BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Individu atau seseorang yang tidak bisa beradaptasi terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi ini sebagai ancaman bagi dirinya. Individu akan
merasakan perasaan yang terus menerus terancam tanpa adanya proses
pemecahan masalah yang dapat menimbulkan stress yang berkepanjangan dan
dapat mengakibatkan gangguan jiwa.
Gangguan kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis dan
sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan
koping yang efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional.
Seseorang atau individu yang memiliki kesejahteraan emosional, fisik, dan sosial
dapat memenuhi tanggung jawab kehidupan sehari-hari, dan puas dengan
hubungan interpersonal dan diri mereka sendiri (Videbeck, 2008).
Berdasarkan catatan WHO sebanyak 450 juta orang di muka bumi ini
mengalami gangguan mental, 150 juta mengalami depresi, 25 juta mengalami
schizophrenia. Angka rasio ini melebihi batas yang ditetapkan WHO, yang
hanya 1-3 per 1.000 orang penduduk. Berdasarkan Riset Kesehatan 2007,
propinsi Jawa Barat menempati urutan teratas dalam peringkat gangguan jiwa.
Angka rata-ratanya 20 persen dari total populasi penduduknya sebanyak 40 juta
orang lebih.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merasa tertarik untuk menggali dan
memahami lebih dalam bagaimana proses pemberian “Asuhan Keperawatan
pada pasien dengan Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran di
Rs.dr.H Marzoeki Mahdi dan menuangkannya dalam suatu bentuk makalah
ilmiah.
3
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dalam penulisan makalah ilmiah ini adalah
diperolehnya gambaran nyata dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada
pasien dengan Gangguan sensori persepsi: Halusinasi Pendengaran.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ilmiah ini agar penulis
mampu:
a. Melakukan pengkajian pada pasien dengan Gangguan sensori persepsi:
Halusinasi pendengaran.
b. Menentukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Gangguan
sensori persepsi: Halusinasi pendengaran.
c. Merencanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan Gangguan
sensori persepsi: Halusinasi pendengaran.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan Gangguan
sensori persepsi: Halusinasi pendengaran.
e. Melaksanakan evaluasi pada pasien dengan Gangguan sensori persepsi:
Halusinasi pendengaran.
f. Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus.
g. Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat serta dapat
mencari solusinya.
h. Mendokumentasi semua kegiatan keperawatan dalam bentuk narasi.
C. Ruang Lingkup
Penulisan makalah ilmiah ini merupakan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan
yang diberikan pada Ny. F dengan Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi
Pendengaran di Sasaran RS.Dr.H.Marzoeki Mahdi Bogor yang dilaksanakan
pada tanggal 05-10 Juli 2018
D. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ilmiah ini adalah metode
deskriptif dan studi kasus asuhan keperawatan, yaitu dengan menggunakan
teknik wawancara dengan pasien dan perawat atau petugas RS observasi
langsung dengan Pasien, studi pustaka dan studi dokumentasi dengan
mendapatkan data dari sumber yang berkaitan dengan klien misalnya dari
catatan medis dan keperawatan.
4
E. Sistematika Penulisan
Makalah ilmiah ini tersusun secara sistematis yang urutannya sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan: terdiri dari latar belakang, tujuan, ruang lingkup, metode
penulisan dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Teori: terdiri dari
Pengertian halusinasi, psikodinamika, rentang respon neurobiologis dan asuhan
keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi keperawatan. BAB III Tinjauan Kasus: terdiri dari pengkajian,
diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan. BAB IV
Pembahasan: terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi keperawatan. BAB V Penutup: terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
5
A. Pengertian Halusinasi
Menurut Keliat dan Akemat 2009) Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan
jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi : merasakan
sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan.
Klien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada.
Halusinasi adalah distorsi persepsi palsu yang terjadi pada respons neurobiologis
maladaptif. Klien sebenarnya mengalami distorsi sensorik sebagai hal yang
nyata dan meresponnya. Pada halusinasi, tidak ada stimulus eksternal atau
internal yang diidentifikasi (Stuart, 2016).
B. Psikodinamika
1. Etiologi
Gangguan otak karena karena keracunan, obat halusinogenik, gangguan
jiwa seperti emosi tertentu yang dapat mengakibatkan ilusi, psikososial yang
dapat menimbulkan halusinasi dan pengaruh sosial budaya, sosial budaya
yang berbeda menimbulkan persepsi berbeda atau orang yang berasal dari
sosial budaya yang berbeda, (Sunaryo, 2004 dikutip oleh Dalami dkk,
2009).
2. Proses Terjadinya Masalah
Halusinasi terjadi mulai karena individu mempunyai koping yang tidak
adekuat, mengalami trauma, koping keluarga yang tidak efektif, hal-hal
tersebut menyebabkan individu mempunyai harga diri rendah, klien akan
lebih banyak timbul depresi karena individu tersebut tidak ingin
membicarakan masalahnya dengan orang lain sehingga masalah klien
6
Menurut Yosep (2010), proses terjadinya halusinasi yang dialami oleh klien
bila berada pada intensitasnya dan keparahan dibagi menjadi lima fase yaitu:
a. Fase Pertama (Sleep Disorder )
klien merasakan banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan,
takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin
terasa sulit karena berbagai stresor terakumulasi, misalnya kekasih hamil,
terlibat narkoba, dihianati kekasih, masalah di kampus, PHK di tempat
kerja, penyakit, utang, nilai di kampus, drop out dsb. Masalah terasa
menekan karena terakumulasi sedangkan support system kurang dan
persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangsung terus
menerus sehingga terbiasa menghayal. Klien menganggap lamunan-
lamunan awal tersebut sebagai pemecahan masalah.
b. Fase Kedua (Comforting)
klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan cemas,
kesepian, perasaan berdosa, ketakutan, dan mencoba memusatkan
pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia beranggapan bahwa
pengalaman pikiran dan sensorinya dapat terkontrol bila kecemasannya
diatur, dalam tahap ini ada kecenderungan klien merasa nyaman dengan
halusinasinya.
c. Fase Ketiga (Condemning)
Pengalaman sensori klien menjadi sering datang mengalami bias. Klien
mulai merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya
menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien
mulai menarik diri dari orang lain dengan waktu yang lama.
3. Komplikasi
Menurut Fitria (2010), komplikasi dari Gangguan Sensori Persepsi:
Halusinasi adalah timbulnya perubahan persepsi sensori halusinasi biasanya
bila klien mengalami halusinasi dengar dan lihat atau salah satunya yang
menyuruh pada kejelekan, maka akan beresiko terhadap perilaku kekerasan.
4. Jenis-Jenis Halusinasi
Adapun jenis-jenis halusinasi menurut Keliat, Akemat, Helena dan Nurhaeni
(2011) :
a Halusinasi Pendengaran
Mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara yang
mengajak bercakap-cakap, mendengar suara menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya, bicara atau tertawa sendiri tanpa lawan bicara,
marah-marah tanpa sebab, mencondongkan telinga ke arah tertentu,
menutup telinga. Pikiran yang terdengar jelas dimana klien mendengar
perkataan bahwa klien disuruh melakukan sesuatu kadang-kadang dapat
membahayakan.
b Halusinasi Penglihatan
Melihat bayangan sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu
atau monster, menunjuk-nunjuk ke arah tertentu, ketakutan pada objek
yang tidak jelas.
c Halusinasi Penciuman
Mencium bau-bauan, seperti bau darah, urine, feses, terkadang bau
yang menyenangkan, tampak seperti sedang mencium bau-bauan
tertentu menutup hidung.
d Halusinasi Pengecapan
8
Merasakan rasa seperti darah, urine, atau feses, sering meludah dan
muntah.
e Halusinasi Perabaan
Mengatakan ada serangga di permukaan kulit, merasa seperti tersengat
listrik, menggaruk-garuk permukaan kulit.
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-normal sosial
dan budaya secara umum yang berlaku di masyarakat, dimana individu
menyelesaikan masalah dalam batas normal meliputi:
1. Pikiran logis adalah segala sesuatu yang diucapkan dan dilaksanakan oleh
individu sesuai dengan kenyataan.
9
2. Persepsi akurat adalah penerimaan pesan yang disadari oleh indra perasa,
dimana dapat membedakan objek yang satu dengan yang lainnya dan
mengenai kesulitannya menurut berbagai sensasi yang dihasilkan.
3. Emosi konsisten dengan pengalaman adalah respon yang diberikan individual
sesuai dengan stimulus yang datang.
4. Perilaku sesuai dengan cara bersikap individu yang sesuai dengan perannya.
5. Hubungan sosial harmonis, dimana individu dapat berinteraksi dan
berkomunikasi dengan orang lain tanpa adanya rasa curiga, bersalah dan tidak
senang.
Respon psikososial yaitu respon yang berada antara respon adaptif dan
maladaptif, meliputi:
1. Kadang proses pikir terganggu merupakan keadaan dimana seorang individu
akan mengalami ketidakadekuatan dalam berkonsentrasi mencapai suatu
pecahan masalah yang ditandai dengan menurunnya konsentrasi atau daya
ingat, kadang membayangkan sesuatu yang mustahil dan keadaan ini berada
antara rentang respon adaptif-maladaptif.
2. Ilusi merupakan persepsi individu yang salah mengartikan benda mati seolah-
olah hidup. Misalnya individu melihat ular padahal benda tersebut bukan ular
melainkan tali.
3. Reaksi emosional berlebihan atau tidak bereaksi merupakan respon yang
diberikan individual tidak sesuai stimulus yang datang, kadang seseorang
tersebut akan mengalami respon yang berlebih atau mungkin tidak akan
berespon sama sekali atau dalam hal ini adalah sikap acuh.
4. Perilaku aneh atau tidak lazim merupakan suatu perilaku yang tidak
sewajarnya dilakukan oleh manusia pada umumnya.
5. Menarik diri terjadi dimana individu merasa asing dengan dunia luar dan
merasa nyaman sendiri.
Respon maladaptif adalah suatu respon yang tidak dapat diterima oleh norma-
norma social dan budaya secara umum yang berlaku di masyarakat, dimana
individu dalam menyelesaikan masalah tidak berdasarkan norma-norma yang
sesuai diantaranya:
1. Gangguan proses pikir (waham) adalah ketidakmampuan otak untuk proses
data secara akurat yang dapat menyebabkan ganggguan proses pikir, seperti
10
D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Sangat penting untuk mengkaji perintah yang diberikan lewat isi halusinasi
klien. Karena mungkin saja klien mendengar perintah menyakiti orang lain,
membunuh atau loncat jendela. Faktor-faktor terjadinya halusinasi menurut
Yosep (2010) dan Stuart (2006) yaitu:
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan
jumlah sumber yang dapat dibandingkan oleh individu untuk menangani
strees. Faktor-faktor predisposisi menurut Yosep (2010) meliputi :
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih
rentan terhadap stres.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungannya sejak bayi
(unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak
percaya pada lingkungannya.
3) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebihan dialami seseorang, maka di dalam tubuh akan
11
b. Faktor presipitasi
Menurut Stuart (2006), faktor pencetus sebelum timbul gejala, klien
tampak bermusuhan, tekanan isolasi dan perasaan tidak berguna.
1) Biologis
Stresor biologis yang berhubungan dengan respon neurobilogis
maladaptif meliputi gangguan dalam komunikasi dan putaran umpan
balik otak yang mengatur proses informasi dan abnormalitas pada
mekanisme pintu masuk dalam otak (komunikasi saraf yang
melibatkan elektrolit).
2) Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stres yang ditentukan secara biologis
berinteraksi dengan stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan prilaku.
3) Pemicu gejala
Merupakan prekursor dan stimuli yang sering menimbulkan episode
baru suatu penyakit. Pemicu yang biasanya terdapat pada respon
13
c. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari Halusinasi menurut Keliat, Akemat, Helena dan
Nurhaeni (2011) adalah sebagai berikut :
1) Halusinasi pendengaran:
Data objekif bicara atau tertawa sendiri tanpa lawan bicara, marah-
marah tanpa sebab, mencondongkan telinga ke arah tertentu, menutup
telinga. Data subjektif mendengar suara-suara atau kegaduhan,
mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap, mendengar suara
menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
2) Halusinasi penglihatan:
Data objektif menunjuk-nunjuk ke arah tertentu, ketakutan pada objek
yang tidak jelas. Data subjektif melihat bayangan sinar, bentuk
geometris, bentuk kartun, melihat hantu atau monster.
3) Halusinasi penciuman:
Data objektif tampak seperti sedang mencium bau-bauan tertentu
menutup hidung. Data subjektif mencium bau-bauan, seperti bau
darah, urine, feses, terkadang bau yang menyenangkan.
4) Halusinasi pengecapan:
Data objektif sering meludah dan muntah. Data subjektif merasakan
rasa seperti darah, urine, atau feses.
5) Halusinasi perabaan:
Data objektif menggaruk-garuk permukaan kulit. Data subjektif
mengatakan ada serangga di permukaan kulit, merasa seperti tersengat
listrik.
d. Mekanisme Koping
14
e. Sumber Koping
Menurut Stuart (2006), sumber koping individual harus dikaji dengan
pemahaman terhadap pengaruh gangguan otak pada perilaku. Kekuatan
dapat meliputi seperti modal intelegensia atau kreativitas yang tinggi,
Orang tua harus secara aktif mendidik anak-anak dan dewasa muda
tentang keterampilan koping karena mereka biasanya tidak hanya belajar
dari pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa pengetahuan tentang
penyakit, finansial yang cukup, ketersediaan waktu dan tenaga, dan
kemampuan untuk memberikan dukungan secara berkesinambungan.
f. Pohon Masalah
Bagan 2.2
15
Isolasi Sosial
Data Subjektif :
Klien melaporkan bahwa fungsi tubuhnya tidak dapat
terdeteksi misalnya tidak adanya denyutan di otak, atau sensasi
pembentukan urine dalam tubuhnya. Perasaan tubuhnya
melayang di atas bumi.
Data Objektif :
Klien terlihat menatap tubuhnya sendiri dan terlihat merasakan
sesuatu yang aneh tentang tubuhnya.
c) Mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya
halusinasi yang dialami oleh pasien. Hal ini dilakukan untuk
intervensi khusus pada waktu terjadi halusinasi, menghindari situasi
yang menyebabkan munculnya halusinasi. Dengan mengetahui
frekuensi terjadinya halusinasi dapat direncanakan frekuensi tindakan
untuk mencegah terjadinya halusinasi.
d) Mengkaji respon terhadap halusinasi
Untuk mengetahui dampak halusinasi pada klien dan apa respons
klien ketika halusinasi itu muncul, perawat dapat menanyakan pada
klien hal yang dirasakan atau yang dilakukan saat halusinasi timbul,
perawat dapat juga menanyakan pada keluarga atau orang terdekat
dengan klien. Selain itu dapat juga dengan mengobservasi dampak
halusinasi pada pasien jika halusinasi timbul.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Yosep (2010), diagnosa keperawatan pada individu dengan perilaku
Halusinasi adalah:
a. Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri.
b. Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi pendengaran (Core problem)
c. Isolasi sosial
d. Harga Diri Rendah
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan adalah pengembangan dari pengkajian untuk memenuhi
kebutuhan klien yang telah diketahui. Rencana keperawatan merupakan mata
rantai antara penetapan kebutuhan klien dan pelaksanaan tindakan.
19
b. Terapi Modalitas
Terapi modalitas adalah terapi yang diberikan pada klien dengan gangguan
jiwa yang bertujuan untuk memulihkan klien dan membekali klien utuk
kembali ke masyarakat. Terapi modalitas dimulai saat klien dirawat sampai
pulang dan kembali ke masyarakat. Salah satu terapi modalitas pada klien
dengan Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi adalah Terapi Aktivitas
Kelompok (TAK). Terapi aktivitas kelompok yang sesuai dengan
Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi pendengaran adalah TAK
Stimulasi Persepsi.
Menurut Keliat dan Akemat (2004) TAK Stimulasi persepsi adalah terapi
yang menggunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan
pengalaman dan kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok. Hasil
diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif
penyelasian makalah.
Adapun topik dan tujuan di setiap sesi pada TAK persepsi stimulasi,
menurut Keliat dan Akemat (2004) adalah:
23
c. Psikofarmaka
Psikofarmaka adalah obat-obatan kimia yaitu obat-obatan psikotropika
yang dapat mempengaruhi bagian-bagian otak tertentu dan menekan atau
mengurangi atau menghilangkan gejala-gejala tertentu pada penderita.
Gejala tersebut meliputi yang berhubungan dengan proses fikir,
berhubungan dengan alam perasaan dan emosi dan perilaku penghayatan
pribadi manusia.
(2) Haloperidol ( HP )
Mekanisme Kerja :
Tampaknya menekan susunan saraf pusat pada tingkat subkorpikal
formasi reticular otak. Diperkirakan menghambat sistem aktivasi
reticular asenden batang otak.
Indikasi :
Penanganan gejala dimensia, pengendalian TIK dan pengucapan
vocal.
Kontraindikasi :
Depresi sumsum tulang, kerusakan otak subkortikal, penyakit
Parkinson, hipotensi atau hipertensi berat.
Efek samping :
Sakit kepala, pusing, penglihatan kabur, mulut kering, mual, muntah
dan ruam kulit.
4. Pelaksanaan Keperawatan
Menururt Keliat, Panjaitan dan Helena (2005) pelaksanaan atau implementasi
tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.
Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan,
perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih
sesuai dan dibutuhkan klien saat ini (here and now). Perawat juga perlu
menilai diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal,
intelektual, dan teknikal yang diperlukan unttuk melaksanakan tindakan.
Menurut Keliat, Akemat, Helena dan Nurhaeni (2011) tindakan keperawatan
halusinasi, yaitu:
a. Tindakan keperawatan pada klien
1) Membantu klien mengenali halusinasi. Untuk membantu pasien
mengenali halusinasi, perawat dapat melakukan dengan cara berdiskusi
dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang didengar/dilihat, waktu
terjadinya halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang
menyebabkan halusinasi muncul dan respon saat halusinasi.
2) Melatih pasien mengontrol halusinasi
Untuk mebantu klien agar mampu mengontrol halusinasinya, perawat
dapat melatih pasien 4 cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan
halusinasi. Keempat cara mengontrol halusinasi adalah sebagai berikut:
3) Menghardik halusinasi
Cara mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak
halusinasi yang muncul. Klien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap
halusinasi yang muncul atau tidak memperdulikan halusinasinya.
4) Bercakap-cakap dengan orang lain
Bercakap-cakap dengan orang lain dapat membantu mengontrol
halusinasi. Ketika klien bercakap-cakap dengan orang lain terjadi
distraksi, fokus perhatian klien akan teralih dari halusinasi.
26
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dibagi dua
yaitu evalusi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan
tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan
antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebagai
pola pikir Keliat, Panjaitan dan Helena (2005).
S Respon Subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan
O Respon Obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan
A Analisa ulang atas data subyektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data
yang kontraindikasi dengan masalah yang ada.
P Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon klien.