PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit lupus adalah penyakit baru yang mematikan setara dengan
kanker. Tidak sedikit pengindap penyakit ini tidak tertolong lagi, di dunia
terdeteksi penyandang penyakit lupus mencapai 5 juta orang, dan lebih dari
100 ribu kasus baru terjadi setiap tahunnya.
Dalam 30 tahun terakhir, SLE menjadi salah satu penyakit reumatik
utama di dunia. Prevalensi pada berbagai populasi yang berbeda beda
berpariasi antara 2.9/100 000 sampai 400/100 000. SLE ditemukan pada
berbagai usia, tetapi paling banyak ditemukan pada 15 40 tahun. ( Masa
Reproduksi ) Kejadian kasus pada wanita lebih besar dibandingkan pada Pria
berkisar antara 9 : 1.
Penyebab dan patogenesis SLE masih belum diketahui dengan jelas.
Namun demikian terdapat banyak bukti bahwa patogenesis SLE bersifat
multifactor. Yaitu mencakup pengaruh factor lingkungan, factor genetic dan
hormonal terhadap Respon imun. Faktor genetic mempunyai pengaruh penting
dalam kerentanan dan ekpresi penyakit. Sekitar 10 % - 20 % pasien SLE
mempunyai kerabat dekat yang juga menderita SLE. Penelitian menunjukkan
bahwa banyak gen yang berperan terutama yang mengkode system Imun
seperti gen yang mengkode reseptor sel T, Imunoglobulin dan sitokin.
Faktor yang diduga sangat berperan terserang penyakit lupus adalah
faktor lingkungan, seperti paparan sinar matahari, stres, beberapa jenis obat,
dan virus. Oleh karena itu, bagi para penderita lupus dianjurkan keluar rumah
sebelum pukul 09.00 atau sesudah pukul 16.00. Saat bepergian, penderita
memakai sun block atau sun screen (pelindung kulit dari sengatan sinar
matahari) pada bagian kulit yang akan terpapar. Mengurangi asupan lemak
untuk meningkatkan penyerapan kalsium, hindari sumber radikal bebas,
mengkonsumsi antioksidan dalam jumlah yang memadai, mengurangi
kelebihan berat badan (overweight/obesitas), memperbanyak mengkonsumsi
buah dan sayur untuk mendapat sumber beta karoten, vitamin C alami dan zinc
1
(tiram dan hasil laut lainnya) untuk meningkatkan sistem imun, dan minum
sekurang-kurangnya 1,5-2 liter air/hari untuk memastikan ginjal berfungsi
secara optimum.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari sistemik lupus erythematosus ?
2. Bagaimana etiologi dari sistemik lupus erythematosus ?
3. Bagaimana patofisiologi dari sistemik lupus erythematosus ?
4. Bagaimana WOC dari sistemik lupus erythematosus ?
5. Bagaimana tanda dan gejala dari sistemik lupus erythematosus ?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari sistemik lupus erythematosus ?
7. Bagaimana penatalaksaan therapy sistemik lupus erythematosus ?
8. Bagaimana prognosa dari sistemik lupus erythematosus?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian sistemik lupus erythematosus.
2. Untuk mengetahui etiologi dari sistemik lupus erythematosus.
3. Untuk mengetahui patofosiolgi dari sistemik lupus erythematosus.
4. Untuk mengetahui WOC dari sistemik lupus erythematosus.
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari sistemik lupus erythematosus.
6. Untuk
mengetahui
pemeriksaan
penunjang
dari
sistemik
lupus
erythematosus.
7. Untuk mengetahui
erythematosus.
8. Untuk mengetahui prognosa dari lupus erythematosus.
BAB II
2
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Systemic Lupus Erytematosus (SLE) merupakan penyakit radang atau
inflamasi multisistem yang disebabkan oleh banyak faktor (Isenberg and
Horsfall, 1998) dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem
imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi autoantibodi yang
berlebihan. Terbentuknya autoantibodi terhadap dsDNA, berbagai macam
ribonukleoprotein
menyebabkan
intraseluler,
kerusakan
sel-sel
jaringan
darah,
melalui
dan
fosfolipid
mekanisme
dapat
pengaktivan
komplemen.
Penyakit lupus adalah penyakit sistemik yang mengenai satu atau
beberapa organ tubuh yang ditandai dengan adanya peradangan luas yang
bersifat hilang timbul. Lupus bisa mengenai siapa saja, dari mulai bayi baru
lahir hingga orang tua, namun perbandingan perempuan: laki-laki adalah 9:1
dan terutama mengenai perempuan pada usia 15-45 tahun. Hal ini
diperkirakan karena lupus dapat dicetuskan oleh hormon estrogen yang
biasanya terbentuk pada perempuan usia produktif.
Lupus bukanlah penyakit menular dan penyebabnya belum diketahui
secara pasti, ada kemungkinan ditimbulkan oleh kombinasi dari faktor
berikut: Lingkungan (sinar matahari, ultraviolet), Gangguan regulasi imun,
genetik.
Gejala umum dari penyakit lupus adalah (data didapat juga dari gejala
umum pasien anak dengan Lupus yang datang ke RSHS): demam, cepat lelah,
sariawan (luka di rongga mulut) yang berulang namun kadang tidak diketahui
oleh pasien karena tidak nyeri, Anoreksia (penurunan nafsu makan),
penurunan berat badan.
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang
terjadi karena produksi antibodi terhadap komponen inti sel tubuh sendiri
yang berkaitan dengan manifestasi klinik yang sangat luas pada satu atau
beberapa organ tubuh, dan ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh darah
3
dan jaringan ikat, bersifat episodik diselangi episode remisi. Kelompok ini
meliputi SLE, skleroderma, polimiositis, artritis reumatoid, dan sindrom
Sjogren.
Namun demikian, keadaan yang paling sering ditemukan adalah
keadaan eksaserbasi atau hampir remisi yang berlangsung untuk waktu yang
lama. Identifikasi awal dan penatalaksanaan SLE biasanya dapat memberikan
prognosis yang baik.
Klasifikasi dari penyakit lupus dibagi menjadi 3 yaitu discoid lupus,
systemic lupus erytematosus, dan lupus yang diinduksi oleh obat :
1. Discoid Lupus
Lesi berbentuk lingkaran tau cakram dan ditandai oleh batas eritema yang
meninggi, skuama, sumbatan folikuler, dan telangiektasia. Lesi ini timbul
di kulit kepala, telinga, wajah, lengan, punggung, dan dada. Penyakit ini
dapat menimbulkan kecacatan karena lesi ini memperlihatkan atrofi dan
jaringan parut di bagian tengahnya serta hilangnya apendiks kulit secara
menetap.
2. Systemic Lupus Erythematosus
Systemic Lupus Erytematosus (SLE) merupakan penyakit radang atau
inflamasi multisistem yang disebabkan oleh banyak faktor (Isenberg and
Horsfall, 1998) dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi
sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi autoantibodi
yang berlebihan. Terbentuknya autoantibodi terhadap dsDNA, berbagai
macam ribonukleoprotein intraseluler, sel-sel darah, dan fosfolipid dapat
menyebabkan kerusakan jaringan melalui mekanisme pengaktivan
komplemen.
3. Drug Induced Lupus (Lupus yang diinduksi oleh obat)
Lupus yang disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada
asetilator lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi
obat menjadi lambat, obat banyak terakumulasi ditubuh sehingga
memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal
ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh membentuk
4
ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh membentuk
kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang benda asing
tersebut (Herfindal et al., 2000). Makanan seperti wijen (alfafa sprouts)
yang mengandung asam amino L-cannavine dapat mengurangi respon dari
sel limfosit T dan B sehingga menyebabkan SLE (Delafuente, 2002).
Selain itu infeksi virus dan bakteri juga menyebabkan perubahan pada
sistem imun dengann mekanisme menebabkan peningkatan antibodi
antiviral sehingga mengaktivasi sel B limfosit nospesifik yang akan
memicu terjadinya SLE.
3. Obat tertentu khususnya pada asetilator.
Beberapa macam obat telah diketahui menyebabkan timbulnya gejala
klinis yang menyerupai penyakit SLE ini. Obat-obatan yang telah
disepakati berhubungan erat dengan kejadian lupus ini diantaranya :
Carbamazepine,
hidralazine,
Chlorpromazine,
isoniazid,
Diphenythydantoin,
methyldopa,
penicillamine,
ethosuximide,
procainamide,
6. Nyeri otot.
7. Kelelahan.
8. Ulkus mulut
9. Nyeri pada dada pada saat bernafas dalam.
D. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan
peningkatan
autoantibodi
yang
berlebihan.
Gangguan
E. WOC
7
MK :
kerusakan
Integritas
Penumpukan kompleks
imun
Kerusakan jaringan
otot
inflamasi
SLE
Lelah,
Lemah
MK :
Intolera
nsi
aktivita
Bercak
merah
pada kulit
MK :
ganguan
citra tubuh
demam
Ulkus
mulut
MK:
Hipertermia
Nafsu
makan
menurun
MK: kebutuhan
nutrisi kurang
F. Pemeriksaan Penunjang
8
MK :
Nyeri
G. Penatalaksanaan Therapy
9
Pengobatan
Tujuan dari pengobatan SLE adalah untuk mengurangi gejala
penyakit, mencegah terjadinya inflamasi dan kerusakan jaringan, memperbaiki
kualitas hidup pasien, memperpanjang ketahanan pasien, memonitor
manifestasi penyakit, menghindari penyebaran penyakit, serta memberikan
edukasi kepada pasien tentang manifestasi da efek samping dari terapi obat
yang diberikan. Karena banyaknya variasi dalam manifestasi klinik setiap
individu maka pengobatan yang dilakukan juga sangat individual tergantung
dari manifestasi klinik yang muncul. Pengobatan SLE meliputi terapi
nonfarmakologi dan terapi farmakologi.
1. Terapi nonfarmakologi
Gejala yang sering muncul pada penderita SLE adalah lemah
sehingga diperlukan keseimbangan antara istirahat dan kerja, dan hindari
kerja yang terlalu berlebihan. Penderita SLE sebainya menghindari
merokok karena hidrasin dalam tembakau diduga jga merupakan faktor
lingkungan yang dapat memicu terjadinya SLE. Tidak ada diet yang
spesifik untuk penderita SLE (Delafuente, 2002). Tetapi penggunaan
minyak ikan pada pasien yang SLE yang mengandung vitamin E 75 IU
dan 500 IU/kg diet dapat menurunkan produksi sitokin proinflamasi
seperti IL-4, IL-6, TNF-a, IL-10, dan menurunkan kadar antibodi antiDNA (Venkatraman et al., 1999). Penggunaan sunblock (SPF15) dan
menggunakan pakaian tertutup untuk penderita SLE sangat disarankan
untuk mengurangi paparan sinar UV yang terdapat pada sinar matahari
ketika akan beraktivitas di luar rumah.
2. Terapi farmakologi
Terapi farmakologi untuk SLE ditujukan untuk menekan sistem
imun dan mengatasi inflamasi. Umumnya pengobatan SLE tergantung dari
tingkat keparahan dan lamanya pasien menderita SLE serta manifestasi
yang timbul pada setiap pasien.
NSAID
10
11
a) Azatioprin
Penggunaan azatioprin pada pengobatan pasien SLE ditujukan apabila
pasien mengalami intoleran siklofosfamid. Dosis yang digunakan pada
pasien SLE 2-3 mg/kg BB per hari. Mekanisme kerja azatioprin
meliputi menurunkan limfosit sel B dan sel T dalam sirkulasi,sintesis
IgG dan lgG, sekresi IL-2, serta gangguan ribonukleotida adenin dan
guanin melalui supresi sintesis asam inosinat. Pada penggunaannya
dapat dikombinasikan dengan steroid. Apabila penyakitnya sudah
terkontrol maka dilakukan tapering steroid sampai dosis serendah
mungkin setelah itu baru dilakukan tapering azatioprin. Pasien dengan
terapi azatioprin harus dimonitor toksisitas limforetikuler atau
hemopoitik setiap 2 minggu pada 3 bulan pertama terapi sambil
dilakukan penyesuaian dosis.selain itu juga dilakukan monitoring
fungsi hari setiap 6 bulan. Azatioprin diserap baik disaluran cerna dan
dimetabolisme menjadi merkaptopurin.
Efek imunosupresan dari azatioprin muncul dalam beberapa hari
sampai beberapa minggu dan masih berlanjut ketika obat sudah
dihentikan. Tidak ada hubungan antara kosentrasi dalam serum
dengan efektifitas atau toksisitasnya. Efek samping lain yaitu infeksi
herpes zoster, kemandulan, hepatotoksik.
b) Metotreksats
Merupakan analog asam folat yang dapat mengikat dehidrofolat
reduktase, memblok pembentukan DNA, dan menghambat sintesis
purin. Pada terapi SLE, digunakan dosis 7,5-15 mg secara oral satu
kali seminggu (herfindal et al., 2000). Pada pemakaian oral absorpsi
obat berfariasi dan tergantung dosis tetapi rata-rata 30%. Obat ini
didistribusikan secara luas kedalam jaringan melalui mekanisme
transfor aktif dengan konsentrasi terbesar berada dalam ginjal, limpa,
hati, kulit, dan saluran kemih. Efek samping metotresat meliputi
defisiensi asam folat, gangguan gastrointestinal dengan stomatitis atau
dispepsia, teratogenik.
12
sindroma
Gillae-Barre,
miastenia
gravis,
sindroma
fc,
mengganggu
aktivasi
komplemen
dan
sitokin,
golongan
kuinolon,
ampisilin,
kotrimoksozol,
dan
dan
inhibitor
nonkompetitif
dari
enzim
inosine
15
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A Asuhan Keperawatan
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada penderita SLE melalui
beberapa tahap :
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan pendekatan yang sistematis untuk mengumpulkan
data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah-masalah yang
dihadapi oleh pasien.
a
Pengumpulan data
1
Identitas Penderita
Nama
:
Umur
:
Jenis Kelamin
:
Pekerjaan
:
Agama
:
Tanggal MRS
:
Suku Bangsa
:
Alamat
:
Diagnosa Medis :
Keluhan utama
Pasien dengan SLE sering mengeluh lesu, lemas, dan disertai
demam, pegal linu seluruh badan, nyeri otot, dan terdapat kelainan
kulit spesifik berupa bercak merah di daerah sekitar pipi yang
menyerupai kupu-kupu.
yang menonjol.
Riwayat penyakit dahulu
Adanya penyakit yang pernah dialami penderita termasuk penyakit
yang menular atau menurun.
Riwayat penyakit keluarga
16
Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
17
Kondisi umum
Kesadaran
TTV
Tekanan darah
Nadi
Suhu
Respirasi
b) Head to toe
(1) Kepala
: kesakitan
: kompos metis
: 100/60 mmHg
: 120x/menit
: 37,5 oC
: 20x/menit
: bentuk kepala simetris, tidak ada lesi,
keluhan
nyeri,
dan
tidak
ada
gangguan
pendengaran.
(5) Hidung
: tidak terdapat deformitas, tidak ada
keluhan, terdapat bercak kemerahan pada wajah
(butterfly rash)
(6) Wajah
: ada ruam disekita wajah dan leher
(7) Mulut
: relatif bersih, tidak ada candida
maupun stomatitis. terdapat ulcus
(8) Leher
: tidak terdapat pembesaran kelenjar
getah bening. tidak teraba massa dan pembesaran
kelenjar
(9) Abdomen
(10)
18
(14)
Jantung
: BJ 1 dan BJ 2 reguler,
Diagnosa Keperawatan
a Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier
b
c
d
e
otot.
Hipertermia berhubungan dengan suhu tubuh meningkat.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
menurunnya nafsu makan
Intervensi Keperawatan
sinar UV
Untuk meningkatkan penyembuhan
nonverbal Isyarat
ketidaknyamanan
Lakukan
kompres
menggambarkan
dirasakan
tindakan mengendalikan
sejumlah
yang memberikan
panas/
nonverbal
kenyaman
dingin:
dapat
nyeri
rasa
nyeri
yang
dan
masase,
penyangga,
bidai
teknik
anti
inflamasi Mengurangi
rasa
nyeri
dan
dasar
parameter hemodinamik
Pantau suhu tubuh minimal setiap 2 Untuk mengetahui perkembangan
jam, sesuai dengan kebutuhan dan suhu tubuh
pantau
adanya
diaporesis
yang
berlebihan.
Lakukan dan ajarkan keluarga untuk Untuk mempercepat penurunan suhu
melakukan TWS (tepid water sponge). tubuh melalui proses evaporasi dan
konduksi
Anjurkan klien untuk menggunakan Untuk mempercepat penurunan suhu
pakaian yang tidak terlalu tebal.
Motivasi asupan minum peroral dan
tubuh
yang dianjurkan
saat
penguapan
karena
Kaji
diperlukan.
Intervensi
kemampuan pasien
Rasional
untuk Mempengaruhi pilihan intervensi.
Manifestasi
upaya
21
kardiopulmonal
jantung
dari
membawa
jumlah
jaringan.
Meningkatkan
menurunkan
oksigen
istirahat
kebutuhan
ke
untuk
oksigen
tubuh.
Ubah posisi pasien dengan perlahan Hipotensi postural/hipoksin serebral
dan pantau terhadap pusing
penyakit/keadaan
yang
dirinya
berpengaruh
stadium
terhadap perkembangan.
perasaan.
Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan Memberikan
klien,
bantu
klien
yang
cemas petugas
22
kesempatan
untuk
pada
menetralkan
diri
dan
masalahnya.
Dukung upaya klien untuk
meningkatkan
untuk
usus, Mengetahui
palpasi/observasi abdomen
adanya
peristaltik
mengindikasikan
saluran cerna
23
usus
bising
atau
yang
berfungsinya
Implementasi
Adalah mengelolah dan mewujudkan dari rencana perawatan meliputi
tindakan yang telah direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran
dokter dengan ketentuan rumah sakit.
Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses perawatan dan
merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan
klien dengan tujuan yang telah dilakukan dengan cara melibatkan klien
dan sesama tenaga kesehatan (Nasrul F, 1995).
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang
disebabkan
oleh
banyak
faktor
(Isenberg
and
Horsfall,1998)
dan
24
SLE ada 3 yaitu Discoid Lupus, Systemic Lupus Erythematosus, Lupus yang
diinduksikan oleh obat.
SLE lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria, Manifestasi klinik
secara umum yang sering timbul pada pasien SLE adalah rasa lelah, malaise,
demam, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.Diagnosis SLE
dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap dan hasil pemeriksaan
darah. Tidak ada satu tes laboratorium tunggal yang dapat memastikan
diagnostik SLE. Pengobatan yang digunakan pada SLE adalah Nonsteroidal
anti-inflammatory drugs (NSAIDs), Corticosteroids dan lain-lain yang dapat
mendukung pengobatan penyakit SLE.
B. Saran
Sebagai seorang calon perawat kita diaharapkan mampu memberikan
asuhan keperawatan terhadap penderita SLE sesuai dengan standar prosedur.
DAFTAR PUSTAKA
Bare, Brenda G dan Smelttzer, Susane G. 2002. Keperawatan medikal- bedah.
Jakarta: EGC
HR Dr. Hasdianah, Prima Dewi dan Yuli Peristiowati, Sentot Imam.2014.
Imunologi Diagnosis dan Teknik Biologi Molekuler,Yogyakarta: Mumed
http://artikelkedokteran.net/news/asuhan keperawatan penyakit lupus.htm
http://askepkesehatan08.wordpress.com/2013/07/16/asuhan-keperawatan-denganpasien-sle-sistemisc-lupus-erythematosus/
http://www.penyakitlupus.net/cara-mendeteksi-penyakit-lupus/
25
http://www.slideshare.net/yesiakd/askep-sle?next_slideshow=1
26