Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan ektopik merupakan suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang
bersangkutan berhubungan erat dengan dengan besarnya kemungkinan terjadi
keadaan gawat. Kegawatan ini terjadi pada kehamilan ektopik terganggu. Hal yang
perlu diperhatikan adalah bahwa wanita pada masa reproduksi dengan gangguan atau
keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri bagian bawah, perlu dipikirkan adanya
kehamilan ektopik terganggu. (Purwaningsih Wahyu, 2010:101)
Istilah ektopik berasal dari bahasa inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa
Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada di luar
tempat semestinya”, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka
kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu. (Ayu Niwang, 2016; 44)
Kehamilan ektopik adalah setiap implantasi yang telah dibuahi di luar cavum
uterus. Implantasi dapat terjadi di tuba falopi, ovarium, serviks, dan abdomen.
Namun, kejadian kehanilan ektopik yang terbanyak dalah di tuba falopi.
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) adalah gangguan yang muncul akibat
implantasi hasil konsepsi (blastosit) diluar endometrium kavum uteri (95%) yang
terjadi abortus tubaria atau ruptur tuba maupun yang belum (kehamilan Belum
Terganggu). (Nugroho Taufan.2012:155)
Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki tetapi sebagian
besar penyebabnya tidak diketahui.
Istilah pendarahan postpartum dalam arti luas mencakup semua pendarahan yang
terjadi setelah kelahiran bayi : sebelum, selama dan sesudah keluarnya plasenta.
Menurut definisi, hilangnya darah lebih dari 500 ml selama 24 jam pertama
merupakan pendarahan postpartum. Setelah 24 jam, keadaan ini dinamakan
pendarahan postpartum lanjut atau late postpartum hemorrhage. Insidensi pendarahan
postpartum sekitar 10 persen.
Pada kelahiran normal akan terjadi kehilangan darah sebanyak kurang lebih 200
ml. Episiotomi meningkatkan angka ini sebesar 100 ml dan kadang-kadang lebih
banyak lagi. Wanita hamil mengalami peningkatan jumlah darah dan cairan sehingga
kehilangan 500 ml darah pada wanita sehat setelah melahirkan tidak mengakibatkan
sefek yang serius. Akan tetapi kehilangan darah sekalipun dengan jumlah yang lebih
kecil dapat menimbulkan akibat yang berbahaya pada wanita yang anemis. (Harry

1
Oxorn & William R. Forte).
Pendarahan postpartum adalah pendarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah
bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 ml setelah persalinan abdominal. Kondisi
dalam persalian menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah pendarahan yang
terjadi, maka batasan jumlah pendarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih
dari normal yang telah menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien
mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil,hipernea, tekanan darah
sistolik <90 mmHg, denyut nadi, >100 x/menit, kadar Hb <8 g/dL. (dr. Taufan
Nugroho, 2012)

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu KET beserta Asuhan Keperawatan HPP ?
2. Apa itu KET beserta Asuhan Keperawatan HPP ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui KET beserta Asuhan Keperawatan HPP.
2. Untuk mengetahui KET beserta Asuhan Keperawatan HPP.

BAB II

2
TINJAUAN TEORITIS

2.1 KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU


A. Pengertian Kehamilan Ektopik Terganggu
Kehamilan ektopik merupakan suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang
bersangkutan berhubungan erat dengan dengan besarnya kemungkinan terjadi
keadaan gawat. Kegawatan ini terjadi pada kehamilan ektopik terganggu. Hal yang
perlu diperhatikan adalah bahwa wanita pada masa reproduksi dengan gangguan atau
keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri bagian bawah, perlu dipikirkan adanya
kehamilan ektopik terganggu. (Purwaningsih Wahyu, 2010:101)
Istilah ektopik berasal dari bahasa inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa
Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada di luar
tempat semestinya”, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka
kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu. (Ayu Niwang, 2016; 44)
Kehamilan ektopik adalah setiap implantasi yang telah dibuahi di luar cavum
uterus. Implantasi dapat terjadi di tuba falopi, ovarium, serviks, dan abdomen.
Namun, kejadian kehanilan ektopik yang terbanyak dalah di tuba falopi.
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) adalah gangguan yang muncul akibat
implantasi hasil konsepsi (blastosit) diluar endometrium kavum uteri (95%) yang
terjadi abortus tubaria atau ruptur tuba maupun yang belum (kehamilan Belum
Terganggu). (Nugroho Taufan.2012:155)

B. Etiologi Kehamilan Ektopik


Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki tetapi sebagian
besar penyebabnya tidak diketahui. Trijatmo Rachimhadhi dalam bukunya
menjelaskan beberapa faktor yang berhubungan dengan penyebab kehamilan ektopik
terganggu:
1. Faktor mekanis
Hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang dibuahi ke
dalam kavum uteri, antara lain:
a) Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia
lipatan mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau pembentukan
kantong-kantong buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai akibat
infeksi juga menyebabkan implantasi hasil zigot pada tuba falopi.

3
b) Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/infeksi pasca nifas,
apendisitis, atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba
atau penyempitan lumen.
c) Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius,
dan hipoplasi. Namun ini jarang terjadi.
d) Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan
usaha untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi.
e) Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya
benjolan pada adneksia.
f) Penggunaan IUD
2. Faktor fungsional
a) Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus
mulleri yang abnormal
b) Refluks menstruasi
c) Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon estrogen dan
progesteron
3. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi.
C. Patofisiologi
Proses implantasi ovum terjadi dituba pada dasarnya sama hanya dicavum uteri.
Telur bernidas secara kolumner atau interkolumner. Secara kolumner telur
berimplantasi di ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya
dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan
kemudian diresorbasi. Pada tempat tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba
oleh lapisan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis, karena
pembentukan desidua tidak sempurna maka dengan muda vili korealis menembus
endosalping dan masuk lapisan otot dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada tempat implantasi, tebalnya dinding
tuba dan banyaknya pendarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.
Di bawah pengaruh hormone estrogen dan progesterone dari korpus luteum
gravidarum dan trofoblas uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat
berubah menjadi desidua. Sel epitel membesar dengan intinya hipertropik,
hiperkromatik, lobuler, dan membentuk tidak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-
lubang atau berbusa kadang ditemukan mitosis. Perubahan ini hanya ditemukan pada
sebian degenerasi dan kemudian dikeluarkan berkeping-keping, tetapi kadang-kadang

4
dilepaskan secara utuh. Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu
berasal dari uterus dan disebabkan oleh desidua yang degenerative.

D. WOC

Faktor dalam Faktor dalam Faktor luar


Lumen tuba dinding tuba
Faktor lain
dinding tuba
5
diperpanjang ke
menyempit dalam tuba perjalanan telur uterus

Ffaktor Bernidas secara kolumner interkolumner

Kurang vaskularisasi

Desisua tidak tumbuh dengan sempurna

Tropoblast dan villi korialis menembus Tropoblast dan villi korialis


Ovum mati
lapisan pseudokapsularis menembus lapisan
muskularis dan peritoneum

Diresorbsi Pembesaran tuba (Hematosalping)


Pendarahan ke
rongga peritoneum
Mengalir ke rongga peritonium
Perdarahan
sedikit
(terlambat haid)
Berkumpul di cavum doglasi

Hematokele retrouterina
MK: NYERI

(Pengaruh hormon) uterus lembek,membesar

Perdarahan Pembentukan desidua Janin mati


lebih banyak

MK: KURANG VOLUME


CAIRAN, PERUBAHAN PERFUSI
JARINGAN KELEMAHAN

E. Tanda dan Gejala


Tanda:

6
1. Nyeri abdomen bawah atau pelvic, disertai amenorrhea atau spotting atau
perdarahan vaginal
2. Menstruasi abnormal
3. Abdomen dan pelvis yang lunak
4. Perubahan pada uterus yang dapat terdorong ke satu sisi oleh masa
kehamilan, atau tergeser akibat perdarahan. Dapat ditemukan sel desidua
pada endometrium uterus
5. Penurunan tekanan darah dan takikardi bila terjadi hipovolemi
6. Kolaps dan kelelahan
7. Pucat
8. Nyeri bahu dan leher (iritasi diafragma)
9. Nyeri pada palpasi, perut pasien biasanya tegang dan agak gembung
10. Gangguan kencing
Kadang-kadang terdapat gejala besar kencing karena peregangan peritoneum
oleh darah di dalam rongga perut.
1) Pembesaran uterus
Pada kehamilan ektopik uterus membesar juga karena pengaruh hormon-
hormon kehamilan tapi pada umumnya sedikit lebih kecil dibandingkan
dengan uterus pada kehamilan intrauterin yang sama umurnya,
2) Nyeri pada toucher
Terutama kalau servik digerakkan atau pada perabaan cavumdouglasi (nyeri
digoyang)
3) Tumor dalam rongga panggul
Dalam rongga panggul teraba tumor lunak kenyal yang disebabkan kumpulan
darah di tuba dan sekitarnya
4) Perubahan darah
Dapat diduga bahwa kadar hemoglobin turun pada kehamilan tuba yang
terganggu, karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut.

Gejala:
1. Nyeri:

7
Nyeri panggul atau perut hampir terjadi 100% kasus kehamilan ektopik.
Nyeri dapat bersifat unilateral atau bilateral, terlokalisasi atau tersebar.
2. Perdarahan:
Dengan matinya telur desidua mengalami degenerasi dan nekrose dan
dikeluarkan dengan perdarahan. Perdarahan ini pada umumnya sedikit,
perdarahan yang banyak dari vagina harus mengarahkan pikiran kita ke
abortus biasa. Perdarahan abnormal uterin, biasanya membentuk bercak.
Biasanya terjadi pada 75% kasus.
3. Amenorhea:
Hampir sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik yang memiliki
berkas perdarahan pada saat mereka mendapatkan menstruasi, dan mereka
tidak menyadari bahwa mereka hamil.

F. Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparatomi. Pada
laparatomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari
adneksa yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki
dan darah dalam rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan.
Dalam tindakan demikian, beberapa hal harus dipertimbangkan yaitu: kondisi
penderita pada saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi
kehamilan ektopik. Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi
(pemotongan bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan
pemantauan terhadap kadar HCG (kuantitatif). peninggian kadar HCG yang
berlangsung terus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum terangkat.
Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan transfusi, infus, oksigen,
atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotik dan anti inflamasi. Sisa-sisa
darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih cepat
dan harus dirawat inap di rumah sakit.

G. Manifestasi Klinik
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda: dari perdarahan

8
yang banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak
jelas sehingga sukar membuat diagnosanya.
Gejala dan tanda tergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus
atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan
umum penderita sebelum hamil.
Perdarahan pervagina merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik
terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, kehamilan ektopik terganggu sangat
bervariasi, dari yang klasik dengan gejala pendarahan mendadak dalam rongga perut
dan ditandai oleh abdomen akut sampai gejala-gejala yang samar-samar sehingga sulit
untuk membuat diagnosanya.

H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu:
1. Pada pengobatan konservatif, yaitu bila kehamilan ektopik terganggu telah
lama berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang, ini merupakan
indikasi operasi
2. Infeksi
3. Sterilitas
4. Pecahnya tuba falopi
5. Komplikasi juga tergantung dari lokasi tumbuh berkembangnya embrio

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium: kadar hemoglobin, leukosit, tes kehamilan bila
baru terganggu
2. Dilatasi kuretasi
3. Kuldosentesis, yaitu suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah di
dalam kavum Duoglasi terdapat darah. Teknik kuldosintesis:
a. Baringkan pasien pada posisi litotomi
b. Bersihkan vulva dan vagina dengan antiseptic
c. Pasang speculum dan jepit bibir belakang parsio dengan cunam serviks.
Lakukan teraksi ke depan sehingga formiks posterior tampak
d. Suntikan jarum spinal no.18 ke cavum Duoglasi dan lakukan pengisapan
dengan semprit 10 ml
e. Bila pada pengisapan keluar darah, perhatikan apakah darahnya

9
berwarna coklat kehitaman, tidak membeku atau berupa bekuan kecil
yang merupakan tanda hematokel retrouterina
4. Ultrasonografi berguna pada 5-10% kasus bila ditemukan kantong gestasi di
luar uterus

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KEHAMILAN EKTOPIK


TERGANGGU
A. Anamnesis

10
1. Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat
2. Riwayat penyakit / keluhan utama : mual, muntah, nyeri abdomen
3. Riwayat penyakit sekarang : penyakit yang dialami oleh pasien saat ini
4. Riwayat penyakit dahulu : penyakit yang pernah diderita pasien sebelumnya
5. Riwayat kesehatan keluarga : apakah dari pihak keluarga ibu atau suaminya
pernah melahirkan atau hamil anak kembar dengan komplikasi
6. Riwayat obstetrik:
a. Menanyakan berapa kali ibu itu hamil
b. Menanyakan siklus menstruasi apakah teratur atau tidak
c. Menanyakan apakah asien mernah mengalami abortus
d. Menanyakan apakah kehamilan sebelumnya mengalami kelainan
e. Menanyakan apakah pasien menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim
7. Data Bio-Psiko-sosial-Spiritual(Data Fokus)
a. Makan minum : nafsu makan menurun (anoreksia), mual, muntah,
mukosa bibir kering pucat.
b. Eliminasi: BAB à konstipasi, nyeri saat BAB
c. BAK àsering kencing
d. Aktivitas : nyeri perut saan mengangkat benda berat,terlihat odema pada
ekstremitas bawah (tungkai kaki)

B. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
a. Terlihat tanda cullen yaitu sekitar pusat atau linea albakelihatan
biru,hitam dan lebam
b. Terlihat gelisah, pucat,anemia, nadi kecil, anemia,nadi kecil,tensi
rendah.
2. Palpasi dan perkusi
a. Terdapat tanda-tanda perdarahan intra abdominal (shifting dullnes)
b. Nyeri tekan hebat pada abdomen
c. Douglas crisp : rasa nyeri tekan hebat pada penekanan kavum douglasi
d. Kavum douglasi teraba menonjol karena terkumpulnya darah.
e. Teraba massa retroutrein (masa pelvis)
f. Nyeri bahu karena perangsangan diafragma

11
g. Nyeri ayun saat menggerakkan porsio dan serviks ibu akan sangat sakit.

2.2 PENDARAHAN POSTPARTUM (HPP)


A. Definisi
Istilah pendarahan postpartum dalam arti luas mencakup semua pendarahan

12
yang terjadi setelah kelahiran bayi : sebelum, selama dan sesudah keluarnya
plasenta. Menurut definisi, hilangnya darah lebih dari 500 ml selama 24 jam
pertama merupakan pendarahan postpartum. Setelah 24 jam, keadaan ini
dinamakan pendarahan postpartum lanjut atau late postpartum hemorrhage.
Insidensi pendarahan postpartum sekitar 10 persen.
Pada kelahiran normal akan terjadi kehilangan darah sebanyak kurang lebih
200 ml. Episiotomi meningkatkan angka ini sebesar 100 ml dan kadang-
kadang lebih banyak lagi. Wanita hamil mengalami peningkatan jumlah darah
dan cairan sehingga kehilangan 500 ml darah pada wanita sehat setelah
melahirkan tidak mengakibatkan sefek yang serius. Akan tetapi kehilangan
darah sekalipun dengan jumlah yang lebih kecil dapat menimbulkan akibat
yang berbahaya pada wanita yang anemis. (Harry Oxorn & William R. Forte)
Pendarahan postpartum adalah pendarahan lebih dari 500 cc yang terjadi
setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 ml setelah persalinan
abdominal. Kondisi dalam persalian menyebabkan kesulitan untuk
menentukan jumlah pendarahan yang terjadi, maka batasan jumlah pendarahan
disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal yang telah
menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh lemah,
limbung, berkeringat dingin, menggigil,hipernea, tekanan darah sistolik <90
mmHg, denyut nadi, >100 x/menit, kadar Hb <8 g/dL. (dr. Taufan Nugroho,
2012)

B. Etiologi
Penyebab terjadi perdarahan post partum antara lain:
1. Atonia Uteri
Pendarahan postpartum bisa dikendalikan melalui kontraksi dan retaksi
serat-serat myometrium. Kontraksi dan retraksi ini menyebabkan
terlipatnya pembuluh-pembuluh darah sehingga aliran darah ke tempat
placenta menjadi terhenti. Kegagalan mekanisme akibat gangguan fungsi
myometrium dinamakan atonia uteri dan keadaan ini menjadi penyebab
utama pendarahan post partum. Sekalipun pada kasus perdarahan post
partum kadang-kadang sama sekali tidak disangka atonia uteri sebagai
penyebabnya, namun adanya factor predisposisi dalam banyak hal harus
menimbulkan kewaspadaan dokter terhadap kemungkinan gangguan

13
tersebut.
1. Disfungsi uterus: Atonia uteri primer merupakan disfungsi intrinsic
uterus.
2. Penatalaksanaan yang salah pada kala placenta: Kesalahan paling
sering adalah mencoba mempercepat kala tiga. Dorongan dan
pemijatan uterus menggangu mekanisme fisiologis pelepasan plasenta
dan dapat menyebabkan pemisahan sebagaian plasenta yang
mengakibatkan pendarahan.
3. Anesthesi : Anesthesi inhalasi yang dalam dan lama merupakan factor
yang sering menjadi penyebab. Terjadi relaksasi myometrium yang
berlebihan, kegagalan kontraksi serta retraksi, atonia uteri dan
pendarahan postpartum.
4. Kerja uterus yang tidak efektif: Selama dua kala persalinan yang
pertama kemungkinan besar akan diikuti oleh kontraksi serta retraksi
myometrium yang jelek dalam kala tiga.
5. Overdistensi uterus: Uterus yang mengalami distensi secara berlebihan
akibat keadaan seperti bayi yang besar, kehamilan kembar, dan
polyhydramnios cenderung mempunyai daya kontraksi yang jelek.
6. Kelelahan akibat partus lama: Bukan hanya rahim lelah cenderung
berkontraksi lemah setelah melahirkan , tetapi juga ibu yang keletihan
kurang mampu bertahadap kehilangan darah.
7. Multiparitas: Uterus yang telah melahirkan banyak anak cenderung
bekerja tidak efisien dalam semua kala persalinan.
8. Myoma uteri: Myoma Uteri dapat menimbulkan perdarahan dengan
menganggu kontraksi serta retraksi myomrtrium.
9. Melahirkan dengan tindakan ( operative deliveries ) ; Keadaan ini
mencakup prosedur operatif seperti forceps tengan dan ekstraksi.

2. Trauma dan Laserasi


Pendarahan yang cukup banyak dapat terjadi dari robekkan yang di alami
selama proses melahirkan baik yang normal maupun dengan tindakan.
Jalan lahir harus diinspeksi sesudah tipa kelahiran selesai sehingga sumber
perdarahan dapat dikendalikan.
Tempat-tempat perdarahan mencakup :

14
1. Episiotomi. Kehilangan darah dapat mencapai 200 ml. Kalau arteriole
atau vena varikosa
2. Vulva, vagina dan cervix
3. Uterus yang rupture
4. Inversio uteri
5. Hematoma pada masa nifas
Disamping itu, ada faktor-faktor lain yang turut menyebabkan kehilangan
darah secara berlebihan kalau terdapat trauma pada jalan lahir.
Faktor-faktor ini mencakup:
1. Interval yang lama antara dilakukannya episiotomi dan kelahiran anak.
2. Perbaikan episiotomi setelah bayi dilahirkan tanpa semestinya ditunggu
terlampau lama.
3. Pembuluh darah yang putus pada puncak episiotomi tidak berhasil dijahit.
4. Pemeriksaan inspeksi lupa dikerjakan pada cervix dan vagina bagian atas.
5. Kemungkinan terdapatnya beberapa tempat cedera tidak terpikirkan.
6. Ketergantungan pada obat-obat oxytocic yang disertai penundaan
terlampau lama dalam mengeksplorasi uterus.

3. Rotentio Placenta
Retentio sebagian atau seluruh placenta dalam lahir akan menggangu kontraksi
dan retraksi, menyebabkan sinus-sinus darah tetap terbuka, dan menimbulkan
perdarahan postpartum. Begitu bagian placenta terlepas dari dinding uterus,
perdarahan terjadi daerah itu. Bagian placenta yang masih melekat merintangi
retraksi myometrium dan pendarahan berlangsung terus sampai sisa organ
tersebut terlepas serta dikeluarkan.
Rotentio placenta, seluruh atau sebagian, lobus succenturiata, sebuah
cotyledon, atau suatu fragmen placenta dapat menyebabkan pendarahan
postpartum. Tidak ada korelasi antara banyaknya placenta yang masih melekat
dan beratnya perdarahan. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah derajat
pelekatnya.
4. Kelainan perdarahan
Setiap penyakit hemorrhagik (blood dyscrasias) dapat diderita oleh wanita
hamil dan kadang-kadang menyebabkan pendarahan postpartum.
Afribinogenemia atau hipofibrinogenemia dapat terjadi setelah abruptio

15
placenta, retentio jani-mati yang lama di dalam rahim, dan dapat emboli cairan
ketuban. Salah satu teori etiologik mempostulasikan bahwa bahan thromboplastik
yang timbul dari degenerasi dan autolisis decidua serta placenta dapat memasuki
sirkulasi maternal dan menimbulkan koagulasi intravaskuler serta penurunan
fibrionogen yang beredar. Keadaan tersebut, yaitu suatu kegagalan pada
mekanisme pembekuan, menyebabkan pendarahan yang tidak dapat dihentikan
dengan tindakan yang biasanya dipakai untuk mengendalikan perdarahan.
1. Untuk mendapatkan suatu wawasan yang masuk di akal mengenai jumlah
darah yang hilang, dibuat suatu estimasi dan angkanya dikalikan dua.
2. Fundus uteri dipalpasi dengan sering untuk memastikan apakah uterus
terisi darah atau tidak.
3. Cavum uteri dieksplorasi baik untuk menemukan sisa-sisa placenta
maupun adanya rupture uteri
4. Vulva, vagina dan cervix diperiksa dengan cermat untuk menemukan ada
tidaknya laserasi.
5. Denyut nadi dan tekanan darah diukur serta dicatat.
6. Sample darah diambil dan dipriksa untuk mengetahui keadaan pembekuan.

Insidensi
Berdasarkan dari laporan-laporan baik di Negara maju maupun di
Negara berkembang angka kejadian angka kejadian berkisaran antara 5%
sampai 15%. Berdasarkan penyebab nya diperoleh sebaran sebagai berikut:
a. Atonia uteri 50-60 %
b. Sisa plasenta 23-24%
c. Retensio plasenta 16-17%
d. Laserasi jalan lahir 4-5%
e. Kelainan darah 0,5-0,8%

C. Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus
masihterbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum
spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta
terbuka. Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka
tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan

16
darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan
kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor
utama penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan
menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perinium.

D. Manifestasi klinis
Gejala dan Tanda Penyulit Diagnosis Kerja
Uterus tidak berkontraksi Syok Atoni uteri
dan lembek. Pendarahan Bekuan darah pada serviks
segera setelah anak lahir atau posisi telentang akan
menghambat aliran darah
keluar

Darah segar mengalir Pucat Robekan jalan lahir


segera setelah bayi lahir Lemah
Uterus berkontraksi dank Menggigil
keras
Plasenta lengkap
Plasenta belum lahir setelah Tali pusat putus akibat Retensio plasenta
30 menit Pendarahan segera traksi berlebihan inversion
Uterus berkontraksi dan uteri akibat terikan
keras Pendarahan lanjut
Plasenta atau sebagian Uterus berkontraksi tetapi Retensi sisa plasenta
selaput tidak lengkap tinggi fundus tidak
Pendarahan Segera berkurang
Uterus tidak teraba Lumen Neurogenik syok Inversio uteri
vagian terisi massa Tampak Pucat dan limbung
tali pusat (bila plasenta
belum lahir)
Sub-involusi uterus Anemia Endometritis atau sisa
Nyeri tekan perut bawah Demam fragmen plasenta (terinfeksi
dan pada uterus Pendarahan atau tidak)
sekunder

7. Komplikasi

17
a. Memudahkan terjadinya :
1) Anemia yang berkelanjutan
2) Infeksi puerperium
b. Terjadi necrosis hipofise anterior dan sindrom Sheehan
1) Kelemahan umum (Asthenia)
2) Menurunnya berat badan sampai cachexia
3) Penurunan fungsi seksual
4) Memudarnya tanda-tanda seks sekunder
5) Turunnya metabolisme – hipotensi
6) Amenorea sekunder
c. Kematian perdarahan post partum

8. Penatalaksanan

Pasien dengan pendarahan post partum harus ditangani dalam 2 komponen,


yaitu :
a. Resusitasi dan penanganan perdarahan obstetric serta kemungkinan syok
hipovolemik dan
b. Identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya pendarahan post
partum

9. Faktor Resiko
a. Penggunaan obat-obatan (anestesi umum, magnesium sulfat)
b. Partus presipitatus
c. Solutio plasenta
d. Persalinan traumatis
e. Uterus yang terlalu teregang (gemelli, hidramnion)
f. Adanya cacat parut, tumor, anomaly uterus
g. Partus lama
h. Grandemultipara
i. Plasenta previa
j. Persalinan dengan pacuan
k. Riwayat perdarahan persalinan

18
E. Pathway Pendarahan Post Partum

Etiologi

Atonia Uteri Persalinan dengan Retensio Plasenta Inversio Uteri


tindakan (pisiotomi),
Robekan Serviks, robekan
perineum
Kegagalan Plasenta tdk dapat Fundus Uteri terbalik
Miometrium Terlepas masih sisa sebagian/seluruhnya
plasenta dlm rahim masuk ke dlm Cavum
Uteri
Terputusnya
Kontinuitas
19 Pembuluh
Untuk Berkontraksi
Darah Menggangu Kontraksi
Uterus Lingkaran Kontraksi
Uterus dlm keadaan
relaksasi,melebar,lembek Pembuluh Darah tdk
dapat Menutup
Uterus akan terisi darah

Pembuluh darah tak mampu


berkontraksi

Pendarahan Post Partum


(Pendarahan Pasca Persalinan)
Pembukuh darah tetap
terbuka

Persalinan dengan tindakan


Penurunan jumlah Episiotomi, robekan
cairan intraveskuler
serviks,robekan perineum
Berlangsung secara
terus-menerus

Jumlah Hemoglobin dlm Prosedur invasif


darah menurun
Penurunan jumlah cairan
intravaskuler dlm jumlah
yang banyak
Terputusnya kontinuitas
Suplai oksigen ke jaringan
jaringan menurun Terbentuknya porte de
entre (pintu masuknya
Renjatan Hipovolemik virus dan bakteri
Nyeri patogen)
Hipoksia jaringan

RESIKO SYOK
NYERI AKUT

Virus/bakteri dapat
masuk dengan mudah
5L, mukosa pucat, akral dingin, ke dalam tubuh
konjungtiva anemis, nadi cepat
tapi lemah

RESIKO INFEKSI
KETIDAKSEIMBANGAN
PERFUSI JARINGAN
PERIFER

20
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PERDARAHAN POSTPARTUM (HPP)
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas
Sering terjadi pada ibu dengan riwayat multiparitas pada usia
dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun.
2) Keluhan Utama
Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, keluar keringat dingin,
kesulitan bernafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.
3) Riwayat – riwayat
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik,
hemofilia, riwayat preeklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan
kompresi pembuluh darah, tempat implantasi plasenta, retensi
sisa plasenta.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam
jumlah banyak (>500ml), Nadi lemah, pucat, lokea berwarna
merah, haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah,
ekstremitas dingin, dan mual.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita
hipertensi, penyakit jantung, dan preeklampsia, penyakit
keturunan hemopilia dan penyakit menular.

4) Pola fungsi kesehatan


a. Pola Nutrisi dan metabolise
- Nafsu makan menurun
b. Pola eliminasi
- Penurunan BAK, konstipasi
c. Pola kebutuhan cairan dan elektrolit
- Dehidrasi
d. Pola Aktivitas
- Kelemahan, malaise umum

21
- Kehilangan produktifitas
- Kebutuhan istirahat dan tidur lebih banyak
e. Pola integritas ego
- Cemas dan ketakutan
f. Pola seksualitas
- Terjadi perdarahan per vagina
- Tinggi fundus uteri menurun dengan lambat

2. Pemeriksaan Fisik
1) Status Kesehatan umum
Keadaan umum lemah, nyeri kepala dan abdomen, gelisah dan cemas.
Sementara kesadaran menurun sampai apatis. Tanda-tanda vital terjadi
penurunan tekanan darah (hipotensi), takikardi, peningkatan suhu dan
takipnea.
2) Kepala
Nyeri kepala, muka pucat, mukosa bibir kering, gangguan penglihatan atau
mata berkunang-kunang, berkeringat dingin.
3) Dada
Takipnea dan takikardi, kesulitan bernafas.
4) Abdomen
Fundus uteri lembek, tidak ada kontraksi uterus.
5) Genitalia
Keluar darah dari vagina, lochea dalam jumlah lebih dari 500cc, dan terdapat
robekan serviks.
6) Ekstermitas
Keluar keringat dingin, lemah, malaise, CRT > 3 detik.
3. Pemeriksaan Penunjang
1) Pada pemeriksaan jumlah darah lengkap ditemukan penurunan Hb
(<10 mg%), penurunan kadar Ht (normal 37% - 41%) dan peningkatan
jumlah sel darah putuih (SDP).

2) Pada Urinalisis ditemukan kerusakan kandung kemih

3) Pada Sonografi ditemukan adanya jaringan plasenta yang tertahan

22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehamilan ektopik merupakan suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang
bersangkutan berhubungan erat dengan dengan besarnya kemungkinan terjadi
keadaan gawat. Kegawatan ini terjadi pada kehamilan ektopik terganggu. Hal yang
perlu diperhatikan adalah bahwa wanita pada masa reproduksi dengan gangguan atau
keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri bagian bawah, perlu dipikirkan adanya
kehamilan ektopik terganggu. (Purwaningsih Wahyu, 2010:101)
Istilah ektopik berasal dari bahasa inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa

23
Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada di luar
tempat semestinya”, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka
kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu. (Ayu Niwang, 2016; 44)
Kehamilan ektopik adalah setiap implantasi yang telah dibuahi di luar cavum
uterus. Implantasi dapat terjadi di tuba falopi, ovarium, serviks, dan abdomen.
Namun, kejadian kehanilan ektopik yang terbanyak dalah di tuba falopi.
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) adalah gangguan yang muncul akibat
implantasi hasil konsepsi (blastosit) diluar endometrium kavum uteri (95%) yang
terjadi abortus tubaria atau ruptur tuba maupun yang belum (kehamilan Belum
Terganggu). (Nugroho Taufan.2012:155)
Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki tetapi sebagian
besar penyebabnya tidak diketahui.
Istilah pendarahan postpartum dalam arti luas mencakup semua pendarahan yang
terjadi setelah kelahiran bayi : sebelum, selama dan sesudah keluarnya plasenta.
Menurut definisi, hilangnya darah lebih dari 500 ml selama 24 jam pertama
merupakan pendarahan postpartum. Setelah 24 jam, keadaan ini dinamakan
pendarahan postpartum lanjut atau late postpartum hemorrhage. Insidensi pendarahan
postpartum sekitar 10 persen.
Pada kelahiran normal akan terjadi kehilangan darah sebanyak kurang lebih 200
ml. Episiotomi meningkatkan angka ini sebesar 100 ml dan kadang-kadang lebih
banyak lagi. Wanita hamil mengalami peningkatan jumlah darah dan cairan sehingga
kehilangan 500 ml darah pada wanita sehat setelah melahirkan tidak mengakibatkan
sefek yang serius. Akan tetapi kehilangan darah sekalipun dengan jumlah yang lebih
kecil dapat menimbulkan akibat yang berbahaya pada wanita yang anemis. (Harry
Oxorn & William R. Forte).

24
DAFTAR PUSTAKA

25

Anda mungkin juga menyukai