Anda di halaman 1dari 14

Pendahuluan

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak terpisahkan dari benda-benda


yang berasal dari logam. Pesatnya pembangunan dan penggunaan berbagai bahan
baku logam bisa berdampak negatif, yaitu munculnya kasus pencemaran yang
melebihi batas aman sehingga mengakibatkan kerugian dan meresahkan masyarakat.
Hal itu terjadi karena sangat besarnya risiko terpapar logam berat maupun logam
transisi yang bersifat toksik dalam konsentrasi tertentu. Tingkat toksisitas logam
terhadap manusia dari yang paling toksik adalah Hg, Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, Zn
(Widowati dkk, 2008).
Cadmium (Cd; golongan IIB di tabel periodik) merupakan logam berat yang
tersebar luas di lingkungan dan dapat ditemukan bersama dengan logam berat lainnya
seperti Plumbum, Zinc, Baja, Merkuri, Arsen. Logam ini bersifat lunak, berwarna
putih-keperakan, dengan titik leleh 320,90 C dan titik didih 7650 C. Di udara, Cd
cepat teroksidasi menjadi cadmium oksida (Cotuk et al., 2010). Umumnya Cd berada
dalam bentuk kation divalen. Sumber Cd antara lain dari proses alamiah (aktivitas
vulkanik), atau aktivitas manusia (rumah tangga, industri (anti-korosi, layar televisi,
baterai Nikel-Cadmium, produksi besi dan baja), dan pertanian) (Godt et al., 2006;
Cotuk et al., 2010). Pencemaran Cd dapat disebabkan pembuangan limbah cairan
atau material (termasuk sampah rumah tangga) yang mengandung logam ini. Selain
itu, penggunaan pupuk dan endapan kotoran yang mengandung Cd akan mencemari
tanah pertanian dan tanaman, kemudian tanaman yang sudah tercemar akan
dikonsumsi manusia. Aktivitas manusia semakin meningkatkan konsentrasi Cd di
lingkungan, dan terbukti bahwa Cd menempati posisi ke-8 dari 20 zat berbahaya yang
mencemari lingkungan (Thirumoorthy et al., 2011). Manusia dapat terpapar Cd
melalui udara, air, tanah, asap rokok, atau makanan (gandum, sayuran, biji-bijian),
(Alexander et al., 2009), seperti terlihat pada Gambar 1 berikut ini.

1
Gambar 1. Jalur Inhalasi dan Ingesti Sebagai Sumber Paparan Cadmium
(Alexander et al., 2009).

Hasil penelitian mengenai logam berat di beberapa wilayah Indonesia


(perairan Gresik, sungai Pangkajene, dan sungai Keurutoe) menunjukkan bahwa
konsentrasi Cd sudah melewati batas aman, sehingga mempengaruhi kualitas sistem
akuatik dan dapat menimbulkan masalah kesehatan (Aripai dkk, 2012; Lestari dan
Budiyanto, 2013; Sarong dkk, 2013).

Cadmium dalam Tubuh Manusia.


Manusia terpapar Cd melalui jalur inhalasi dan jalur ingesti. Paparan terhadap
logam ini dipengaruhi oleh dosis, durasi, faktor intrinsik dalam sel, dan status
metabolisme sel (Templeton and Liu, 2010). Pada individu perokok, jalur utama
paparan adalah inhalasi asap rokok. Kandungan Cd dalam 1 batang rokok berkisar 1-
2 μg (Matovic et al., 2011), dan kandungan ini semakin meningkat sesuai dengan
banyaknya batang rokok yang dihisap. Absorbsi melalui inhalasi lebih tinggi
dibanding ingesti yaitu 15%; hal ini dipengaruhi oleh ukuran partikel dan tingkat
kelarutannya (Bernard, 2008; Cotuk et al., 2010). Kandungan Cd di tubuh perokok
aktif atau mantan perokok berkisar 50-100% lebih tinggi dibanding bukan-perokok
2
(Cotuk et al., 2010). Sebaliknya, 90% individu bukan-perokok terpapar logam ini
melalui makanan (khususnya sereal dan sayuran). Paparan melalui makanan
dipengaruhi oleh tingginya kandungan Cd dalam makanan dan frekuensi
mengkonsumsi makanan tersebut (Alexander et al., 2009). Asupan Cd melalui
makanan berkisar antara 10-20 μg/hari. Menurut FAO/WHO (2004), intake Cd yang
dapat ditoleransi tubuh (PTWI, Provisional Tolerable Weekly Intake) adalah 7
μg/kgBB/minggu. Nilai ini setara dengan intake Cd harian 70 μg pada laki-laki berat
badan 70 kg, dan 60 μg pada perempuan berat badan 60 kg (Cotuk et al., 2010).
Cd yang masuk dalam tubuh melalui jalur inhalasi dan ingesti akan
diabsorbsi, kemudian di plasma akan diikat oleh protein albumin. Lima persen (5%)
Cd diabsorbsi melalui saluran pencernaan, dan akan meningkat pada individu dengan
defisiensi Fe (Bernard, 2008). Absorbsi Cd dan atau retensi Cd dapat dihambat oleh
Zinc antara lain di jaringan hati atau ginjal (Cotuk et al., 2010). Setelah Cd berikatan
dengan albumin, kompleks Cd-Albumin akan dibawa ke sel hati dan sel tubulus
proksimal ginjal. Di sel hati, kompleks Cd-Albumin akan diurai oleh lisosom, dan Cd
menjadi bentuk bebas Cd2+. Bentuk Cd2+ ini akan merangsang sintesis metallotionein
(MT). Dari hati, Cd dapat diekskresikan melalui empedu dalam bentuk kompleks Cd-
GSH (Glutation). Terjadi proses redistribusi Cd di hati. Terdapat 2 jalur aliran Cd
yaitu, Cd diekskresi dalam bentuk kompleks Cd-GSH melalui empedu atau dialirkan
ke plasma dalam bentuk kompleks Cd-MT. Selain di sel hati, kompleks Cd-Albumin
dari plasma akan masuk ke ginjal, kompleks ini akan diurai oleh lisosom menjadi
albumin dan Cd2+. Sel ginjal juga akan merangsang sintesis MT akibat adanya Cd 2+.
Cd2+ akan difiltrasi oleh glomerulus ginjal dan direabsorbsi oleh sel tubulus proksimal
ginjal hingga mencapai kadar kritis Cd. Kadar kritis Cd adalah besarnya kandungan
Cd di saat sel-sel tubulus ginjal tidak mampu lagi mensintesis MT untuk menetralisir
Cd2+ bentuk bebas. Jika sudah mencapai kadar kritis Cd, akan terjadi kerusakan
tubulus yang ditandai oleh peningkatan enzimuria dan proteinuria berat molekul
rendah (Alexander et al., 2009).

3
Gambar 2. Absorbsi, Distribusi, dan Ekskresi Cadmium di Tubuh (Bernard, 2008)

Cd tidak memiliki aktivitas biologis dan peranan penting dalam tubuh


manusia (Matovic et al., 2011). Akan tetapi logam ini dapat menyerupai kation
divalen lain yang penting bagi tubuh (seperti Ca, Fe, Zn), dan mengganggu fungsi
kation tersebut (Waalkes, 2003; Alexander et al., 2009). Cd dapat menembus
membran sel, dan berikatan dengan protein khusus di dalam sel yaitu Metallotionin
(protein dengan gugus sulfhidril) (Matovic et al., 2011). Ginjal dan liver merupakan
lokasi utama akumulasi Cd, karena jaringan ini dapat mensintesis MT yang akan
mengikat ion toksik Cd2+ sehingga sel terlindung dari kerusakan (Bernard, 2008).
Jalur utama eliminasi Cd dari tubuh adalah melalui urine; namun jumlah yang
diekskresi sangat sedikit (0,001 %) (Satarug and Moore, 2004; Bernard, 2008), dan
kecepatan sekresi Cd sangat rendah sehingga akan terakumulasi di dalam tubuh
(terutama di hati dan ginjal). Cd memiliki waktu paruh 10-30 tahun (FAO/WHO,
2004; Bernard, 2008; Alexander et al., 2009).
Rendahnya kecepatan ekskresi Cd melalui urine diduga disebabkan minimnya
mekanisme biokimia aktif tubuh untuk mengeliminasi logam ini (Satarug and Moore,
2004). Tubuh tidak memiliki mekanisme detoksifikasi Cd menjadi zat kurang toksik;

4
dan oleh karena minimnya pengeluaran Cd melalui urine, maka usaha tubuh adalah
menyimpan Cd (kompleks Cd-protein) dalam waktu lama (Waalkes, 2003.
Cd dapat menyebabkan masalah kesehatan pada manusia, akibat sifat toksik
(bahkan pada konsentrasi rendah) dan karsinogenik (El-Sokkary and Awadalla, 2011;
Sarong et al., 2013). Menurut Matovic et al. (2011), Cd dapat menginduksi keadaan
stres oksidatif dan mengganggu homeostasis serta peran komponen mineral-mineral
penting.
Cd dapat menyebabkan stres oksidatif dan pembentukan ROS (Reactive
Oxygen Species), meskipun logam ini tidak melangsungkan reaksi reduksi oksidasi.
Stres oksidatif merupakan salah satu penyebab kerusakan DNA, yang dapat
menimbulkan kanker (Park and Seo, 2011). Cd dapat menghambat aktivitas enzim
antioksidan (superoksid dismutase, katalase, glutation peroksidase, glutation-S-
transferase, glutation reduktase) melalui interaksinya dengan gugus tiol di enzim
tersebut, serta menghambat komponen non-enzimatis (glutation, GSSG, dan GSH)
sehingga menyebabkan stres oksidatif. Cd juga dapat mengganggu homeostasis
logam Fenton (Fe3+ dan Cu2+); menyebabkan banyak logam ini berada dalam bentuk
bebas dan turut menimbulkan stres oksidatif melalui pemecahan hidrogen proksida
(H2O2) menjadi radikal hidroksil reaktif (OH.) (Matovic et al., 2011).

Gambar 3. Keterlibatan Cadmium pada Stres Oksidatif (Matovic et al., 2011)

5
Cd dapat mengganggu biokinetik dan fungsi biologis mineral-mineral penting
di dalam tubuh seperti Zn, Ca, Mg, Na, K, Cu, Fe, Mn, Se, Mo, Cr, Co. Diketahui
bahwa Zn dan Cd termasuk golongan IIb dalam tabel periodik kimia, dan keduanya
dapat bersaing menempati ligand atau tempat interaksi yang sama dalam sistem
biologis, sehingga cadmium dapat mengganggu homeostasis Zn. Zn diketahui
memiliki fungsi penting, antara lain sebagai kofaktor beberapa enzim dan protein
regulator. Akibat pengaruh Cd terhadap Zn, akan terjadi gangguan proliferasi sel,
perkembangan serta fungsinya. Selain Zn, Cd juga dapat mengganggu absorbsi Mg di
usus halus dan mengganggu homeostasisnya. Penelitian pada hewan coba
menunjukkan bahwa pemberian suplemen Zn atau Mg dapat menurunkan kandungan
Cd di berbagai jaringan (Matovic et al., 2011).
Penyerapan (absorbsi) Cd dalam tubuh akan menyebabkan kerusakan organ-
organ vital yang bersifat irreversibel seperti ginjal, hati, atau saluran pernafasan
(Bernard, 2008). Intoksikasi Cd dapat berupa akut atau kronis; intoksikasi akut dapat
menyebabkan gangguan paru, hati, ginjal, dan testis. Sementara intoksikasi kronis
akibat paparan terus-menerus dan berlangsung lama menyebabkan gangguan ginjal,
tekanan darah tidak terkontrol, gangguan sistem imun, komplikasi diabetes, gangguan
tulang, atau pembentukan tumor (Satarug and Moore, 2004; Bernard, 2008; Patra et
al., 2011). Toksisitas akibat Cd lebih sering dijumpai pada perempuan dibanding laki-
laki (Satarug and Moore, 2004). Dampak Cd terhadap beberapa organ dirangkum
seperti berikut ini.

Dampak Cadmium di Jaringan Ginjal


Intoksikasi kronis terhadap ginjal sangat dipengaruhi oleh kadar Cd yang
terakumulasi; dan dapat menyebabkan disfungsi tubulus proksimal. Seperti telah
dijelaskan sebelumnya, Cd2+ di dalam tubuh akan difiltrasi oleh glomerulus ginjal dan
direabsorbsi oleh sel tubulus proksimal ginjal hingga mencapai kadar kritis Cd.
Sebagian besar Cd di ginjal diikat oleh MT agar sel terhindar dari kerusakan;

6
sementara Cd yang berada dalam bentuk ion toksik Cd2+ akan menyebabkan
kerusakan ginjal melalui reaksinya dengan komponen sel (Bernard, 2008). Jika sudah
mencapai kadar kritis Cd, akan terjadi kerusakan tubulus yang ditandai oleh
peningkatan enzimuria dan proteinuria berat molekul rendah (Alexander et al., 2009).
Terdapat beberapa manifestasi akibat toksisitas Cd terhadap ginjal yaitu
ditemukannya proteinuria, kalsiuria, aminoasiduria, glikosuria, dan nekrosis tubular
ketika kandungan Cd di ginjal mencapai ≥ 50 μg/g (Satarug and Moore, 2004). Tahap
awal kerusakan ginjal akibat Cd dapat diketahui dari peningkatan pengeluaran
mikroprotein di urine, antara lain β2-mikroglobulin, α-mikroglobulin, atau retinol-
binding protein. Tingginya ekskresi protein-protein ini melalui urine menunjukkan
penurunan reabsorbsi oleh sel tubulus proksimal. Perubahan pada ginjal akibat
akumulasi Cd, dapat menyebabkan disfungsi tubulus proksimal dan menurunkan laju
filtrasi glomerulus (Bernard, 2008). Bila keadaan ini berlangsung terus-menerus,
maka akan menyebabkan kerusakan ginjal berat. Bagi para pekerja industri yang
bekerja menggunakan bahan baku Cd, dapat terpapar logam ini terutama secara
inhalasi, atau ingesti melalui makanan yang tercemar; dan dapat menyebabkan
kelainan organ ginjal (nefropati).
Menurut Fujiwara et al. (2012), Cd dapat menginduksi apoptosis sel-sel
ginjal. Terdapat 3 jalur mekanisme apoptosis akibat Cd, yaitu:
1. Jalur Retikulum Endoplasma (ER) (stres retikulum endoplasma dan pelepasan
Calcium yang diikuti oleh aktivasi UPR (Unfolded Protein Response) dan
aktivasi caspase)
2. Jalur Mitokondria (aktivasi caspase direct-indirect)
3. Jalur protein p53 (menekan ekspresi famili gen Ube2d dan akumulasi p53
sehingga terjadi apoptosis).

7
Gambar 4. Mekanisme Apoptosis Sel Ginjal Akibat Paparan Cadmium
(Fujiwara et al., 2012)

Dampak Cadmium di Jaringan Tulang


Akumulasi Cd dapat mengganggu metabolisme kalsium dan fosfat di jaringan
tulang, sehingga beresiko tinggi mengalami osteoporosis, osteomalasia, fraktur, atau
batu ginjal (FAO/WHO, 2004; Bernard, 2008). Metabolisme vitamin D dapat
terganggu akibat tingginya kadar Cd; dan dapat terjadi peningkatan sekresi kalsium
dan fosfat melalui urine. Perempuan paska-menopause dapat mengalami penurunan
densitas tulang bila terjadi peningkatan kadar Cd di darah atau urine (Bernard, 2008).
Paparan terhadap Cd konsentrasi tinggi dan dalam waktu yang lama, dapat
menyebabkan kelainan skeletal. Penyakit Itai-itai di Jepang sekitar tahun 1950-an
adalah bukti kuat dampak Cd terhadap tulang; ditandai oleh fraktur dan nyeri berat
(severe pain) (Matovic et al., 2011), serta menyebabkan osteoporosis dan
osteomalasia. Hal ini terjadi akibat konsumsi makanan (beras) yang dalam prosesnya

8
menggunakan air irigasi terkontaminasi Cd, rendahnya asupan protein, dan defisiensi
mineral yang penting bagi tubuh (Matovic et al., 2011).

Dampak Cadmium di Saluran Pernafasan


Paparan polusi industri dan asap rokok menyebabkan Cd dapat masuk dan
diabsorbsi tubuh secara inhalasi, sehingga logam ini banyak ditemukan di paru (El-
Sokkary and Awadalla, 2011). Bila rokok dibakar, akan menghasilkan Cd oksida
yang memiliki bioavailabilitas sangat tinggi. Sekitar 10% Cd oksida yang diinhalasi
akan tersimpan di jaringan paru, dan sekitar 30-40% diabsorbsi ke aliran darah
sistemik di tubuh individu perokok. Kandungan Cd darah pada individu perokok
mencapai 4-5 kali lebih tinggi dibanding individu bukan perokok (Satarug and
Moore, 2004). Pekerja industri yang sering terpapar Cd konsentrasi tinggi melalui
inhalasi dapat mengalami penyumbatan saluran nafas (Bernard, 2008).
Intoksikasi akut Cd dapat menyebabkan batuk, dispneu, demam, nyeri dada;
dan keadaan ini dapat berlanjut menjadi pneumonia serta dapat berakibat fatal
(Fernandez et al., 1996). Sementara itu, gangguan berupa emfisema, penyakit paru
obstruktif, fibrosis paru, bahkan kanker dapat disebabkan oleh paparan kronis partikel
Cd termasuk hasil pembakarannya (El-Sokkary and Awadalla, 2011). Percobaan pada
hewan coba yang diinjeksi CdCl2 menunjukkan bahwa terjadi lesi di paru, berupa
inflamasi berat pembuluh darah di alveoli dan bronkioli, disertai edema dan kongesti
(El-Sokkary and Awadalla, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Checconi et al. (2013) menunjukkan bahwa
Cd dapat menyebabkan stres oksidatif sehingga terjadi peningkatan kemampuan
replikasi virus influenza di sel host, dan berdampak pada derajat berat-ringannya
penyakit influenza.

9
Dampak Cadmium Terhadap Kejadian Kanker.
Cd dapat menyebabkan stres oksidatif dan pembentukan ROS (Reactive
Oxygen Species). Stres oksidatif merupakan salah satu penyebab kerusakan DNA
yang dapat menimbulkan kanker (Park and Seo, 2011). Cd dapat menghambat
aktivitas enzim antioksidan (glutation peroksidase, superoksid dismutase, katalase)
melalui interaksinya dengan gugus tiol di enzim tersebut, sehingga menyebabkan
stres oksidatif. Selain itu, Cd dapat mengganggu homeostasis Cu dan Fe yang
menyebabkan banyak logam ini berada dalam bentuk bebas (Fe3+ dan Cu2+), dan
akhirnya turut menimbulkan stres oksidatif. Akibat stres oksidatif, dapat terjadi
ketidakseimbangan pertumbuhan dan proliferasi sel, sehingga terjadi pembentukan
tumor. Selain itu, Cd juga dapat mempengaruhi proses reparasi DNA (Koedrith and
Soe, 2011). Sel-sel yang dipaparkan Cd, dapat mengalami kerusakan kromosom yang
dapat diketahui dari adanya micronuclei (MN) akibat pemutusan atau hilangnya
kromosom (Park and Seo, 2011).
Cd diduga terlibat dalam proses perkembangan kanker melalui mekanisme
epigenetik (metilasi DNA dan modifikasi post-translasi histon). Paparan Cd jangka
pendek terkait dengan hipometilasi DNA (penurunan ekspresi gen), sementara
paparan jangka panjang terkait dengan hipermetilasi DNA (peningkatan ekspresi
gen). Dalam hal modifikasi histon, paparan Cd dapat menyebabkan perubahan
struktur kromatin untuk meningkatkan kecepatan aktivasi transkripsi gen (Martinez-
Zamudio and Ha, 2011). Menurut Templeton dan Liu (2010), variasi konsentrasi Cd
dapat menyebabkan perbedaan proses selular; konsentrasi sangat tinggi akan
menyebabkan nekrosis sel, konsentrasi sedang menyebabkan autofagi, dan
konsentrasi sangat rendah menyebabkan sel berproliferasi dan survive akibat
penundaan apoptosis.
Pekerja industri dapat terpapar Cd melalui jalur inhalasi, dan beresiko tinggi
mengalami kanker terutama kanker paru (Bernard, 2008). Cd juga diduga terkait
dengan kanker prostat dan kanker ginjal (Matovic et al., 2011). Sampai saat ini,

10
mekanisme atau proses karsinogenesis akibat Cd belum begitu jelas. Dugaan
karsinogenesis akibat kerusakan oksidatif, atau akibat gangguan siklus sel sehingga
terjadi ketidakseimbangan proliferasi-apoptosis, perlu diteliti lebih lanjut.

Kesimpulan

Cadmium (Cd) merupakan salah satu logam berat yang dalam kadar tertentu
dapat menimbulkan toksisitas. Manusia dapat terpapar Cd dari udara, air, maupun
tanah. Di dalam tubuh, Cd tidak memiliki aktivitas biologis namun dapat
mengganggu aktivitas logam lain yang esensial untuk reaksi metabolisme tubuh. Di
samping itu akibat kecepatan eliminasi Cd yang sangat rendah, paparan Cd terus-
menerus akan menyebabkan logam ini terakumulasi di berbagai jaringan dan
menimbulkan gangguan. Gangguan ini dapat berupa kerusakan ginjal, osteoporosis,
pneumonia, bahkan kanker. Sehingga harus ada upaya tindak lanjut mengurangi
pencemaran Cd, dan meminimalisir kadar atau kandungan Cd dengan meningkatkan
asupan mineral yang dapat berkompetisi dengan Cd seperti Fe atau Zinc.

11
DAFTAR PUSTAKA

Alexander J, Benford D, Cockburn A, Cravedi JP, Dogliotti E, Di Domenico A,


Fernandez-Cruz ML, Furst P, Fink-Gremmels J, Galli CL, Grandjean P, Gzyl
J, Heinemeyer G, Johansson N, Mutti A, Schlatter J, van Leeuwen R, Van
Peteghem C, Verger P. 2009. Cadmium in Food. The EFSA Journal 2009,
980: 1-139.
Aripai M, Daud A, La Ane R. 2012. Analisis Risiko Paparan Kadmium (Cd) pada Air
dan Kerang Putih (Anadonta Woodiana) di Sungai Pangkajene Tahun 2012.
Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat UNHAS.
Bernard A. 2008. Cadmium & Its Adverse Effects on Human Health. Review Article.
Indian J Med Res 128: 557-564.
Checconi P, Sgarbanti R, Celestino I, Limongi D, Amatore D, Iuvara A, Alimanto A,
Garaci E, Palamara AT, Nencioni L. 2013. The environmental pollutant
cadmium promotes influenza virus replication in MDCK cells by altering their
redox state. Int. J. Mol. Sci. 14: 4148-4162
Cotuk Y, Belivermis M, Kilie O. 2010. Environmental Biology and Pathophysiology
of Cadmium. IUFS J Biol 2010, 69(1): 1-5
El-Sokkary GH, Awadalla EA. 2011. The Protective Role of Vitamin C Against
Cerebral and Pulmonary Damage Induced by Cadmium Chloride in Male
Adult Albino Rat. The Open Neuroendocrinology Journal 4: 1-8.
FAO/WHO. 2004. Evaluation of Certain Food Additives and Contaminants. Sixty-
first Report of The Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives.
World Health Organization. pp. 127-132.
Fernandez MA, Sanz P, Palomar M, Serra J, Gadea E. 1996. Fatal chemical
penumonitis due to cadmium fumes. Occup. Med. 46(5): 372-374.
Fujiwara Y, Lee JY, Tokumoto M, et al. (2012) Cadmium renal toxicity via apoptotic
pathways. Biol Pharm Bull 35(11): 1892-7
12
Godt J, Scheidig F, Grosse-Siestrup C, Esche V, Brandenburg P, Reich A, Groneberg
DA. 2006. The Toxicity of Cadmium and Resulting Hazards for Human
Health. Journal of Occupational Medicine and Toxicology 2006, 1(22): 1-6
Koedrith P, Seo YR. 2011. Advances in carcinogenic metal toxicity and potential
molecular markers. Review. Int. J. Mol. Sci. 12:9576-9595
Lestari, Budiyanto F. 2013. Konsentrasi Hg, Cd, Cu, Pb, dan Zn dalam Sedimen di
Perairan Gresik. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis 5(1): 182-191.
Martinez-Zamudio R, Ha HC. (2011) Environmental epigenetics in metal exposure.
Epigenetics 6(7): 820-7.
Matovic V, Buha A, Bulat Z, Dukic-Cosic D. (2011) Cadmium toxicity revisited. Arh
Hig Rada Toksiko 62(1): 65-76
Park JY, Seo YR. 2011. The protective role of Nrf2 in cadmium-induced DNA
damage. Mol Cell Toxicol 7: 61-66
Patra RC, Rautray AK, Swarup D. 2011. Oxidative stress in lead and cadmium
toxicity and its amelioration. Review article. Veterinary Medicine
International: 1-9
Sarong MA, Mawardi AL, Adlim M, Muchlisin ZA. 2013. Cadmium Concentration
in Three Species of Freshwater Fishes from Keuretoe River, Northern Aceh,
Indonesia. AACL Bioflux 6(5): 486-491.
Satarug, S.; Moore, M.R. 2004. Adverse health effects of chronic exposure to low-
level cadmium in foodstuffs and cigarette smoke. Environ. Health Perspect
112: 1099–1103.
Tellez-Plaza M, Navas-Acien A, Menke A, Crainiceanu CM, Pastor-Barriuso,
Guallar E. 2012. Cadmium Exposure and All-Cause and Cardiovascular
Mortality in the U.S. General Population. Environ Health Perspect 120: 1017-
1022.
Templeton DM, Liu Y. 2010. Multiple Roles of Cadmium in Cell Death and
Survival. Chemico-Biological Interactions 188: 267-275.

13
Thirumoorthy N, Sunder AS, Kumar KTM, Kumar MS, Ganesh GNK, Chatterjee M.
2011. A Review of Metallothionein Isoforms and Their Role in
Pathophysiology. World Journal of Surgical Oncology 2011, 9(54): 1-7
Waalkes M.P. (2003). Cadmium carcinogenesis. Review. Mutation Research 533:
107-120
Widowati, W., Sastiana, A., Jusuf, R. 2008. Efek Toksik Logam. Pencegahan dan
Penanggulangan Pencemaran. Penerbit ANDI; Yogyakarta

14

Anda mungkin juga menyukai