Anda di halaman 1dari 21

LOGAM TEMBAGA (Cu) PADA PERTAMBANGAN DAN LOGAM KADMIUM (Cd)

KIMIA LINGKUNGAN DAN TOKSIKOLOGI

Nama : Prahaya Gilang Pamungkas


Nim : 22960054
Kelas : Reguler
DOSEN : Dr. Ali Aulia Ghozali S.Si M.Si
1. Identitas, Penyebaran, Sifat dan Kegunaan Tembaga

o Tembaga dengan nama kimia cupprum dilambangkan dengan Cu. Unsur logam ini berbentuk kristal
dengan warna kemerahan.
o Tembaga memiliki Nomor Atom (NA) 29 dan mempunyai bobot atau Berat Atom (BA) 63.546
g/mol.
o Unsur tembaga di alam, dapat ditemukan dalam bentuk logam bebas, akan tetapi lebih banyak
ditemukan dalam bentuk persenyawaan atau sebagai senyawa padat dalam bentuk mineral (Palar,
1994).
o Logam tembaga banyak digunakan dalam bidang elektronika atau pelestrikan. Dalam bidang industri
lainnya, senyawa tembaga banyak digunakan sebagai contoh adalah industri cat sebagai antifoling,
industri insektisida, fungisida dll.
Gambar 1. Tembaga (Source : Wikipedia)
2. Sumber dan Produksi Tembaga

o Tembaga dalam suatu lingkungan dapat masuk melalui bermacam-macam jalur dan berbagai
sumber.
o Masuk dalam lingkungan secara ilmiah dan non ilmiah.
o Secara ilimiah, tembaga masuk dalam lingkungan dari peristiwa alam. Contohnya : proses
pengikisan dari mineral batuan dan partikulat tembaga yang ada dalam lapisan udara yang dibawa
turun oleh hujan.
o Secara non ilmiah, tembaga masuk dalam lingkungan akibat aktifitas manusia. Contohnya :
industri yang memakai tembaga dalam proses produksi, salah satunya adalah kegiatan
pertambangan.
o Dalam industri pertambangan untuk mendapatkan produksi tembaga yang baik harus melalui
tahapan berbagai proses, yaitu proses penghalusan bijih tembaga, pemekatan secara flotasi,
pembakaran suhu 600 sampai 800oC untuk menghilangkan kandungan belerang dan yang terakhir
proses peleburan dengan cara pembakaran suhu 1100 sampai 1600 oC.
3. Tembaga Bagi Organisme

o Sebagai logam berat, tembaga berbeda dengan logam-logam berat lainnya. Logam Berat tembaga
digolongkan ke dalam logam berat yang dipentingkan atau logam berat esensial. Artinya, meskipun tembaga
merupakan logam berat beracun, unsur logam ini sangat dibutuhkan tubuh meski dalam jumlah yang sedikit.
o Toksisitas yang dimiliki oleh tembaga akan berpengaruh apabila logam ini berada dalam tubuh organisme
dalam jumlah besar atau melebihi nilai toleransi organisme terkait.
o Manusia dewasa membutuhkan sekitar 30 ug tembaga perkilogram berat tubuh. Pada anak-anak jumlah
tembaga yang dibutuhkan adalah 40 ug perkilogram berat tubuh, sedangkan pada bayi dibutuhkan 80 ug
tembaga perkilogram berat tubuh (Sumber: WHO, 1973-cit. Fribeg – 1977).
o Selain manusia, organisme hidup lainnya juga sangat membutuhkan tembaga untuk kehidupannya. Mulai dari
tumbuh-tumbuhan sampai pada hewan darat ataupun biota perairan.
4. Limbah Tembaga pada Pertambangan

o Tembaga adalah logam yang ditemukan sebagai unsur atau berasosiasi dengan tembaga dan perak.
Tembaga ini terdapat dalam jumlah yang relatif besar dan ditemukan selama pemisahan dari bijihnya
pada elektrolisis dan pemurnian tembaga (Hartati, 1996).
o Tailing merupakan limbah pada pertambangan yang terdiri dari beberapa unsur salah satu unsur dalam
tailing adalah tembaga. Tailing merupakan bahan galian yang tidak berharga, merupakan salah satu hasil
sampingan dari proses pengolahan bijih logam non besi terutama emas, yang mempunyai sifat sangat
beracun dengan dampak merusak lingkungan (Callahan, dkk, 2006).
o Tailing umumnya memiliki komposisi sekitar 50% batuan dan 50% air.
o Dalam Tailing kandungan logam berharga sudah sangat sedikit dan dalam jumlah yang tidak ekonomis,
sehingga tailing dibuang (Siswoyo, 2006).
Kegiatan pertambangan banyak menghasilkan limbah berupa tailing dan dibuang di
dataran atau badan air, limbah unsur pencemar kemungkinan tersebar di sekitar wilayah
tersebut dan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Bahaya pencemaran
lingkungan mungkin terbentuk jika tailing tersebut tidak ditangani secara tepat. Terutama
di wilayah tropis, tingginya tingkat pelapukan kimiawi dan aktivitas biokimia akan
menunjang percepatan mobilisasi unsur-unsur berpotensi racun (Herman, 2006).
Gambar 2. Tailing PT FI (Source : PT Freeport Indonesia)
5. Keracunan Tembaga

o Bentuk tembaga yang paling beracun adalah debu-debu tembaga yang dapat mengakibatkan kematian
pada dosis 3,5 mg/kg.
o Pada manusia efek keracunan utama yang ditimbulkan akibat terpapar oleh debu atau uap logam
tembaga adalah terjadinya gangguan pada jalur pernapasan sebelah atas.
o Efek keracunan yang ditimbulkan akibat terpapar oleh debu atau uap tembaga tersebut adalah
terjadinya kerusakan atropik pada selaput lendir yang berhubungan dengan hidung.
o Sesuai dengan sifatnya sebagai logam berat beracun, tembaga dapat mengakibatkan keracunan secara
akut dan kronis. Keracunan akut dan kronis ini terjadi ditentukan oleh besarnya dosis yang masuk
dan kemampuan organisme untuk menetralisir dosis tersebut (Palar, 1994).
o Keracunan akut Gejala – gejala yang dapat dideteksi sebagai akibat keracunan akut tersebut adalah Adanya rasa
logam pada pernapasan penderita dan adanya rasa terbakar pada epigastrum dan muntah yang terjadi secara
berulang – ulang.
o Keracunan kronis Pada manusia, keracunan tembaga secara kronis dapat dilihat dengan timbulnya penyakit Wilson
dan Kinsky. Gejala dari penyakit Wilson ini adalah terjadi hepatic cirrhosis, kerusakan pada otak, demyelinas serta
terjadinya penurunan kerja ginjal dan pengendapan tembaga dalam kornea mata. Penyakit Kinsky dapat diketahui
dengan terbentuknya rambut yang kaku dan berwarna kemerahan pada penderita. Sementara pada hewan seperti
kerang bila dalam tubuhnya telah terakumulasi dalam jumlah tinggi maka bagian otot tubuhnya akan
memperlihatkan warna kehijauan. Hal ini dapat menjadi petunjuk apakah kerang tersebut masih bisa dikonsumsi
manusia atau tidak.
o Kelebihan tembaga dapat menyebabkan gejala diantaranya, kerusakan ginjal, anemia, menghambat pembentukan
air kemih, dan sirosis.
6. Material Savety Data Sheet Tembaga

Gambar 3. MSDS Tembaga (sumber :sciencelab.com)

Warna Biru = Berisi data mengenai dampak terhadap kesehatan


Warna Merah = Berisi data mengenai dampak ledakan dan kebakaran
Warna Kuning = Berisi data mengenai Reaktivitas
Nilai MSDS Tembaga
Biru angka 2 (Hazardous): Terkena bahan ini akan mengakibatkan bahaya terhadap kesehatan
Merah angka 1 ( Above 200 F ): Agar terbakar diperlukan pemanasan awal. Sebagian besar material solid yang
dapat terbakar berada pada bagian ini
Kuning angka 0 (Stable): Bahan dalam kondisi stabil jika mengalami panas, penekanan, atau bereaksi dengan
air
Tabel 1. MSDS Tembaga (Cu)

Nama bahan Bahaya Penanganan aman Pertolongan


Logam Cu Berbahaya jika di telan Hindari kontak Jika terkena kulit : cuci
atau terhirup. langsung dengan kulit dengan air bersih dan
Penyebab iritasi atas dan mata dengan hub. Dokter
kulit, mata dan saluran menggunakan selalu
pernapasan . sarung tangan dan kaca Jika tertelan : minum
mempengaruhi hati mata, serta untuk banyak air dan hub.
dan ginjal. Sambungan mencegah terhirupnya, Dokter
kronis dapat gunakan selalu masker
menyebabkan Terhirup : beri bantuan
kerusakan jaringan pernapasan dengan
oksigen, dan hub.
Dokter
Kadmium (Cd)
1. Identitas, Penyebaran, dan Sifat Kadmium

o Kadmium adalah suatu unsur kimia yang memiliki Nomor Atom (NA) 48 dan Berat Atom (BA) 112.414
g/mol.
o Dalam tabel periodik memiliki lambing Cd dan secara fisik logam ini berwarna putih kebiruan.
o Terdapat sebagai komponen minor di sebagian besar bijih seng karena merupakan hasil sampingan produksi
seng.
o Tahan terhadap korosi. Dalam bentuk logam curah, kadmium bersifat tak larut dalam air dan tidak mudah
terbakar namun, dalam bentuk serbuknya, ia dapat terbakar dan melepaskan asap beracun.
o Menyusun sekitar 0,1 ppm kerak bumi.
o Diproduksi dalam proses pertambangan, peleburan dan pemurnian bijih sulfida seng. Selain itu kadmium
dalam bentuk debu dihasilkan dari daur ulang besi dan skrap baja.
Gambar 3. Kadmium (Source : Prodia OHI)
2. Penggunaan dan Pemanfaatan Kadmium
o Digunakan sebagai zat pewarna pada senyawa CdS dan CdSes.
o Digunakan pada industri baterai pada senyawa CdSO4, karena Cd memiliki potensial stabil sebesar 1,0186
volt.
o Senyawa CdBr2 dan CdI2 secara terbatas digunakan dalam dunia fotografi.
o {(C2H5)2Cd} digunakan dalam proses pembuatan tetraetil-Pb.
o Senyawa Cd-strearat banyak digunakan dalam industri manufaktur Polyvinil Chlorida (PVC) sebagai bahan
yang berfungsi untuk stabilisir (Connel and Miller, 1995).
o Kadmium juga banyak digunakan dalam industri ringan seperti proses pengolahan roti, ikan, minuman, dan
tekstil dengan konsentrasi yang sangat rendah (Darmono, 1995).
o Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI tahun 2009 batas maksimum cemaran kadmium dalam kerang
adalah 1,0 mg/kg.
o Pernyataan dari FAO dan WHO bahwa ambang batas toleransi Cd sekitar 70 mg Cd tiap hari. Sedangkan
menurut WHO, kadar kadmium (Cd) maksimum pada air untuk air minum adalah 0,005 mg/L dan untuk
peruntukan pertanian dan perikanan sebaiknya tidak lebih dari 0,05 mg/kg.
3. Sumber Pencemaran Kadmium di Lingkungan
Penyebaran pencemar dalam lingkungan perairan sangat dipengaruhi oleh sejumlah proses pengangkutan interaktif,
seperti penguapan, presipitasi dari udara, pencucian, dan aliran. Proses masuknya zat polutan pada lingkungan
melalui atmosfer, tanah dan sedimen. Logam Cd membawa sifat racun yang sangat merugikan bagi semua
organisme bahkan juga berbahya bagi manusia. Pada badan air kelarutan Cd dalam kosentarsi tertentu dapat
membunuh biota perairan (Connel and Miller, 1995).

4. Fase Toksikokinetik
5. Toksikodinamik Kadmium
Fase ini terjadi setelah toksikokinetik. Secara umum toksikodinamik merupakan interaksi antara polutan dengan
reseptor pada suatu organ sehingga menimbulkan efek toksik. Kebanyakan efek toksik akan mengalami fase repair
dulu (Mukono, 2001). Toksikodinamik digunakan untuk mendeteksi berbagai efek kerusakan suatu polutan pada
fungsi vital. Toksikodinamik yang terjadi pada kadmium menuju organ target yaitu ginjal, hati dan sistem
reproduksi sehingga menimbulkan efek toksik pada organ target. Waktu yang dibutuhkan logam kadmium dalam
fase toksikodinamik hingga menimbulkan efek toksik pada organ target adalah 10-30 tahun (Nouairi dkk, 2006)
6. Biomagnifikasi Kadmium
Tingkatan biota dalam sistem rantai makanan turut menentukan jumlah Cd yang terakumulasi. Pada biota yang
tahan terhadap Cd, logam ini diserap oleh biota laut diserap melalui insang dan saluran pencernaan, tertimbun
dalam jaringannya, dan mengalami proses biotransformasi dan bioakumulasi” (Palar, 1994). Fenomena
biomagnifikasi berimplikasi pada manusia karena manusia menduduki posisi puncak tingkat trofik pada hampir
semua rantai makanan dalam ekosistem. Jadi dengan demikian, manusia adalah makhluk yang menanggung
risiko biomagnifikasi paling tinggi
(Siagian, 2008).

7. Keracunan Kadmium
Keracunan yang disebabkan kadmium dapat bersifat akut dan kronis. Terpapar akut oleh kadmium (Cd)
menyebabkan gejala nausea (mual), muntah , diare, kram, otot, anemia, dermatitis, pertumbuhan lambat,
kerusakan ginjal dan hati, gangguan kardiovaskuler, empisema dan degenerasi testicular (Hutagalung, 1991).
8. Material Savety Data Sheet Kadmium

Berdasarkan National Fire Protection Association (NPFA) pada Thermo Fisher Scientific
(fishersci.com) nilai NPFA untuk kadmium adalah sebagai berikut :

1. Bahaya Kesehatan (warna biru), 4 = Bahaya yang bisa


menyebabkan kematian pada kepaparan jangka
pendek atau bisa menimbulkan luka fatal meskipun
1 sudah ada pertolongan segera.
2. Bahaya Mudah Terbakar (warna merah), 1 = Bahan
yang perlu dipanaskan sebelum dapat dibakar.
3. Bahaya Reaktivitas (warna kuning), 0 = Bahan yang
4 0 stabil dan juga tidak relatif meskipun kena api atau
pada suhu tinggi.
4. Bahaya Khusus (warna putih), N/A = tidak terdapat
informasi bahaya khusus pada kadmium.
N/A
Terapi untuk keracunan Kadmium dilakukan secara simptomatis, penanganan secara spesifik belum diketahui
(Mutschler, 1991). Senyawa EDTA (Etilendiamin Tetraacetic Acid) dan senyawa DTPA (Dietiltriamin Pentaacetic
Acid) dapat memperkecil daya racun Cd. Karena itu pada korban yang memperlihatkan gejala-gejala keracunan
akut oleh Cd untuk tindakan pencegahan adalah dengan EDTA dan DTPA, sedangkan untuk keracunan yang
kronis, hal ini sama sekali tidak berlaku (Palar, 1994).
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai