Anda di halaman 1dari 4

SIKLUS CU (Tembaga)

Disusun oleh :

BAGAS SAPUTRA 072001700012

RAIZAR MAHABBATAN 072001700032

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2019
Tembaga (Cu) mempunyai sistim kristal kubik, secara fisik berwarna kuning dan apabila
dilihat dengan menggunakan mikroskop bijih akan berwarna pink kecoklatan sampai
keabuan.Unsur tembaga terdapat pada hampir 250 mineral, tetapi hanya sedikit saja yang
komersial. Pada endapan sulfida primer, kalkopirit (CuFeS2) adalah yang terbesar, diikuti oleh
kalkosit (Cu2S), bornit (Cu5FeS4), kovelit (CuS), dan enargit (Cu3AsS4). Mineral tembaga utama
dalam bentuk deposit oksida adalah krisokola (CuSiO3.2HO), malasit (Cu2(OH)2CO3), dan
azurite (Cu3(OH)2(CO3)2). Deposit tembaga dapat diklasifikasikan dalam lima tipe, yaitu:
deposit porfiri, urat, dan replacement, deposit stratabound dalam batuan sedimen, deposit
masif pada batuan volkanik, deposit tembaga nikel dalam intrusi/mafik, serta deposit nativ.

Umumnya bijih tembaga di Indonesia terbentuk secara magmatik. Pembentukan


endapan magmatic dapat berupa proses hidrotermal atau metasomatisme. Logam tembaga
digunakan secara luas dalam industri peralatan listrik.
Cu dalam tubuh mikroorganisme

Sebagai logam berat, Cu (tembaga) berbeda dengan logam-logam berat lainnya


seperti Hg, Cd, dan Cr. Logam berat Cu digolongkan kedalam logam berat esensial, yang artinya
meskipun Cu merupakan logam berat beracun, unsur logam ini sangat dibutuhkan tubuh meski
dalam jumlah yang sedikit. Karena itu, Cu juga termasuk kedalam logam-logam esensial bagi
manusia, seperti besi (Fe). Toksisitas yang dimiliki oleh Cu baru akan bekerja dan
memperlihatkan pengaruhnya bila logam ini telah masuk ke dalam tubuh organisme dalam
jumlah besar atau melebihi nilai organisme terkait.

Selain manusia, organisme hidup lainnya juga akan berbalik menjadi bahan racun
untuk manusia bila masuk dalam jumlah berlebihan sangat membutuhkan Cu untuk
kehidupannya. Mulai dari tumbuh-tumbuhan sampai pada hewan darat ataupun biota perairan.
Misalnya, kerang. Kerang membutuhkan jumlah Cu yang tinggi untuk kehidupannya. Biota
tersebut membutuhkan Cu untuk cairan tubuhnya. Disamping itu, kerang juga mempunyai
toleransi yang sangat tinggi terhadap akumulasi Cu dalam tubuhnya.

Setiap studi toksikologi yang pernah dilakukan terhadap penderita keracunan Cu,
hampir semuanya meninjau metabolisme Cu yang masuk kedalam tubuh secara oral. Dari studi-
studi yang dilakukan di Amerika, disimpulkan bahwa orang-orang Amerika baik secara sengaja
ataupun tidak sengaja telah mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung Cu
sebesar 2-5 mg setiap harinya. Dari jumlah yang terkonsumsi itu, hampir semuanya dikeluarkan
kembali bersama feces. Penyerapan Cu ke dalam darah dapat terjadi pada kondisi asam yang
terdapat dalam lambung. Pada saat proses penyerapan bahan makanan yang telah diolah pada
lambung oleh darah. Sehingga Cu yang ada turut diserap oleh darah. Dalam darah, Cu terdapat
dalam 2 bentuk ionisasi, yaitu Cu+dan Cu++. Apabila jumlah Cu dalam kedua bentuk itu yang
terserap berada dalam jumlah normal, maka sekitar 93% dari serum Cu berada dalam
seruloplasma dan 7% lainnya berada dalam fraksi – fraksi albumin dan asam amino. Serum Cu
albumin ditransfortasikan ke dalam jaringan-jaringan tubuh. Cu juga berikatan dengan sel darah
merah sebagai eritrocuprein, yaitu sekitar 60% eritrosit-Cu, sedangkan sisanya merupakan
fraksi-fraksi yang labil. Darah selanjutnya akan membawa Cu ke dalam hati. Dari hati, Cu
dikirimkan ke dalam kandung empedu. Dari empedu, Cu dikeluarkan kembali ke usus untuk
selanjutnya dibuang melalui feces.

Cu dalam lingkungan
Tembaga masuk kedalam tatanan lingkungan perairan dapat berasal dari peristiwa-
peristiwa alamiah dan sebagai efek samping dari aktivitas yang dilakukan oleh manusia.
Secara alamiah, Cu masuk kedalam badan perairan sebagai akibat dari erosi atau
pengikisan batuan mineral dan melalui persenyawaan Cu di atmosfir yang dibawa turun oleh air
hujan.

Secara singkat daur tembaga di lingkungan adalah sebagai berikut :


Kandungan tembaga yang terdapat dalam bebatuan terkikis oleh air hujan. Air hujan ini
memecah kandungan tembaga dalam bebatuan dan melarutkan ion tembaga tersebut dalam
air. Air yang mengandung tembaga terus mengalir ke sungai, ke sumber-sumber air, dan
meresap ke dalam tanah. Didalam tanah yang mengandung tembaga, unsur hara tersebut akan
diserap oleh akar tanaman dalam bentuk kation Cu2+ melalui suatu proses aktif. Dengan adanya
kandungan tembaga ini akan membantu tumbuhan dalam pembentukan klorofil.kemudian
tumbuhan yang mengandung tembaga ini dimakan oleh consumer sehingga tembaga
berpindah ke hewan. Tumbuhan dan hewan mati, feses dan urinnya akan terurai menjadi Cu 2+.
Oleh bakteri, tembaga tersebut akan diubah menjadi tembaga yang dapat diserap oleh
tumbuhan. Dan seperti ini akan terus berulang.

Aktivitas manusia seperti buangan industri, pertambangan Cu, industry galangan


kapal dan bermacam-macam aktivitas pelabuhan lainnya merupakan salah satu jalur yang
mempercepat terjadinya peningkatan kelarutan Cu dalam badan-badan perairan. Masukan
sebagai efek samping dari aktivitas manusia ini, lebih ditentukan oleh bentuk dan tingkat
aktivitas yang dilakukan. Proses daur ulang yang terjadi dalam sistem tatanan lingkungan
perairan yang merupakan efek dari aktivitas biota perairan juga sangat berpengaruh terhadap
peningkatan Cu dalam badan perairan.

Terjadi endapan bijih tembaga secara sedimenter hingga saat ini belum ada pendapat
yang sama, tetapi keberadaannya merupakan suatu kenyataan. Endapan Kupfershiefer,
Manfield, di Jerman, yang dikenal sebagai serpih tembaga, diendapkan dalam cekungan seluas
22,5 mil persegi dengan ketebalan 1 meter diatas konglomerate alas. Mineral tembaga yang
terdapat di daerah tersebut merupakan sulfide – sulfide tembaga, dengan campuran besi,
timbal, seng. Disamping itu juga mengandung perak, nikel, kobalt, vanadium, dan molibdenium.

Anda mungkin juga menyukai