KELOMPOK 6:
MEDAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Logam berat merupakan istilah yang digunakan untuk unsur-unsur transisi yang mempunyai massa
jenis atom lebih besar dari 6g/cm3. Merkuri (Hg), timbale (Pb), tembaga (Cu), cadmium (Cd), dan
stronsium (Sr) adalah contoh logam berat yang berupa kontaminan yang berasal dari luar tanah dan
sangat diperhatikan karena berhubungan erat dengan kesehatan manusia, pertanian dan
ekotoksikologinya (Alloway, 1995) dalam Darmono (1995). Logam berat merupakan zat pencemar yang
berbahaya karena memliki sifat tidak terakumulasi dalam air, sedimen dasar perairan, dan tubuh
organism (Harun et al., 2008). Logam berat dinamakan sebagai logam non essensial dan pada tingkat
tertentu dapat menjadi beracun bagi makhluk hidup.
Logam berat telah lama dikenal sebagai suatu elemen dengan daya racun potensial bagi manusia.
Tidak sedikit kasus kematian ditemukan akibat logam berat. Beberapa logam berat berbahaya adalah
timbal, merkuri, arsen, dan cadmium. Daya toksisitas logam ini dipengaruhi oleh beberapa factor seperti
kadar logam yang terserap, lamanya konsumsi, umur, spesies, jenis kelamin, kebiasaan makan-makanan
tertentu, kondisi fisik, dan kemampuan jaringan tubuh dalam mengakumulasi logam. Toksisitas logam
pada manusia dapat menyebabkan timbulnya kerusakan jaringan terutama jaringan detoksifikasi dan
ekskresi yaitu hati dan ginjal. Bahkan, beberapa logam berat memiliki sifat karsinogenik (pembentuk
kanker) maupun teratogenik (Darmono, 1995).
Sumber kontaminasi logam berat ada dua, yaitu lewat pencemaran udara dan dari bahan makanan.
Pencemaran lewat udara terutama berasal dari asap buangan kendaraan bermotor. Data yang dikeluarkan
Badan Pengawasan Dampak Lingkungan (Bapedal) DKI thun 1998, kadar timbal di udara Jakarta rata-
rata telah mencapai 0,5 mg per meter kubik udara. Untuk kawasan tertentu, seperti terminal bus dan
daerah padat lalu lintas, kadar timbal biasa mencapai 2-8 per meter kubik udara (Astawan, 2005).
Selain pada bahan makanan, logam berat dapat terakumulasi dalam jumlah yang cukup besar pada
tanaman seperti padi, rumput, dan beberapa jenis leguminosa untuk pakan ternak. Kandungan merkuri
(Hg) pada beras yang di panen dari sawah dengan irigasi air limbah penambangan emas tradisional di
Nunggul dan Kalongliud di sekitar Pongkor, Bogor, Jawa Barat masing-masing mencapai 0,45 dan 0,25
ppm (Sutono, 2002) dalam Anonymus (2005).(Widaningrum,dkk)
pada sungai citarum pada bulan ferbuari (2015) yang tercemar oleh logam berat. Saat ini sungai
citarum mengalami degrasi kualitas yang sangat memperhatinkan.seiring meningkatnya aktivitas
masyarakat maka pencemaran sungai citarum juga meningkat. Diketahui bahwasanya sepanjang 127 km
atau 47,1% dari panjang sungai sudah di ketegorikan tercemar berat. Salah satu pencemar sungai
citarum adalah logam berat. Secara kualitas sungai citarum telah tercemari dengan masuknya limbah
domestik,industri,dan kegiatan yang mengandung senyawa organik dan non organik,termasuk logam
berat. Kualitas air yang buruk berdampak buruk yang signifikan kehidupan air serta kesehatan manusia.
Karena umum nya limbah mengandung zat beracun raksa (Hg), kadmium(Cd), krom(Cr), timbal(Pb),
tembaga (Cu) yang sering digunakan proses produksi suatu idustri.
Perairan Tanjung Emas merupakan salah satu kawasan pesisir yang dekat dengan aktivitas
pelabuhan, industri, dan pemukiman penduduk. Tingginya aktivitas di kawasan Tanjung Emas diduga
mengalirkan berbagai limbah yang dapat menimbulkan pencemaran, antara lainpencemaran oleh logam
berat Pb dan Cu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan logam berat Pb dan Cu dalam air,
sedimen, akar, dan buah mangrove Avicennia marinaserta untuk mengetahui tingkat akumulasi terhadap
logamlogam tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan
penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan metode purposive sampling. Kemudian logam berat
dianalisis menggunakan AAS (Atomic Absorbtion Spectrophotometry). Hasil penelitian menunjukan
bahwa kandungan logam berat Pb dan Cu di perairan Tanjung Emas Semarang menunjukkan pencemaran
berat karena sudah melebihi batas ambang yang ditentukan yaitu masing-masing 0,01-0,06 mg/L (Pb) dan
0,004-0,14 mg/L (Cu). Kandungan Cu pada sedimen sebesar 1,236-3,212 mg/kg; Cu pada akar2,104-
2,529 mg/kg; dan Cu pada buah A. marina 1,640-4,336 mg/kg.Hampir semua hasil ini lebih tinggi bila
dibandingkan dengan kandungan Pb pada sedimen 0,251-0,507 mg/kg; Pb pada akar 0,732-1,625 mg/kg;
dan Pb pada buah A. marina 0,114-0,345 mg/kg.BCF akar tertinggi ditemukan pada logam Pb yaitu
1,443-6,474 dan TF buah tertinggi ditemukan pada logam Cu yakni 0,674-1,714. (Jurnal Kelautan Tropis
September 2015)
Pencemaran logam berat telah terjadi di kawasan perairan Belawan (Jurnal JUMANTIK
Volume 2 nomor 2, 2017), hal ini dibuktikan oleh beberapa hasil penelitian sebelumnya seperti hasil
penelitian Siagian (2008) menemukan biota laut telah tercemar logam Pb, Cd dan Cr. Hasil penelitian
Nurhayati (2009) menemukan kerang di perairan Belawan telah tercemar Pb dan Cd. Analisa beberapa
parameter lingkungan yang dilakukan oleh Sitorus (2011) di perairan pesisir Timur Sumatera Utara juga
menemukan kadar Pb pada kerang telah melebihi baku mutu. Penelitian Salbiah (2009) di perairan
Belawan menemukan kerang batu dengan kandungan Pb di atas baku mutu yaitu 1,434 ppm dan Cd pada
lokan 0.5 ppm. Ada 5 logam yang berbahaya pada manusia yaitu Pb dan Cd (As). Cadmium (Cd), timbale
(Pb), mercuri (Hg) dan besi (Fe). Logam berat merupakan elemen yang tidak dapat terurai (persisten) dan
dapat terakumulasi melalui rantai makanan (bioakumulasi), dengan efek jangka panjang yang merugikan
pada makhluk hidup. Dampak pencemaran logam berat Pb bagi kesehatan adalah menimbulkan
kerusakan pada pembentukan sel darah merah, logam berat bersifat akumulatif dalam tubuh sehingga
akan menimbulkan efek dalam jangka panjang. Kadmium adalah logam berwarna putih perak, lunak,
mengkilap, tidak larut dalam basa, mudah beraksi serta menghasilkan oksida bila dipanaskan (Widowati
dkk, 2008). Kadmium (Cd) merupakan logam yang bila masuk kedalam tubuh akan mengendap dan
berakumulasi dalam waktu tertentu. Akibatnya akan menyebabkan kerusakan, tidak hanya pada tulang
dan ginjal tetapi juga testis, jantung, hati, otak dan system darah. Kadmiun juga dapat mengakibatkan
gangguan psikologi dikarenakan kemiripan sifat kimianya dengan seng (Achmad, 2004). Kadmium
dalam air laut dan sungai berasal dari pencemaran oleh limbah domestik dan industri. Industri yang dapat
menghasilkan limbah kadmium (Cd) adalah industri tekstil, baterai, cat, industri plastik dan lain-lain.
Menurut WHO (1992) dalam air Cd dapat tersebar sejauh 50 km dari sumbernya . Penelitian yang
dilakukan di perairan bagian barat Teluk Jakarta ditemukan kandungan Cd yang melebihi baku mutu air
laut (0.002 mg/l, KepMen LH no 51 tahun 2004 yaitu 0,47 mg/l (Rohyatun & Rizak, 2007).
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Logam adalah unsure kimia yang siap membentuk ion (kation) dan memiliki ikatan logam. Logam
merupakan salah satu dari 3 kelompok unsure yang dibedakan oleh sifat ionisasi dan ikatan, bersama
dengan metaloid dan nonlogam. Dalam tabel Sistem Periodik Bahan Kimia , garis diagonal digambar
dari boron (B) ke polonium (Po) membedakan logm dari nonlogam. Unsure dalam garis ini adalah
metalloid, kadangkala disebut semi-logam; unsure di kiri bawah adalah logam; unsure ke kanan atas
adalah non logam. Beberapa contoh logam terkenal adalah aluminium, tembaga, emas, besi, timah,
perak, titanium, uranium, dan seng.(BPOM RI)
Logam berat merupakan logam yang mempunyai berat jenis (specific gravity) 5,0 atau lebih,
dengan nomor atom antara 21 (scadium) dan 92 (uranium) dari Sistem Periodik Bahan Kimia.
Menurut Vouk (1986) terdapat 80 jenis dari 109 unsur kimia di muka bumi ini yang telah
teridentifikasi sebagai logam berat. Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat dapat
dibedakan menjadi logam berat esensial dan logam berat non esensial.
Logam berat secara alami berasal dari dalam lapisan kerak bumi sebagai hasil
tambang, baik dalam bentuk logam bebas maupun dalam bentuk logam organic dan
anorganik.(BPOM RI)
a. Timbal
Timbal adalah logam berkilau berwarna putih kebiruan atau kelabu keperakan. Logam ini
memiliki nomor atom 82, bobot atom 207,20 g/mo1, titik leleh 327 0C, dan titik didih 1755 0C
(BSN, 2009). Timbal mulai pudar atau kusam ketika kontak dengan udara, kemudian
membentuk campuran kompleks sesuai kondisi (Jaishankar et al., 2014).
Beberapa sifat khusus logam timbal menurut Lanntech (2016) antara lain:
a) Timbal sangat lunak, sehingga dapat dipotong dengan menggunakan pisau atau dengan
tangan.
b) Timbal sangat lembut, dapat dibentuk dengan mudah
c) Timbal tahan terhadap peristiwa korosi atau karat sehingga sering digunakan sebagai bahan
coating
d) Timbal merupakan konduktor listrik lemah. Logam ini sangat tahan terhadap korosi
e) Timbal memiliki kerapatan lebih besar dibanding dengan logam biasa kecuali emas dan
merkuri.
Timbal merupakan logam sangat beracun terutama terhadap anak-anak. Penggunaan timbal
yang telah tersebar luas, menyebabkan kontaminasi pada lingkungan dan timbulnya masalah
kesehatan di berbagai belahan dunia. Timbal secara alami ditemukan pada tanah, serta bersifat
tidak berbau dan tidak berasa. Timbal dapat bereaksi dengan senyawa-senyawa lain membentuk
berbagai senyawa-senyawa timbal, seperti timbal oksida (PbO), timbal klorida (PbCl2) dan lain-
lain (BSN, 2009).
Penggunaan Timbal :
Timbal banyak digunakan dalam pembuatan gelas, penstabil senyawa-senyawa PVC, cat
berbasis minyak, zat pengoksidasi, bahan bakar, bensin untuk kendaraan, cat, dan pestisida
(BSN, 2009). Menurut Sihite (2015), timbal juga dapat digunakan untuk produk-produk logam
seperti amunisi, pelapis kabel, bahan kimia, pewarna, pipa, dan solder. Timbal bermanfaat
sebagai campuran dalam pembuatan pelapis keramik, disebut glaze-silika dengan oksida
lainnya. Komponen timbal (PbO) ditambahkan ke dalam glaze untuk membentuk sifat yang
mengkilap.
Timbal di lingkungan :
Timbal sebenarnya terbentuk secara alami di alam, namun kebanyakan dari konsentrasi
timbal di lingkungan berasal dari hasil aktivitas manusia. Akibat penggunaan timbal pada bahan
bakar, siklus timbal buatan telah terbentuk. Pada mesin kendaraan, timbal dibakar sehingga
garam timbal (klorin, bromin dan oksida) akan terbentuk. Garam timbal ini masuk ke dalam
lingkungan melalui buangan gas kendaraan. Partikel berukuran lebih besar akan segera jatuh ke
tanah kemudian mencemari tanah atau permukaan air. Sementara itu, partikel berukuran lebih
kecil akan bergerak pada jarak yang jauh melalui udara dan menetap di atmosfer. Timbal ini
akan jatuh kembali ke tanah ketika hujan. Siklus timbal akibat aktivitas manusia ini jauh lebih
luas dari siklus timbal alami. Hal tersebut menyebabkan polusi timbal menjadi masalah dunia
(Lenntech, 2016).
Timbal sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman, yaitu daun, batang, akar, dan
umbi-umbian. Perpindahan timbal dari tanah ke tanaman bergantung pada komposisi dan pH
tanah. Konsentrasi timbal tertinggi (100-1000 mg/kg) akan mengakibatkan pengaruh toksik pada
proses fotosintesa dan pertumbuhan tanaman. Tanaman dapat menyerap timbal pada saat kondisi
kesuburan tanah dan kandungan bahan organik tanah rendah. Pada keadaan ini, logam Pb akan
terlepas dari ikatan tanah dan bergerak bebas pada larutan tanah dalam bentuk ion. Jika logam
lain tidak mampu menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman
(Charlena, 2004).
b. Merkuri
Merkuri memiliki nomor atom 80, bobot atom 200,59. Merkuri merupakan satu-satunya
logam berbentuk cairan pada temperatur normal. Merkuri kadang disebut sebagai quicksilver.
Logam ini berat dengan wujud berupa cairan berwarna putih keperakan mengkilap, tidak berbau,
dan mudah menguap pada suhu ruangan (Lenntech, 2016; BSN, 2009). Sifat merkuri yaitu
toksik. Berikut merupakan jenis-jenis merkuri menurut Palar (2008):
a. Merkuri Anorganik
Merkuri anorganik adalah logam murni berbentuk cair pada suhu kamar (25oC) dan mudah
menguap. Uap merkuri dapat menimbulkan efek samping sangat merugikan bagi kesehatan.
Diantara sesama senyawa merkuri anorganik, uap logam merkuri merupakan yang paling
berbahaya. Ini disebabkan karena uap merkuri tidak terlihat dan sangat mudah terhisap
pernafasan.
b. Merkuri Organik
Contoh senyawa merkuri organik adalah alkilmerkuri. Sekitar 80 % peristiwa keracunan
merkuri bersumber dari alkil-merkuri. Senyawa ini memiliki rantai pendek dan sangat mudah
menguap. Uap dapat masuk ke saluran pernafasan dan paru-paru. Senyawa alkil-merkuri seperti
metal merkuri klorida (CH₃HgCl) dan etil klorida (C₂H₅HgCl) banyak digunakan di negara-
negara berkembang sebagai pestisida dalam pertanian.
Penggunaan Merkuri :
Logam merkuri memiliki banyak kegunaan. Akibat kerapatannya yang tinggi, merkuri
digunakan dalam barometer dan manometer. Penggunaan merkuri secara luas pada termometer
dikarenakan ekspansi panas tingkat tinggi yang cukup konstan pada rentang temperatur luas.
Selain itu, kemudahan pencampuran merkuri dengan emas menyebabkan merkuri digunakan
dalam pemulihan emas dari bijihnya (Lenntech, 2016). Industri menggunakan logam merkuri
sebagai cairan elektroda di pabrik klorin dan sodium hidroksida melalui elektrolisis air garam.
Merkuri masih digunakan dibeberapa peralatan listrik seperti saklar. Saat ini merkuri jarang
digunakan pada baterai dan lampu fluoresen (Lenntech, 2016). Logam ini juga digunakan dalam
industri kertas/bubur kertas, komponen pada baterai dan peralatan gigi seperti amalgam. Merkuri
dengan klor, belerang, atau oksigen akan membentuk garam, untuk digunakan dalam pembuatan
krim pemutih dan krim antiseptik. Merkuri bersifat sangat toksik, sehingga penggunaannya
dalam berbagai industri sebaiknya dikurangi, termasuk dalam industri farmasi, kedokteran gigi,
pertanian, beterai, dan lampu fluorescence (Widowati, 2008).
Merkuri di lingkungan :
Merkuri merupakan komponen alami di lingkungan. Senyawa ini dapat ditemukan dalam
bentuk logam, sebagai garam merkuri atau merkuri organik. Merkuri masuk ke dalam
lingkungan sebagai hasil pembongkaran alami mineral di batu dan tanah melalui paparan angin
dan air. Merkuri tunggal terbentuk di lingkungan dalam jumlah terbatas. Logam ini jarang
berada dalam bentuk bebas di alam dan ditemukan utamanya dalam bijih sinabar (HgS) di
Spanyol, Rusia, Italia, Cina dan Slovenia. Produksi merkuri dunia kurang lebih sebesar 8.000
ton per tahun. Jumlah cadangan merkuri yang dapat ditambang berkisar 600.000 ton (Lenntech,
2016). Pelepasan merkuri dari sumber alami tetap sama selama bertahun-tahun. Namun,
konsentrasi merkuri di lingkungan mengalami peningkatan akibat aktivitas manusia. Sebagian
besar merkuri dari aktivitas manusia dilepaskan ke udara melalui pembakaran bahan bakar fosil,
pertambangan, peleburan dan pembakaran limbah padat. Beberapa aktivitas manusia penyebab
lepasnya merkuri secara langsung ke tanah atau air, misalnya penggunaan pupuk dan
pembuangan limbah industri. Semua merkuri yang dilepaskan di lingkungan akan berakhir di
tanah atau permukaan air (Lenntech, 2016). Merkuri tidak ditemukan secara alami dalam bahan
makanan. Namun, merkuri dapat muncul di makanan karena disebarkan dalam rantai makanan
olah organisme kecil yang dikonsumsi manusia seperti ikan. Konsentrasi merkuri dalam ikan
biasanya melebihi konsentrasi di air. Produk sapi peternakan juga dapat mengandung merkuri.
Merkuri umumnya tidak ditemukan di tanaman, namun dapat masuk ke dalam tubuh manusia
melalui sayuran dan tanaman lainnya. Hal tersebut dapat terjadi ketika pestisida mengandung
merkuri (Lenntech, 2016).
c. Kadmium
Kadmium memiliki nomor atom 48, bobot atom 112,41 g, bobot jenis 8,642 g/cm3.
Kadmium merupakan logam alami di dalam kerak bumi. Kadmium murni berbentuk logam
lunak berwarna putih perak. Kadmium biasa ditemukan sebagai mineral terikat dengan unsur
lain seperti oksigen, klorin atau sulfur. Kadmium tidak berasa maupun beraroma spesifik.
Kadmium merupakan logam berat tertoksik nomor 7 berdasarkan peringkat Agency for Toxic
Substances and Disease Registry atau biasa disingkat ATSDR (Jaishankar et al., 2014). Logam
Cd biasa digunakan dalam aplikasi sepuhan listrik (electriplating).
Penggunaan Kadmium
Logam ini pertama kali digunakan dalam perang dunia ke-1 sebagai pengganti timah dan
sebagai pigmen di industri zat warna. Kadmium metalik kebanyakan telah digunakan sebagai
suatu agen anti-korosif (cadmiation). Saat ini, kadmium juga digunakan pada baterai isi ulang,
pada produksi logam campur dan pada asap tembakau. Kurang lebih tiga per empat kadmium
berfungsi sebagai komponen elektroda di baterai alkalin, selebihnya digunakan pada penyalutan,
pigmen, pelapisan dan sebagai penstabil plastik. Kadmium dalam pembuatan solder bermanfaat
sebagai penjaga reaksi nulkir fisi. Senyawa kadmium digunakan dalam fosfor tabung TV hitam-
putih dan fosfor hijau dalam TV berwarna. Sulfat merupakan garamnya yang paling banyak
ditemukan dan sulfidanya memiliki pigmen kuning (Jaishankar et al., 2014).
Kadmium di lingkungan :
Secara umum, sumber utama kadmium adalah dari deposisi atmosferik, proses smelting
dan refining dari logam non ferrous, proses industri terkait produksi bahan kimia dan metalurgi,
serta air buangan limbah domestik. Diperkirakan 1.000 ton kadmium dilepaskan per tahun ke
atmosfir dari smelters dan pabrik-pabrik pengolah Cd. Pelepasan kadmium ke dalam perairan
alamiah sebagian besar berasal dari industri galvanik. Sumber lain polusi kadmium adalah
industri baterai, pupuk dan fungisida dengan kandungan Cd dan Zn (Allen et al.,1998).
Kadmium terbentuk secara alami pada bijih bersama zink, timbal dan tembaga. Produk dengan
kandungan kadmium jarang di daur ulang namun sering dibuang bersama dengan limbah rumah
tangga sehingga terjadi kontaminasi lingkungan, khususnya jika limbah tersebut dibakar
(Lenntech, 2016).
Distribusi kadmium di lingkungan akan bertahan di tanah dan mengendap selama beberapa
dekade. Tumbuhan lambat laun melepaskan logam yang telah terakumulasi di dalamnya ke
rantai makanan hingga akhirnya mencapai manusia. Menurut laporan ATSDR, lebih dari
500.000 pekerja di Amerika Serikat terpapar kadmium per tahunnya (Bernard, 2008; Mutlu et
al., 2012). Peneliti telah menunjukkan bahwa area terkontaminasi kadmium di Cina mencapai
11.000 hektar dan jumlah limbah industri dengan kandungan kadmium dilepaskan ke
lingkungan sebanyak lebih dari 680 ton per tahun. Paparan kadmium ke lingkungan di Jepang
dan Cina lebih tinggi dibandingkan negara lainnya (Han et al., 2009). Kadmium ditemukan
terutama di buah dan sayuran akibat tingginya kecepatan transfer kadmium dari tanah ke
tanaman (Satarug et al., 2011). Kadmium adalah logam berat non essensial yang sangat toksik.
Logam ini dikenal akan kemampuannya dalam memberikan pengaruh buruk dengan
menginduksi kekurangan nutrisi pada tanaman (Irfan et al., 2013).
d. Arsen
Arsenik atau arsen memiliki nomor atom 33, bobot atom 74,92 dan bobot jenis 5,72 g/cm3.
Arsenik merupakan logam anorganik berwarna abu-abu dengan kelarutan dalam air sangat
rendah. Arsenik pada konsentrasi rendah terdapat pada tanah, air, makanan dan udara (BSN,
2009). Logam ini memiliki sifat semi metallic, beracun dan dapat menyebabkan kanker
(karsinogenik). Bentuk anorganiknya seperti arsenit dan arsenat bersifat mematikan terhadap
lingkungan dan makhluk hidup. Logam ini tersedia secara luas dalam bentuk oksida, sulfide atau
sebagai garam besi, sodium, kalsium, tembaga dan lain-lain (Singh et al., 2007).
Persenyawaannya dengan oksigen, klorin dan sulfur disebut arsenik anorganik. Sementara itu,
persenyawaan arsenik dengan karbon dan hidrogen disebut arsenik organik. Berikut ini adalah
arsenik dalam bentuk persenyawaan menurut BSN (2009):
a. Arsen trioksida (As2O3)
Arsen trioksida memiliki bentuk serbuk (halus) putih, bobot molekul 197,82 g, bobot jenis
3,7 g/cm33,87 g/cm3. Senyawa ini sangat beracun. Oleh karena itu, sering digunakan sebagai
racun hama. Arsen trioksida juga digunakan dalam pembuatan kaca opal.
b. Arsina (Arsen hidrida/ AsH3)
Senyawa ini berupa gas tanpa warna, memiliki bobot molekul 77,95 g, bobot jenis 3,48 g/l.
Kelarutan arsina dalam air adalah 18 g/L. Selain itu, arsina juga larut dalam kloroform dan
benzen. Gas ini sangat beracun, mudah terurai pada suhu tinggi. Gas arsina banyak dipakai
dalam pembuatan komponen mikroelektrik modern. Gas ini juga digunakan sebagai campuran
dalam jumlah sedikit dengan gas lembam. Sifat mudah terurai arsina dimanfaatkan untuk
pendadahan (doping) sedikit arsen dalam kristal lain yang sedang tumbuh. Hasil pendadahan
tersebut adalah semikonduktor jenis n.
c. Arsen triklorida (AsCl3) berbentuk cair.
Senyawa AsCl3 digunakan dalam insektisida dan sebagai bahan pendadahan (doping)
dalam semikonduktor. Unsur ini digunakan untuk mengeraskan beberapa aloi timbal.
Penggunaan Arsenik
Penggunaan Campuran arsenik digunakan dalam pembuatan beberapa tipe kaca, pengawet
kayu dan semikonduktor gallium arsenade yang mampu mengubah arus listrik menjadi cahaya
laser. Gas arsine (AsH3) telah menjadi gas dopant penting (suatu sumber ketidakmurnian
terkendali untuk memodifikasi sifat listrik lokal dari bahan semi konduktor) penting dalam
industri mikrochip dengan regulasi ketat karena toksisitasnya. Sepanjang abad 18, 19 dan 20,
sejumlah campuran arsenik telah digunakan sebagai racun tembaga asetoarsenite yang dikenal
sebagai pigmen hijau, suatu insektisida dan rodentisida atau racun tikus (Lenntech, 2016).
Arsenik di lingkungan
Arsen berasal dari kerak bumi. Arsen dilepaskan ke udara sebagai hasil sampingan dari
aktivitas peleburan bijih baruan. Arsen dalam tanah berupa bijih, yaitu arsenopirit dan orpiment,
dan dapat mencemari air tanah. Manusia dapat memperoleh arsenik secara alami dari alam,
sumber industri atau dari sumber yang tidak diinginkan. Air minum dapat terkontaminasi akibat
penggunaan pestisida dengan kandungan arsenik, cadangan mineral alam, atau pembuangan
kimia berarsenik yang tidak layak. Arsenik berada di tanah dan mineral. Logam ini dapat masuk
ke dalam udara, air dan tanah melalui angina dan aliran air. Sebanyak 3.000 ton arsenik per
tahun di atmosfer berasal dari gunung berapi dan 20.000 ton metilarsin (CH3AsH2) per tahun
dihasilkan oleh mikroorganisme. Sementara itu, 80.000 ton arsenik per tahun dihasilkan dari
aktivitas manusia dari pembakaran bahan bakar fosil (Lenntech, 2016).
e. Tembaga
Tembaga memiliki nomor atom 29, berat atom 63,546 g/mol. Tembaga merupakan logam
transisi (golongan I B) berwarna kemerahan, mudah regang, dan mudah ditempa. Logam ini
memantulkan cahaya merah dan oranye serta menyerap cahaya frekuensi lain pada spektrum
tampak. Akibat struktur pitanya yang khas, tembaga terlihat berwarna kemerahan. Tembaga
mudah ditempa. Logam ini merupakan konduktor panas dan listrik yang sangat baik. Selain itu,
tembaga memiliki reaktifitas kimia rendah. Logam ini akan membentuk permukaan film
kehijuan secara perlahan pada udara lembab. Permukaan film tersebut disebut platina.
Permukaan tersebut berfungsi sebagai lapisan pelindung logam dari kerusakan lebih lanjut
(Lenntech, 2016).
Penggunaan Tembaga
Cu termasuk logam berat essensial, meskipun beracun tetapi tetap dibutuhkan tubuh
manusia dalam jumlah kecil. Dalam konsentrasi rendah, Cu dapat merangsang pertumbuhan
organisme, sebaliknya jika dalam konsentrasi tinggi Cu malah menjadi penghambat. Sebagian
besar tembaga digunakan untuk peralatan listrik (60 %), konstruksi seperti atap dan pipa (20 %),
mesin industri seperti penukar panas (15 %) dan logam campur (5 %). Logam ini sangat ideal
untuk sistem pemasangan listrik karena tembaga mudah bekerja, dapat ditarik menjadi kawat
halus dan memiliki koduktifitas elektrik yang tinggi. Logam Cu juga biasa digunakan dalam
pewarnaan tekstil, penyepuhan, pelapisan, dan pembilasan pada industri perak. Tembaga sulfat
pentahidrat (CuSO4.5H2O), juga banyak digunakan dalam bidang pertanian dan peternakan,
yaitu sebagai fungisida, algasida, pupuk Cu, dan sebagai zat pengatur pertumbuhan untuk babi
(Lenntech, 2016 dan Alloway, 1995).
Tembaga di lingkungan
Tembaga merupakan komponen umum yang terbentuk secara alami di lingkungan. Logam
ini menyebar ke semua strata lingkungan, yakni perairan, tanah, dan udara, melalui fenomena
alami. Manusia menggunakan tembaga secara luas, misalnya industri dan pertanian. Sumber-
sumber masukan logam Cu ke lingkungan diduga paling banyak berasal dari kegiatan-kegiatan
perindustrian, kegiatan rumah tangga, dan dari pembakaran serta mobilitas bahan-bahan bakar
(Lenntech, 2016).
Produksi tembaga dunia masih mengalami peningkatan. Produksi tembaga dunia mencapai
jumlah 12 juta ton per tahun dan cadangan yang ada ditemukan sebesar 300 juta ton. Cadangan
ini diharapkan akan bertahan hingga 25 tahun. Terdapat kurang lebih 2 juta ton pertahun
tembaga diperoleh kembali melalui daur ulang. Bijih tembaga yang utama adalah tembaga besi
sulfide kuning disebut chalcopyrite (CuFeS2). Saat ini, penambangan tembaga menjadi
simpanan utama di Chili, Indonesia, Amerika Serikat, Australia dan Kanada (Lenntech, 2016).
Tingginya produksi tembaga berarti bahwa semakin banyak tembaga yang berakhir di
lingkungan. Tembaga masuk ke dalam udara terutama melalui pelepasan selama pembakaran
bahan bakar fosil. Tembaga di udara akan menetap dalam jangka waktu lama sebelum
mengendap ketika hujan mulai turun. Kemudian logam tersebut akan tersimpan di tanah
sehingga tanah juga dapat mengandung tembaga dalam jumlah besar (Lenntech, 2016).
Tembaga dapat dilepaskan ke lingkungan melalui sumber alami maupun aktivitas manusia.
Sumber alami contohnya adalah debu tertiup angin, pembusukkan tumbuhan, dan kebakaran
hutan. Sementara itu, contoh aktivitas manusia yang menghasilkan tembaga adalah
pertambangan, produksi logam, produksi kayu dan produksi pupuk fosfat. Logam ini tersebar
secara luas di lingkungan akibat kedua sumber tersebut. Oleh karena itu, tembaga sering
ditemukan di dekat tambang, pengaturan industri tempat pembuangan sampah dan limbah.
Kebanyakan komponen tembaga ditemukan sebagai endapan di endapan air atau partikel tanah.
Bentuk komponen tembaga terlarut menjadi ancaman terbesar bagi kesehatan manusia. Tembaga
larut air biasanya tebentuk di lingkungan dari penggunaan di sektor pertanian. Secara alamiah,
Cu masuk ke dalam perairan dari peristiwa erosi, pengikisan batuan ataupun dari atmosfer dan
air hujan (Lenntech, 2016).(Tanti Irianti,dkk)
2.2 . Manfaat Logam Berat
a. Digunakan untuk kerja sistem enzim, misalnya seng (Zn), etmbaga (Cu), besi (Fe)
dan beberapa unsure lainnya seperti kobalt (Co), mangan (Mn).
b. Digunakan dalam industry logam sebagai pelapis, pengeras, campuran logam,
bantalan logam, pembuatan solder, baterai, ekstraksi logam mulia.
c. Digunakan dalam industry kimia sebagai bahan antara pembuatan pigmen dan
penstabil plestik, pembuatan fungisida, cat, keramik, gelas (penjernih dari kotoran
noda besi) dan kertas dinding.
d. Digunakan dalam industri pertanian sebagai rodentisida, insektisida dan herbisida.
e. Sebagai bahan aditif dalam bahan bakar bensin dalam bentuk timbale tetra etil (Tetra
Ethyl Lead/TEL) yang berfungsi untuk meningkatkan daya pelumasan, juga
meningkatkan efisiensi pembakaran sehingga kinerja kendaraan bermotor
meningkat.(BPOM RI)
2.3 . Bahaya Logam Berat
Secara alamiah logam berat biasanya ditemukan sangat sedikit dalam air, yaitu kurang
dari 1 µg/l. Bila terjadi erosi alamiah, konsentrasi logam tersebut dapat meningkat.
Beberapa macam logam lebih dominan daripada logam lainnya dan dalam air
tergantung pada asal sumber air (air tanah dan air sungai). Disamping itu jenis air (air
tawar, air payau dan air laut) juga mempengaruhi kandungan logam di dalamnya
(Darmono 2001). Kadar logam berat dapat meningkat jika terjadi peningkatan limbah
yang mengandung logam berat masuk ke dalam laut. Limbah ini dapat berasal dari
aktivitas manusia di laut yang berasal dari pembuangan sampah kapal-kapal,
penambangan logam di laut dan lain-lain dan yang berasal dari darat seperti limbah
perkotaan, pertambangan, pertanian dan perindustrian. Menurut Leckie dan James
dalam Palar (2004), kelarutan dari unsur logam dan logam berat dalam badan perairan
dikontrol oleh :
3. Kondisi komponen mineral teroksidasi dan sistem yang ber- lingkungan redoks.
B.1. Logam berat timbal (Pb) di lingkungan udara dan sistem pencemaran
udara
Pencemar udara logam berat Timbal (Pb) dihasilkan dari pembakaran yang
kurang sempurna pada mesin kendaraan. Logam Pb yang mencemari udara terdapat
dalam dua bentuk, yaitu dalam bentuk gas dan partikel-partikel. Saat ini pemerintah
telah mengupayakan penghapusan Pb dalam bensin dan menggunakan bahan
pengganti Tetra Etil Lead (TEL) guna menghilangkan efek buruk yang ditimbulkan
oleh Pb terhadap kesehatan (Gusnita, 2012). “Emisi Pb ke udara dapat berupa gas
atau partikel sebagai hasil samping pembakaran yang kurang sempurna dalam mesin
kendaraan bermotor. Semakin kurang sempurna proses pembakaran dalam mesin
kendaraan bermotor, maka semakin banyak jumlah Pb yang akan di emisikan ke
udara” (Soemirat, 2005). Senyawa yang terdapat dalam kendaraan bermotor yaitu
PbBrCl, PbBrCl.2PbO, PbCl2, Pb(OH)Cl, PbBr2, dan PbCO3.2PbO, diantara
senyawa tersebut, PbCO3.PbO merupakan senyawa yang berbahaya bagi kesehatan
(Gusnita, 2012).
Negara Indonesia setiap liter bensin premium yang dijual mengandung 0,70-
0,80 gram senyawa tetraetil dan tetrametil, berarti sebanyak 0,56–0,63 gram senyawa
timbal akan dilepaskan ke udara untuk setiap liter bensin yang dimanfaatkan (Saeful,
2010). Beberapa faktor dapat berpengaruh terhadap konsentrasi timbal di udara
seperti: waktu, temperatur dan kecepatan dari emisi; ukuran dan kepadatan timbal;
parameter meteorologi seperti kecepatan angin, dan kelembaban; topografi seperti
lembah dan bukit yang akan mempengaruhi penyebaran timbal (Gusnita, 2012).
Penggunaan timbal dalam bahan bakar adalah untuk mening- katkan oktan
bahan bakar. Penambahan kandungan timbal dalam bahan bakar, dilakukan sejak
sekitar tahun 1920-an oleh kalangan kilang minyak. Tetra Ethyl Lead (TEL), selain
meningkatkan oktan, juga dipercaya berfungsi sebagai pelumas dudukan katup mobil
(produksi di bawah tahun 90-an), sehingga katup terjaga dari keausan, lebih awet,
dan tahan lama. Penggunaan timbal dalam bensin lebih disebabkan oleh keyakinan
bahwa tingkat sensitivitas timbal tinggi dalam menaikkan angka oktan. Setiap 0,1
gram timbal perliter bensin, menurut ahli tersebut mampu menaikkan angka oktan
1,5 samapai 2 satuan. Selain itu, harga timbal relatif murah untuk meningkatkan satu
oktan dibandingkan dengan senyawa lainnya. Penggunaan timbal juga dapat
menekan kebutuhan se- nyawa aromatik, sehingga proses produksi relatif lebih
murah dibandingkan memproduksi bansin tanpa timbal (Saeful, 2010).
Asap kendaraan bermotor mengeluarkan logam berat diantaranya timbal.
Timbal ini tetap berada di udara selama 440 hari, sehingga hal ini menyebabkan
partikelnya dapat tersebar oleh angin hingga mencapai jarak 100-1000 km dari
sumbernya. Di alam diketahui 200 jenis mineral timbal, tetapi hanya beberapa saja
yang penting misalnya galena (PbS), rusit (PbCO3), anglesit (PbSO4). Timbal juga
terbentuk bersama dengan Zn dalam batuan. WHO (1994) menetapkan batas
maksimal serapan timbal oleh manusia dewasa sebesar 400 - 450 µg/hari”
(Fergusson dalam Seani, 1995)
Sebelumnya dikatakan bahwa angin memegang peranan penting dalam
memperburuk pencemaran dari logam berat yang ada diudara. Sirkulasi udara yang
dimaksud yaitu (Fergusson 1990):
• Pergerakan udara yang disebabkan oleh arus pembalikan udara bagian yang lebih
tinggi ke bagian yang lebih rendah. Pergerakan udara terjadi secaravertikal,
sehingga mengakibatkan bahan pencemar terdapat padalokasi yang sama jangka
waktu yang cukup lama pula.
• Pergerakan udara disebabkan olehangin. Angin dapat menyebarkan udara
tercemar secara horizontal, sehingga zat pencemar dapat mencapai daerah yang
cukup jauh dari sumbernya.
Logam Pb banyak digunakan sebagai bahan pengemas, saluran air, alat alat
rumah tangga dan hiasan. Dalam bentuk oksida timbal digunakan sebagai pigmen/zat
warna dalam industri kosmetik dan industri keramik yang sebagian diantaranya
digunakan dalam peralatan rumah tangga dalam bentuk aerosol anorganik dapat
masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara yang dihirup atau makanan seperti
sayuran dan buah buahan. Logam pb tersebut dalam jangka wktu panjang dapat
terakumulasi dalam tubuh karena proses eliminasinya yang lambat (librawati, 2005).
Sejumlah sumber makanan, baik yang berasal dari laut seperti ikan, kerang, dan
rumput laut serta dari tanaman dan produk turunannya dapat terkontaminasi logam
berat. Logam berat dapat memasuki tubuh dan mengakibatkan kerusakan pada
berbagai jaringan tubuh melalui beberapa cara. Mekanisme pertama adalah berikatan
dengan gugus sulfhidril, sehingga fungsi enzim pada jaringan tubuh akan terganggu
kerjanya. Mekanisme yang kedua adalah berikatan dengan enzim pada siklus Krebs,
sehingga proses oksidasi fosforilasi tidak terjadi. Mekanisme yang ketiga adalah
dengan efek langsung pada jaringan yang terkena yang menyebabkan kematian
(nekrosis) pada lambung dan saluran pencernaan, kerusakan pembuluh darah,
perubahan degenerasi pada hati dan ginjal. Tubuh dapat menyerap logam berat
melalui permukaan kulit dan mukosa, saluran pencernaan dan saluran nafas.
Akumulasi pada jaringan tubuh dapat menimbulkan keracunan bagi manusia, hewan,
dan tumbuhan apabila melebihi batas toleransi (Charlena, 2004). Pada saat logam berat
masuk ke dalam tubuh manusia, akan diakumulasi dalam jaringan tubuh dan tidak bisa
diekskresikan lagi ke luar tubuh. Pada kadar yang sudah tinggi dalam tubuh manusia,
akan menyebabkan dampak negatif yang serius, yakni (Palar, 2004): 1. menghambat
aktivitas enzim sehingga proses metabolisme terganggu, 2. menyebabkan abnormalitas
kromosom atau gen, 3. menghambat perkembangan janin, 4. menurunkan fertilitas
wanita, 5. menghambat spermatogenesis, 6. mengurangi konduksi syaraf tepi, 7.
menghambat pembentukan hemoglobin, 8. menyebabkan kerusakan ginjal, 9.
menyebabkan kekurangan darah atau anemia, 10. pembengkakan kepala atau
encepalopati, 11. menyebabkan gangguan emosional dan tingkah laku. Darmono
(1995) mengungkapkan, toksisitas logam pada manusia dapat menyebabkan timbulnya
kerusakan jaringan, terutama jaringan detoksikasi dan ekskresi (hati dan ginjal).
Beberapa logam mempunyai sifat karsinogenik (pembentuk kanker), maupun
teratogenik (salah bentuk organ). Sumber : Surwirma (1998)
Proses perjalanan logam berat dari sumber pencemar hingga sampai ke tubuh
manusia digambarkan dalam gambar 3.
Limbah batuan
logam sungai laut
industri
berat
manusia
2.5 PERATURAN PERMENKES TENTANG LOGAM BERAT.
1. Keputusan Menteri LH no. 51 tahun 1995 tentang baku mutu limbah cair industri
Limbah dengan temperatur 38°C: Arsen: 0,1 mg/L dan Kadmium: 0,05 mg/L
Limbah dengan temperatur 40°C: Arsen: 0,5 mg/L; Kadmium: 0,1 mg/L. 2.
2. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.03 tahun 2010 : Kadmium: 0,1
mg/L.
3. Surat keputusan Gubernur Jawa Timur No. 45 tahun 2002 melalui PERMENKES RI
no. 492 tahun 2010 tentang persyaratan kualitas air minum layak dikonsumsi :
Arsen: 0,01 mg/L
Kadmium: 0,003 mg/L
4. Peraturan Pemerintah no.18 tahun 1999 dan yang terbaru PP no 74 tahun 2001
tentang pengelolaan bahan berbahaya dan beracun : Limbah arsen dan kadmium
dikategorikan limbah B3.
5. Pemerintah No.41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara terdapat
parameter logam berat timbal (Pb) yang telah diatur baku mutunya, dengan nilai
baku mutu Pb tahunan di udara ambien adalah 1 µg/m3 , dan 2 µg/m3 untuk
pengukuran 24 jam. Baku mutu tersebut dalam bentuk TSP yang ukuran
partikulatnya <100µm3.
cara penangulangan
1. Menempatkan daerah industri atau pabrik jauh dari daerah perumahan atau
pemukiman
3. Pengawasan terhadap penggunaan jenis pestisida dan zat–zat kimia lain yang
dapat menimbulkan pencemaran
Istilah bioabsorpsi tidak dapat dilepaskan dari istilah bioremoval karena bioabsorpsi
merupakan bagian dari bioremoval. Bioremoval dapat diartikan sebagai terkonsentrasi
dan terakumulasinya bahan penyebab polusi atau polutan dalam suatu perairan oleh
material biologi, dan material tersebut mempunyai kemampuan untuk merecovery
polutan sehingga dapat dibuang dan ramah terhadap lingkungan. Sedangkan berdasarkan
kemampuan untuk mem- bentuk ikatan antara logam berat dengan mikroorganisme maka
bioabsorpsi merupakan kemampuan material biologi untuk meng- akumulasikan logam
berat melalui media metabolisme atau jalur psiko-kimia. Proses bioabsorpsi ini dapat
terjadi karena adanya material biologi yang disebut biosorben dan adanya larutan yang
mengandung logam berat dengan afinitas yang tinggi sehingga mudah terikat pada
biosorben (Ihsan, 2015). Beberapa jenis mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bioabsorpsi terutama adalah dari golongan alga yakni alga dari divisi
Phaeophyta, Rhodophyta dan Chlorophyta. Logam yang dapat diabsorbsi adalah logam
berat beracun, logam esensial dan radionuklida. Jenis mikroorganisme yang dapat
digunakan untuk bioremoval dan bioabsorpsi logam berat.
B. Fitoteknologi
Saat ini, telah diperkenalkan teknologi bersih pengolahan air limbah, yang lebih dikenal
dengan metode AOP (Advance Oxidation Processes). Metode ini diperkenalkan pada
awal tahun 1990, dan seiring perkembangannya maka AOP ini sudah dapat di
aplikasikan di industri dengan kemampuan yang lebih maju dibandingkan dengan
metode pengolahan air limbah yang ada. “AOP adalah salah satu kombinasi dari
beberapa proses seperti ozon, hydrogen peroksida, sinar ultraviolet, titanium oksida,
fotokatalis, sonolisis, plasma serta beberapa proses lain yang menghasilkan radikal
hidroksil. Kombinasi ozon dan sinar ultraviolet sangat potensial untuk mengoksidasi
berbagai senyawa organik dan bakteri yang mungkin ada dalam limbah cair”
(Muhammad dkk, 2008). 1. Teknologi Bersih Dewasa ini penelitian yang terkait dengan
AOP meningkat pesat, karena radikan hidroksil tidak hanya memiliki kemampuan untuk
menguraikan senyawa-senyawa organik, namun sekaligus dapat menghilangkan
kandungan senyawa-senyawa turunan yang mungkin terbentuk selama proses oksidasi
berlangsung. Hal ini ditunjukkan dengan adanya CO2 dan H2O saja sebagai hasil akhir
dari proses proses oksidasi dengan AOP, sehingga air hasil proses AOP ini dapat
dipergunakan kembali sebagai air baku dalam proses manufaktur. Sedangkan untuk
logam berat yang terkandung di dalam senyawa organic dapat teroksidasi sehingga dapat
dengan mudah dilakukan proses pemisahan dari air yang telah diproses. Selanjutnya
logam berat tersebut didaur ulang kembali dengan menggunakan proses selanjutnya
(Muhammad dkk, 2008). Metode AOP dengan kombinasi ozon dan sinar ultraviolet
memiliki beberapa keunggulan diantaranya adalah (Muhammad dkk, 2008): a. Areal
instalasi pengolahan air limbah yang dibutuhkan tidak luas b. Waktu pengolahan cepat c.
Penggunaan bahan kimia sedikit d. Penguraian senyawa organik efektif e. Keluaran
limbah berupa lumpur sedikit f. Air hasil pengolahan dapat dipergunakan kembali
Metode AOP dengan kombinasi ozon dan sinar ultraviolet ini radikal hidroksilnya sangat
efektif dalam menghilangkan warna dan bau yang terkandung dalam limbah cair
(Muhammad dkk, 2008) 2. Teknologi Plasma Berbagai kasus pencemaran limbah
beracun berbahaya (B3) dari penambangan minyak di Indonesia, hingga saat ini belum
ditangani secara serius. Kasus pencemaran akibat oil sludge atau endapan pada tangki
penyimpanan minyak industri erminyakan, seperti di Tarakan (Kalimantan Timur), Riau,
Sorong (Papua) dan terakhir kasus pencemaran di Indramayu sudah seharusnya menjadi
catatan penting bagi para pengelola penambangan minyak akan pentingnya pengolahan
limbah oil sludge. Salah satu metode/teknik pengolahan limbah yang banyak diterapkan
untuk mengolah limbah adalah teknologi plasma. Plasma tidak hanya dapay mengolah
oil sludge, tetapi sekaligus dapat mendaur ulang limbah yang umumnya mengandung
40% minyak. Proses pengolahan dengan plasma ini lebih efektif jika diaplikasikan pada
limbah oil sludge yang memiliki kandungan hidrokarbon di atas 10% dan selanjutnya
kandungan hidrokarbon pada residu yang dihasilkan berkisar dibawah 0,01% dari total
hidrokarbon (Muhammad dkk, 2008). 3. Reverse Osmosis (RO) “Metode Reverse
Osmosis (RO) adalah proses pemisahan logam berat oleh membrane semipermeable
dengan menggunakan perbedaan tekanan luar dengan tekanan osmotic dari limbah.
Teknik elektrodialisis menggunakan membran ion selektif permeabel berdasarkan
perbedaan potensial antara 2 elektroda yang menye- babkan perpindahan kation dan
anion, juga menimbulkan kerugian yakni terbentuknya senyawa logam-hidroksi yang
menutupi membran, sedangkan melalui ultrafiltrasi yaitu penyaringan dengan tekanan
tinggi melalui membran berpori, juga merugikan karena menimbulkan banyak sludge
(lumpur). Resin penukar ion berprinsip pada gaya elektrostatik di mana ion yang terdapat
pada resin ditukar oleh ion logam dari limbah. Kelemahan metode ini adalah biaya yang
mahal sehingga sulit terjangkau oleh industri di Indonesia” (Muhammad dkk, 2008). 4.
Elektrodialisis Metode elektrodialisis menggunakan membrane ion selektif permeable
berdasarkan perbedaan potensial antara 2 elektroda yang menyebabkan perpindahan
kation dan anion. Kelemahan metode ini adalah terbentuknya senyawa-senyawa logam
hidroksi yang menutupi membrane (Muhammad dkk, 2008). 5. Ultrafiltrasi Metode
ultrafiltrasi yaitu penyaringan dengan tekanan tinggi melalui membrane berpori.
Kelemahan metode ini adalah dapat menimbulkan banyak sludge (lumpur). 6. Penukar
Ion Metode ini berprinsip pada gaya elektrostatik di mana ion yang terdapat pada resin
ditukar oleh ion logam dari limbah. Kelemahan metode ini adalah biaya sangat besar dan
menimbulkan ion yang teremove sebagian (Muhammad, 2008).
PENUTUP
Kesimpulan:
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Arsentina P. 2008. Logam Berat Pb (Timbal) Pada Jeroan Sapi, Prosiding PPI
Standardisasi.
Darmono,1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta: UI Press.
26 Logam Berat Sekitar Manusia
Darmono. 2001. Lingkungan hidup dan Pencemaran: Hubungannya dengan
Toksikologi senyawa logam. Penerbit Universitas Indonesia, UI-Press. Jakarta.
Djuangsih, N., A.K. Benito, H. Salim, 1982. Aspek Toksikologi Lingkungan,
Laporan Analisis Dampak Lingkungan, Lembaga Ekologi Universitas Padjadjaran,
Bandung.
Hutagalung, Horas P. 1994. Kandungan logam berat dalam sedimen di perairan
Teluk Jakarta. Proseding Seminar Pemantauan Pencemaran Laut dan Interkalibrasi.
Puslitbang Oseanologi- LIPI, Jakarta. 7-9 Februari 1994.
Igwe, J.C and Abia, A.A., 2006, A Bioseparation Process for Removing Heavy
Metals from Waste Water Using Biosorbents, African Journal of Biotechnology
Vol.5(12), 1167-1179.
Jaishankar M, Mathew BB, Shah MS, Gowda KRS. (2014). Biosorption of Few
Heavy Metal Ions Using Agricultural Wastes. Journal of Environment Pollution and
Human Health; 2(1): 1–6.
Jarup L. (2003). Hazards of heavy metal contamination.Br Med Bull; 68(1): 167–
182.
Kar et al., 2008. Assessment of Heavy Metal Pollution in Surface Water.
International Journal on Environment, Science and Technology Vol 5 No 1 pp 119-
124.
Khlif R, Hamza-Chaf ai A. (2010). Head and neck cancer due to heavy metal
exposure via tobacco smoking and professional exposure: A review. Toxicol Appl
Pharmacol; 248: 71–88.
Koester, Y. (1995). Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran, Terjemahan dari
Chemistry and Ecotoxicology of Pollution oleh D.W. Connel, UI Press, Jakarta.
Kurniasari L, Riwayati I, Suwardiyono. Pektin Sebagai Alternatif Bahan Baku
Biosorben Logam Berat. Momentum, 2012; 8(1): 1
Allowey, B.J. & D.C. Ayres. (1997). Chemical Principles of Environmental
Pollution (2nd Ed). London: Blackie Academic and Profesional Chapman and Hill.
Babu, A.G., Kim, J.D., Oh, B.T., 2013. “Enhancement of Heavy Metal
Phytoremediasi by Alnus firma with Endophytic Bacillus thuringiensis GDB-1”.
Journal of Hazardous Materials 250- 251 (2013) 477-483.
Burken, J.G., Vroblesky, D.A., & Balouet, J.C. (2011). Phytoforensics,
Cara Penanggulangan Logam Berat 173
Dendrochemistry, and Phytoscreening: New Green Tools for Delineating
Contaminants from Past and Present. Environmental Science and Technology, 45,
6218-6226. Doumet, S., Lamperi, L., Checchini, L., Azzarello, E., Mugnai, S.,
Mancuso, S. 2008. “Heavy metal distribution between contaminated soil and
Paulownia tomentosa, in a pilot- scale assisted phytoremediation study: Influence of
different complexing agents”. Chemosphere 72 (2008) 1481 -1490.
Ginting, P. 1995. Mencegah dan Mengendalikan Pencemaran Industri. Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan.
Hardiani, H. (2009). Potensi Tanaman Dalam Mengakumulasi Logam Cu Pada
Media Tanah Terkontaminasi Limbah Padat Industri Kertas. Bioscience, 44 (1), 27-
40.
Heriyanto, N.M. & Endro, S. (2011). Penyerapan Polutan Logam Berat (Hg, Pb dan
Cu) oleh Jenis-Jenis Mangrove. Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi.
Irawanto, R. (2014). Kemampuan Tumbuhan Akuatik (Acanthus ilicifolius dan Coix
lacryma-jobi) Terhadap Logam Berat (Pb dan Cd). Prosiding Seminar Nasional
Pascasajana XIV– ITS Surabaya.
Irwan, A., Noer, K., & Yenny, E. (2008). Kajian Penyerapan Logam Cd, Ni, dan Pb
Dengan Variasi Konsentrasi Pada Akar, Batang dan Daun Tanaman Bayam.
Banjarmasin: FMIPA Universitas Lambung Mangkurat.
Kar et al., 2008. Assessment of Heavy Metal Pollution in Surface Water.
International Journal on Environment, Science and Technology Vol 5 No 1 pp 119-
124.
Kobayashi, N & Okamura, H. 2004. Effects of heavy metals on sea urchin embryo
development. Tracing the cause by the effects. Chemosphere, 55: 1403–1412.
Mangkoedihardjo, S. & Samudro, G. (2009). Ekotoksikologi
174 Logam Berat Sekitar Manusia
Teknosfer. Surabaya: Guna Widya. Muhammad, A., Shafeeq, A., Butt, M. A., Rizki,
Z. H., Chughtai, M. A., Rehman.S. 2008. Decolorization and removal of cod and
bodfrom raw and biotreated textile dye bath effluent through advanced oxidation
processes, (AOPS). Braz. J. Chem. Eng., 25, 453-459. Neis, U. & Bittner, A. (1989).
Memanfaatkan Air Limbah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Palar, H. 2004.
Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta. Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2010 tentang Baku
Mutu Air Limbah bagi Kawasan Industri.
Priyanto B., & Prayitno, J. (2004). Fitoremediasi sebagai Sebuah Teknologi
Pemulihan Pencemaran Khusus Logam Berat. Jurnal Informasi Fitoremediasi.
Raskin, I., dkk. (1994). Bioconcentration of Heavy Metal by Plants. Current opinion,
Biotechnology, (5), 285-290.
Salisbury, F.B. & Ross, C.W. (1995). Fisiologi Tumbuhan. Jilid I. Bandung, Peerbit
ITB.
Soemirat. 2003. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Prees.
Shah, S.L. 2005. Effects of heavy metal accumulation on the 96-h LC50 values in
Tech Tinca tinca. L., 1758. Research article. Turk. J. Vet. Anim. Sci., 29:139-144.
Siswanto, D. (2009). Respon Pertumbuhan Kayu Apu (Pistia stratiotes L.) Jagung
(Zea mays L.) dan Kacang Tolo (Vigna sinensis L.) terhadap Pencemar Timbal (Pb).
Malang: Universitas Brawijaya.
Sorek, A., dkk. (2008). Phytoscreening : The use of trees for discovering subsurface
contamination. VOCs. Environ. Sci. Technol. , 42(2), 536–542.
Kasus-Kasus Keracunan Logam Berat 173
Suryati T dan Priyanto B. 2003. Eliminasi Logam Berat Kadmium dalam Air Limbah
Menggunakan Tanaman Air. J.Tek.Ling, P3TL-BPPT .4(3) : 143-147.
Undang dkk. 2008. Teknologi pengendalian pencemaran lahan sawah. Tanah sawah
dan teknologi pengelolaannya. Puslitbang Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang.
Departemen Pertanian.
Widaningrum, Miskiyah, Suismono. 2007. Bahaya kontaminasi logam berat dalam
sayuran dan alternative pencegahan cemarannya. BTPP 3:16-27.
Widowati, W., Astiana, S., Rymond, J. R., 2008, Efek Toksik Logam Pencegahan
Dan Penanggulangan Pencemaran. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Zhou, Q., Zhang, J., Fu, J., Shi, J., & Jiang, G. 2008. Biomonitoring: an appealing
tool for assessment of metal pollution in the aquatic ecosystem. Review. Analytica
Chimica Acta, 606:135–150.