Anda di halaman 1dari 13

BAB I PEMBAHASAN

A. Pengertian Tembaga (Cu)


Tembaga merupakan unsure pada golongan I B periode 4 dalam tabel
periode kimia. Tembaga mempunyai lambang Cu dengan nomor atom 29, massa
atom relatif 63,546, titik lebur 1983,4 oC, dan titik didih 2567 oC. Unsur logam ini
berbentuk kristal dengan warna kemerahan. Tembaga mempunyai potensial
elektrode standar positif, tidak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer,
meskipun dengan adanya oksigen bisa larut sedikit (Palar, 2004). Keberadaan unsur
tembaga di alam dapat ditemukan dalam bentuk logam bebas, akan tetapi lebih
banyak ditemukan dalam bentuk persenyawaan atau sebagai senyawa padat dalam
bentuk mineral seperti CuCO3+ dan CuOH+ (Palar, 2004).
B. Persenyawaan Tembaga
Dalam badan perairan laut, tembaga dapat ditemukan dalam bentuk
persenyawaan ion seperti CuCO3-, CuOH+. Pada batuan mineral atau lapisan tanah,
tembaga dapat ditemukan dalam bentuk bentuk seperti :
1. Chalcocote (Cu2S)
2. Covellite (CuS)
3. Chalcopyrite (CuFeS2)
4. Bornite (Cu5FeS4)
5. Enargite [Cu3(AsSb)S4]
Tembaga di alam memiliki tingkat oksidasi +1 dan +2. Tembaga dengan
bilangan oksidasi +2 merupakan tembaga yang sering ditemukan sedangkan
tembaga dengan bilangan oksidasi +1 jarang ditemukan, karena senyawaan tembaga
ini hanya stabil jika dalam bentuk senyawa kompleks. Selain dua keadaan oksidasi
tersebut dikenal pula tembaga dengan bilangan oksidasi +3 tetapi jarang digunakan,
misalnya K3CuF6. Beberapa senyawaan yang dibentuk oleh tembaga seperti yang
tertera pada tabel berikut :

1
Tembaga(II) Nama Tembaga(I) Nama
CuO tembaga(II) oksida Cu2O tembaga(I)
Cu(OH)2 tembaga(II) hidroksida oksida
CuCl2 tembaga(II) klorida CuCl tembaga(I)
CuF2 tembaga(II) fluorida CuI klorida
CuS tembaga(II) sulfida tembaga(I)
CuSO4.5H2O tembaga(II) sulfat iodida
Cu(NO3)2.3H2O pentahidrat atau vitriol
biru
tembaga(II) nitrat trihidrat

C. Sifat dan Kegunaan Tembaga


Tembaga merupakan salah satu unsur yang sangat berguna untuk
mengaktifkan enzim di alam tubuh, diantaranya enzim superoksida dismutase
(enzim antioksidan)dan enzim iodotironin iodinase (pengaktif hormon tiroid). Peran
utama tembaga adalah dalam pembentukan struktur kolagen, berikatan dengan
unsur besi (Fe) dalam pembentukan hemoglobin dan produksi energi. Kekurangan
tembaga dapat menyebabkan tidak berfungsinya sistem enzim, sehingga sistem
metabolisme dan fisiologi tubuh tidak bekerja secara normal dan menyebabkan
gangguan pembentukan darah, ditandai dengan terjadinya anemia, kelelahan,
mudah sakit, peningkatan kolesterol darah dan melemahnya fungsi kekebalan juga
menimbulkan penyakit arterioklerosis. Sebaliknya bila kelebihan akan menyebabkan
toksisitas yang mengakibatkan kerusakan jarngan tubuh.

D. Daur Siklus Tembaga


1. Cu (tembaga) dalam tubuh mikroorganisme
Sebagai logam berat, Cu (tembaga) berbeda dengan logam-logam berat
lainnya seperti Hg, Cd, dan Cr. Logam berat Cu digolongkan kedalam logam berat
esensial, yang artinya meskipun Cu merupakan logam berat beracun, unsur logam ini
sangat dibutuhkan tubuh meski dalam jumlah yang sedikit. Karena itu, Cu juga
termasuk kedalam logam-logam esensial bagi manusia, seperti besi (Fe). Toksisitas
yang dimiliki oleh Cu baru akan bekerja dan memperlihatkan pengaruhnya bila
2
logam ini telah masuk ke dalam tubuh organisme dalam jumlah besar atau melebihi
nilai organisme terkait.
Selain manusia, organisme hidup lainnya juga akan berbalik menjadi bahan
racun untuk manusia bila masuk dalam jumlah berlebihan sangat membutuhkan Cu
untuk kehidupannya. Mulai dari tumbuh-tumbuhan sampai pada hewan darat
ataupun biota perairan. Misalnya, kerang. Kerang membutuhkan jumlah Cu yang
tinggi untuk kehidupannya. Biota tersebut membutuhkan Cu untuk cairan tubuhnya.
Disamping itu, kerang juga mempunyai toleransi yang sangat tinggi terhadap
akumulasi Cu dalam tubuhnya.
Setiap studi toksikologi yang pernah dilakukan terhadap penderita keracunan
Cu, hampir semuanya meninjau metabolisme Cu yang masuk kedalam tubuh secara
oral. Dari studi-studi yang dilakukan di Amerika, disimpulkan bahwa orang-orang
Amerika baik secara sengaja ataupun tidak sengaja telah mengkonsumsi makanan
dan minuman yang mengandung Cu sebesar 2-5 mg setiap harinya. Dari jumlah yang
terkonsumsi itu, hampir semuanya dikeluarkan kembali bersama feces. Penyerapan
Cu ke dalam darah dapat terjadi pada kondisi asam yang terdapat dalam lambung.
Pada saat proses penyerapan bahan makanan yang telah diolah pada lambung oleh
darah. Sehingga Cu yang ada turut diserap oleh darah. Dalam darah, Cu terdapat
dalam 2 bentuk ionisasi, yaitu Cu+dan Cu++. Apabila jumlah Cu dalam kedua bentuk
itu yang terserap berada dalam jumlah normal, maka sekitar 93% dari serum Cu
berada dalam seruloplasma dan 7% lainnya berada dalam fraksi fraksi albumin dan
asam amino. Serum Cu albumin ditransfortasikan ke dalam jaringan-jaringan tubuh.
Cu juga berikatan dengan sel darah merah sebagai eritrocuprein, yaitu sekitar 60%
eritrosit-Cu, sedangkan sisanya merupakan fraksi-fraksi yang labil. Darah selanjutnya
akan membawa Cu ke dalam hati. Dari hati, Cu dikirimkan ke dalam kandung
empedu. Dari empedu, Cu dikeluarkan kembali ke usus untuk selanjutnya dibuang
melalui feces.

2. Cu dalam lingkungan
Tembaga masuk kedalam tatanan lingkungan perairan dapat berasal dari
peristiwa-peristiwa alamiah dan sebagai efek samping dari aktivitas yang dilakukan
oleh manusia. Secara alamiah, Cu masuk kedalam badan perairan sebagai akibat dari

3
erosi atau pengikisan batuan mineral dan melalui persenyawaan Cu di atmosfir yang
dibawa turun oleh air hujan. Secara singkat daur tembaga di lingkungan adalah
sebagai berikut :
Kandungan tembaga yang terdapat dalam bebatuan terkikis oleh air hujan.
Air hujan ini memecah kandungan tembaga dalam bebatuan dan melarutkan ion
tembaga tersebut dalam air. Air yang mengandung tembaga terus mengalir ke
sungai, ke sumber-sumber air, dan meresap ke dalam tanah. Didalam tanah yang
mengandung tembaga, unsur hara tersebut akan diserap oleh akar tanaman dalam
bentuk kation Cu2+ melalui suatu proses aktif. Dengan adanya kandungan tembaga
ini akan membantu tumbuhan dalam pembentukan klorofil. kemudian tumbuhan
yang mengandung tembaga ini dimakan oleh consumer sehingga tembaga berpindah
ke hewan. Tumbuhan dan hewan mati, feses dan urinnya akan terurai menjadi Cu 2+.
Oleh bakteri, tembaga tersebut akan diubah menjadi tembaga yang dapat diserap
oleh tumbuhan. Dan seperti ini akan terus berulang.
Aktivitas manusia seperti buangan industri, pertambangan Cu, industry
galangan kapal dan bermacam-macam aktivitas pelabuhan lainnya merupakan salah
satu jalur yang mempercepat terjadinya peningkatan kelarutan Cu dalam badan-
badan perairan. Masukan sebagai efek samping dari aktivitas manusia ini, lebih
ditentukan oleh bentuk dan tingkat aktivitas yang dilakukan. Proses daur ulang yang
terjadi dalam sistem tatanan lingkungan perairan yang merupakan efek dari aktivitas
biota perairan juga sangat berpengaruh terhadap peningkatan Cu dalam badan
perairan

E. Bentuk Bentuk Keracunan Tembaga


Tembaga (Cu) sebetulnya diperlukan untuk perkembangan tubuh manusia. Ttapi,
dalam dosis tinggi dapat menyebabkan gejala GI, SSP, ginjal, hati, muntaber, pusing, lemah,
anemia, kramp, konvulsi, shock, koma dan dapat meninggal. Tembaga yang paling beracun
adalah debu-debu Cu yang dapat mengakibatkan kematian pada dosis 3,5 mg/kg. Garam-
garam khlorida dan sulfat dalam bentuk terhidrasi yang sebelumnya diduga mempunyai
daya racun paling tinggi, ternyata memiliki daya racun yang lebih rendah dari debu debu
Cu. Pada manusia, efek keracunan utama yang ditimbulkan akibat terpapar oleh debu atau
uap logam Cu adalah terjadinya gangguan pada jalur pernapasan sebelah atas. Efek

4
keracunan yang ditimbulkan akibat terpapar oleh debu atau uap Cu tersebut adalah
terjadinya kerusakan atropik pada selaput lendir yang berhubungan dengan hidung.
Kerusakan itu, merupakan akibat dari gabungan sifat iritatif yang dimiliki oleh debu atau uap
Cu.
Sesuai dengan sifatnya sebagai logam berat beracun, Cu dapat mengakibatkan
keracunan akut dan kronis. Terjadinya keracunan akut dan kronis ini ditentukan oleh besar
dosis yang masuk dan kemampuan tubuh untuk menetralisir dosis tersebut.
1. Keracunan akut
Gejala gejala yang dapat dideteksi sebagai akibat keracunan akut tersebut adalah :
a. Adanya rasa logam pada pernapasan penderita.
b. Adanya rasa terbakar pada epigastrum dan muntah yang terjadi secara berulang
ulang.
2. Keracunan kronis
Pada manusia, keracunan Cu secara kronis dapat dilihat dengan timbulnya penyakit
Wilson dan Kinsky. Gejala dari penyakit Wilson ini adalah terjadi hepatic cirrhosis, kerusakan
pada otak, dan demyelinas, serta terjadinya penurunan kerja ginjal dan pengendapan Cu
dalam kornea mata. Penyakit Kinsky dapat diketahui dengan terbentuknya rambut yang
kaku dan berwarna kemerahan pada penderita. Sementara pada hewan seperti kerang, bila
didalam tubuhnya telah terakumulasi dalam jumlah tinggi, maka bagian otot tubuhnya akan
memperlihatkan warna kehijauan. Hal ini dapat menjadi petunjuk apakah kerang tersebut
masih bisa dikonsumsi manusia atau tidak.
3. Kekurangan tembaga
Kekurangan tembaga jarang terjadi pada orang sehat. Paling sering terjadi pada bayi-
bayi prematur atau bayi-bayi yang sedang dalam masa penyembuhan dari malnutrisi yang
berat. Orang-orang yang menerima makanan secara intravena (parental) dalam waktu lama
juga memiliki resiko menderita kekurangan tembaga.
Gejala orang yang kekurangan tembaga, diantaranya adalah :
a. Terjadi pendarahan berupa titik kecil di kulit dan aneurisma arterial.
b. Penurunan jumlah sel darah merah (anemia) dan sel darah putih ( leukopenia).
c. Penurunan jumlah kalsium dalam tulang
d. Kadar tembaga rendah dalam darah
e. Rambut yang sangat kusut.
f. Keterbelakangan mental.
g. Kegagalan sintesa enzim yang memerlukan tembaga.

5
h. Menganggu pertumbuhan dan metabolisme, disamping itu terjadi demineralisasi tulang-
tulang.
i. Bayi gagal tumbuh kembang edema dengan serum albumin rendah
j. Gangguan fungsi kekebalan
4. Kelebihan tembaga
Tembaga yang tidak berkaitan dengan protein merupakan zat racun. Mengkonsumsi
sejumlah kecil tembaga yang tidak berkaitan dengan protein dapat menyebabkan mual dan
muntah.
Gejala orang yang kelebihan tembaga ,diantaranya adalah :
a. Mengalami kerusakan ginjal.
b. Menghambat pembentukan air kemih.
c. Menyebabkan anemia karena pecahnya sel-sel darah merah (hemolisis).
d. Penyakit Wilson(yang ditandai dengan gejala sakit perut, sakit kepala, perubahan suara).
e. Pengumpulan tembaga dalam kornea mata yang menyebabkan terjadinya cincin emas
atau emas kehijauan.
f. Menyebabkan kerusakan otak berupa tremor, sakit kepala, sulit berbicara, hilangnya
koordinasi, psikosa.
g. Menyebabkan nekrosis hati atau serosis hati.
h. Konsumsi sebanyak 10 -15 mg tembaga sehari dapat menimbulkan muntah muntah dan
diare. Berbagai tahap perdarahan intravascular dapat terjadi, begitupun nekrosis sel sel hati
dan ginjal.
i. Konsumsi dosis tinggi dapat menyebabakan kematian
F. Sumber Tembaga
Tembaga terdapat luas didalam makanan. Sumber utama tembaga adalah
tiram, kerang, hati, ginjal, kacang-kacangan, unggas, biji-bijian , serelia, dan cokelat.
Air juga mengandung tembaga dan jumlahnya bergantung pada jenis pipa di
gunakan sebagai sumber air.
Cemaran tembaga (Cu) terdapat pada sayuran dan buah-buahan yang
disemprot dengan pestisida secara berlebihan. Penyemprotan pestisida banyak
dilakukan untuk membasmi siput dan cacing pada tanaman sayur dan buah.
(Astawan,2005)
Logam Cu yang digunakan di pabrik biasanya berbentuk organik dan
anorganik. Logam tersebut digunakan di pabrik yang memproduksi alat-alat listrik,

6
gelas, dan zat warna yang biasanya bercampur dengan logam lain seperti alloi
dengan Ag, Cd, Sn, dan Zn. Garam Cu banyak digunakan dalam bidang pertanian,
misalnya sebagai larutan Bordeaux yang mengandung 1-3% CuSO4 untuk
membasmi jamur pada sayur dan tumbuhan buah. Senyawa CuSO4 juga sering
digunakan untuk membasmi siput sebagai inang dari parasit, cacing, dan juga
mengobati penyakit kuku pada domba (Darmono, 1995).
Cemaran logam tembaga pada bahan pangan pada awalnya terjadi karena
penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan. Meskipun demikian, pengaruh
proses pengolahan akan dapat mempengaruhi status keberadaan tembaga tersebut
dalam bahan pangan (Charlene, 2004). Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan (POM)
RI telah menetapkan batas maksimum cemaran logam berat tembaga pada sayuran
segar yaitu 50 ppm. Namun demikian, tembaga merupakan konstituen yang harus
ada dalam makanan manusia dan dibutuhkan oleh tubuh (Acceptance Daily
Intake/ADI = 0,05 mg/kg berat badan). Pada kadar ini tidak terjadi akumulasi pada
tubuh manusia normal. Akan tetapi asupan dalam jumlah yang besar pada tubuh
manusia dapat menyebabkan gejala-gejala yang akut (Astawan, 1995).

G. Farmakodinamik Tembaga Dalam Tubuh


1. Proses Metabolisme Tembaga (Cu)
Unsur tembaga yang terdapat dalam makanan melalui saluran pencernaan
diserap dan diangkut melalui darah. Segera setelah masuk peredaran darah,
unsur tembaga akan berikatan dengan protein albumin. Kemudian diantarkan
dan dilepaskan kepada jaringan-jaringan hati dan ginjal lalu berikatan dengan
protein membentuk enzim-enzim, terutama enzim seruloplasmin yang
mengandung 90 94% tembaga dari total kandungan tembaga dalam tubuh.
Ekskresi utama unsur ini ialah melalui empedu, sedikit bersama air seni dan
dalam jumlah yang relatif kecil bersama keringat dan air susu. Jika terjadi
gangguan-gangguan pada rute pembuangan empedu, unsur ini akan diekskresi
bersama air seni. ( Arifin, Zainal. 2007. Pentingnya Mineral Tembaga (Cu) dalam
Tubuh Hewan dalam Hubungannya dengan Penyakit. Balai Besar Penelitian
Veteriner. Hal. 95. )

7
2. Efek Jika Kekurangan dan Kelebihan Tembaga dalam Tubuh
a. Efek Kekurangan :
Kekurangan tembaga jarang terjadi pada orang sehat, ini sering terjadi
pada bayi-bayi prematur atau bayi-bayi yang sedang dalam masa
penyembuhan dari malnutrisi yang berat. Dan bagi orang orang yang
menerima makanan secara intravena (parenteral) dalam waktu yang lama
juga memiliki resiko menderita kekurangan tembaga. Bila kekurangan
tembaga dalam tubuh akan mengalami anemia, radang sendi, dan mudah
lelah.
b. Efek Kelebihan :
1. Dapat menyebabkan keracunan yang ditandai dengan muntah, pusing,
lemas, sakit perut, dan diare
2. Jika terjadi terus menerus dapat menyebabkan sakit jantung dan
kerusakan hati yang berakibat pada kematian
3. Menghalangi kerja enzim sehingga mengganggu metabolisme tubuh,
menyebabkan alergi, bersifat mutagen, tetratogen, atau karsinogen
4. Dapat menimbulkan berbagai masalah reproduksi dan menurunkan
fertilitas
3. Dosis Toksik Tembaga dalam Tubuh
Dosis tembaga untuk dewasa 2-3 mg setiap hari. Yang dapat
mengakibatkan kematian pada dosis 3,5 mg.

H. Farmakokinetik Tembaga Dalam Tubuh


Absorpsi tembaga dipengaruhi oleh asupan dan faktor kimia. Misalnya,
adanya asupan dari Zink, Cadmium dan asam askorbat dapat membantu
bioavailabiliti karena ikatan garam tembaga tidak larut dalam suasana basa. Sekresi
sistem pencernaan (seperti saliva, asam lambung, seksresi duonenum) dalam ikatan
molekul yang rendah dapat membantu absorspi tembaga dengan mencegah
terbentuknya lapisan endapan pada garam tembaga. Selain itu, beberapa produk
digestive seperti L-amino acid dapat memfasilitasi absorpsi tembaga. Karena berasal
asupan makanan dan absorpsi membutukan proses metabolk, maka sisa dari
penyerapan tembaga akan dieksresikan ke dalam empedu.

8
Tembaga diabsorpsi pada sel epitel usus dalam bentuk protein
metallothionein atau asama amino kompleks dan ditransfortasi ke sirkulasi vena
porta. Setelah hasil absorspi pada vena porta, tembaga diikat pada albumin dan
asam amino dalam bentuk equilibrium dengan fraksi sangat kecil dari ion bebas
tembaga. Tembaga kemudian ditransportasi ke dalam hati oleh sistem transfor
membran spesifik untuk ikatan albumin tembaga hCTR (human cooper transporter).
Tembaga memalui proses pembentukan ceruloplasmin sebagian untuk disimpan
didalam jaringan untuk detosifikasi tembaga dan menyediakan ikatan yang dapat
membantu sekresi protein essensial, sebagian lain tembaga di sekresikan melalui
biliary tree untuk didistibusikan ke sistem peredaran darah.

I. Cara Mengobati Dampak Keracunan Tembaga


Pengobatan keracunan Cu yang paling efektif untuk pengobatan toksisitas Cu
ialah kelator penisilin. Kelator ini juga sangat baik untuk pengobatan beberapa
penyakit seperti Wilson diseases dan beberapa penyakit lain termasuk radang sendi
Rhematoid arthritis.
Penanganan Keracunan :
1. Tindakan untuk penegakan fungsi vital
a. Bebaskan jalan nafas.
b. Nafas buatan.
c. Menjaga sirkulasi.
2. Tindakan primer untuk eliminasi racun ( yang belum diabsorpsi)
a. Timbulkan muntah : sirup ipeca.

9
b. Bilas lambung.
c. Berikan zat absorben : karbon aktif.
d. Pengosongan usus (diare paksa) : laksan.
e. Pada kontaminasi mata : bilas dengan air hangat.
f. Pada kontaminasi kulit : bilas dengan air.
g. Terpapar gas beracun : beri udara segar/oksigen.
h. Inhalasi racun : beri inhalasi glukokortikoid.
3. Tindakan sekunder untuk eliminasi racun ( yang sudah diabsorpsi)
a. Diuresis paksa : furosemid iv atau manitol infuse.
b. Diuresis paksa alkali : diuresis paksa ditambah natrium bikarbonat infuse (pada
keracunan barbiturate, asam salisilat)
c. Diuresis paksa asam : diursis paksa ditambah arginin HCl infuse atau amonium
klorida (pada keracunan amfetamin, metadon, efedrin, fensiklidin).
d. Antidotum.
e. Hemodialisa.
f. Hemoperfusi.
g. Dialisis peritoneal dilakukan bila hemodialisis adan hemoperfusi tidak dapat
dilakukan).
h. Transfusi pertukaran : pada intoksikasi berat (CO, methemoglobin, hemolisis).
Pemberian antidotum.
a. Parasetamol dengan A-asetilsistein (reaksi konyugasi metabolit toksik).
b. Opioid dengan nalokson ( Antagonis kompetitif pada reseptor opioid).
c. Benzodiazepin dengan flumazenil ( antagonis kompetitif pada reseptor
benzodiazepin).
d. Digitalis dengan antibody digitalis ( reaksi antigen-antibodi).
e. Neuroleptik dengan biperidin ( sebagai antikolinergik sentral).
f. Antikoagulan dengan vitamin K (antagonis kompetitif pada system protrombin).
g. Antikolinergik dengan fisostigmin ( hambatan terhadap asetilkolinesterase)
h. Alkalifosfat/karbamat dengan atropine (antagonis kompetitif reseptor Ach.).
i. Metanol dengna etanol ( ikatan kompetitif pada alkoholdehidrogenase).
j. Amanitin/jamur amanita dengan silibinin (hambatan ambilan amanitin di
hepatosit).

10
k. Sianida dengan DMAP, Natrium tiosulfat, EDTA ( terjadi pembentukan
methemoglobin/tiosianat/kompleks CN ).
l. Nitrit/nitrat dengan biru toluidin/biru metilen (reduksi methemoglobin).
m. Tembaga dengan D-penisilamin (pambentukan kompleks Cu).
n. Logam berat dengan EDTA/NaCaDTPA/dimerkaprol (pembentukan kompleks).

11
Bab III Daftar Pustaka

Anonim, 2012. Akses 25 September 2013 (19.57).


http://tralalaikrima.blogspot.com/2012/04/tugas-toksikologi-logam-berat-
tembaga.html

Anonim. Akses 25 September 2013 (19.57)


http://www.scribd.com/doc/55369569/63/Fungsi-Tembaga-Cu

Anonim, 2013. Akses 24 September 2013.http://tralalaikrima.blogspot.com/2012/04/tugas-


toksikologi-logam-berat-tembaga.html

Anonim, 2012. Akses 25 September 2013 (19.57) http://aisyah-


poetrisunda.blogspot.com/2012/02/toksikologi-dan-penanganan-keracunan.html

Astawan, Made. 2005. Awas Koran Bekas! Kompas cyber media. http://www.kompas.com.
Diakses tanggal 12 Juni 2006.

Commission of Life Sciences, Division on Earth and Life Sciences. 2000. Cooper in Drinking
Water. National Academy Press : Amerika Serikat

Darmono, 1983. Beberapa Senyawa Logam Berat dan Hubungannya dengan Keracunan
pada Ternak. Bogor :Balai Penelitian Penyakit Hewan. Wartazoa Vol. 1 No. 1, Juli 1983.

Desratriyanti, R. 2009. Toksisitas Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) Terhadap Perkembangan
Junaidi, dr. Iskandar. 2010. Ensiklopedia Vitamin, Mineral, dan Zat Berkhasiat Lainnya.
Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer.

Palar, H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta : Rineka Cipta.
Embrio-Larva Kerang Hijau (Perna viridis). Skripsi S-1. Fakultas Perikanan dan Kelautan,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Said, Nusa I. Pencemaran Air Minum dan Dampaknya Terhadap Kesehatan.

12
Saputra, D. H., dkk. 2012. Tugas Toksikologi Logam Berat Tembaga (Cu). Jurusan Kesehatan
Lingkungan : Politeknik Kesehatan Yogyakarta.

Suchy, J Frederick. Sokol, J Ronald. Balistreri, F William. 2007. Liver Disease in Children Third
Edition. Cambridge University Press : Amerika Serikat

Widowati, W. 2008. Kenali Logam dalam Tubuh Anda. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka)

13

Anda mungkin juga menyukai