Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI

“IDENTIFIKASI DAN EVALUASI LOGAM BERAT PENYEBAB


TOKSISITAS PADA TERNAK DAN SATWA AKUATIK ”

OLEH KELOMPOK 1

Joseph Ricardo Wunda 1709010005


Lydia Olu Lando 1709010016
Desi Setia Asi 1709010026
Aska A. Fanmira 1709010038
Rizaldo M. Ludji 1709010040
Elsi Enjels Sinamohina 1709010044
Angelina S. Bheja 1709010054
Rut Elisabet Loak 1709010060

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2020
A. Latar Belakang
Logam berat adalah logam yang memiliki afinitas yang tinggi terhadap sulfur,
terletak pada sudut bawah daftar periodik pada perioe 4-7, dengan nomor atom 22-92.
Logam berat dapat membentuk mineral atau senyawa logam bila bercampur dengan
komponen tertentu yang ada di bumi. Logam berat ada yang bersifat esensial bagi tubuh,
namun bila berlebihan dapat menimbulkan toksisitas atau gangguan kesehatan (ingat
prinsip toksikologi). Berdasarkan penelitian terhadap orgnisme laut, urutan toksisitas
akut logam berat dari yang paling tinggi ke paling rendah adalah Hg2+, Cd2+, Ag+,
Ni2+, Pb2+, As3+, Cr2+, Sn2+, dan Zn2+.
Ternak dapat terpapar logam berat karena digembalakan di tempat pembuangan
akhir (TPA). Selain terdapat bahan – bahan organik yang dapat dimanfaatkan sebagai
pakan, di TPA juga dapat ditemukan bahan – bahan anorganik yang dapat menyebabkan
gangguan kesehatan jika dikonsumsi oleh ternak dan terakumulasi dalam tubuh.
Pencemaran logam berat sangat berbahaya bagi lingkungan. Banyak laporan
memberikan fakta betapa berbahayanya pencemaran lingkungan terutama oleh logam
berat pada kawasan perairan, baik akibat penggunaan untuk konsumsi sehari-hari
maupun ketika mengkonsumsi biota air tawar yang hidup di perairan tercemar tersebut.
Kasus pertama kali dilaporkan terjadi di Jepang, yaitu timbulnya penyakit “itai-
itai”(Ouch-ouch) yang menyebabkan para nelayan dan keluarganya terkena keracunan
kronis akibat logam berat Cd dan mengakibatkan kematian manusia 100 orang
(Supriharyono 2000; Soemirat 2005). Sastrawijaya (2000) menyebutkan pencemaran
lingkungan terjadi karena masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan
atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh
kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas menurun sampai ke tingkat
tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi.
Menurut UU No.32 tahun 2009, pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh
kegiatan manusia, sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah
ditetapkan.

B. TUJUAN
Mengidentifikasi jenis logam berat yang dapat menyebabkan toksisitas pada
ternak dan satwa akuatik, mekanisme aksi logam berat dalam tubuh ternak dan satwa
akuatik, gejala klinis serta penanganan yang dapat dilakukan pada kasus toksisitas
logam berat.
C. METODOLOGI
a. Logam berat apa saja yang dapat menyebabkan toksisitas pada ternak dan atau
satwa akuatik?
1. Logam berat penyebab toksisitas pada ternak
 Pb
 Cd
 Zn
 Hg
 As
2. Logam berat penyebab toksisitas pada satwa aquatik
Menurut J. Zuluaga R. et all (2015), logam berat penyebab toksisitas
pada satwa aquatik ada 4 yaitu ; Mercury (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb)
dan arsen (As), Zink
b. Mekanisme aksi dari logam berat yang dapat menyebabkan toksisitas
Mekanisme Aksi
Risiko hewan yang mengkonsumsi pakan mengandung bahan toksik setiap
harinya adalah akumulasi bahan toksik tersebut, sehingga konsentrasi dalam tubuh
hewan lebih tinggi dari pada konsentrasi yang terkandung dalam pakan yang
dikonsumsi. Bila seekor hewan mengandung bahan toksik dikonsumsi hewan
lainnya, maka hewan kedua memiliki konsentrasi bahantoksik lebih tinggi dari
hewan pertama, demikian juga hewan ketiga yang memakan hewan kedua,
rangkaian proses makantersebutdisebut“food Chain” (Kusnoputranto, 1996).
Dosis keracunan Pb pada sapiadalah 400-600 mg/kg(dosistunggal) dan
600-800 mg/kg pada sapi dewasa, tetapi hal ini tergantung pada bentuk senyawa
Pb, keracunan kronis terjadi pada hewan yang memakan pakan /rumput
mengandung 390 mg/kg sejumlah 2,5%-nya dari berat badan per hari. Misalnya
sapi dengan berat 400 kg, memakan 9 mg/kg, padahal dosis keracunan 6-7
mg/kg/hari. Sementara keracunan akut Cd terjadi jika ternak termak anter minum
bahan yang tercemar Cd dengan dosis 350 mg (Darmono, 1995).
Tingkatan Zink yang sangat tinggi dapat merusakkan pancreas dan
mengganggu metabolisme protein dan menyebabkan pengapuran pembuluh darah.
Toksisitas Hg dalam hal ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu toksisitasorganik
dan anorganik. Pada bentuk anorganik, Hg berikatan dengan satu atom karbon
atau lebih, sedangkan dalam bentuk organik, dengan rantai alkil yang pendek.
Senyawa As sangat sulit dideteksi karena tidak memiliki rasa yang khas atau ciri-
ciri pemaparan lain yang menonjol.

 ARSEN (As)
Mekanisme aksi
Keberadaan arsen sendiri biasanya terdapat pada tanah, sedimen,
batuan, air, udara dan biota, serta berasal dari produksi industri yang dpat
mencemari lingkungan (Herman, 2006). Dalam biotransformasi, Bakteri,
ganggang, jamur dan manusia dapat memetilasi senyawa arsenik
anorganik yang berbahaya untuk menghasilkan asam monometilarsonat
(MMA) dan asam dimetilarsinat (DMA). Dalam proses tersebut arsenik
anorganik (iA) diubah melalui proses enzimatik menjadi arsenik
termetilasi yang menjadi metabolit akhir dari senyawa arsenik kronis.
Biometilasi merupakan suatu proses detoksifikasi dimana produk akhirnya
adalah arsen anorganik termetilasi seperti MMA (V) dan DMA (V) yang
akan diekskresikan melalui urin (Monisha & Tenzin, 2014).
Arsenik trivalen berpengaruh dalam proses respirasi seluler dimana
arsenik trivalen akan menghambat respirasi seluler. Arsenik trivalen akan
mengikat senyawa sulfidril sepertiα-ketooksidase dan asam lipoat yang
juga merupakan kofaktor enzim pada jaringan pernapasan serta berperan
penting dalam siklus asam trikarboksilat (TCA). Adapun organ yang
menjadi target uttama senyawa ini adalah sel-sel epitel usus, epidermis,
ginjal, hati, kulit dan paru-paru karena organ tersebut merupakan organ
yang memiliki kebutuhan energi osidatif secara aktif yang tinggi. Arsenik
trivalen juga mempengaruhi integritas kapiler dmana sistem kapiler
terkhususnya pada kapiler saluran pencernaan yang akan mengakibatkan
terjadinya kongesti submukosa dan edema (Zuluaga et. al., 2015).
 Timbal (Pb)
Mekanisme aksi dari logam berat tersebut dalam menimbulkan toksisitas
Timbal/timah hitam (Pb) dan persenyawaannya adalah beracun. Pb
cendrung untuk berakumulasi dalam tubuh (sistem syaraf). Sifat racun ini
dapat disebabkan karena timbal merupakan penghambat yang kuat
terhadap reaksi-reaksi enzim. Penghambatan aktivitas enzim akan terjadi
melalui pembentukan senyawa antara logam berat dengan gugus sulfihidril
(S-H). (Rahayu dkk, 2017;
Dalam aliran darah sebagian besar timbal diserap dalam bentuk
ikatan dengan eritrosit. Timbal dapat mengganggu enzim oksidase dan
akibatnya menghambat sistem metabolisme sel. Konsentrasi Pb yang
mencapai 188 mg/l dapat membunuh ikan-ikan. (Rahayu dkk, 2017).
 MERCURY (Hg)
Mekanisme Aksi :
Methylmercury adalah senyawa neurotoksik yang menyebabkan
rusaknya mikrotubulus, kerusakan mitokondria, peroksidasi lipid dan
akumulasi molekul neurotoksik seperti serotonin, aspartate, dan glutamate
(Monisha and Tenzin et all., 2014).
Garam merkuri anorganik menyebabkan nekrosis jaringan langsung
dan nekrosis tubulus ginjal. Ion merkuri berikatan kovalen dengan sulfur
dan menghambat enzim yang mengandung sulfhidril dalam mikrosom dan
mitokondria. Garam merkuri juga dapat mengikat protein sebagai
merkaptida. Mercurial alkil organik mengganggu aktivitas metabolisme dan
mencegah sintesis protein esensial, yang menyebabkan degenerasi seluler
dan nekrosis. Otak merupakan organ target dari mercurial alkil organik (J.
Zuluaga R. et all., 2015).

 Cuprum
Secara umum dengan banyak polutan air lainnya dan khususnya
dengan logam berat lainnya dan pH rendah, target utama dari tembaga
pada ikan adalah insangnya (Evans, 1987). Insang ikan secara structural
sangat khusus untuk peran mereka dalam pertukaran gas dalam
pernapasan, menghadirkan area permukaan yang luas untuk ventilasi aliran
air dan memiliki lapisan epitel tipis yang menutupi lamella yang rapuh.
Kerusakan struktural yang komprehensif disebabkan oleh paparan tembaga
yang parah, ditandai dengan runtuhnya dan bahkan peleburan lamellae,
tercabutnya epitel lamellar dari sel-sel pilar dan pembengkakan sel-sel
epitel yang membentuk tonjolan di epitel (Kirk & Lewis, 1993). Toksisitas
tembaga tergantung pada kadar kalsium sekitar selama paparan (mis.
Alabaster & Lloyd, 1980; Reid & McDonald, 1988). (Potts & Fleming,
1971; McDonald &Rogano, 1986) dan Lauren & McDonald (1985)
mengemukakan bahwa tembaga menstimulasi pengeluaran ion sehingga
mengakibatkan peningkatan permeabilitas insang. Peningkatan dari
permeabilitas insang mengakibatkan keluarnya ion Ca2+ yang
mengakibatkan kerusakan dalam adhesi sel.
c. Bagaimana toksikokinetik dari logam berat tersebut dalam tubuh ternak dan atau
satwa akuatik?
Toksikokinetik
Timbal (Pb) dapat masuk kedalam tubuh melalui pernapasan, makanan,
dan minuman. Logam yang telah di apsorbsi akan masuk kedalam darah,
berikatan dengan protein darah yang kemudian didistribusikan keseluruh jaringan
tubuh. Akumulasi logam yang tertinggi dalam organ detoksikasi (hati) danekskresi
(ginjal), dalamkedua organ tersebut logam berikatan dengan berbagai jenis protein
baik enzim maupun protein lain yang disebut metalothionin. Kerusakan jaringan
oleh logam terdapat pada beberapa lokasi baik tempat masuknya logam maupun
tempat penimbunanya. Akibat yang ditimbulkan dari toksisitas logam dapat
berupa kerusakan fisik (erosi, degenerasi, nekrosis) dan dapat berupa gangguan
fisiologik (gangguan fungsi enzim dan gangguan metabolisme).
Timbal yang masuk kedalam tubuh tidak semua dapat tinggal di dalam
tubuh, kirakira 5% -10% dari jumlah yang tertelan akan di adsorbsi oleh saluran
pencernaan dan sekitar 5% dari 30% yang terserap lewat pernafasana kantinggal
di dalam tubuh. Timbal yang tertinggal di dalam tubuh akan mengumpal terutama
di skeleton (90-95%). Untuk menentukan seseorang keracunan timbale
dilakukanan alisis kandungan timbale dalam darah (Fardiaz, 1992), selama dalam
darah timbal 90% terikat pada sel darah merah, akibatnya sintesis hemoglobin
terhambat, karena dapat menghalangi enzymaminolaevulinic acid dehidratase
(ALAD) untuk proses sintesatersebut, dan anemia biasa bias terjadi dan umur sel
darah merah lebih pendek. Terhadap syaraf mengakibatkan menurunnya
kecepatan konduksisyaraf (Malaka, 1994).
Kadmium beredar dalam sel darah merah atau terikat albumin dalam
plasma. Dalam hati itu mungkin menginduksi dan mengikat MT, kompleks ini
dilepaskan perlahan-lahan kedalam sirkulasi dan kemudian terakumulasi dalam
ginjal. Hal ini juga dapat disimpan dalam tulang, pankreas, adrenal, plasenta, hati
dan ginjal. Banyak penelitian menunjukkan bahwa cadmium melintasi membrane
berbagai memanfaatkan lainya transportasi mekanisme elemen (Martelli, dkk,
2006.). Setelah cadmium inhalasi terakumulasi di olfactory bulb (Sunderman,
2001), dan diparu-paru di mana tidak seperti logam berat lain dapat menembus
sel-sel alveolar danmemasukialirandarah (Bressler et al., 2004).
Sebagian besar toksisitas yang disebabkan oleh beberapa jenis logam berat
seperti Pb, Cd, dan Hg adalah karena kemampuannya untuk menutupsisi aktif dari
enzim dalam sel.
d. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh paparan logam berat pada hewan?
 Gejala klinis yang ditimbulkan oleh paparan logam berat pada hewan
(Timbal)
Adanya logam berat Pb dalam perairan dapat menyebabkan stress
pada ikan. Respon yang terlihat berbeda-beda tergantung pada sensitifitas
dan daya tahan ikan. Ciri-ciri ikan yang terkena racun timbal antara lain
gerakan sangat aktif, aktivitas respirasi meningkat, kehilangan
keseimbangan, kerusakan pada saluran pernapasan (bronchi), insang dan
kulit tertutup oleh membran mucus yang mengalami pembekuan dan
terjadinya hemolisis dan kerusakan pada eritrosit. Gejala klinis yang
timbul akibat paparan logam berat timbal pada ikan tampak bervariasi
mengikuti konsentrasi paparan Pb. Pada paparan reendah yang terlihat bisa
hanya warna tubuh yang pucat, sedangkan pada konsentrasi paparan
sedang hingga tinggi dapat terlihat ikan berada di permukaan air, sirip dan
sisik mudah lepas, produk silender banyak, insang pucat, ikan tidak
responsif, ikan lebih banyak mengeluarkan feses dan warna tubuh pucat.
Dapat ditemukan adanya kerusakan insang akibat paparan Pb konsentrasi
tinggi (Rahayu dkk, 2017; Siregar dkk, 2012).
Timbal dapat menimbulkan efek toksik pada ikan baik secara
kronis maupun akut. Efek secara kronis ditandai dengan menurunnya berat
badan yang disertai gangguan pada sistem pencernaan, sedangkan efek
akut ditandai dengan kerusakan sel darah merah, penurunan kandungan
hemoglobin, serta gangguan pada sistem saraf pusat dan tepi (Rahayu dkk,
2017).
 Gejala Klinis (Arsen/AS)
Gejala Klinis yang timbul akibat paparan dari arsen adalah seperti
kongesti submukosa usus, dan gangguan pada organ-organ yang menjadi
target utama dari arsen (J. Zuluaga R. et. al.,2015). Selain itu karena sifat
dari logam berat yang non degradableatau tidak dapat dihancurkan maka
dapat menyebabkan gangren dan keratosis. Serta asrsen dapat menembus
plasenta, uterus dan bagian otak dengan melewati blood brain barrier
sehingga akan terjadi gangguan SSP (Ali, 2012).
 Gejala klinis yang di timbulkan (Zink/Zn)
Pengaruh pertama toksisitas logam adalah pada insang. Insang
selain sebagai alat pernapasan ikan, juga digunakan sebagai alat pengatur
tekanan antara air dan dalam tubuh ikan (osmoregulasi). Jaringan tubuh
organisme yang cepat terakumulasi logam berat adalah jaringan insang,
akibatnya ikan akan mati lemas karena terganggunya proses pertukaran
ion-ion dan gasgas melalui insang.
Accidental poisoning seperti termakannya senyawa timbale dalam
konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan gejala keracunan timbale seperti
iritasi gastrointestinal akut, rasa logam pada mulut, muntah, sakitperut,
dandiare. Menurut Darmono (1995), Pb dapat mempengaruhi system saraf,
inteligensia, dan pertumbuhan. Pb di dalam tubuh terikat pada gugus SH
dalam molekul protein dan halini menyebabkan hambatan pada aktivitas
kerja system enzim.Toksisitas Hg anorganik menyebabkan
penderitabiasanya mengalami tremor. Jika terus berlanjut dapat
menyebabkan pengurangan pendengaran, penglihatan. Gejala keracunan
senyawa arsen terutama adalah sakit di kerongkongan, sukar menelan,
menyusul rasa nyeri lambung dan muntah-muntah. Toksisitas kronis Cd
bias merusak system fisiologis tubuh, antara lain system urinaria (ginjal),
system respirasi (paru-paru), system sirkulasi (darah) danjantung,
kerusakan system reproduksi, system syaraf, dan bahkan dapat
mengakibatan kerapuhan tulang. Daya toksisitas Cd juga mempengaruhi
system reproduksi dan organ-organnya, karena Cd dapat mematikan sel-sel
sperma sehingga terjadi impotensi.
e. Penanganan dan pengobatan apa yang dapat diberikan kepada pasien yang
mengalami toksisitas dan atau diduga mengalami toksisitas logam berat? (Jelaskan
secara lege artis jawaban anda!)
1. Tindakan penanganan dan pengobatan terhadap satwa akuatik akibat
toksisitas timbal.
 Minimalisasi logam berat di kolam budidaya ikan dapat dilakukan dengan
cara: filtrasi membran, elektrodialisis, chemical precipitation, pertukaran
ion, dan adsorpsi (Prasetiyono, 2015).
 Minimalisasi logam berat Pb di kolam budidaya dengan kompos yang
mengandung carbon, nitrogen, asam humat dan asam fulvat. Kompos
dapat digunakan untuk meminimalisasi logam berat timbal (Pb)
dikarenakan memiliki kandungan humus yang mampu mengadsorpsi dan
mengikat logam berat dengan cara pertukaran kation, pembentukan ikatan
elektrostatik, pembentukan ikatan kompleks dan chelate Selain itu
kandungan mineral positif pada padatan kompos juga dapat bertukar
dengan kation logam Pb (Prasetiyono, 2015).
2. Menurut Konnie (2004), pengobatan. Manajemen toksik timbal pada
hewan terdiri dari
 Stabilisasi tanda-tanda klinis yang parah
 Pembersihan timbal dari saluran pencernaan
 Terapi kelasi
 Perawatan suportif umum
 Penghapusan sumber timbal dari lingkungan hewan.

Hewan kejang harus di berikan dengan antikonvulsan seperti


diazepam atau barbiturat. Respons yang buruk terhadap terapi
antikonvulsan atau perkembangan tanda-tanda SSP yang parah mungkin
memerlukan pengobatan edema serebral (mis., Manitol, diuretik). Kelainan
cairan dan elektrolit harus diperbaiki sesuai kebutuhan. Dekontaminasi
saluran gastrointestinal sangat penting dalam pengelolaan toksikosis
timbal, karena agen chelating sebenarnya dapat meningkatkan penyerapan
gastrointestinal timbal. Katarik, enema, atau irigasi usus keseluruhan dapat
digunakan untuk membantu mengosongkan saluran pencernaan dari
timbal. Katartik yang mengandung sulfat, seperti magnesium atau natrium
sulfat, dapat membantu mengendapkan timbal sebagai timbal sulfat dalam
saluran pencernaan dan menghambat penyerapan (Konnie, 2004).
Tujuan terapi khelasi adalah untuk mengikat timbal menjadi
kompleks yang larut (khelat) yang kemudian diekskresikan dalam urin.
Karena kebanyakan chelator, serta timbal sendiri, memiliki beberapa
tingkat nefrotoksisitas, pemantauan parameter ginjal dengan hati-hati dan
pemeliharaan hidrasi yang memadai selama terapi kelasi sangat penting.

f. Apakah logam berat tersebut bersifat organ spesisifk (menargetkan organ


tertentu)? Berikan contohnya
 Logam Berat yang Bersifat Organ Spesifik
Logam berat, seperti misalnya, arsenik (As), timbal (Pb), merkuri (Hg),
kadmium (Cd), kromium (Cr), talium (Tl), dll., juga beberapa ‘trace elements’
yang dikenal sebagai logam berat, misalnya, tembaga (Cu), selenium (Se) dan
seng (Zn), sangat penting untuk menjaga metabolisme tubuh, tetapi menjadi
beracun pada konsentrasi yang lebih tinggi.
Perjalanan zat kimia (logam berat) dalam tubuh hewan dan manusia
diawali dari masuknya zat tersebut kedalam tubuh melalui intravaskuler atau
ekstravaskuler, selanjutnya zat masuk melalui sirkulasi sistemik dan
didistribusikan keseluruh tubuh. Proses distribusi memungkinkan zat sampai pada
tempat kerjanya (reseptor). Logam berat ditempat kerja atau reseptornya
berinteraksi dan menimbulkan efek, dimana interaksi dari zat atau metabolitnya
yang berlebihan dapat menghasilkan efek toksik (Priyanto, 2010).
Penentu ketoksikan suatu logam berat adalah sampainya zat kimia utuh
atau metabolit aktifnya disel sasaran dalam jumlah yang berlebihan, dan pada sisi
lain zat kimia dapat mengalami metabolisme menjadi senyawa non-aktif dan
diekskresikan (eliminasi) yang dapat mengurangi jumlah zat kimia dalam sel
sasarannya.
Gambar 1. Perjalanan logam berat yang masuk dalam tubuh hewan maupun manusia

Logam berat dapat memiliki efek toksik pada organ yang berbeda.
Beberapa logam berat disebut 'pencari tulang/bone seekers' saja yang mana
mengendap di dalam gigi dan sistem kerangka (Govind dan Madhuri, 2014).
Dengan demikian logam berat dapat bersifat organ spesik. Namun,
secara umum logam berat didistribusi ke seluruh tubuh dan merusak bagian
atau organ yang dilaluinya. Organ yang paling umum mengalami dampak
toksik dari logam berat adalah ginjal karena berperan utama dalam ekskresi
metabolisme, pencernaan dan tempat penyimpanan berbagai unsur senyawa.
DAFTAR PUSATAKA

Ali, M. 2012. Bahaya Logam berat bagi kesehatan.


Darmono. 1995. Logam Dalam Sistim Biologi Mahluk Hidup, Universitas Indonesia
Pers,Jakarta.

Eisler, R. 2004. Arzenic hazard to humans, plants and animals from gold mine. Rev Environ
contam toxicol.180. 133-165

Hayatun, Nazariah. 2019. Toksisitas Timbal (Pb) Terhadap Kesehatan Ikan. Fakultas
Pertanian, Universitas Almuslim. Aceh.
Herman, D.Z., 2006. “Tinjauan terhadap Tailing Mengandung Unsur Pencemar Arsen (As),
Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan Kadmium (Cd) dari Sisa Pengolahan Bijih Logam”.
Jurnal Geologi Indonesia Vol. 1 No. 1 Maret 2006: 31-36.

Jannah, Rauzatul, dkk. 2017. Pengaruh Paparan Timbal (Pb) Terhadap Histopatologis Hati
Ikan Nila (Oreochromis Nilloticus). JIMVET. 01(4):742-748
J. Zuluaga R. et al., 2015. Content Of Hg, Cd, Pb And As In Fish Species: A Review. Vitae.
Vol 22 (2). Page.148-159

Kennedy CJ. (2011). The Toxicology of Metals in Fishes. Encyclopedia of Fish Physiology.
3, 2061-2068.

Kirk, R.S. & Lewis, J.W. (1993). An evaluation of pollutant induced changes in the gills of
rainbow trout using scanning electron microscopy. Environmental Technology, 14, 577-85.

Konnie H. Plumlee. 2004. Clinical Veterinary Toxicology. Mosby

Monisha and Tenzin et all., 2014. Toxicity, mechanism and health effects of some heavy
metals. Vol. 7(2): 60–72.

Noegrahati S. (2006). Bioaccumulation Dynamic of Heavy Metals InOreochromisniloticus.


Indonesian Journal of Chemistry, 6, (1), 6169

Prasetiyono, Eva. 2015. Kemampuan Kompos Dalam Menurunkan Kandungan Logam Berat
Timbal (Pb) Pada Media Budidaya Ikan. Jurnal Akuatika Vol.VI No.1 (21-29)
Priyanto, 2010. Toksikologi. Mekanisme, Terapi Antidotum, dan Penilaian Resiko. Leskonfi.
Jawa Barat
Rahayu, Nur I., dkk. Pengaruh Paparan Timbal (Pb) Terhadap Laju Pertumbuhan Ikan Nila
(Oreochromis Nilloticus. JIMVET. 01(4):658-665
Siregar,YI., Zamri, A., Putra, H. 2012. Penyerapan Timbal (Pb) Pada Sistim Organikan Mas
(Cyprinus carpio L). Jurnal Ilmu Lingkungan. PPS Riau. (6):

Taylor. 1996.TOXICOLOGY OF AQUATIC POLLUTION PHYSIOLOGICAL, CELLULAR


AND MOLECULAR APPROACHES.CAMBRIDGE UNIVERSITY PRESS

Zhao S, Feng C, Quan W, Chen X., Niu J, Shen Z. (2012). Role of Living Environments in
The Accumulation Characteristics of Heavy Metals in Fishes and Crabs in The
Yangtze River Estuary, China. Marine Pollution Bulletin, 64, (6), 1163-1171.

Anda mungkin juga menyukai