KEPERAWATAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Mnegetahui yang dimaksud dengan konflik
1.3.2 Mnegetahui tipe-tipe konflik
1.3.3 Mnegetahui penyebab konflik
1.3.4 Mnegetahui proses konflik
1.3.5 Mnegetahui strategi dan manajemen konflik
1.3.6 Mnegetahui cara penyelesaian konflik
1.3.7 Mnegetahui hasil dari konflik
BAB II
PEMBAHASAN
1. Perilaku menentang, sebagai bentuk dari ancaman terhadap suatu dialog rasional, dapat
menimbulkan gangguan protocol penerimaan untuk interaksi dengan orang lain. Perilaku ini
dapat berupa verbal dan non verbal. Terdapat tiga macam perilaku menentang, yaitu :
a. Competitive bomber, yang dicirikan dengan perilaku mudah menolak, menggerutu dan
menggumam, mudah untuk tidak masuk kerja, dan merusak secara agresif yang di sengaja.
b. Martyred accommodation, yang ditunjukkan dengan penggunaan kepatuhan semu atau
palsu dan kemampuan bekerja sama dengan orang lain, namun sambil melakukan ejekan dan
hinaan.
c. Avoider, yang ditunjukkan dengan penghindaran kesepakatan yang telah dibuat dan
menolak untuk berpartisipasi.
2. Stres, juga dapat mengkobatkan terjadinya konflik dalam suatu organisasi. Stres yang
timbul ini dapat disebabkan oleh banyaknya stressor yang muncul dalam lingkungan kerja
seseorang. Contoh stressor antara lain terlalu banyak atau terlalu sedikit beban yang
menjadi tanggung jawab seseorang jika dibandingkan dengan orang lain yang ada dalam
organisasi, misalnya di bangsal keperawatan.
3. Kondisi ruangan yang terlalu sempit atau tidak kondusif untuk melakukan kegiatan-
kegiatan rutin dapat memicu terjadinya konflik. Hal yang memperburuk keadaan dalam
ruangan dapat berupa hubungan yang monoton atau konstan diantara individu yang terlibat
didalamnya, terlalu banyaknya pengunjung pasien dalam suatu ruangan atau bangsal, dan
bahkan dapat berupa aktivitas profesi selain keperawatan, seperti dokter juga mampu
memperparah kondisi ruangan yang mengakibatkan terjadinya konflik.
5. Perbedaaan nilai atau keyakinan antara satu orang dengan orang lain. Perawat begitu
percaya dengan persepsinya tentang pendapat kliennya sehingga menjadi tidak yakin dengan
pendapat yang diusulkan oleh profesi atau tim kesehatan lain. Keadaan ini akan semakin
menjadi kompleks jika perbedaan keyakinan, nilai dan persepsi telah melibatkan pihak diluar
tim kesehatan yaitu keluarga pasien. Jika ini telah terjadi, konflik yang muncul pun semakin
tidak sederhana karena telah mengikutsertakan banyak variable di dalamnya.
9. Perubahan dianggap sebagai proses ilmiah. Tetapi kadang perubahan justru akan
mengakibatkan munculnya berbagai macam konflik. Perubahan yang dilakukan terlalu
tergesa-gesa atau cepat, atau perubahan yang dilakukan terlalu lambat, dapat memunculkan
konflik. Individu yang tidak siap dengan perubahan, memandang perubahan sebagai suatu
ancaman. Begitu juga individu yang selalu menginginkan perubaan akan menjadi tidak
nyaman bila tidak terjadi perubahan, atau perubahan dilakukan terlalu dalam tatanan
organisasinya.
10. Imbalan, beberapa ahli berpendapat bahwa imbalan kadang tidak cukup berpengaruh
dengan motovasi seseorang. Namun, jika imbalan dikaitkan dengan pembagian yang tidak
merata anatar satu orang dan orang lain sering menyebabkan munculnya konflik. Terlebih
lagi bila individu yang bersangkutan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan untuk
menentukan besar-kecilnya imbalan atau sering disebut dengan sistem imbalan. Pemberian
imbalan yang tidak didasarkan atas pertimbangan professional sering menimbulkan masalah
yang pada gilirannya dapat memunculkan suatu konflik.
11. Komunikasi dapat memunculkan suatu konflik jika penyampaian informasi yang tidak
seimbang, hanya orang-orang tertentu yang diajak biacar oleh manager, penggunaan bahasa
yang tidak efektif, dan juga penggunaan media yang tidak tepat sering kali berujung dengan
terjadinya konflik ditatanan organisasi yang bersangkutan.
2.4 Proses Konflik
La Monica (1986) mengutip pendapatnya Filley (1980) membagi proses konflik dalam
enam tahapan, yaitu kondisi yang mendahului, konflik yang dipersepsi, konflik yang
dirasakan, perilaku yang dinyatakan, penyelesaian atau penekanan konflik, dan penyelesaian
akibat konflik. Kondisi yang mendahului merupakan penyebab terjadinya konflik seperti
yang sudah didiskusikan sebelumnya. Setelah terjadi suatu konflik, konflik yang ada
dipersepsi atau berusaha diketahui. Kondisi yang ada diantara pihak yang terlibat atau di
dalam diri dapat menyebabkan terjadinya konflik. Konflik yang dipersepsi ini pada umumnya
bersifat logis, tidak personal, dan sangat objektif. Di sisi lain konflik akan dirasakan secara
subjektif karena individu merasa ada konflik relasi. Perasaan semacam ini sering diasumsikan
sebagai suatu yang dapat mengancam integritas diri, memunculkan permusuhan, perasaan
takut dan bahkan timbulnya perasaan tidak berdaya. Akibat dari kondisi-kondisi tersebut,
beberapa individu kemudian melakukan bentuk perilaku nyata seperti perilaku agresif, pasif,
aseptif, persaingan, debat, atau ada beberapa individu yang mencoba memecahkan masalah
atau konflik. Langkah selanjutnya yang dilakukan terhadap terjadinya konflik adalah perilaku
untuk menyelesaikan atau menekan konflik tersebut. Perilaku tersebut dapat berupa perjnjian
siantara yang terlibat atau kadang melalui tindakan “penaklukan” pada pihak yang terlibat.
Oleh karena itu, upaya untuk menyelesaikan sisa atau akibat konflik tersebut sudah
selayaknya dilakukan oleh pihak yang terlibat. Jika hal itu tidak dilakukan, dapat
memunculkan konflik baru pada tempat dan waktu yang berbeda.
Kondisi-kondisi pendahulu
Konsep yang dipersepsi
Konflik yang dirasakan
Perilaku yang dinyatakan
Penyelesaian atau penekanan konflik
Penyelesaian akibat konflik
3.1 Kesimpulan
Konflik adalah perselisihan atau perjuangan yang timbul ketika keseimbangan dari
perasaan, hasrat, pikiran, dan perilaku seseorang terancam. Perjuangan ini dapat terjadi di
dalam individu atau di dalam kelompok. Pemimpin dapat menggerakkan konflik ke hasil
yang destruktif atau konstruktif. Secara structural, konflik dapat vertical, yaitu melibatkan
perbedaan antara pemimpin dan anak buah, atau horizontal, yaitu garis relative staf. Sembilan
tipe konflik tercatat dalam literature : di dalam pengirim, di dalam peran, peran pribadi, antar
pribadi, di dalam kelompok, di antara kelompok, peran mendua, dan beban peran yang terlalu
besar.
Penyebab konflik adalah unik dan bermacam-macam. Tetapi, penyebab umumnya telah
dinyatakan dan dibahas. Penyebab umum ini antara lain perilaku menentang, stress, kondisi
ruangan yang terlalu sempit, kewenangan dokter-perawat yang berlebihan, perbedaan nilai
dan keyakinan, eksklusifisme, peran ganda perawat, kekurangan sumber daya insani,
perubahan, imbalan serta komunikasi. Proses konflik dimulai dengan kondisi pendahulu,
kemudian bergerak ke konflik yang di presepsi dan atau dirasakan. Selanjutnya adalah
perilaku, lalu konflik untuk diselesaikan atau ditekan.
Penyelesaian konflik yang konstruktif adalah sebuah aspek penting dari tanggung jawab
menejerial. Sejumlah pendekatan, termasuk kemungkinan keterlibatan dan menejemen yang
mempunyai tujuan, juga didiskusikan. Tidak ada metoda terbaik untuk memfasilitasi
penyelesaian konflik. Seorang pemimpin harus mempunyai pengetahuan tentang
kemungkinan strategi bersamaan dengan pengetahuan tentang proses memimpin dan
mengatur orang; kemudian harus dipilih dan dilaksanakan strategi yang terbaik untuk situasi
yang unuk tersebut.
3.2 Saran
Konflik adalah sebuah kemutlakan, pemimpin harus belajar untuk secara efektif
memfasilitasi penyelesaian konflik diantara orang-orang agar tujuan dapat tercapai. Dari hasil
pembahasan di atas, diharap para pembaca baik yang merupakan calon pemimpin ataupun
yang telah menjadi pemimpin, agar dapat me-manajemen institusi atau organisasinya dengan
baik agar terbebas dari konflik yang ada.
DAFTAR RUJUKAN