Anda di halaman 1dari 5

Cu pada tubuh manusia

Tembaga adalah logam berwarna merah muda, yang lunak, dapat ditempa dan liat.
Logam ini melebur pada suhu 1038oC. Karena potensial elektroda standarnya positif, maka
logam ini tidak dapat larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer, meskipun dengan adanya
oksigen ia dapat larut sedikit. Asam nitrat dapat dengan mudah melarutkan tembaga
(Widowati, 2008).
Tembaga merupakan mikroelemen esensial bagi tubuh, dalam artian bahwa Cu
diperlukan oleh organisme dalam konsentrasi yang sangat rendah. Oleh karena itu, tembaga
harus selalu ada dalam makanan. Hal yang perlu diperhatikan adalah menjaga agar kadar
tembaga di dalam tubuh tidak kekurangan dan juga tidak berlebihan. Kebutuhan tubuh terhadap
tembaga sebesar 0,05 mg/Kg berat badan perhari. Pada kadar tersebut tidak terjadi akumulasi
tembaga pada tubuh manusia normal (Ganiswara, 1995). Namun, jika kadar logam tembaga
yang masuk ke dalam tubuh melebihi ambang batas toleransi maka dapat menyebabkan gejala
- gejala akut. Keracunan tembaga dapat menyebabkan gangguan pencernaan seperti sakit perut,
mual, muntah dan diare, serta gangguan sistem peredaran darah. Beberapa kasus yang parah
dapat menyebabkan gagal ginjal dan kematian. Tubuh manusia secara normal mengandung 1.4
– 2.1 mg Cu per kilogram berat badan (Darmono, 1995). Toksisitas yang dimiliki Cu baru akan
bekerja bila telah masuk ke dalam tubuh organisme dalam jumlah yang besar atau melebihi
nilai toleransi organisme terkait (Palar, 1994).
Kebutuhan Tembaga (Cu) untuk orang dewasa kurang lebih 2 mg per hari dan 0,005 –
0,1 mg per hari untuk bayi dan anak – anak (Poedjiadi, 1994). Jika asupan Tembaga (Cu)
melebihi kebutuhan maka dapat menyebabkan lesi membran sel ataupun oksidasi lipid yang
menyebabkan hemolisis dan nekrosis sel hati. Ambang batas Tembaga (Cu) dalam darah
menurut ketetapan WHO adalah 800 – 1200 ppb (Darmono, 1995).
Sesuai dengan keputusan Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (POM) No.
0375/B/SK/VII/89 tentang batas maksimum cemaran logam pada makanan khususnya daging
dan hasil olahannya. Batas maksimal konsentrasi Cu adalah 20,0 mg/kg (Martuti, 2012).
Cu dalam lingkungan

Logam Cu dapat masuk ke dalam semua strata lingkungan, apakah itu pada strata
perairan, tanah ataupun udara (lapisan atmosfer). Tembaga yang masuk ke dalam strata
lingkungan dapat datang dari bermacammacam sumber. Tetapi sumber–sumber masukan
logam Cu ke dalam strata lingkungan yang umum dan diduga paling banyak adalah dari
kegiatankegiatan perindustrian, kegiatan rumah tangga dan dari pembakaran serta mobilitas
bahan-bahan bakar (Palar, 2004).
Tembaga masuk kedalam tatanan lingkungan perairan dapat berasal dari peristiwa-
peristiwa alamiah dan sebagai efek samping dari aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Secara
alamiah, Cu masuk kedalam badan perairan sebagai akibat dari erosi atau pengikisan batuan
mineral dan melalui persenyawaan Cu di atmosfir yang dibawa turun oleh air hujan.
Palar (2004) menyatakan bahwa dengan adanya pencemaran logam berat dalam badan
perairan pada konsentrasi tertentu dapat berubah fungsi menjadi sumber racun bagi kehidupan
perairan. Meskipun daya racun yang ditimbulkan oleh satu jenis logam berat terhadap semua
organisme perairan tidak sama, namun kepunahan dari satu kelompok dapat menjadikan
terputusnya rantai makanan kehidupan. Pada tingkat selanjutnya, keadaan tersebut akan
menghancurkan ekosistem perairan.
Secara singkat, daur tembaga di lingkungan adalah sebagai berikut :
Kandungan tembaga yang terdapat dalam bebatuan terkikis oleh air hujan. Air hujan ini
memecah kandungan tembaga dalam bebatuan dan melarutkan ion tembaga tersebut dalam air.
Air yang mengandung tembaga terus mengalir ke sungai, ke sumber-sumber air, dan meresap
ke dalam tanah. Didalam tanah yang mengandung tembaga, unsur hara tersebut akan diserap
oleh akar tanaman dalam bentuk kation Cu2+ melalui suatu proses aktif. Dengan adanya
kandungan tembaga ini akan membantu tumbuhan dalam pembentukan klorofil.kemudian
tumbuhan yang mengandung tembaga ini dimakan oleh consumer sehingga tembaga berpindah
ke hewan. Tumbuhan dan hewan mati, feses dan urinnya akan terurai menjadi Cu2+. Oleh
bakteri, tembaga tersebut akan diubah menjadi tembaga yang dapat diserap oleh tumbuhan,
dan seperti ini akan terus berulang.
Aktivitas manusia seperti buangan industri, pertambangan Cu, industri galangan kapal
dan bermacam-macam aktivitas pelabuhan lainnya merupakan salah satu jalur yang
mempercepat terjadinya peningkatan kelarutan Cu dalam badan-badan perairan. Masukan
sebagai efek samping dari aktivitas manusia ini, lebih ditentukan oleh bentuk dan tingkat
aktivitas yang dilakukan. Proses daur ulang yang terjadi dalam sistem tatanan lingkungan
perairan yang merupakan efek dari aktivitas biota perairan juga sangat berpengaruh terhadap
peningkatan Cu dalam badan perairan. Berdasarkan Keputusan Gubernur No. 582 Tahun 1995,
nilai baku mutu limbah cair Cu yaitu sebesar 1.0 mg/L.
Pada perairan alami, kadar tembaga biasanya <0,02 mg/liter.
Air tanah dapat mengandung tembaga sekitar 12 mg/liter. Pada perairan laut, kadar
tembaga berkisar antara 0,001 - 0,025 mg/liter (McNeely, 1979).
Unsur tembaga (Cu), seperti juga unsur-unsur mikro lainnya, bersumber dari hasil
pelapukan/pelarutan mineral-mineral yang terkandung dalam bebatuan. Alloway (1995)
mengemukakan bahwa ada 10 jenis bebatuan dan 19 mineral utama yang mengandung Cu.
Kandungan Cu dalam bebatuan berkisar 2–200 ppm dan dalam berbagai mineral berkisar 23–
100%. Kebanyakan Cumineral dalam bentuk kristal dan bentuk lainnya lebih mudah larut
daripada Cu-tanah.

Kelebihan kadar Cu dalam tanah yang melewati ambang batas akan mejadi pemicu
terjadinya keracunan khususnya pada tanaman. Kandungannya di dalam tanah antara 2 sampai
250 ppm, sedangkan dalam jaringan tanaman yang tumbuh normal sekitar 5-20 ppm Cu.
Kondisi kritis dalam tanah 60-125 ppm, dan dalam jaringan tanaman 5-60 ppm Cu. Pada
kondisi kritis pertumbuhan tanaman mulai terhambat sebagai akibat keracunan Cu (Alloway,
1995).

Bentuk tembaga yang paling beracun adalah debu-debu Cu yang dapat mengakibatkan
kematian pada dosis 3,5 mg/kg. Garam-garam khlorida dan sulfat dalam bentuk terhidrasi yang
sebelumnya diduga mempunyai daya racun paling tinggi, ternyata memiliki daya racun yang
lebih rendah dari debu – debu Cu. Pada manusia, efek keracunan utama yang ditimbulkan
akibat terpapar oleh debu atau uap logam Cu adalah terjadinya gangguan pada jalur pernapasan
sebelah atas. Efek keracunan yang ditimbulkan akibat terpapar oleh debu atau uap Cu tersebut
adalah terjadinya kerusakan atropik pada selaput lendir yang berhubungan dengan hidung.
Kerusakan itu, merupakan akibat dari gabungan sifat iritatif yang dimiliki oleh debu atau uap
Cu.
Sesuai dengan sifatnya sebagai logam berat beracun, Cu dapat mengakibatkan
keracunan akut dan kronis. Terjadinya keracunan akut dan kronis ini ditentukan oleh besar
dosis yang masuk dan kemampuan organisme untuk menetralisir dosis tersebut.
a. Keracunan akut
Gejala – gejala yang dapat dideteksi sebagai akibat keracunan akut tersebut adalah :
 Adanya rasa logam pada pernapasan penderita.
 Adanya rasa terbakar pada epigastrum dan muntah yang terjadi secara berulang –
ulang.
Gejala tersebut berlanjut dengan terjadinya pendarahan pada jalur gastrointestinal.
Selanjutnya melalui biopsi yang dilakukan terhadap hati beberapa orang penderita
menunjukkan terjadinya centrobularnecrosis dan biliary statis (Palar, 2004).
b. Keracunan kronis
Pada manusia keracunan Cu secara kronis dapat dilihat dengan timbulnya penyakit Wilson dan
Kinsky. Gejala dari penyakit Wilson ini adalah terjadinya kerusakan pada otak serta terjadinya
penurunan kerja ginjal dan pengendapan Cu dalam kornea mata. Penyakit Kinsky dapat
diketahui dengan terbentuknya rambut yang kaku dan berwarna kemerahan pada penderita.
Sementara pada hewan seperti kerang, bila dalam tubuhnya telah terakumulasi dalam jumlah
tinggi, maka bagiam otot tubuhnya akan memperlihatkan warna kehijauan. Hal ini dapat
menjadi petunjuk apakah kerang tersebut masih bisa dikonsumsi oleh manusia (Palar, 2004).

Kesimpulan
Tubuh manusia secara normal mengandung 1.4 – 2.1 mg Cu per kilogram berat badan.
Kebutuhan Tembaga (Cu) untuk orang dewasa kurang lebih 2 mg per hari dan 0,005 – 0,1 mg
per hari untuk bayi dan anak – anak.
Kadar tembaga (Cu) di perairan, untuk nilai baku mutu limbah cair Cu yaitu sebesar 1.0
mg/L. Pada perairan alami, kadar tembaga biasanya <0,02 mg/liter.
Air tanah dapat mengandung tembaga sekitar 12 mg/liter. Pada perairan laut, kadar
tembaga berkisar antara 0,001 - 0,025 mg/liter.
Kandungan tembaga (Cu) di dalam tanah antara 2 sampai 250 ppm, sedangkan dalam
jaringan tanaman yang tumbuh normal sekitar 5-20 ppm Cu.

DAPUS
Alloway B.J 1995. Heavy Metals in Soils. London: Chapman & Hall.
Darmono, 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk hidup. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Ganiswara, G., S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru.
Martuti, N.K.T. 2001. Akumulasi Logam Berat Cd Pada Ikan Lunjar (Rasbora argyrotaenia),
Wader (Barbodes balleroides) dan Nilem (Osteochillus haseltii) di Kali Garang
Semarang. Tesis. Universitas Gadjah Mada.
McNeely RN, Nelmanis VP, dan Dwyer L. 1979. Water Quality Source Book, A Guide to
Water Quality Parameter. Canada : Inland Waters Directorate.
Palar. H. 2004. Pencemaran dan toksikologi logam berat. Jakarta: Rineka cipta.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : Penerbit UI-Press.
Widowati, Wahyu, dkk. 2008. Efek Toksik Logam. Yogyakarta: ANDI.

Anda mungkin juga menyukai