Anda di halaman 1dari 33

SEDIAAN INJEKSI

ARLITA WULAN YUNIAR


SEJARAH
◦ William Harvey pada tahun 1616, seorang ahli fisika dan fisiologi Inggris menyatakan adanya
kemungkinan injeksi secara intravena dengan melibatkan sirkulasi darah dalam tubuh. Dia
memperhatikan kematian yang disebabkan karena gigitan ular berbisa.

◦ Pada tahun 1665 Christopher Wren seorang arsitek dan astronomi telah berhasil membius anjing
dengan menginjeksikan opium melalui vena kaki belakang beberapa literatur menyatakan peristiwa
ini merupakan awal dari lahirnya obat-obat parenteral.

◦ Pada akhir abad ke 18 Edwar Jenner melakukan vaksinasi cacar secara intradermal. Sejak itu
penggunaan obat melalui route ini berkembang secara pesat
DEFINISI
◦ Parenteral berarti “ disamping usus “  penggunaan obat selain melalui usus.

- Par = disamping

- Enteron = usus

◦ Definisi umum

Preparat parenteral adalah bentuk-bentuk obat yang digunakan pada tubuh dengan cara merobek
atau menusuk kulit atau selaput lendir, menggunakan alat tertentu.
DEFINISI
◦ Menurut FI

Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan
atau disuspensikan lebih dulu sebelum digunakan, yang disuntikan dengan cara merobek jaringan ke
dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.
PENGGOLONGAN BERDASARKAN FI
ED. IV
1. Obat atau larutan atau emulsi yang digunakan untuk injeksi, diberi label  “ INJEKSI ………..“

2. Sediaan padat kering atau cairan pekat yang tidak mengandung dapar, atau bahan tambahan lainnya, setelah
penambahan pelarut akan memenuhi persyaratan obat suntik, diberi label  “ ……. STERIL“

3. Sediaan padat kering atau cairan pekat, tetapi mengandung bahan tambahan, atau pengencer, diberi label  “
…….. UNTUK INJEKSI“

4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium yang cocok, diberi label  “ SUSPENSI …….STERIL“

5. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai sehingga setelah penambahan akan membentuk
suspensi steril yang memenuhi semua persayaratan obat suntik, diberi label  “ …….. STERIL UNTUK
SUSPENSI“
KEUNTUNGAN SEDIAAN INJEKSI
1. Onset cepat karena respon terapetik dapat segera tercapai.
2. Efek obat dapat diramalkan dengan pasti.
3. Bioaviabilitas sempurna atau hampir sempurna.
4. Kerusakan obat dalam tractus gastrointestinal dapat dihindari
5. Obat dapat diberikan pada pasien yang dalam kondisi tidak sadar atau koma.
6. Baik untuk obat yg tidak efektif diberikan secara oral.
7. Baik digunakan untuk efek lokal pada anastesi
KERUGIAN SEDIAAN INJEKSI
1. Menyebabkan iritasi pada saat aplikasi, terutama pada pemberian yang berulang kali.
2. Menimbulkan efek psikologis/trauma pada pasien yang takut disuntik.
3. Kesalahan pemberian obat atau takaran dosis tidak bisa dikoreksi terutama pada pemberian
intravena.
4. Harus diberikan oleh orang yang terlatih
5. Pemberian obat secara parenteral harus memenuhi prosedur aseptis.
6. Memerlukan waktu yang lebih lama dibanding pemberian oral.
7. Harga lebih mahal.
SYARAT SEDIAAN INJEKSI
1. Steril, bebas dari kontaminasi mikroorganisme dalam bentuk vegetative maupun spora,
pathogen maupun non pathogen.
2. Bebas pirogen
3. Isotonis
4. Isohidris
5. Aman secara toksikologis
6. Jernih, bebas dari partikel melayang / partikel asing
7. Kandungan bahan obat yang sesuai dengan etiket
8. Menggunakan wadah yang cocok
9. Kompatibel dengan sediaan parentral lain tanpa terjadi reaksi
CARA PEMBERIAN SEDIAAN INJEKSI

INTRAMUSKULAR INTRASPINAL DAN


SUBCUTAN (SC) INTRAVENA (IV)
(IM) INTRATHECAL

INTRACARDIAL INTRAARTICULAR INTRADERMAL INTRAPERITONIAL


SUBCUTAN (SC)
1. SUBCUTAN (SC)
◦ Disuntikkan kedalam jaringan di bawah kulit
◦ Volume yang disuntikkan max.2 ml
◦ Sebaiknya isotonis dan isohidris
◦ Larutan yang sangat menyimpang tonisitasnya akan menyebabkan rasa nyeri atau nekrosis dan absorpsi zat
aktif tidak optimal
◦ Onset of action obat berupa larutan dalam air lebih cepat daripada bentuk suspensi.
◦ Determinasi kecepatan absorbsi adalah total luas permukaan tempat terjadinya penyerapan.
◦ Zat aktif bekerja lebih lambat daripada pemberian secara i.v.
SUBCUTAN (SC)
◦ Absorpsi obat dapat diperlambat dengan penambahan adrenalin ( 1 : 100.000 ) yg menyebabkan konstriksi
pembuluh darah lokal shg difusi obat tertahan atau diperlambat.
◦ Contoh : Injeksi Lodokain adrenalin untuk cabut gigi
◦ sebaliknya absorpsi obat dapat dipercepat dengan penambahan hyaluronidase yaitu suatu enzim yg
memecah mukopolisakarida dari matrik jaringan shg dpt mempercepat penyebaran obat.
◦ Jika terjadi infeksi maka akan lebih berbahaya dari pada penyuntikan karena mikroba akan tertahan pada
jaringan dan membentuk abses.
◦ Pemberian dalam jumlah besar dikenal dengan Hipodermolise
◦ Contoh : Injeksi Neutral Insulin
INTRAVENA (IV)
2. INTRAVENA (IV)
◦ Disuntikkan ke dalam pembuluh darah
◦ Volume kecil ( < 5 ml ) sebaiknya isotonis dan isohidris
◦ Volume besar (infus) harus isotonis dan isohidris
◦ Tidak ada fase absorpsi, obat langsung masuk ke dalam vena, onset of action segera
◦ Obat bekerja paling efisien dan bioavailabilitas 100%.
◦ Obat harus berada dalam larutan air, jika dalam bentuk emulsi maka partikel minyak tidak boleh lebih besar
dari partikel eritrosit
INTRAVENA (IV)
◦ Tidak boleh ada partikel
◦ Dosis tunggal 10 ml atau lebih harus bebas pirogen.
◦ Contoh : injeksi ampicillin 500 mg, 1 gram
◦ Dosis tunggal > 15 ml tidak boleh mengandung bakterisida
◦ Kesalahan pemberian obat sulit diperbaiki
◦ Zat aktif tidak boleh merangsang sehingga menyebabkan hemolisa
◦ Larutan hipertonis disuntikkan secara lambat agar tidak mempengaruhi darah
◦ Adanya partikel dapat menyebabkan emboli
INTRAMUSCULAR (IM)
3. INTRAMUSCULAR (IM)
◦ Disuntikkan ke dalam jaringan otot,umumnya pantat otot dan paha
◦ Bioavailabilitas mencapai 80 – 100%
◦ Biasanya 1 – 3 ml, jika lebih besar maka diberikan beberapa kali
◦ Volume 2 – 20 ml dapat disuntikkan ke dalam otot dada
◦ Kecapatan absorpsi antara i.v dan s.c
◦ Sebaiknya isotonis dan isohidris
◦ Onset tergantung basar kecilnya partikel
◦ Dapat berupa larutan, emulsi, atau suspensi
◦ Zat aktif bekerja lambat serta mudah terakumulasi  keracunan
◦ Contoh sediaan : Injeksi penisilin G3 3.000 unit ; Injeksi vitamin B komplek
INTRASPINAL DAN INTRATHECAL
4. INTRASPINAL DAN INTRATHECAL
◦ Disuntikkan ke dalam sumsum tulang belakang ± 10 ml
◦ Harus isotonis dan isohidris
◦ Tidak boleh mengandung bakterisida
◦ Jika sebagai anastesi dapat berupa larutan hipertonis
◦ Harus benar-benar steril
◦ Contoh sediaan untuk anastesi : injeksi Xylocain 0,5% 2ml
INTRACARDIAL
5. INTRACARDIAL
◦ Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung
◦ Tidak boleh mengandung baktersida
◦ Harus isotonis dan isohidris
INTRAARTICULAR
6. INTRAARTICULAR
◦ Disuntikkan langsung ke dalam sendi
◦ Harus isotonis dan isohidris
◦ Contoh sediaan : Injeksi Kenacort A 10mg amp 2 ml
INTRADERMAL
7. INTRADERMAL
◦ Disuntikkan ke dalam kulit
◦ Sebaiknya isotonis dan isohidris
◦ Volume yang disuntikkan kecil, antara 0.1 sampai 0.2 ml
◦ Biasa dipakai diagnostic Mantoux tes atau test alergi
◦ Contoh sediaan : test alergi antibiotic 1 ml
INTRAPERITONIAL
8. INTRAPERITONIAL
◦ Disuntikkan secara kontinyu ke dalam rongga perut ( CAPD :Continuous Ambulatory Peritonial Dialysis )
◦ Tujuan: mengeluarkan bahan beracun dari tubuh dan meningkatkan fungsi ekskresi ginjal
◦ Harus hipertonis
◦ Diberikan dalam volume besar(1 atau 2 liter)
◦ Zat aktif diabsorbsi secara langsung
◦ Infeksi mudah terjadi karena pemakaian berulang dan penanganan yang tidak steril.
◦ Biasa dilakukan sebagai cuci darah dengan cara CAPD
◦ Contoh sediaan : Infus Dianeal 1.5% atau 2.5% 2 liter
PEMBERIAN OBAT SUNTIK CARA 1 SD 4 , DINAMAKAN JUGA CARA
PEMBERIAN UTAMA ATAU YANG PALING SERING DIGUNAKAN
KADAR SEDIAAN INJEKSI
Perhitungan kadar satuan unit.
1. Satuan : % w/v
Contoh : Injeksi magnesium sulfat 59% w/v

2. Satuan : Bobot per unit volum


Contoh ; Injeksi atropin sulfat 600 mcg/ml
Injeksi efedrin hidroklorida 30 mg/ml

3. Satuan : milimol per unit volume


contoh : injeksi KCl berisi 2 mmol K+ , Cl- / 5 ml
injeksi CaCl2 BP 2,5 mmol Ca++ , 10 mmol Cl- / 5ml

4. Satuan : mili equivalent per unit volume


KOMPONEN SEDIAAN INJEKSI

Bahan obat Bahan


Bahan pelarut
(zat tambahan
dan pembawa
berkhasiat) (Eksipien)
PELARUT DAN PEMBAWA
1. Water for injection (WFI) (USP)
◦ Merupakan pelarut yang paling sering digunakan pada pembuatan obat suntik
◦ Air ini dimurnikan dengan cara distilasi atau reverse osmosis, dan memenuhi standar yang sama dengan purified
water (USP), yaitu mengandung zar padat tidak boleh lebih dari 1 mg% WFI, dan tidak boleh mengandung zat
penambah
◦ WFI tidak steril tapi harus bebas pirogen
◦ Penyimpanan pada wadah tertutup rapat pada suhu di bawah atau di atas kisaran di mana mikroba dapat tumbuh,
wadah dari gelas atau dilapisi gelas
2. Sterile WFI (USP)
◦ Adalah air untuk obat suntik yang telah disterilkan, dan dikemas dalam wadah-wadah dosis tunggal yang tidak lebih
besar dari 1 liter
◦ Steril, bebas pirogen, dan tidak boleh ada zat tambahan lain/zat antimikroba
◦ Digunakan sebagai pelarut, pembawa, atau pengencer obat suntik yang telah disterilkan dan dikemas
(penambahannya dilakukan secara aseptis, contoh penambahan steril WFI pada serbuk kering ampicillin)
PELARUT DAN PEMBAWA
3. Bacteriostatic WFI (USP)
◦ Adalah air steril untuk obat suntik yg mengandung satu atau lebih zat antimikroba yg sesuai
◦ Dikemas dalam alat suntik atau vial-vial dengan volum maksimal 30 ml
◦ Digunakan sebagai pembawa steril untuk obat suntik dengan volume kecil
◦ Jika volum pelarut yang dibutuhkan lebih dari 5 ml, maka digunakan steril WFI, bukan bakteriostatik WFI
◦ Bakteriostatik yang ditambahkan harus tidak bereaksi dengan bahan obat

4. NaCL Injection (USP)


◦ Adalah larutan steril dan isotonik NaCl dalam air untuk obat suntik, tdk mengandung antimikroba
◦ Kandungan ion Na dan Cl dalam obat suntik= 154 mEq/liter
◦ Digunakan sbg pembawa steril dalam larutan atau suspensi obat
PELARUT DAN PEMBAWA
5. Injeksi Bakteriostatik NaCl
◦ Adalah NaCl injection yg mengandung bakteriostatik

6. Ringer’s injection (USP)


◦ Berisi NaCl, Kalium klorida, dan Kalsium klorida dalam air untuk obat suntik (kadarnya sama
dengan kadarnya dalam cairan badan
◦ Digunakan sebagai pembawa obat atau sebagai elektrolit
PELARUT DAN PEMBAWA
◦ Pelarut bukan air:
1. Digunakan pada obat – obat yang kelarutannya dalam air terbatas, atau obat yang mudah terhidrolisis
2. Syarat pembawa:
- tidak toksik,
- tidak mengiritasi,
- inert terhadap obat,
- stabilitas fisis dan kimia pembawa dalam berbagai tingkatan pH,
- viskositasnya,
- titik didihnya harus cukup tinggi shg memungkinkan sterilisasi dengan panas,
- tekanan uap rendah (mencegah timbulnya masalah selama sterilisasi dengan pemanasan),
- kemurnian stabil
PELARUT DAN PEMBAWA
◦ Contoh pelarut dan pembawa bukan air:
1. Minyak lemak nabati (viskositas tergantung pada komposisi asam lemaknya), contoh: minyak jagung, wijen,
biji kapas, kacang tanah, zaitun)
2. Gliserin, PEG, propilenglikol, alkohol

◦ Batasan-batasan USP untuk minyak lemak nabati : harus tetap jernih walau didinginkan sampai 10 der C (biar
tetap jernih dan stabil selama penyimpanan), minyak harus tdk boleh mengandung minyak mineral atau
parafin karena zat tersebut tidak diabsorbsi tubuh, ada syarat bilangan penyabunan dan bilangan yodium
rawan alergi
BAHAN TAMBAHAN (EKSIPIEN)
◦ DEFINISI
Zat yang ditambahkan sebagai bahan aditif atau bahan pembantu ke suatu produk untuk menambah
kestabilannya perlu untuk hampir semua produk
◦ SYARAT:
1. Tidak toksik dalam jumlah yang diberikan pada pasien
2. Tidak boleh mengganggu kemanjuran terapetis maupun pengujian senyawa terapetis aktif
3. Harus ada dan aktif bila diperlukan selama waktu dapat digunakannya produk tersebut.
CONTOH BAHAN TAMBAHAN
◦ 1. Antimikrobial
◦ Benzalkonium klorida 0,01%
◦ Benzyl alkohol 1-2%
◦ Klorbutanol 0,25-0,5%
◦ Klorkresol 0,1-0,3%
◦ Butil-parahidroksibenzoat 0,015%
◦ Metil-parahidroksibenzoat 0,18%
◦ Propil-parahidroksibenzoat 0,25%
◦ Fenol 0,5%
◦ Thimerosal 0,01%
CONTOH BAHAN TAMBAHAN
◦ 2. antioksidan
◦ Butil hidroksi anisol (BHA) 0,02%
◦ Butil hidroksitoluen (BHT) 0,02%
◦ Sistein 0,1-0,5%
◦ Monothiogliserol 0,1-1,0%
◦ Sodium Na Bisulfit 0,1-1,0%
◦ Tokoferol 0,5%
CONTOH BAHAN TAMBAHAN
3. Buffer
◦ Asetat 1-2%
◦ Sitrat 1-5%
◦ Fosfat 0,8-2,0%

4. Chelating agent
◦ asam etilendiamin tetraasetat dan garamnya 0,01-0,05%

5. Pelarut
◦ etilalkohol 1-50%
◦ gliserin 1-50%
◦ PEG 1-50%
◦ propilenglikol 1-50%
◦ Lesitin 0,5-2%
CONTOH BAHAN TAMBAHAN
◦ 6. Surfaktan
◦ Polioksietilen sorbitan monooleat 0,1-0,5%
◦ Sorbitan monooleat 0,05-0,25%

7. Pengatur tonisitas
- Dekstrose 4-5%
- NaCl 0,9%
- Natrium sulfat 1,6%
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai