobil, perlu diperhatikan keselamatan para pekerja, karena
alumunium yang terkandung dalam cairan logam di tempat kerja

1
menyebabkan kanker. Target organ alumunium adalah sistem saraf pusat,
ginjal dan sistem pencernaan.
Barium (Ba)
Beberapa senyaa barium mudah larut dalam air dan ditemukan di
danau atau sungai. Dampak yang ditimbulkan senya a barium yang berbeda
tergantung pada kelarutan senya a barium. Barium yang tidak larut dalam air,
tidak berbahaya dan sering digunakan oleh dokter untuk tujuan medis.
Senyawa barium yang larut dalam air dapat menyebabkan efek kesehatan
yang berbahaya, misalnya kesulitan bernapas, tekanan darah meningkat,
perubahan irama jantung, iritasi perut, pembengkakan otak, kelemahan otot,
kerusakan hati, ginjal dan limpa.
Berilium (Be)
Pekerja pabrik yang bekerja pada pertambangan atau pengolahan
bijih, pabrik yang menggunakan paduan dan manufaktur kimia dengan
berilium, permesinan atau daur ulang logam yang mengandung berilium
sangat berbahaya, karena mereka menghirup udara tempat
kerja yang terkontaminasi dengan berilium.tinggi tingkatan berilium di udara
menyebabkan kerusakan paru-paru. Berilium diserap perlahan-lahan dari
paru-paru kedalam darah, dan kemudian diangkut ke sistem brangka, hati dan
ginjal.
Kadmium (Cd)
Kadmium ditemukan dalam pembuatan baterai, plastik PVC, pigmen
cat, pupuk, rokok dan kerang yang berada disekitar lingkungan pabrik.
Keracunan logam kardium terdiri dari 15-50% penyerapan melalui sistem
pencernaan. Target organ adalah hati, plasenta, ginjal, paru-paru, otak dan
tulang.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana toksisitas logam dalam tubuh?
2. Bagaimana proses keracunan logam pada manusia?
3. Bagaimana akibat keracunan logam pada tubuh manusia?

2
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui toksisitas logam dalam tubuh
2. Untuk mengetahui proses keracunan logam pada tubuh manusia
3. Untuk mengetahui akibat keracunan logam pada tubuh manusia

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Umum
Logam berat dalam konsentrasi yang sangat rendah disebut sebagai
logam renik. Logam berat (heavy metals) merupakan sekelompok elemen-
elemen logam yang dikategorikan berbahaya jika masuk ke dalam tubuh
mahluk hidup. Logam-logam seperti merkuri (Hg), nikel (Ni), kromium (Cr),
kadmium (Cd), dan timbal (Pb) dapat ditemukan dalam lingkungan perairan
yang tercemar limbah (Nugroho, 2006). Logam berat merupakan logam yang
memiliki nilai densitas lebih dari 5 g/cm3 (Hutagalung, 1991). Logam berat
dapat bereaksi membentuk ikatan koordinasi dengan ligan dalam tubuh
berbentuk -OH, -COO-, -OPO3H-, -C=O, -SH, -S-S-, -NH2 dan =NH
(Darmono, 1995).
Logam berdasarkan toksisitasnya dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Toksisitas tinggi, contohnya merkuri (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb),
arsen (As), tembaga (Cu), dan seng (Zn).
b. Toksisitas sedang, contohnya kromium (Cr), nikel (Ni), dan kobalt (Co).
c. Toksisitas rendah, contohnya mangan (Mn) dan besi (Fe) (Darmono, 1995).
Logam Nikel (Ni)
Nikel merupakan logam dengan nomor atom 28 dan massa atom
58,69. Dalam Sistem Periodik Unsur (SPU), nikel terletak pada periode IV,
golongan VIII B. Nikel meleleh pada 1455°C, dan bersifat sedikit magnetis
(Svehla, 1979).
Nikel merupakan logam berwarna putih perak yang mengkilat, keras
dan lentur, tergolong dalam logam peralihan, sifatnya tidak berubah jika
terkena udara, tahan terhadap oksidasi, dan memiliki kemampuan
mempertahankan sifat aslinya di bawah suhu yang ekstrim (Cotton, 1989).
Pencemaran logam nikel pada lingkungan perairan berasal dari aktifitas
manusia berupa pencucian dinding kapal, buangan industri, dan lain
sebagainya. Nikel berbentuk sebagai unsur bebas atau sebagai senyawa ion
dengan valensi 2 dan 3 (Agusnar, 2008).

4
Logam nikel dalam jumlah kecil dibutuhkan oleh tubuh, tetapi jika
jumlahnya terlalu tinggi dapat membahayakan kesehatan manusia. Kadar
nikel yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kanker paru-paru, kanker
hidung, kanker pangkal tenggorokan dan kanker prostat, kerusakan fungsi
ginjal, kehilangan keseimbangan, kegagalan respirasi, kelahiran cacat,
penyakit asma dan bronkhitis kronis serta merusak hati.
Nikel dapat digunakan dalam berbagai aplikasi komersial dan industri,
contohnya sebagai pelindung baja (stainless steel), pelindung tembaga,
industri baterai, elektronik, pembuatan pesawat terbang, bahan tekstil, turbin
pembangkit listrik bertenaga gas, magnet kuat, pembuatan alat-alat
laboratorium seperti kawat nikrom, kawat lampu listrik, katalisator lemak,
pupuk, dan berbagai fungsi lainnya (Gerberding, 2005).
Pada perairan, nikel dapat ditemukan dalam bentuk koloid. Di daerah
muara,sungai, nikel menunjukan konsentrasi yang semakin meningkat dengan
peningkatan kekeruhan. Peningkatan konsentrasi nikel terlarut, pada tingkat
kekeruhan yang tinggi terjadi karena proses desorpsi dari partikel-partikel
yang ada dimuara sungai dan proses resuspensi. Garam-garam nikel seperti
nikel amonium sulfat, nikel nitrat, dan nikel klorida bersifat mudah larut
dalam air. Pada kondisi aerob dan pH < 9, nikel membentuk senyawa
kompleks dengan hidroksida, karbonat, dan sulfat dan selanjutnya mengalami
presipitasi. Pada kondisi anaerob, nikel bersifat tidak larut (Moore, 1991).
Pada analisis nikel dengan pengompleks di-(3-kloro-2-metil fenil)
karbazona, menggunakan Spektrofotometer Ultra Ungu-Tampak, diperoleh
dua pita serapan, yaitu pada 462 nm dan 630 nm. Penambahan larutan
kloroform menyebabkan terjadinya perubahan warna kompleks yang semula
biru kehijauan menjadi merah muda, serta terbentuknya pita serapan tunggal
pada 512 nm (Dodamani, 2012).
Kompleks ion Ni(II) - ligan basa Schiff dapat terbentuk secara
optimum, pada perbandingan mol 1:3. Semakin kecil suatu potensial
elektroda (Fe < Co < Ni), maka semakin mudah untuk mengalami oksidasi
(Rini, 2010).

5
Ligan Basa Schiff
Basa Schiff merupakan hasil kondensasi amina primer dengan
senyawa karbonil,diperkenalkan pertama kali oleh Hugo Schiffin tahun 1864.
Keistimewaan struktur dari senyawa ini adalah gugus azometin dengan rumus
umum RHC=N-R’dimana R dan R’ adalah alkil, aril, siklo alkil atau senyawa
heterosiklik yang mungkin tersubtitusi. Senyawa-senyawa ini biasanya
dikenal sebagai anil, imina,
atau azometin (Cohen, 1975).
Beberapa studi menunjukkan adanya elektron tak berpasangan pada
hibridisasi orbital sp2 atom nitrogen gugus azometin, yang dapat
dipertimbangkan kepentingannya secara kimia dan biologis. Basa Schiff
merupakan senyawa pengkhelat yang baik, terutama, dikarenakan mudah
dalam penyiapannya, mudah disintesis, dan sifat khusus gugus C=N, terutama
apabila terdapat gugus fungsi seperti –OH atau –SH pada gugus azometin,
sehingga dapat membentuk cincin beranggota lima atau enam dengan ion
logam (Price, 1995).
Basa Schiff merupakan jenis senyawa kimia yang mengandung ikatan
rangkap sebagai gugus fungsi, dimana atom nitrogen terikat pada gugus aril
atau gugus alkil (R) tetapi bukan hidrogen. Dimana (R) sebagai gugus fenil
atau alkil yang membuat basa Schiff menjadi imina yang stabil. Bermacam-
macam ligan ini dapat berikatan koordinasi antara ion logam dengan nitrogen
imina dan gugus lainnya, biasanya terikat pada aldehida. Kimiawan saat ini
terus aktif mensintesis basa Schiff, yang dirancang dengan baik (Cozzi,
2004).
Meskipun basa Schiff merupakan senyawa pengkhelat yang baik,
mudah penyiapan dan karakterisasinya, penggunaannya dibidang analitik
harus lebih diperhatikan karena dua kekurangannya yaitu, tidak dapat larut
dalam larutan encer dan tidak mudah terdekomposisi dalam larutan asam,
sehingga penggunaannya pada kondisi basa dikurangi (Kim, 2008).

6
Pembentukan basa Schiff dilakukan dengan dikatalisis asam atau basa
ataupun dengan pemanasan. Biasanya basa Schiff berbentuk kristal padat,
yang pada dasarnya lemah tetapi beberapa diantaranya membentuk garam tak
larut dalam asam kuat. Basa Schiff sering digunakan sebagai ligan dalam
bidang senyawa koordinasi,salah satu alasannya yaitu ikatan hidrogen
intramolekuler antara atom (O) dan (N) yang berperan penting dalam
pembentukan kompleks, dan transfer proton dari atom hidroksil (O) ke imina
(N) (Elerman, 2002).
Ligan basa Schiff memiliki keistimewaan dibidang kimia, terutama
dalam kompleks basa Schiff, karena ligan basa Schiff berpotensi untuk
membentuk kompleks yang stabil dengan ion-ion logam (Souza, 1985). Ligan
basa Schiff mudah didapat dari kondensasi antara aldehida dan imina. Pusat
stereogenik atau unsur khiral lainnya dapat digunakan dalam merancang
sintesis. Ligan basa Schiff dapat berkoordinasi dengan banyak logam berbeda
untuk menstabilkannya pada bentuk teroksidasi (Osman, 2006).

7
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Toksisitas Logam
Toksisitas logam adalah terjadinya keracunan dalam tubuh manusia
yang diakibatkan oleh bahan berbahaya yang mengandung logam beracun.
Zat-zat beracun dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan,
kulit dan mulut. Pada umumnya, logam terdapat di alam dalam betuk batuan,
bijih tambang, tanah, air, dan udara.
3.2 Faktor Toksisitas Logam
Ada beberapa faktor dari toksisitas logam diantaranya:
1. Tingkatan Konsumsi dan Banyaknya Logam di Alam
Umumnya, makin tinggi kadar logam yang terdapat di alam, makin tinggi
pula efek keracunan yang ditimbulkan oleh logam tersebut. Contohnya,
kedmium dalam satu dosis tunggal dan besar dapat menginduksi gangguan
saluran pencernaan. Asupan kadmium yang berjumlah lebih kecil dapat
mengakibatkan gangguan fungsi ginjal.
2. Bentuk Kimia
Senyawa anorganik merkuri berpengaruh pada ginjal,sedangkan senya a metil
merkuri dan etil merkuri akan berpengaruh pada susunan saraf. Pada saat ini,
senyawa merkuri bersifat lipofitik, sehingga meracuni darah dan otak. Senya
a tertraetil timbal juga dapat mempengaruhi susunan saraf.
5. Kompleks Protein-Logam
Berbagai kompleks protein-logam dibentuk dalam tubuh. Contohnya,
kompleks protein-logam yang dibentuk dengan timbal, bismut, dan raksa-
selenium secara mikroskopik dapat terlihat sebagai badan inklusi dalam sel
yang tercemar logam. Besi dapat bergabung dengan protein untuk
membentuk feritin yang bersifat larut dalam air atau hemosiderin yang tidak
larut dalam air. Kadmium dan beberapa logam lain, seperti tembaga dan zink
bergabung dengan metalotionein, suatu protein dengan bobot molekul rendah.
Kompleks protein kadmium (Cd) tidak begitu beracun, jika dibandingkan

8
dengan . Tetapi, dalam sel tubulus ginjal, kadmium-metalotionein

melepaskan dan menyebabkan keracunan.

6. Faktor Usia dan Berat Badan


Pada orang yang usianya muda, seperti anak-anak, biasanya lebih rentan
diserang keracunan logam daripada orang deasa. Hal ini disebabkan karena
kepekaan dan tingkat penyerapan dalamm saluran pencernaan pada mereka
lebih besar. Selain itu, pada anak-anak yang mempunyai berat badan sangat
kecil, lebih mudah diserang oleh racun logam. Faktor-faktor diet yang
menyebabkan defisiensi protein, vitamin C, dan vitamin D dapat
meningkatkan keracunan logam. Logam timbal dan merkuri, dapat melintasi
plasenta dan mempengaruhi janin. Dari penelitian, bayi yang terkena racun
logam dalam kandungan ibunya, akan dipengaruhi secara berlebihan daripada
ibunya.
3.3 Proses Keracunan Logam Pada Manusia
1. Pada Saraf
Uap logam merkuri dan metil merkuri dengan mudah dapat memasuki
susunan saraf dan menambah efek racun. Senyawa merkuri anorganik tidak
dapat memasuki susunan saraf dalam jumlah yang cukup banyak, sehingga
tidak menimbulkan keracunan (neurotoksik). Senyawa organik timbal bersifat
neurotoksik, sedangkan senya a timbal anorganik mempengaruhi sistem hem.
Sistem hem merupakan sistem yang mengandung zat penting bagi
hemoglobin dan sitokrom. Pada tingkat pemakaian yang tinggi, senyawa-
senyawa ini dapat menambah ensefalopati yang mengakibatkan gangguan
fungsi keji aan pada anak-anak kecil, seperti gangguan kesadaran dan
kelakuan. Logam lain yang bersifat neurotoksik adalah tembaga, trietiltimah,
emas, litium dan mangan.
2. Pada Ginjal
Sebagai organ eksresi utama dalam tubuh, ginjal menjadi organ sasaran
keracunan logam. Kadmium mempengaruhi sel tubulus proksimal ginjal,

9
sehingga menyebabkan ekskresi protein molekul kecil, asam amino, dan
glukosa bersama urin. Kadmium terkumpul dalam lisosom sel tubulus

proksimal ginjal. Dalam lisosom, komleks kadmium melepaskan . Ion

kadmium menghambat enzim proteolitik dalam lisosom dan menyebabkan


cedera sel.
3. Pada Pernapasan
Sistem pernapasan merupakan organ sasaran utama bagi sebagian besar
logam. Banyaknya logam menyebabkan iritasi dan radang salurana
pernapasan, bagian yang dipengaruhi bergantung pada jenis logam dan
tingkat pemakaian. Pada tingkat pemakaian yang tinggi, kromium
memengaruhi lubang hidung, arsen memengaruhi bronki, dan berilium
memengaruhi paru-paru.
3.4 Akibat Keracunan Logam
1. Karsinogenisitas
Karsinogenisitas merupakan pembengkakan pada jaringan tubuh (tumor).
Tumor diakibatkan oleh peningkatan zat-zat kimia yang beracun. Beberapa
logam bersifat karsinogenik pada manusia dan hean. Logam-logam tersebut
adalah arsen, kromium, berilium, kadmium dan sisplatin.
2. Gangguan Fungsi Imun
Konsumsi makanan yang mempunyai bahan logam beracun dapat
mengakibatkan penghambatan berbagai fungsi imun. Logam-logam lain,
seperti berilium, kromium, nikel, emas, merkuri, platina dan zirkonium dapat
menginduksi reaksi hipersensitivitas.
3.5 Jalur Masuk Logam
Logam berat memasuki jaringan tumbuhan, hean dan manusia melalui udara
yang dihirup, makanan dan penanganan manual. Emisi kendaraan bermotor
adalah sumber utama pencemaran udara termasuk arsenik, kadmium, kobalt,
nikel, timbal, antimon,vanadium, seng, platina, paladium dan rodium.
Sumber-sumber air ( air tanah, danau, jeram dan sungai) dapat tercemar
logam berat hasil pelindian industri dan limbah domestik, hujan asam dapat

10
memperparah proses ini dengan membebaskan logam berat yang tertangkap
didalam tanah. Tumbuhan terpapar logam berat melalui air yang di asupnya,
he an memakan tumbuhan ini, makanan nabati dan he ani adalah sumber
terbesar logam berat pada manusia. Absorpsi melalui kontak kulit, misalnya
kontak dengan tanah, adalah sumber potensial kontaminasi logam berat
lainnya. Logam berat beracun dapat mengalami bioakumulasi pada organisme
karena mereka sulit di metabolisme.

11
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Toksisitas logam adalah terjadinya keracunan dalam tubuh manusia
yang diakibatkan oleh bahan berbahaya yang mengandung logam beracun.
Proses keracunan logam pada manusia diantaranya:
Pada Saraf : Uap logam merkuri dan metil merkuri dengan mudah dapat
memasuki susunan saraf dan menambah efek racun. Senyawa merkuri
anorganik tidak dapat memasuki susunan saraf dalam jumlah yang cukup
banyak, sehingga tidak menimbulkan keracunan (neurotoksik).
Pada Ginjal : Sebagai organ eksresi utama dalam tubuh, ginjal menjadi organ
sasaran keracunan logam.
Pada Pernapasan : Sistem pernapasan merupakan organ sasaran utama bagi
sebagian besar logam.
Akibat keracunan logam pada tubuh manusia bisa menimbulkan
karsinogenitas yaitu pembengkakan pada jaringan tubuh (tumor), dan
gangguan fungsi imun.

12
DAFTAR PUSTAKA

Palar, Heryando. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta:


Rineka Cipta
Darmono. 2009. Farmasi Forensik dan Toksikologi. Jakarta: UI Press
Svehla. 1979. Buku Ajar Vogel: Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan
Semimakro. Jakarta: PT Kalman Media Pustaka
Agusnar. 2008. Analisa Pencemaran dan Pengendalian Lingkungan. Medan: USU
Press

13

Anda mungkin juga menyukai