Anda di halaman 1dari 51

KEHAMILAH EKTOPIK

2.1 PENGERTIAN
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi di luar rongga
uterus, tuba fallopi merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan
ektopik, sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba, jarang terjadi implantasi
pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter
dan di vertikel pada uterus. (Sarwono prawiroharjho, 2005).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat
implantasi/nidasi/melekatnya buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di
luar rongga rahi,. Sedangkan yang disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu
adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami abortus rupture pada dinding tuba.

Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil


konsepsi di luar endometrium kavum uteri. (Mansjoer Arif, 2001).
Dari definisi di atas dapat disimpulkan kehamilan ektopik adalah kehamilan

dengan ovum yang dibuah, berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal

yakni dalam endomentrium javum uteri. Penyebab kehamilan ektopik terganggu.

2.2 ANATOMI HISTOLOGI


a. Uterus
uterus berbentuk seperti buah pir yang sedikit gepeng kearah muka
belakang, ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga.
Dindingnya terdiri dari otot – otot polos. Ukuran panjang uterus adalah
7 – 7,5 cm, lebar 5,25 cm dan tebala dinding 1,25 cm.
letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksi. Uterus terdiri dari fundus

uteri, korpus dan serviks uteri. Fundus uteri adalah bagian proksimal dari uterus,

disini kedua tuba fallopi masuk ke uterus. Korpus uteri adalah bagian uterus yang

terbesar, pada kehamilan bagian ini mempunyai fungsi utama sebagai tempat jani

berkembang. Rongga yang terdapat di korpus uteri. Serviks uteri terdiri atas pars
vaginalis sevisis uteri dan pars supravaginalis servisis uteri. Saluran
yang terdapat pada serviks disebut kanalis servikalis.
Secara histologi uterus terdiri dari tiga lapisan yaitu:
1) Endometrium atau selaput lender yang melapisi bagian dalam.
2) Myometrium, lapisan tebal otot polos.
3) Perimetrium, peritoneum yang melapisi dinding sebelah luar
endometrium terdiri atas sel epitel kubis, kelenjar – kelenjar dan
jaringan dengan banyak pembuluh darah yang bekelok.

Endometrium melapisi seluruh kavum uteri dan mempunyai arti penting dalam siklus

haid pada seorang wanita dalam masa reproduksi. Dalam masa haid endometrium

sebagian besar dilepaskan kemudian tumbuh lagi dalam masa proliferasi dan

selanjutnya dalam masa sekretorik. Lapisan otot polos di sebelah dalam berbentuk

sirkuler, dan di sebelah luar berbentuk longitudinal. Diantara lapisan itu terdapat

lapisan otot pblik, berbentuk anyaman, lapisan ini paling penting pada persalinan

karena sesudah plasenta lahir, kontraksi kuat dan menjepit pembuluh darah. Uterus

ini sebenarnya mengapung dalam rongga pelvis dengan jaringan ikat dan ligamentum

yang menyongkongnya untuk teriksasi dengan baik.

b. Tuba Fallopi
Tuba fallopi terdiri atas:
1) Pars intersisalisi, bagian yang terdapat pada dinding uterus.
2) Pars isthmika, bagian medial tuba yang seluruhnya sempit.
3) Pars ampularis, bagian yang berbentuk saluran agak lebar,
tempat konsepsi terjadi.
4) Infundibulum, bagian ujung tuba yang terbuka kea rah abdomen
dan mempunyai fimbrae.

c. Fimbrae
fimbrae penting artinya bagi tuba untuk menangkap telur kemudian di salurkan

kedalam tuba. Bagian luar tuba diliputi oleh peritoneum visceral yang merupakan

bagian ligamentum latum. Otot dinding tuba terdiri atas (dari luar ke dalam) otot
longitudinal dan otot sirkuler. Lebih kedalam lagi didapatkan selaput
yang berlipat – lipat dengan sel – sel yang bersekresi dan bersilia yang
khas, berfungsi untuk menyalurkan telur atau hasil konsepsi kea rah
kavum uteri dengan arus yang ditimbulkan oleh getaran silia tersebut.

d. Ovarium
Ovarium kurang lebih besar ibu jari tangan dengan ukuran panjang sekitar
4 cm, lebar dan tebal kira - kira 1,5 cm. setiap bulan 1-2 folikel akan keluar
yang dalam perkembangannya akan menjadi folikel de Graaf.

2.3 ETIOLOGI
Berbagai macam faktor berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya kehamilan
ektopik. Semua faktor yang menghambat migrasi embrio ke kavum uteri
menyebabkan seorang ibu semakin rentan untuk menderita kehamilan ektopik
beberapa faktor yang di hubungkan dengan kehamilan ektopik diantaranya:
a. Faktor dalam lumen tuba:
1. Endosalpingitis, menebabkan terjadinya penyempitan lumen tuba.
2. Hypoplasia uteri,dengan lumen tuba menyempit dan berkelok – kelok.

3. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tdak sempurna


menybabkan lumen tuba menyempit.
b. Faktor pada dinding tuba:
1. Endometriosis, sehingga memudahkan terjadinya implantasi di tuba.
2. Divertikel tuba kongenital, menyebabkan retensi telur di tempat tersebut.

c. faktor diluar dinding tuba:


1. Perlekatan peritubal dengan distoris atau lekukan tuba,
mengakibatkan terjadinya hambatan perjalanan telur.
2. Tumor yang menekan dinding tuba, menyebabkan penyempitan lumen tuba.

3. Pelvic Inflammatory Disease (PID).

d. faktor lain:
1. Hamil saat berusia lebih dari 35 tahun.
2. Migrasi luar ovum, sehingga memperpanjan waktutelur yang
buahi sampai uterus.
3. Fertilisasi in vitro.
4. Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR).
5. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya.
6. Merokok.
7. Penggunaan dietilstilbestrol (DES).
8. Uterus berbentuk huruf T.
9. Riwayat operasi abdomen.
10. Kegagalan penggunaan kontrasepsi yang mengandung prgestin saja.

11. Ruptut appendix.


12. Mioma uteri.
13. Hidrosalping.

Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak di selidiki, tetapi sebagian besar

penyebabnya tidak diketahui, menurut Trijatmo Rachimhadhi dalam bukunya menjelaskan

beberapa faktor yang berhubungan dengan penyebab kehamilan ektopik terganggu:

a. Fakor mekanis
Hal – hal yang mengakibatkan tehambatnya perjalanan ovum yang
dibuahi ke dalam kavum uteri, antara lain:
1. Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia
lipata mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau pembentukan
kantong – kantong buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai
akibat infeksi juga menyebabkan implantasi hasil zigot pada tuba fallopi.
2. Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/infeksi pasca nifas,
apendisitis, atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya
tuba atau penempitan lumen.
3. Kelainan pertumbuhan tuba, terutama diverticulum, ostium
asesorius dan hipoplasi. Namun ini jarang terjadi.
4. Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang
kegagalan usaha untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi.
5. Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya
benjolan pada adneksia.
6. penggunaanIUD.
b. Faktor Fungsional
1. Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan
duktus mulleri yang abnormal.
2. Reluksmenstruasi.
3. Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormone
esterogen dan progesterone.
c. peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi
d. hal lain seperti; riwayat KET dan riwayat abortus idnuksi sebelumnya.

2.4 PATHOGENESIS
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi d kavum

uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau intercolumnar. Pada nidasi secara

kolumnar telur bernidasi pada ujung ata sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur

selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan

direabsorbsi. Pada nidasi intercolumnar, telu bernidasi antara dua jonjot endosalping.

Setelah tempat nidasi tertutupmaka ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan

yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsulari.

Karena pembentukan desidua di tuba malahan kadang – kadang sulit


dilihat villi khorealis menembus endosalping dan masukke dalam otot – otot
tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin
selanjutnya tergantung dari beberapa faktor, yaitu; tempat implantasi, tebalnya
dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.
Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesterone dari corpus luteum

gravidity dan trophoblast, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah

menjadi desidua. Beberapa perubahan pada endometrium yaitu: sel epitel membesar,

nucleus hipertrofi, hiperkromasi lobuler, dan bentuknya ireguler. Polaritas menghilang dan
nucleus yang abnormal mempunyai tendensi menempati sel luminal. Sitoplasma
mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat juga terkadang ditemui mitosis.
Perubahan endometrium secara keseluruhan disebut sebagai reaksi Arias-Stella.
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian
dikeluarkan secara utuh atau berkeping – keping. Perdarahan yang di jumpai pada
kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua
yang degenerative. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur
kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan
hasil konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus.

Beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi adalah:

a. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi


Pada implantasi secara columna ovum yang di bahi cepat mati karena
vaskularisasi yang kurang dan dengan mudah diresorbsi total.
b. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah oleh vili
korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah
dari dinding tersebut bersama – sama dengan robeknya pseudokapsularis.
Segera setelah perdarahan, hubungan antara plasenta serta membran
terhadap dinding tuba yang terpisah bila pemisahan sempurna, seluruh hasil
konsepsi dikeluarkan melaluif ujung fimbrae tuba kedalam kavum peritonium.
Dalam keadaan tersebut perdarahan berhenti dan gejala – gejala menghilah.
c. Ruptur dinding tuba
Penyebab utama dari rupturtuba adlah penembusan dinding vili korialis kedalam

lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Rupture tuba sering terjadi bila ovum

yang di buahi berimplantasi pada ishmus dan biasanya terjadi pada kehamilan muda.

Seblaiknya rupture yang terjadi pada parsintersisialis pada kehamilan lebih lanjut.

Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau yang disebabkan trauma


ringan seperti pada koitus dan pemeriksaan vagina.
2.5 PATOFISIOLOGI
Pada kehamilan normal, proses pembuahan (pertumuan sel telur dengan sprema)
terjadi pada tuba, kemudian sel telur yang telah dibuahi digerakkan dan berimlantasi
pada endometrium rongga Rahim. Kehamilan ektopik yang dapat disebabkan antara
lain faktor di dalam tuba dan luar tuba, sehingga hasil pembuahan terhambat/tidak
bisa masuk ke rongga Rahim, sehingga sel telur yang telah dibuahi tumbuh dan
berimplantasi (menempel) di beberapa tempat pada organ reproduksi wanita selain
rongga Rahim, antara lain di tuba fallopi (sel telur), canalis servikalis (leher Rahim),
ovarium (lindung telur), dan rongga perut. Yang terbanyak terjadi di tuba fallopi.

2.6 KLASIFIKASI KEHAMILAN EKTOPIK


Macam – macam kehamilan ektopik berdasarkan tempatnya Menurut Taber
(1994) antara lain :
a. Kehamilan abdominal
Kehamilan/gestasi yang terjadi dalam cavum peritoneum (sinonim:
kehamilan intraperitoneal)
b. Kehamilan ampula
Kehamilan ektopik pada pars ampularis tuba fallopi. Umumnya berakhir
sebagai abortus tuba
c. Kehamilan servikal
Gestasi yang berkembang bila ovum yang telah dibuahi berimplantasi
dalam canalis servikalis uteri
d. Kehamilan heteropik kombinasi
Kehamilan bersamaan intrauterine dan ekstrauterin
e. Kehamilan kornu
Gestasi yang berkembang dalam kornu uteri
f. Kehamilan interstisial
Kehamilan pada pars interstisialis tuba fallopi
g. Kehamilan intraligamenter
Pertumbuhan janin dan plasenta diantara lipatan ligamentum latum,
setelah supturnya kehamilan tuba melalui dasar dari tuba fallopi
h. Kehamilan ismik
Gestasi pada pars ismikus tuba fallopi
i. Kehamilan ovarial
Bentuk yang jarang dari kehamilan ektopik dimana blastolisi
berimplantasi pada permukaan ovarium
j. Kehamilan tuba
Kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba fallopi

Sarwono Prawirohardjo dan Cuningham masing – masing dalam bukunya


mengklasifikasikan kehamilan ektopik berdasarkan lokasinya antara lain
1) Tuba fallopi
2) Pars interstisialis
3) Isthmus
4) Ampula
5) Infundibulum
6) Fimbrae

a. Uterus
1) Konalis servikalis
2) Divertikulum
3) Kornu
4) Tandul rudimenter
b. Ovarium
c. Intraligamenter
d. Abdominal
1) Primer
2) Sekunder
e. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus

2.7 DIAGNOSIS
Berikut ini merupakan jenis pemeriksaan untuk membantu diagnosis kehamilan ektopik :

a. HCGβ
Pengukuran subunit beta dari HCGβ (Human Chorionic Gonadotropin Beta)
merupakan tes laboratorium terpenting dalam diagnosis. Pemeriksaan ini
dapat membedakan antara kehamilan intrauterin dengan kehamilan ektopik.
b. Kuldosintesis
Tindakan kuldosintesis atau punksi Douglas. Adanya darah yang diisap berwarna
hitam (darah tua) biar pun sedikit, membuktikan adanya darah di kavum Douglasi.

c. Dilatasi dan Kuretase


Biasanya kuretase dilakukan apabila sesudah amenorrhoe terjadi perdarahan
yang cukup lama tanpa menemukan kelainan yang nyata disamping uterus.
d. Laparoskopi
Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnosis terakhir apabila hasil –
hasil penilaian prosedur diagnostik lain untuk kehamilan ektopik terganggu
meragukan. Namun beberapa dekade terakhir alat ini juga dipakai untuk terapi.

e. Ultrasonografi
Keunggulan cara pemeriksaan ini terhadap laparoskopi ialah invasif,
artinya tidak perlu memasukkan rongga dalam rongga – perut. Dapat
dinilai kavum arteri, kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya
massa di kanan kiri uterus dan apakah kavum Douglas berisi cairan.
f. Tes oksitosin
Pemberian oksitosin dalam dosis kecil intravena dapat membuktikan
adanya kehamilan ektopik lanjut. Dengan pemeriksaan Bimanual, di luar
kantong janin dapat diraba suatu tumor.
g. Foto Rountgen
Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam letak paksa.
Pada foto lateral tampak bagian – bagian janin menutupi vertebra ibu.
h. Historesalpingografi
Memberikan gambaran vakum uteri kosong dan lebih besar dari biasa. Dengan janin di

luar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis kehamilan ektopik terganggu

sudah dipastikan dengan USG (Ultra Sono Graphy) dan MRI (Magnetic Resonance
Imagine). Trias klasik yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen,
perdarahan vagina abnormal dan amenorre

2.8 PENATALAKSANAAN
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparatomi. Pada laparatomi

perdarahan sesegera mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang

menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam

rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan. Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang

harus dipertimbangkan yaitu : kondisi penderita pada saat itu, keinginan penderita akan

fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik. Hasil ini menentukan apakah perlu

dilakukan salpingektomi (pemotongan bagian tuba yang terganggu pada kehamilan tuba)

Pemantauan terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peningkatan kadar HCG


yang berlangsung terus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum
terangkat. Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan transfusi,
infus, oksigen. Pemberian antibiotika dan anti imflamasi bisa dicurigai ada infeksi.
Sisa – sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya
penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat inap dirumah sakit.
Pada kehamilan ektopik terganggu, walaupun tidak selalu ada bahay terhadap
jiwa penderita, dapat dilakukan terapi konservatif, tetapi sebaiknya tetap dilakukan
tindakan operasi. Terapi konservatif, kekurangan dari terapi konservatif (non-operatif)
yaitu walaupun darah berkumpul di rongga abdomen dapat diabsorbsi sebagian atau
dikeluarkan dengan kolpotami (pengeluaran melalui vagina dari darah di kavum
Douglas), sisa darah dapat menyebabkan perlekatan – perlekatan dengan bahay ileus.
Tindakan operasi terdiri dari salpingektomi ataupun salpingo-ooforektomi. Jika

penderita sudah memiliki anak cukup dan terdapat kelainan pada tuba tersebut dapat

dipertimbangkan untuk mengangkat tuba. Namun jika penderita belum mempunyai anak,

maka kelainan tuba dapat dipertimbangkan untuk dikoreksi supaya tuba berfungsi.

Tindakan laparotomi dapat dilakukan pada ruptur tuba, kehamilan


dalah divertikulum uterus, kehamilan abdominal dan kehamilan tanduk
rudimenter. Perdarahan sedini mungkin dihentikan dengan menjepit bagian
dari adneksia yang menjadi sumber perdarahan.
Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan dari rongga abdomen sebanyak

mungkin dikeluarkan. Serta memberikan transfusi darah. Untuk kehamilan ektopik

terganggu dini yang berlokasi di ovarium bila dimungkinkan dirawat, namun apabila tidak

menunjukkan perbaikan maka dapat dilakukan tindakan sistektomi ataupun ooforektomi.

Sedangkan kehamilan ektopik terganggu berlokasi di serviks uteri yang sering

mengakibatkan perdarahan dapat dilakukan histerektomi, tetapi pada nulipara yang

ingin sekali mempertahankan fertilitasnya diusahakan melakukan terapi konservatif.

2.9 KOMPLIKASI
Komplikasi kehamilan ektopik dapat terjadi sekunder akibat kesalahan
diagnosis, diagnosis yang terlambat atau pendekatan tatalaksana. Kegagalan
penegakan diagnosis secara cepat dan tepat dapat mengakibatkan terjadinya
rupture tuba atau uterus, tergantung lokasi kehamilan, dan hal ini dapat
menyebabkan pendarahan masif, syok, DIC dan kematian.
Komplikasi yang timbul akibat pembedahan antara lain adalah pendarahan
infeksi, kerusakan organ sekitar (usus, kandung kemih, ureter dan pembuluh
darah besar). Selain itu ada juga komplikasi terkait tindakan anestesi.

2.10 DIAGNOSIS BANDING


Beberapa kelainan yang memiliki gejala mirip dengan kehamilan tuba
antara lain adalah :
a. Salpingitis
Terjadi pembebengkakan dan pembesaran tuba bilateral, demam tinggi
dan tes kehamilan negative. Dapat ditemukan getah serviks yang purulent

b. Abortus
Gejala klinik yang dominan adalah pendarahan, umumnya terjadi sebelum ada

nyeri perut. Pendarahan berwarna merah, bukan coklat tua seperti pada kehamilan
ektopik. Nyeri perut umumnya bersifat kolik dan kejang (kram). Uterus
membesar dan lembek, terdapat dilatasi serviks. Hasil konsepsi dapat
dikenali dari pemeriksaan vagina.
Dibandingkan dengan kehamilan ektopik terganggu pendarahan lebih
merah sesudah amenore, rasa nyeri sering berlokasi di daerah median dan
adanya perasaan subyektif penderita yang merasakan rasa tidak enak diperut
lebih menunjukan kea rah abortus imminens atau permulaan abortus
incipiens. Pada abortus tidak dapat diraba tahanan di samping atau dibelakang
uterus, dan gerakan serviks uteri tidak menimbulkan rasa nyeri
c. Apendiksitis
Daerah yang lunak terletak lebih tinggi dan terlokalisir di fossa iliako
kanan. Bisa ditemukan pembengkakan bila ada abses apebdisk, namun tidak
terletak dalam di pelvis seperti pada pembengkakan tuba. Demam lebih tinggi
dan pasien terlihat sakit berat. Tes kehamilan menunjukan hasil negative.
Pada apendiksitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan
serviks uteri seperti yang ditemukan pada KET. Nyeri perut bagian
bawah pada apendiksitis terletak pada titik McBurney.
d. Torsio kista ovarium
Terba massa yang terpisah dari uterus, sedangkan kehamilan tuba umumnya
terasa menempel pada uterus. Perut lunak dan mungkin terdapat demam akibat
pendarahan intraperitoneal. Tanda dan gejala kehamilan mungkin tidak ditemukan
namun ada riwayat serangan nyeri berulang yang menghilang dengan sendirinya

e. Ruptur korpus luteum


Sangat sulit dibedakan dengan kehamilan tuba, namun rupture
korpus luteum sangat jarang ditemukan.
f. Infeksi pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan jarang
setelah mengenai amenorrhoe. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan yang
dapat diraba pada pemeriksaan vaginal pada umumnya bilateral. Pada infeksi
pelvik perbedaan suhu rektal dan ketiak melebihi 0,5̊C, selain itu leukositosis
lebih tinggi daripada KET dan tes kehamilan menunjukkan hasil negative.
g. Tumor/kista ovarium
Gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan pendarahan
pevaginam biasanya tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar
dan lebih bulat disbanding kehamilan ektopik terganggu.

2.11 PROGNOSIS
Angka kematian ibu yang disebabkan oleh KET turun sejalan dengan
ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. KET yang berlokasi
dituba pada umumnya bersifat bilateral. Sebagian ibu menjadi steril (tidak dapat
mempunyai keturunan) setelah mengalami keadaan tersebut diatas, namun dapat juga
mengalami KET lagi pada tuba yang lain. Ibu yang pernah mengalami KET,
mempunyai risiko 10% untuk terjadinya KET berulang. Ibu yang sudah mengalami
KET sebanyak dua kali terdapat kemungkinan 50% mengalami KET berulang.
Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi firtilitas wanita.

Dalam kasus-kasus KET terdapat 50-60% kemungkinan wanita steril. Dari sebanyak itu

yang menjadi hamil kurang lebih 10% mengalami kehamilan ektopik berulang.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Biodata
Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi : Nama, umur, agama, suku

bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, lamanya perkawinan dan alamat.

2. Keluhan utama
Adanya nyeri pada perut kanan atau kiri bawah, nyeri tekan dan nyeri
lepas dinding abdomen.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Anamnesis dan gejala klinis, riwayat terlambat haid, gejala dan tanda
kehamilan muda, dapat ada atau tidak ada pendarahan per vaginaan,
ada nyeri perut kanan/kiri bawah. Berat atau ringannya nyeri tergantung
pada banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum.
b. Riwayat masa lalu
1. Riwayat pembedahan
Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan,

kapan, oleh siapa dan dimana tindakan tersebut berlangsung.

2. Riwayat penyakit yang pernah dialami


Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya
DM, jantung, hipertensi, maslah ginekologi/urinary, penyakit
endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat
diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular
yang terdapat dalam keluarga.

4. Riwayat kesehatan reproduksi

a. Riwayat menstruasi
Kaji tentang menarche, siklus menstruasi, lamanya, kebanyakannya,
sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan
menopause terjadi, gejala serta keluhan yang menyertainya.
b. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan
hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
c. Riwayat seksual
Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang
pernah digunakan serta keluhan yang menyertainya.

5. Riwayat pemakaian Obat


Kaji riwayat pemakaian obat-obatan kontrasepsi oral, obat digitalis
dan jenis obat lainnya.
6. Pola kebiasaan sehari-hari menurut vagina Henderson
a. Respirasi
Frekuensi pernafasan meningkat
b. Nutrisi
Kebiasaan klien mengalami gangguan dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi karena tidak ada nafsu makan, masukan protein kalori kurang.
c. Eliminasi
Biasanya klien tidak mengalami gangguan dalam BAK, kadang
pada saat BAK disertai pengeluaran darah pervaginaan.
d. Gerak dan keseimbangan tubuh
Pada klien dengan kehamilan ektopik terganggu gerak/aktivitasnya terganggu

karena kebiasaan sehari-hari tidak dapat dilakukan/tidak terpenuhi dengan baik

e. Istirahat/tidur
Klien biasanya mengalami kesulitan dalam istirahat dan tidurnya
karena nyeri pada abdomen kanan atau kiri bawah yang dirasakan
f. Kebutuhan personal hygiene
Kebersihan diri merupakan pemeliharaan kesehatan untuk diri sendiri dan

dilakukan 2x sehari. Biasanya kebutuhan personal hygiene tidak ada gangguan

g. Aktivitas
Pada klien KET biasanya terganggu karena kebiasaan sehari-hari
tidak dapat dilakukan/tidak dapat terpenuhi dengan baik.
h. Kebutuhan berpakaian
Klien dengan KET tidak mengalami gangguan dalam memenuhi
kebutuhan berpakaian tersebut
i. Mempertahankan temperature tubuh dan sirkulasi
Klien dengan KET biasanya mengalami gangguan dalam hal
temperature tubuh berupa penurunan suhu tubuh dan sirkulasi
berupa penurunan tekanan darah/hipotensu.
j. Kebutuhan keamanan
Kebutuhan keamanan ini perlu ditanyakan apakah klien tetap
merasa keamanan dan terlindungi oleh keluarganya. Klien mampu
menghindari bahaya dari lingkungan.
k. Sosialisasi
Bagaimana klien mampu berkomunikasi dengan orang lain dalam
mengekspresikan emosi, kebutuhan, kekhawatiran dan opini.
l. Kebutuhan spiritual
Pada kebutuhan spiritual ini, tanyakan apakah klien tetap menjalankan
ajaran agamanya ataukah terhambat karena keadaan yang sedang dialami.

m. Kebutuhan bermain dan rekreasi


Klien dengan KET biasanya tidak dapat memenuhi kebutuhan
bermain dan rekreasi karena dalam kondisi yang lemah
n. Kebutuhan belajar
Bagaimana klien berusaha belajar, menemukan atau memuaskan
rasa ingin tahu yang mengarah pada perkembangan yang normal,
kesehatan dan penggunaan fasilitas kesehatan yang tersedia.

7. Pemeriksaan fisik
Dalam melakukan pemeriksaan fisik, metode yang digunakan adalah pemeriksaan

Head To Toe. Pemeriksaan fisik secara head to toe pada klien dengan KET meliputi

:
a. Keadaan umum
Klien dengan KET biasanya keadaan umumnya lemah
b. Tanda-tanda vital
1. Tekanan Darah : menurun <100/60 mmHg.
2. Nadi : meningkat tapi lemah
3. Suhu : menurun
4. Respirasi : meningkat >20x/menit
c. Kepala :
1. Inspeksi : bersih atau tidaknya, ada atau tidak lesi
2. Palpasi : ada atau tidaknya nyeri tekan, krepitasi, masa.
d. Wajah
Inspeksi : tampak pucat, ada atau tidaknya oedema
e. Mata
Inspeksi : konjungtiva tampak pucat (karena adanya pendarahan)
f. Hidung
Inspeksi : simetris atau tida, ada tidaknya polip.
g. Telinga
Inspeksi : ada tidaknya peradangan dan lesi.
h. Mulut
Inspeksi : periksa apakah bibir pucat atau kering, kelengkapan
gigi, ada tidaknya karies gigi.
i. Leher
1) Inspeksi : ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
2) Palpasi : ada tidaknya pembesaran kelejar tiroid dan limfe
j. Payudara
1) Inspeksi : ukuran payudara, simetrisitas, dan penampilan kulit inspeksi

puting terhadap ukuran, bentuk, ada tidaknya ulkus dan kemerahan.

2) Palpasi : palpasi payudara untuk mengetahui konsistensi


dan nyeri terkan.
k. Thorax
1) Inspeksi : pergerakan dinding dada, frekuensi, irama, kedalaman dan

penggunaan otot Bantu pernafasan, ada tidak nya retraksi dinding dada.

2) Palpasi : ada tidaknya nyeri tekan dan krepitasi vokal premitus.


3) Perkusi : kenormalan organ intra thorax.
4) Auskultasi : ada tidaknya suara nafas tambahan
l. Abdomen
1) Inspeksi : pembesaran perut di salah satu sisi dimana
lokasi KET, perdrahan pervaginam.
2) Auskultasi : bising usus normal.
3) Palpasi : pembesaran abdomen ke salah satu sisi dimana lokasi KET.
4) Perkusi : suara normal timfani, untuk mengetahui suara
normalnya bila masih ada sisa hasil konsepsi yang belum
dikeluarkan maka suara akan berubah menjadi lebih pekak.
m. Genetalia
1) Inspeksi : perdarahan pervaginam, kondisi vulva lembab.
2) Pemeriksaan dalam : serviks teraba lunak, nyeri tekan,
nyeri pada uteris kanan dan kiri.

n. Ekstermitas Atas
1) Inspeksi : ada tidaknya infus yang terpasang.
2) Palpasi : CRT (Capilary Refile Time) memanjang bila perdarahan.
o. Ekstermitas Bawah
1) Inspeksi : ada tidaknya deformitas.
2) Palpasi : akral (perdarahan biasanya disertai dengan akral dingin).

p. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B-hCG (+).
Haemoglobin menurun setelah 24 jam dan jumlah sel darah
merah dapat meningkat.
2) USG :
a) Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri.
b) Adanya kantung kehamilan diluar kavum uteri.
c) Adanya massa komplek di rongga panggul.
3) Kuldosentesis :
Suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam
kavum douglas ada darah.

CA OVARIUM

A. DEFINISI CA OVARIUM
Kanker merupakan pertumbuhan sel yang tidak terkontrol, mempunyai kemampuan
untuk menginvasi dan bermetastasi. Kanker ovarium terjadi ketika sel – sel pada
ovarium berubah dan tumbuh tidak terkendali. Banyak jenis tumor yang bisa berawal
di ovarium. Ada tumor yang menyebabkan kanker dan ada pula yang tidak. Beberapa
jenis tumor juga bisa keluar dari ovarium dan menyebar ke bagian tubuh lainnya.
Wanita mempunyai peluang lebih tinggi menderita kanker ovarium jika berusia 40 tahun
ke atas, sulit hamil, belum pernah hamil atau melahirkan. Wanita juga mempunyai peluang
lebih tinggi menderita kanker ovarium jika mengidap kanker payudara atau kanker usus
besar, mempunyai anggota keluarga yang mengidap kanker payudara atau ovarium,
menggunakan hormon estrogen tanpa progesteron setelah masa menopause selama lebih
dari 5 tahun, mempunyai latar belakang Yahudi Eropa Timur. Tumor ovarium memiliki
entitas patologik yang sangat beragam. Keberagaman ini disebabkan oleh adanya tiga
jenis sel yang membentuk ovarium normal yaitu : epitel penutup (Coelomic) permukaan
yang multipoten, sel germinativum yang totipoten dan sel stroma multipoten. Setiap jenis
sel ini menimbulkan beragam tumor pada ovarium.
Kanker indung telur atau kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur)

yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 – 70 tahun. Kanker ovarium bisa

menyebar ke bagian lain, panggul, dan perit melalui kelenjar getah bening dan melalui sistem

pembuluh darah dapat menyebar ke hati dan paru – paru. Kanker ovarium sangat sulit

didiagnosa dan kemungkinan kanker ovarium ini merupakan awal dari banyak kanker primer.

Kanker ovarium berasal dari sel – sel yang menyusun, yaitu sel ephithelial, sel germinal, dan sel

stromal. Sel kanker dalam ovarium juga dapat berasal dari metastesis organ lainnya terutama sel

kanker payudara dan kanker kolon tapi tidak dapat dikatakan sebagai kanker ovarium.

B. PENYEBAB CA OVARIUM
Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi, banyak teori yang

menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium. Adapun penyebab dari kanker ovarium, yaitu :

1. Hipotesis Incessant Ovulation


Teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada sel – sel epitel ovarium untuk
penyembuhan luka pada saat terjadi ovulasi. Psoses penyembuhan sel – sel epitel
yang terganggu dapat menimbulkan proses transformasi menjadi sel – sel tumor.
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup atau jumlah anak uyang dimiliki oleh
seorang wanita. Dalam parotas terjadi pelepasan ovum dari ovarium sehingga
menyebabkan produksi estrogen untuk poliferasi epitel ovarium. Walaupun ada
beberapa hipotesis yang menghubungkan antara paritas dengan kanker ovarium
namun etiologi pasritas dengan kanker ovarium belum begitu jelas. Beberapa
hipotesis mengungkapkan bahwa tingginya paritas justru menjadi faktor protektif
terhadap kanker ovarium, salah satunya adalah hipotesis incessant ovulation yang
menyebabkan bahwa pada saat terjadinya ovulasi akan terjadi kerusakan pada epitel
ovarium. Untuk proses perbaikan kerusakan ini diperlukan waktu tertentu.
Apabila kerusakan epitel ini terjadi berkali – kali terutama jika sebelum penyembuhan

sempurna tercapai, atau dengan kata lain masa istirahat sel tidak adekuat, maka proses

perbaikan tersebut akan mengalami gangguan sehingga dapat menjadi transformasi

menjadio sel – sel neoplastik. Hal ini dapat menjelaskan bahwa wanita yang memiliki

paritas = 2 kali akan menurunkan risiko terkena kanker ovarium. Dalam sebuah penelitian

menunjukkan bahwa hasil bivariat dengan menghunakan uji Odds Ratio (OR) diperoleh

nilai OR = 1,533 dengan nilai Lower Limit (LL) = 0,797 dan Upper Limit (UL) = 2,948, oleh

karena nilai LL dan UL mencakup nilai l maka nilai 1,533 dianggap tidak bermakna.

Sehingga paritas bukan merupakan faktor risiko kanker ovarium.

2. Hipotesis Gonadotropin
Teori ini didasarkan pada pengetahuan hasil percobaan binatang pada data
epidemiologi. Hormon hipofisa diperlukan untuk perkembangan tumor ovarium pada
beberapa percobaan pada binatang rodentia. Pada percobaan ini ditemukan bahwa
jika kadar hormon estrogen rendah di sirkulasi perifer, kadar hormon gonadotropin
akan mengikat. Peningkatan kadar hormon gonadotropin ini ternyata berhubungan
dengan makin bertambah besarnya tumor ovarium pada binatang tersebut.

3. Hipotesis Androgen
Androgen mempunyai peranan penting dalam terbentuknya kanker ovarium. Hal ini

didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium mengandung reseptor androgen.
Dalam percobaan in – vitro. Androgen dapat menstimulasi pertumbuhan
epitel ovarium normal dan sel – sel kanker ovarium.

4. Hipotesis Progesteron
Berbeda dengan efek peningkatan resiko kanker ovarium oleh androgen,
progesteron ternyata memiliki peranan protektif terhadap terjadinya kanker ovarium.
Epitel normal ovarium mengandung reseptor progesteron. Percobaan pada kera
macaque, progesteron menginduksi terjadinya apoptosis sel epitel ovarium,
sedangkan esterogen menghambatnya. Pemberian pil yang mengandung esterogen
saja pada wanita pasca menopause akan meningkatkan terjadinya resiko kanker
ovarium, sedangkan pemberian kombinasi dengan progesteron akan menurunkan
resikonya. Kehamilan, dimana kadar progesteron tinggi, menurunkan kanker ovarium.
Pil kontrasepsi kombinasi menurunkan resiko terjadinya kanker ovarium. Demikian
juga yang hanya mengandung progesteron yang menekan ovulasi juga menurunkan
resiko kanker ovarium. Akan tetapi, pemakaian depo medroksiprogesteron asetat
ternyata tidak menurunkan resiko terjadinya kanker ovarium.

Penyebab pasti kanker ovarium tidak diketahui namun multifaktorial. Risiko


berkembangnya kanker ovarium berkaitan dengan lingkungan, endokrin dan
faktor genetik (Price, 2005;1297).
1. Faktor lingkungan
Kebiasaan makan, kopi dan merokok, adanya asbestos dalam
lingkungan, dan penggunaan bedak talek pada daerah vagina, semua itu
dianggap mungkinmenyebabkan kanker.

2. Faktor endokrin
Faktor risiko endokrin untuk kanker ovarium adalah perempuan yang nulipara,

menarche dini, menopause yang lambat, kehamilan pertama yang lambat, dan tidak pernah

menyusui. Penggunaan kontrasepsi oral tidak meningkatkan resiko danmungkin dapat

mencegah. Terapi pengganti estrogen (ERT) pascamenopause untuk 10 tahun atau lebih

berkaitan dengan peningkatan kematian akibat kanker ovarium.


3. Faktor genetik
Kanker ovarium herediter yang dominan autosomal dengan variasi penetrasi telah

ditunjukkan dalam keluarga yang terdapat penderita kanker ovarium. bila terdapat dua

atau lebih hubungan tingkat pertama yang menderita kanker ovarium, seorang

perempuan memiliki 50% kesempatan untuk menderita kanker ovarium.

Adapun faktor resiko yang dapat menyebabkan penyakit kanker ovarium


antara lain diuraikan sebagai berikut :
1. Diet tinggi lemak dan obesitas
Obesitas menyebabkan kadar estrogen dalam tubuh juga meningkat
serta beberapa zat lemak dapat menghasilkan estrogen yang pada
umumnya berbentuk estrion, maupun estradiol. Mekanisme perubahan dari
zat lemak (kolesterol) dapat dijelaskan melalui biosintesis hormon dimana
semua hormon steroid termasuk estrogen berasal dari kolesterol.

2. Penggunaan bedak talk perineal


Penggunaan bedak pada area genital termasuk lipatan paha telah lama berlangsung lama,

baik dinegara maju maupun negara berkembang namun penelitian mengenai bedak sebagai

penyebab kanker baru dimulai pada tahun 1980-an sehingga badan registrasi kanker dunia

telah menjadikan beberapa jenis bedak sebagai zat karsinogenik bila digunakan dibeberapa

daerah tertentu ditubuh termasuk di area genital maupun lipatan paha.Sifat karsinogenetik ini

disebabkan karena komposisi bedak yaitu magnesium trisilikat yang bersifat basa dapat

melakukan ikatan dengan DNA sel, proses ini biasa disebut sebagai insersi atau

penyusupansuatu basa nitrogen kedalam molekul dna. Adapun proses masuknya molekul ini

kedalam ovarium belum dapat dipastikan secara kimiawi namun beberapa penelitian

menyebutkan bahwa molekul bedak mampu bermigrasi ke ovarium melalui saluran kelamin

melalui transpor pasif seldan beberapa jaringan sel ovarium yang telah menjadi tumor ringan

maupun ganas terdapat serat molekul bedak, sehingga beberapa penelitian menghubungkan

bedak dengan risiko kanker ovarium.


3. Riwayat keluarga dengan kanker payudara atau ovarium
Adanya riwayat keluarga yang pernah menderita kanker ovarium atau kanker payudara

merupakan salah satu penyebab terjadinya kanker ovarium pada seorang wanita. Dimana

terdapat peningkatan risiko keganasan pada wanita yang keluarganya menderita kanker

ovarium. Pengaruh riwayat keluarga secara teori dan beberapa penelitian telah

membuktikan bahwa riwayat keluarga merupakan determinan dari kanker ovarium.

Beberapa studi genetik mengungkapkan bahwa adanya riwayat keluarga yang menderita

kanker ovarium atau kanker payudara telah menyebabkan terjadinya mutasi pada

genBRCA 1 dan BRCA 2. Gen BRCA 1 dan BRCA 2 merupakan gen yang memiliki fungsi

untuk mendeteksi terjadinya kerusakan dalam untai ganda DNA sel, mekanisme kerjanya

adalah berikatan dengan protein RAD51 selama perbaikan untai ganda DNA dimana gen ini

mengadakan perbaikan didalam inti sel dengan mekanisme rekombinasi homolog yang

berdasarkan dari sel sebelumnya, rekombinasi ini menyesuaikan dengan kromosom dari

sel induk, sehingga kerusakan pada gen ini menyebabkan tidak terdeteksinya kerusakan

gen didalam sel dan sel yang mengalami mutasi tidak dapat diperbaiki sehingga tumbuh

sel yang bersifat ganas yang berpoliferasi menjadi jaringan kanker.

4. Riwayat kanker payudara, kolon, atau endometrium.


5. Merokok.
6. Alkohol.
7. Infertilitas.
8. Menstruasi dini.
9. Tidak pernah melahirkan.

C. TANDA DAN GEJALA CA OVARIUM


Adapun tanda dan gejala yang ditimbulkan pada pasien dengan kanker
ovarium adalah sebagai berikut :
1. Haid tidak teratur.
2. Darah menstruasi yang banyak (menoragia) dengan nyeri tekan pada payudara.
3. Menopause dini.
4. Dispepsia.
5. Tekanan pada pelvis.
6. Sering berkemih dan dirusia.
7. Perubahan fungsi gastrointestinal, seperti rasa penuh, mual, tidak enak
pada perut, cepat kenyang dan konstipasi.
8. Pada beberapa perempuan dapat terjadi perdarahan abnormal vagina sekunder akibat

hyperplasia endometrium bila tumor menghasilkan estrogen.


Sebelum melakukan diagnosis terhadap penyakit kanker ovarium, perlu diketahui
lebih awal tentang gejala – gejala terhadap penyakit kanker ovarium, antara lain :
1. Stadium awal
a. Gangguan haid.
b. Konstipasi (pembesaran tumor ovarium menekan rectum).
c. Sering berkemih (tumor menekan vesika urinaria).
d. Nyeri spontan panggul (pembesaran ovarium).
e. Nyeri saat bersenggama (penekanan/peradangan daerah panggul).
f. Melepaskan hormon yang menyebabkan pertumbuhan berlebihan pada
lapisan rahim, pembesaran payudara atau peningkatan pertumbuhan rambut).
2. Stadium lanjut
a. Asites.
b. penyebaran ke omentum (lemak perut).
c. Perut membuncit.
d. Kembung dan mual.
e. Gangguan nafsu makan.
f. Gangguan BAB dan BAK.
g. Sesak nafas.
h. Dyspepsia
Sebagian besar kanker ovarium bermula dari suatu kista. Oleh karena itu, apabila
pada seorang wanita ditemukan suatu kista ovarium harus dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut untuk menentukan apakah kista tersebut bersifat jinak atau gansa (kanker
ovarium). Ciri – ciri kista yang bersifat ganas yaitu pada keadaan :
1. Kista cepat membesar
2. Kista pada usia remaja atau pasca menopause.
3. Kista dengan dinding yang tebal dan tidak berurutan.
4. Kista dengan bagian padat.
5. Tumor pada ovarium.

D. STADIUM CA OVARIUM
Stadium kanker ovarium primer menurut FIGO (Federation International of
Ginecologies and Obstricians) 1987 adalah :
1. Stadium I
Pada stadium I, pertumbuhan sel kanker terbatas pada ovarium.
a. Stadium 1A
Pertumbuhan terbatas pada suatu ovarium, tidak ada asietas yang berisi
sel ganas, tidak ada pertumbuhan di permukaan luar, kapsul utuh.
b. Stadium 1B
Pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak asietas berisi sek
ganas, tidak ada tumor di permukaan luar, kapsul intak.
c. Stadium 1C
Rumor dengan stadium 1A dan 1B, tetapi ada tumor di permukaan luar
atau kedua ovarium atau kapsul pecah atau dengan asietas berisi sel
ganas atau dengan bilasan peritoneum positif.

2. Stadium II
Pertumbuhan pada satu atau dua ovarium dengan perluasan ke panggul.
a. Stadium 2A
Perluasan atau metastesis ke uterus dan atau tuba.
b. Stadium 2B
Perluasan jaringan pelvis jaringan.
c. Stadium 2C
Tumor stadium 2A dan 2B, tetapi pada tumor dengan permuakaan satu
atau kedua varium, kapsul pecah atau dengan asitas yang mengandung
sel ganas dengan bilasan peritoneum positif.

3. Stadium III
Tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant di peritoneum di
luar pelvis dan atau ratroperitonial positif. Tumor terbatas pada pelvis kecil
tetapi sel histologi terbukti meluas ke usus besar atau omentum.
a. Stadium 3A
Tumor terbatas di pelvis kecil dengan kelenjar getah bening negative
tetapi secara histologi dari konfirmasi secara mikroskopis terdapat
adanya pertumbuhan (seeding) di permukaan peritoneum abdominal.

b. Stadium 3B
Tumor mengenai satu atau kedua ovaium dengan implant di permukaan
peritoneum dan terbukti secara mikroskopis, diameter melebihi 2 cm,
dan kelenjar getah bening negatif.
c. Stadium 3C
Implant di abdomen dengan diameter >2 cm dan atay kelenjar getah
bening retroperitoneal atau inguinal positif.

4. Stadium IV
Pertumbuhan dengan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis
jauh. Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dalam stadium 4, begitu
juga metastasis dipermukaan liver. Derajat keganasan kanker ovarium :
a. Derajat 1 : diferensiasi baik.
b. Derajat 2 : diferensiasi sedang.
c. Derajat 3 : diferensiasi buruk.
Dengan derajat diferensiasi semakin rendah, pertumbuhan dna prognosis akan lebih baik.

E. TES DIAGNOSTIK CA OVARIUM


1. Tes darah CA125, dimana CA 125 merupakan protein yang terdapat pada permukaan sel

kanker ovarium dan beberapa jaringan sehat. CA 125 juga dikenal sebagai tumor marker

terhadap sel kanker ovarium. Kandungan CA-125 meningkat sekitar 80% pada pasien yang

terkena kanker ovarium epitheal. Akan tetapi metode ini tidak terlalu akurat untuk
mendiagnosa kanker ovarium karena protein CA-125 juga dapat meningkat dalam
kondisi non – kanker, seperti saat terjadi endometriosis dan radang usus buntu.
2. Pemeriksaan Pelvik, yaitu pemeriksaan permukaan vulva, uterus serta
ovarium untuk mencari perubahan abnormal.
3. USG dengan Doppler untuk menentukan arus darah, dengan USG dapat memastikan letak

benjolan pelvis, ukuran, dan sifat, kistik atau substansial. Pemeriksaan USG dengan cara

pemeriksaan transvaginal ultrasound, yaitu memasukkan alat ultrasound kedalam vagina.

Pemeriksaan juga dapat dilakukan melalui pemeriksaan ultrasound eksternal dimana alat

ultrasound diletakkan diatas perut. Gambar yang dihasilkan kemudian akan menunjukkan

ukuran serta tekstur dari ovarium, sekaligus kista yang mungkin ada.

4. Jika diperlukan, pemeriksaan CT-Scan/MRI, yaitu dengan pemindaian


visual pada bagian perut, dada dan pelvik ini dapat membantu untuk
mendeteksi tanda – tanda terjadinya kanker pada bagian tubuh yang lain.
5. Pemeriksaan X-ray, dapat mengetahui letak dan sifat benjoilan pelvis, menentukan
stadium tumor, membantu pemeriksaan kekambuhan pasca operasi.
6. Biopsi, dengan laparaskopi mengambil jaringan ovarium untuk diperiksa
dibawah mikroskop. Biopsi adalah satu – satunya cara memastikan diagnosa
kanker ovarium. Diagnosis dini kanker ovarium sangat sulit, gabungan dari
berbagai cara diagnosis membantu mendiagnosis dini kanker ovarium.
7. Pemeriksaan tumor marker Ca-125 dan Ca-724, beta-HCG dan alfafetoprotein.

F. KOMPLIKASI CA OVARIUM
1. Perdarahan pada kista
Perdarahan biassanya sedikit, kalau tidak sekonyong – konyong dalam
jumlah banyak akan terjadi distensi dan menimbulkan nyeri perut.

2. Torsi
Torsi atau putaran tungkai menyebabkan tarikan melalui ligamentum
infundibulo pelvikum terhadap peritonium parietal dan menimbulkan rasa sakit.

3. Infeksi pada tumor


Infeksi pada tumor dapat terjadi bila didekat tumor ada tumor kuman
patogen seperti appendicitis, divertikalitis, atau salpingitis akut.

4. Robekan dinding kista


Robekan pada kista disertai hemoragi yang timbul secara akut, maka perdarahan
dapat sampai ke rongga peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri terus menerus.

5. Perubahan keganasan
Dapat terjadi pada beberapa kista jinak, sehingga setelah tumor diangkat perlu
dilakukan pemeriksaan mikroskopis yang seksama terhadap kemungkinan perubahan
keganasan. Tumor ganas merupakan kumpulan tumor dan histiogenesis yang
beraneka ragam, dapat berasal dari ketiga (3) dermoblast (ektodermal, endodermal,
mesodermal) dengan sifat histiologis maupun biologis yang beraneka ragam, kira –
kira 60% terdapat pada usia perimenopause 30% dalam masa reproduksi dan 10% usia
jauh lebih muda. Tumor ovarium yang ganas, menyebar secara limfogen ke kelenjar
para aorta, medistinal dan supraclavilular. Untuk selanjutnya menyebar ke alat – alat
yang jauh terutama paru – paru, hati dan otak, obstruksi usus dan ureter merupakan
masalah yang sering menyertai penderita tumor ganas ovarium.

G. MASALAH KEPERAWATAN CA OVARIUM


1. Nyeri kronis berubungan dengan nekrosis jaringan pada ovarium akibat
penyakit kanker ovarium.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan perubahan fungsi gastrointestinal.
3. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penekanan pada vesika urinaria.
4. Gangguan eliominasi BAB : konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic.

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi


mengenai penyakit (kanker ovarium).
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
7. Risiko perdarahan berhubungan dengan hyperplasia endometrium.
8. Risiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (metastase sel kanker
ke bagian tubuh yang lain).

H. RENCANA TINDAKAN CA OVARIUM


No.
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx
1 Setelah diberikan tindakan Lakukan pengkajian nyeri Membantu membedakan
keperawatan selama (…x24) jam secara komprehensif, catat penyebab nyeri dan
diharapkan nyeri pasien berkurang keluhan, lokasi nyeri, memberikan informasi
atau terkontrol dengan Kriteria frekuensi, durasi, dan tentabng kemajuan atau
hasil : intensitas (skala 1-10) dan perbaikan penyakit,
a. Pasien mengatakan skala nyeri tindakan penghilangan nyeri terjadinya komplikasi dan
yang dialaminya menurun. yang dilakukan. keefektifan intervensi.
b. Pasien melaporkan nyeri yang
sudahh terkontrol maksumal Pantau tanda – tanda vital. Peningkatan nyeri akan
dengan pengaruh atau efek mempengaruhi perubahan
samping minimal. pada tanda – tanda vital.
c. TTV pasien dalam batas Dorong penggunaan Memungkinkan pasien
normal, meliputi : keterampilan manajemen untuk berpartisipasi secara
Nadi normal (60-100 nyeri seperti teknik relaksasi aktif untuk mengontrol rasa
x/menit). dan teknik distraksi, nyeri yang dialami, serta
Pernapasan normal (12-20 misalnya dengan dapat meningkatkan
x/menit). mendengarkan musik, koping pasien.
TD normal (110-130/70- membaca buku, dan
90 mmHg). sentuhan terapeutik.
o o
Suhu (36 -27,5 C) Berikan posisi yang nyaman Memberikan rasa nyaman
d. Ekspresi wajah pasien tidak sesuai kebutuhan pasien. pada pasien, meningkatkan
meringis. relaksasi, dan membantu
pasien untuk memfokuskan
kembali perhatiannya.
e. Pasien tampak tenang (tidak Dorong pengungkapan Dapat mengurangi ansietas
gelisah). perasaan pasien. dan rasa takut, sehingga
f. Psien dapat melakukan teknik mengurangi persepsi
relaksasi dan distraksi dengan pasien akan intensitas rasa
tepat sesuai indikasi sakit.
mengontrol nyeri Evaluasi upaya Tujuan yang dicapai
penghilangan nyeri atau melalui upaya kontrol
kontrol pada pasien. adalah kontro nyeri yang
maksimum dengan
pengaruh atau efek
samping yang minimum
pada pasien.
Tingkatkan tirah baring, Menurunkan gerakan yang
bantulah kebutuhan dapat meningkatkan nyeri.
perawatan diri yang penting.
Kolaborasi pemberian Nyeri adalah komplikasi
analgetik sesuai indikasi tersering dari kanker,
meskipun respon
individual terhadap nyeri
berbeda – beda. Pemberian
analgetik dapat
mengurangi nyeri yang
dialami psien.
Kolaborasi untuk Rencana manajemen nyeri
pengembangan renvana yangterorganisasi dapat
manajemen nyeri dengan mengembangkan
pasien, keluarga, dan tim kesempatan pada pasien
kesehatan yang terlibat. untuk mengontrol nyeri
yang dialami. Terutama
dengan nyeri kronis, pasien
dan orang terdekat harus
aktif menjadi partisipan
dalam manajemen nyeri
dirumah.
Kolaborasi untuk Mungkin diperlukan untuk
pelaksanaan prosdur mengontrol nyeri berat
tambahan misalnya (kronis) yang tidak
pemblokan pada saraf berespon pada tindakan
lain.

2 Setelah diberikan tindakan Pantau intake makanan Mengidentifikasi kekuatan


keperawatan selama (…x24) jam setiap hari, simpan buku atau defisiensi nutrisi.
diharapkan klien dapat harian tentang makanan
mendemonstrasikan berat badan sesuai indikasi.
stabil dengan kriteria hasil : Identifikasi klien yang Mual muntah psikogenik
a. Berat badan pasien stabil. mengalami mual atau terjadi sebelum kemoterapi
b. Pasien bebas dari tanda – tanda muntah yang diantisipasi mulai.
malnutrisi. Ukur tinggi badan (TB), Membantu dalam
c. Pengungkapan pemahaman berat badan (BB), dan identifikasi malnutrisi
pengaruh individual pada ketebalan lipatan kulit protein-kalori, khususnya
masukan adekuat. triseps atau dengan bila BB dan pengukuran
d. Berpartisipasi dalam intervensi antropometrik lainnya. antropometrik kurang dari
spesifik untuk merangsang Pastikan jumlah penurunan normal.
nafsu makan. BB saat ini.
e. TTV pasien dalam batas Dorong klien untuk makan Kebutuhan metabolic
normal, meliputi : dengan diet tinggi kalori jaringan ditingkatkan.
Nadi normal (60-100 kaya nutrient, dengan intake
x/menit). cairan yang adekuat. Dorong
Pernapasan normal (12-20 penggunaan suplemen dan
x/menit). makan sedikit tapi sering.
Ciptakan suasana makan Membantu waktu makan
malam yang menyenangkan, lebih menyenangkan, yang
TD normal (110- dorong pasien untuk berbagi dapat meningkatkan
130/70-90 mmHg). makan dengan keluarga atau masukan.
o
Suhu (36 -27,5 C)
o teman.
Rujuk pada ahli tim Memberikan rencana kdiet
pendukung nutrisi. khusus untuk memenuhi
kebutuhan individu dan
menurunkan masalah
berkenaan dengan
malnutrisi protein atau
kalori dan defensiensi
mikronutrien.

3 Setelah diberikan tindakan Catat keluaran urine, selidiki Penurunan aliran urine
keperawatan selama (…x24) jam penurunan atau penghentian tiba-tiba dapat
diharapkan pola eliminasi urine aliran urine tiba-tiba. mengidikasikan adanya
pasien kembali normal (adekuat) obstruksi atau disfungsi
dengan kriteria hasil : pada traktus urinarius.
Tidak terjadi hematuria. Kaji pola berkemih Identifikasi kerusakan
Tidak terkjadi inkontinensia urine. (frekuensi dan jumlahnya). fungsi vesika urinaria
Tidak terjadi disuria. Bandingkan haluaran urine akibat metastase sel-sel
Jumlah output urine dalam batas danmasukan cairan serta kanker pada bagian
normal (kuang lebih 0,5 – 1 cc catat berat jenis urine. tersebut.
/kgBB / jam) Observasi dan catat warna Penyebaran kanker pada
urine. Perhatikan ada traktus urinarius (salah
tidaknya hematuria satunya di vesika urinaria)
dapat menyebabkan
jaringan di vesika urinaria
mengalami nekrosis
sehingga urine yang keluar
berwarna merah karena
bercampur dengan darah.
Observasi adanya bau yang Identifikasi tanda-tanda
tidak enak pada urine (bau infeksi pada jaringan
abnormal). traktus urinarius.
Dorong peningkatan cairan Mempertahankan hidrasi
dan pertahankan pemasukan dan aliran urine baik.
akurat.
Awasi tanda vital. Kaji nadi Indikator keseimbangan
perifer, turgor kulit, cairan dan menunjukkan
pengisian kapiler, dan tingkat hidrasi.
mukosa membran.
Kolaborasi : Pemeriksaan diagnostik
Siapkan untuk tes dan penunjang misalnya
diagnostik, prosedur pemeriksaan retrograd
penunjang sesuai indikasi. dapat digunakan untuk
mengevaluasi tingkat
infiltrasi kanker pada
traktus urinarius sehingga
dapat menjadi dasar untuk
intervensi selanjutnya.
Kolaborasi : Kadar BUN dan kreatinin
Pantau nilai BUN dan yang abnormal dapat
kreatinin. menjadi indikator
kegagalan fungsi ginjal
sebagai akibat komplikasi
metastase sel-sel kanker
pada traktus urinarius
hingga ke organ ginjal.

4 Setelah diberiukan tindakan Kaji dan dokumentasikan Mengetahui sejauh mana


keperawatan selama (…x24) jam frekuensi, warna dan dampak dari konstipasi itu
konsistensi feses, keluarnya sendiri terhadap pasien.
diharapkamn konstipasi pasien flatus, adanya impaksi, ada
menurun dengan kriteria hasil : tidaknya bising usus dan
a. Pola eliminasi dalam rentang distensi abdomen pada ke
yang diharapkan. empat kuadran abdomen
b. Feses lunak dan berbentuk. Identifikasi faktor yang Dapat mempermudah
c. Mengeluarkan feses tanpa dapat menyebabkan pengobatan dan
bantuan. konstipasi. penatalaksanaan yang
tepat.
Berikan privasi dan Dapat meningkatkan rasa
keamanan untuk pasien nyaman untuk pasien.
selama eliminasi defekasi.
Anjurkan pasien untuk Mengurangi rasa nyeri
meminta obat nyeri. pada pasien.
Lakukan penyuluhan untuk Memberikan gambaran
pasien dan keluarga. kepada pasien dan keluarga
mengenai konstipasi dan
apa yang tidak boleh
dilakukan.
Kolaborasi dengan ahli gizi Mengurangi konstipasi
untuk meningkatkan serat an berkelanjutan melalui
cairan dalam diet. makanan yang dicerna.

5 Setelah dilakukan tindakan Kaji pengetahuan pasien Mengetahui seberapa


keperawatan selama (…x24) jam tentang penyakit yang tingkat pengetahuan pasien
diharapkan pengetahuan pasien dialaminya. tentang penyakitnya.
bertambah dengan kriteria hasil : Berikan penkes pada pasien Meningkatkan
Pasien mengerti tentang penyakit tentang penyakit yang pengetahuan pasien
yang dialaminya. dialaminya. tentang penyakitnya
Pasien dapat berpartisipasi selama sehingga pasien kooperatif
proses perawatan dan pengobatan. dalam setiap tindakan yang
diberikan.
Berikan dukungan pada Meningkatkan semangat
pasien. pasien sehingga pasien
tidak takut dengan
penyakitnya.
Libatkan keluarga dalam Membangkitkan semangat
setiap tindakan yang akan pasien sehinggankeluarga
dilakukan pada pasien. dan pasien bisa saling
mensupport.

6 Setelah dilakukan tindakan Kaji tingkat ansietas. Mengetahui tingkat


keperawtan selama (…x24) jam ansietas pasien untuk
diharapkan kecemasan pasien menentukan intervensi
berkurang dengan kriteria hasil: yang tepat.
a. Pasien tampak lebih rileks. Gali penyebab ansietas Membantu pasien
b. Pasien mampu menunjukkan pasien. mengurangi ansietas.
mekanisme koping yang Libatkan keluarga dalam Membangkitkan semangat
efektif. setiap tindakan yang akan pasien sehingga keluarga
dilakukan pada pasien. dan pasien bisa saling
mensupport.
Gali intervensi yang Menurunkan ansietas
menurunkan ansietas pasien.
(musik, latihan relaksasi).

7 Setelah dilakukan tindakan Kaji tanda – tanda vital. Mengetahui adanya tanda –
keperawatan selama (…x24) jam tanda syok.
diharapkan pasien tidak Monitor tanda – tanda Mengetahui adanya
mengalami perdarahan dengan perdarahan. perdarahan sehingga lebuih
kriteria hasil : dini dapat dicegah.
a. TTV pasien dalam batas Anjurkan pasien untuk tirah Menghindari adanya
normal, meliputi : baring. perdarahgan.
Nadi normal (60-100 Kolaborasi pemberian Mencegah perdarahan.
x/menit). antikoagulan.
Pernapasan normal
(12-20 x/menit).
TD normal (110-
130/70-90 mmHg).
o o
Suhu (36 -27,5 C)
b. Perdarahan tidak ada.

8 Kaji tanda – tanda vital. Mengetahui adanya tanda –


tanda syok.
Monitor tanda – tanda Mengetahui adanya tanda –
infeksi. tanda infeksi sehingga
lebih dini dapat dicegah.
Lakukan prosedur cuci Menghindari adanya
tangan yang benar sebelum infeksi.
ke pasien.
Pertahankan tindakan Tindakan aseptik yang
aseptik setiap akan dilakukan pada psien untuk
melakykan tindakan mencegah infeksi.
perawatan ke pasien.
Kolaborasi pemberian Mencegah infeksi.
antibiotik.
Kolaborasi pemeriksaan Mengetahui adanya infeksi
darah lengkap (WBC). atau tidak.
Dorong dan pertahankan Memenuhi kebutuhan
masukan kalori dan protein kalori tubuh pasien
dalam diet. sehingga membantu
meningkatkan daya tahan
tubuh.
MENSTRUASI

A. Pengertian Menstruasi
Menstruasi atau haid merupakan pendarahan yang terjadi akibat luruhnya
dinding sebelah dalam rahim (endometrium) yang banyak mengandung pembuluh
darah. Lapisan endometrium dipersiapkan untuk menerima implantasi embrio. Jika
tidak terjadi implantasi embrio lapisan ini akan luruh, darah keluar melalui serviks
dan vagina. Pendarahan ini terjadi secara periodik, jarak waktu antara menstruasi
yang satu dengan menstruasi berikutnya dikenal dengan satu siklus menstruasi.
Sedangkan, Gangguan menstruasi adalah kondisi ketika siklus menstruasi mengalami

anomali atau kelainan. Hal ini bisa berupa perdarahan menstruasi yang terlalu banyak atau

terlalu sedikit, siklus menstruasi yang tidak beraturan, dan bahkan tidak haid sama sekali.

Siklus menstruasi wanita berbeda-beda, namun rata-rata berkisar 28 hari. Hari

pertama menstruasi dinyatakan sebagai hari pertama siklus menstruasi. Siklus ini terdiri

atas 4 fase, yaitu fase menstruasi, fase pra-ovulasi, fase ovulasi, dan fase pasca-ovulasi

B. Proses terjadinya Menstruasi


Proses terjadinya menstruasi melalui 4 fase yaitu :

1. Fase Menstruasi
Terjadi bila ovum tidak dibuahi sperma, sehingga korpus luteum menghentikan

produksi hormon estrogen dan progesteron. Turunnya kadar estrogen dan progesteron

menyebabkan lepasnya ovum dari endometrium disertai robek dan luruhnya endometrium,
sehingga terjadi pendarahan. Fase menstruasi berlangsung kurang lebih 5
hari. Darah yang keluar selama menstruasi berkisar antara 50 - 150 mililiter.
2. Fase Pra-ovulasi atau Fase Poliferasi
Hormon pembebas gonadotropin yang disekresikan hipotalamus akan
memacu hipofise untuk mensekresikan FSH. FSH memacu pematangan folikel
dan merangsang folikel untuk mensekresikan hormon estrogen. Adanya estrogen
menyebabkan pembentukan kembali (poliferasi) dinding endometrium.
Peningkatan kadar estrogen juga menyebabkan serviks (leher rahim) untuk
mensekresikan lendir yang bersifat basa. Lendir ini berfungsi untuk menetralkan
suasana asam pada vagina sehingga mendukung kehidupan sperma.

3. Fase Ovulasi
Jika siklus menstruasi seorang wanita 28 hari, maka ovulasi terjadi pada hari ke

14. Peningkatan kadar estrogen menghambat sekresi FSH, kemudian


hipofise mensekresikan LH. Peningkatan kadar LH merangsang pelepasan
oosit sekunder dari folikel, peristiwa ini disebut ovulasi.
4. Fase Pasca Ovulasi atau Fase Sekresi
Berlangsung selama 14 hari sebelum menstruasi berikutnya. Walaupun
panjang siklus menstruasi berbeda-beda, fase pasca ovulasi ini selalu sama yaitu
14 hari sebelum menstruasi berikutnya. Folikel de graaf (folikel matang) yang
telah melepaskan oosit sekunder akan berkerut dan menjadi korpus luteum.
Korpus luteum mensekresikan hormon progesteron dan masih mensekresikan
hormon estrogen namun tidak sebanyak ketika berbentuk folikel.
Progesteron mendukung kerja estrogen untuk mempertebal dan menumbuhkan

pembuluh-pembuluh darah pada endometrium serta mempersiapkan endometrium untuk

menerima implantasi embrio jika terjadi pembuahan atau kehamilan. Jika tidak terjadi

pembuahan, korpus luteum akan berubah menjadi korpus albikan yang hanya sedikit

mensekresikan hormon, sehingga kadar progesteron dan estrogen menjadi rendah.

Keadaan ini menyebabkan terjadinya menstruasi demikian seterusnya.


C. Macam – Macam Gangguan Menstruasi
Gangguan menstruasi merupakan salah satu dari 10 kondisi yang
paling sering dijumpai oleh dokter umum (Scambler dan Scambler, 1993).
Masalah menstruasi yang umum terjadi meliputi:

1) Menoragi;
Menoragi terjadi pada sekitar 10% wanita dan biasanya didefinisikan sebagai

perdarahan menstruasi lebih dari 80 ml. Perdarahan tersebut dapat sangat banyak

maupun memanjang, atau bahkan keduanya. Pada wanita muda, menstruasi yang

terkadang sangat banyak tidak perlu dilakukan pemeriksaan khusus, tetapi perubahan

apa pun dalam pola menstruasi wanita lanjut usia harus diperiksa secara saksama.

Penyebab menoragi
a) Fibroid
b) Polip endometrium, pertumbuhan jinak yang menonjol ke dalam rongga uterus.

c) Hiperplasia endometrium
d) Alat kontrasepsi dalam rahim
e) Kelenjar tiroid kurang aktif
f) Penyebab psikosomatis
g) Endometriosis dan adenomiosis (dikaitkan dengan menoragi)
h) Ovarium polikistik
mengandung paling tidak 10 kista kecil
i) Penyakit radang panggul
j) Gangguan koagulasi darah
k) Karsinoma endometrium dan karsinoma serviks.
2) Amenore
Amenore diklasifikasikan sebagai amenore primer dan amenore
sekunder. Definisi amenore dalam Oxford Concise Medical Dictionary
adalah "tidak terjadi atau terhentinya menstruasi".
a. Amenore Primer
Amenore primer menunjukkan awitan menstruasi atau menarke yang
terlambat. Pubertas, yang merupakan awitan maturitas seksual,
mungkin terlambat. insiden primer yang disebabkan oleh gangguan
endokrin sekitar 40% (Ross dan Vandewiele, 1985).
Penyebab amenore primer
- Konstitusional atau fisiologis
- Tidak memiliki uterus, dengan atau tanpa vagina
- Sindrom insensitivitas androgen
- Kriptomenore akibat septum vagina yang melintang atau himen imperforate

- Gangguan makan
- Disgenesis ovarium, misalnya akibat sindrom Turner
- Hiperprolaktinemia
- Disfungsi serta tumor hipofisis dan hipotalamus
- Sindrom ovarium polikistik
- Penyakit sistemik, seperti diabetes,
penyakit tiroid. b. Amenore Sekunder
Amenore sekunder adalah satu kondisi yang ditandai dengan tidak terjadi
menstruasi selama 6 bulan pada wanita yang sebelumnya mengalami
menstruasi. Fakta bahwa wanita tersebut memiliki riwayat menstruasi
menunjukkan ia dapat menghasilkan gonadotropin sehingga ia pasti memiliki
ovarium, uterus, dan vagina. Oleh karena itu, pemeriksaan tidak terlalu luas.
Penyebab amenore sekunder dan oligomenore
- Kehamilan
- Gangguan makan
- Stres, gangguan emosi
- Olahraga berat
- Tumor hipofisis atau hiperprolaktinemia
- Adhesi uterus (sindrom Asherman)
- Sindrom ovarium polikistik
- Gagal ovarium prematur
- Radioterapi dan kemoterapi.
3) Oligomenore;
Oligomenorea merupakan suatu keadaan dimana siklus menstruasi memanjang

lebih dari 35 hari, sedangkan jumlah perdarahan tetap sama. Wanita yang mengalami

oligomenorea akan mengalami menstruasi yang lebih jarang daripada biasanya. Namun,

jika berhentinya siklus menstruasi ini berlangsung selama lebih dari 3 bulan, maka kondisi

tersebut dikenal sebagai amenorea sekunder. Istilah oligominore sering kali digunakan

dalam klinis untuk kedua bentuk pengurangan aliran menstruasi.

- Perpanjangan stadium folikuler ( lamanya 8 -9 hari dimulai dari hari ke-5 menstruasi )

- Perpanjangan stadium luteal ( lamanya 15 -18 hari setelah ovulasi )


- Kedua stadium diatas panjang yang mengakibatkan perpanjangan siklus haid.
4) Dismenore;
Dismenore adalah menstruasi yang sangat nyeri. Banyak wanita yang merasakan
ketidaknyamanan pada awitan menstruasi, tetapi tingkat ketidak- nyamanan dismenore

jauh lebih tinggi, dengan nyeri yang sering kali dirasakan di punggung bawah dan menjalar

ke bawah hingga ke bagian atas tungkai.


a. Dismenore Primer
Dismenore primer terjadi dalam 1 atau 2 tahun awitan menstruasi (siklus pertama

biasanya anovular dan tidak nyeri). Banyak wanita muda yang mengalami nyeri saat

menstruasi dan diperkirakan 50% wanita berusia antara 15 dan 24 tahun juga

mengalaminya. Prostaglandin dalam jumlah besar di uterus saat menstruasi diduga

menyebabkan nyeri tersebut. Kemungkinan lain yang perlu dipertimbangkan meliputi

penyakit radang panggul, abnormalitas kongenital, dan endometriosis.


Penyebab desmenore primer
Penyebabnya tidak jelas, tetapi yang pasti selalu berkaitan dengan
pelepasan sel-sel telur (ovulasi) dari kelenjar indung telur (ovarium),
sehingga dianggap berhubungan dengan gangguan keseimbangan
hormone. Adapun factor penyebab nyeri menstruasi ini antara lain:
- Faktor psikis
Remaja dan ibu-ibu emosinya tidak stabil sehingga mudah
mengalami nyeri menstruasi
- Faktor endokrin
Timbulnya nyeri menstruasi diduga karena kontraksi rahim uterus yang berlebihan.

- Faktor prostaglandin
Teori ini menyatakan nyeri menstruasi timbul karena peningkatan
produksi prostaglandin (oleh dinding rahim) saat menstruasi.
b. Dismenore Sekunder
Dismenore sekunder terjadi pada usia yang lebih lanjut dan dikaitkan dengan

gangguan yang didapat, seperti penyakit radang panggul, endometriosis, dan

adenomiosis (endometriosis yang terjadi di miometrium). Dismenore sekunder jarang

disebabkan oleh fibroid uterus, stenosis serviks, faktor psikologis, atau AKDR.

Penyebab dismenore sekunder


- Rahim kurang sempurna karena ukurannya terlalu kecil
- Posisi rahim yang tidak normal
- Adanya tumor dalam rongga rahim, misalnya myoma uteri
- Adanya tumor dalam rongga panggul, terutama tumor fibroid, yang
letaknya dekat permukaan selaput lender rahim, adanya selaput
lendir rahim di tempat lain (endometriosis), bisa ditemukan di dalam
selaput usus, di jaringan payudara atau di tempat lain.
- Penyakit-penyakit tubuh seperti ; TBC, anemia,Konstipasi, Postur
tubuh terlalu kurus.
- Udara terlalu dingin.
- Penyakit rongga panggul
- Polip uterus, Uterine fibroids, servical stenosis.
5) Hypomenorhoe (kriptomenorrhea)
Hypomenorhoe (kriptomenorrhea) adalah Suatu keadaan dimana
perdarahan haid lebih pendek atau lebih kurang dari biasanya. Lama perdarahan :
Secara normal haid sudah terhenti dalam 7 hari. Kalau haid lebih lama dari 7 hari
maka daya regenerasi selaput lendir kurang. Misal pada endometritis, mioma.
Penyebab Hypomenorhoe (kriptomenorrhea)
Setelah dilakukan miomektomi/ gangguan endokrin
Kesuburan Endometrium kurang akibat dari kurang gizi, penyakit
menahun maupun gangguan hormonal.
6) Polimenorhea ( epimenoragia )
Polimenorea (Epimenoragia) Adalah siklus haid yang lebih
memendek dari biasa yaitu kurang 21 hari, sedangkan jumlah perdarahan
relatif sama atau lebih banyak dari biasa.
Penyebab Polimenorhea ( epimenoragia )
Polimenorea merupakan gangguan hormonal dengan umur korpus luteum

memendek sehingga siklus menstruasi juga lebih pendek atau bisa disebabkan

akibat stadium proliferasi pendek atau stadium sekresi pendek atau karena

keduanya.

D. LKomplikasi Menstruasi
1. Anemia zat besi
Penelitian Kristianti (2014), menujukkan bahwa anemia dapat mempengaruhi siklus

enstruasi perempuan. Kadar hemoglobin yang cukup atau tidak anemia akan membantu

keterauran siklus menstruasi. Sebaliknya apabila terjadi kekurangan zat besi dalam tubuh

dapat menyebabkan kadar hemoglobin rendah, yang dapat menimbulkan banyak

komplikasi pada perempuan. Hal tersebut terjadi karena rendahnya kadar hemoglobin

pada tubuh mengakibatkan kurangnya suplai oksigen ke hipotalamus. Namun, secara

keseluruhan belum dikaji dengan lengkap tentang pengaruh anemia dan indeks masa

tubuh terhadap siklus menstruasi. (Kristina & Wibowo, 2014)

2. Infertilitas atau ketidakssuburan


didefinisikan sebagai kegagalan satu pasangan untuk mendapatkan kehamilan setelah

melakukan hubungan seksual secara teratur selama satu tahun tanpa memakai alat
kontrasepsi. Tentu hal ini bias diakibatkan berbagai factor. Infertilitas harus
di lakukan secara menyeluruh dan cermat.
Penyebab utama infertilitas adalah disfungsi sperma, gangguan ovulasi,
dan kerusakan tuba. Disfungsi sperma (motilitas, morfologi, survival, dari
kemampuan penetrasi terhadp lender vagina dan serviks) sering menyebabkan
infertilitas dengan kasus azoospermia terjadi pada 2% kasus.
Wanita dengan gaangguan ovulasi akan memiliki keluhan siklus menstruasi

yang tidak teratur, oligomenorea, atau amenorea. Sebagian besar kasus oligomenorea

dan 30% kasus amenorea disebabkan oleh sindrom ovarium poliklistik.

E. Asuhan Keperawatan Gangguan Menstruasi


Kasus

Nona L, usia 17 tahun datang kerumah sakit dengan mengeluh lemas letih dan
lesu serta nyeri hebat ketika haid, sampai tidak mampu melakukan aktivitas karena
nyeri abdomen akan bertambah. Pasien juga mengeluh mual, muntah dan diare.

l) Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan dismenore dapat dilakukan dengan
mengadakan wawancara mengenai aspek-aspek umum seperti:
Riwayat penyakit
a. Riwayat penyakit dahulu
Pasien-pasien dengan desminore mungkin menceritakan riwayat nyeri

serupa yang timbul pada setiap siklus haid. Dismenore primer biasanya

mulai sesaat setelah menarche ( haid pertama kali) kadang-kadang pasien

mengemukakan riwayat kelelahan yang berlebihan dan ketegangan saraf.

b. Riwayat penyakit
sekarang Tidak ada
c. Riwayat penyakit
keluarga Tidak ada
Nutrisi
Pola Latihan
Pengetahuan Klien mengenai penyakitnya
Skala nyeri 4-6

Pengkajian juga dapat dilakukan pemeriksaan fisik


mulai B1-B6 B1 (Breath)
Pernapasan tidak
teratur B2 (Blood)
Tekanan darah rendah (90/60)

Akral basah dan dingin

B3 (Brain)
Penurunan
konsentrasi Pusing
Konjungtiva Anemia

B4 (Bladder)

Warna kuning dan Volume


1,5L/Hari B5 (Bowel)
Nyeri pada abdomen

Nafsu makan menurun

B6 (Bone)
Badan mudah capek

Nyeri pada punggung

d. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Abdomen: Abdomen lunak tanpa adanya
rangsangan peritoneum atau suatu keadaan patologik
yang terlokalisir. Bising usus normal
Pemeriksaan Pelvis: Pada kasus dismenore Primer,
pemeriksaan pelvis adalah normal

Analisa Data
No. DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
1. DS: Menstruasi Nyeri akut
Penyebab timbulnya nyeri Regresi korpus luteum
:disminore.
Nyeri dirasakan meningkat Progesteron menurun
saat aktivitas.
Lokasi nyeri abdomen. Miometrium terangsang
Skala nyeri 4 – 6
Nyeri sering dan terus Kontraksi dan disritmia
menerus uterus meningkat
DO:
Wajah tampak menahan nyeri Aliran darah ke uterus
menurun

Iskemia

Nyeri haid
2. DS: Menstruasi Intoleransi Aktivitas
Pasien mengatakan mudah
lelah Perdarahan
DO:
Nadi lemah (TD 90/60 Anemi
mmHg)
Px. Terlihat pucat Kelemahan
Sclera/ konjungtiva anemi
Intoleransi aktifitas
3. DS: Menstuasi Ansietas
Px. Mengatakan merasa
gelisah Nyeri haid
DO:
Pucat Kurang pengetahuan
Memperlihatkan kurang
inisiatif Ansietas

3. Diagnosa keperawatan:
1. Nyeri akut b.d peningkatan kontraksi uterus saat menstruasi
2. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan akibat anemia
3. Ansietas b.d ketidaktahuan penyebab nyeri abdomen

Intervensi keperawatan:

Nyeri akut b.d peningkatan kontraksi saat menstruasi

Tujuan : nyeri dapat diadaptasi oleh pasien

Kriteria hasil:
1. skala nyeri 0-1
2. Pasien tampak rilkes

INTERVENSI RASIONAL
1. Beri lingkungan tenang dan kurangi 1. Meningkatkan istirahat da meningkatkan
rangsangan penuh stress kemampuan koping
2. Kolaborasi dengan dokter dalam 2. Analgesik dapat menurunkan nyeri
pemberian analgesik
3. Ajarkan strategi relaksasi (misalnya 3. Memudahkan relaksasi, terapi non
nafas berirama lambat, nafas dalam, farmakologi tambahan
bimbingan imajinasi)
4. Evaluasi dan dukung mekanisme 4. Penggunaan persepsi sendiri atau perilaku
koping untuk menghilangkan nyeri
5. Kompres hangat 5. Mengurangi rasa nyeri dan memperlancar
aliran darah

Tujuan :
Pasien dapat beraktivitas kembali seperti semula.
Kriteria hasil ;
- Pasien dapat mengidentifilasi faktor-faktor yang memperberat dan
memperingan intoleran aktivitas.
- Pasien mampu beraktivitas.

INTERVENSI RASIONAL
1. Beri lingkungan tenang dan parode 1. Menghemat energi untuk aktivitas
istirahat tanpa gangguan, dorong istirahat dan regenerasi seluler/penyembuhan
sebelum makan. jaringan.
2. Tingkatkan aktivitas secara bertahap. 2. Tirah baring lama dapat menurunkan
kemampuan.
3. bantuan sesuai Beri kebutuhan. 3. Menurunkan penggunaan energi dan
membantu keseimbangan supply dan
kebutuhan oksigen.

4. Ansietas b.d ketidak tahuan penyebab dari abdomen.


Tujuan :

RASIONAL

1. Keterlibatan akan membantu


pasien merasa stress berkurang,
memungkinkan energi untuk
ditujukan pada penyembuhan.

2. Memindah kan pasien dari stress


luar meningkatkan relaksasi;
membantu menurunkan ansietas.

3. Perilaku yang berhasil dapat dikuatkan


pada penerimaan masalah stress saat ini,
meningkatkan rasa control diri pasien.

4. Belajar cara baru untuk mengatasi


masalah dapat membantu dalam
menurunkan stress dan ansietas.

Pasien bias kembali


beraktivitas. Kriteria hasil :
- Pasien mengatakan kesadaran perasaan ansietas.

- Pasien menunjukkan relaksasi.


- Pasien menunjukkan perilaku untuk menangani stress.

INTERVENSI
1. Libatkan pasien/orang terdekat
dalam rencana perawatan.
2. Beri lingkungan tenang dan istirahat.

3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi

atau memerlukan perilaku koping

yang digunakan pada masa lalu.

4. Bantu pasien belajar mekanisme

koping baru, misalnya teknik

mengatasi stress.

Anda mungkin juga menyukai