2.1 PENGERTIAN
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi di luar rongga
uterus, tuba fallopi merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan
ektopik, sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba, jarang terjadi implantasi
pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter
dan di vertikel pada uterus. (Sarwono prawiroharjho, 2005).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat
implantasi/nidasi/melekatnya buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di
luar rongga rahi,. Sedangkan yang disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu
adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami abortus rupture pada dinding tuba.
dengan ovum yang dibuah, berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal
uteri, korpus dan serviks uteri. Fundus uteri adalah bagian proksimal dari uterus,
disini kedua tuba fallopi masuk ke uterus. Korpus uteri adalah bagian uterus yang
terbesar, pada kehamilan bagian ini mempunyai fungsi utama sebagai tempat jani
berkembang. Rongga yang terdapat di korpus uteri. Serviks uteri terdiri atas pars
vaginalis sevisis uteri dan pars supravaginalis servisis uteri. Saluran
yang terdapat pada serviks disebut kanalis servikalis.
Secara histologi uterus terdiri dari tiga lapisan yaitu:
1) Endometrium atau selaput lender yang melapisi bagian dalam.
2) Myometrium, lapisan tebal otot polos.
3) Perimetrium, peritoneum yang melapisi dinding sebelah luar
endometrium terdiri atas sel epitel kubis, kelenjar – kelenjar dan
jaringan dengan banyak pembuluh darah yang bekelok.
Endometrium melapisi seluruh kavum uteri dan mempunyai arti penting dalam siklus
haid pada seorang wanita dalam masa reproduksi. Dalam masa haid endometrium
sebagian besar dilepaskan kemudian tumbuh lagi dalam masa proliferasi dan
selanjutnya dalam masa sekretorik. Lapisan otot polos di sebelah dalam berbentuk
sirkuler, dan di sebelah luar berbentuk longitudinal. Diantara lapisan itu terdapat
lapisan otot pblik, berbentuk anyaman, lapisan ini paling penting pada persalinan
karena sesudah plasenta lahir, kontraksi kuat dan menjepit pembuluh darah. Uterus
ini sebenarnya mengapung dalam rongga pelvis dengan jaringan ikat dan ligamentum
b. Tuba Fallopi
Tuba fallopi terdiri atas:
1) Pars intersisalisi, bagian yang terdapat pada dinding uterus.
2) Pars isthmika, bagian medial tuba yang seluruhnya sempit.
3) Pars ampularis, bagian yang berbentuk saluran agak lebar,
tempat konsepsi terjadi.
4) Infundibulum, bagian ujung tuba yang terbuka kea rah abdomen
dan mempunyai fimbrae.
c. Fimbrae
fimbrae penting artinya bagi tuba untuk menangkap telur kemudian di salurkan
kedalam tuba. Bagian luar tuba diliputi oleh peritoneum visceral yang merupakan
bagian ligamentum latum. Otot dinding tuba terdiri atas (dari luar ke dalam) otot
longitudinal dan otot sirkuler. Lebih kedalam lagi didapatkan selaput
yang berlipat – lipat dengan sel – sel yang bersekresi dan bersilia yang
khas, berfungsi untuk menyalurkan telur atau hasil konsepsi kea rah
kavum uteri dengan arus yang ditimbulkan oleh getaran silia tersebut.
d. Ovarium
Ovarium kurang lebih besar ibu jari tangan dengan ukuran panjang sekitar
4 cm, lebar dan tebal kira - kira 1,5 cm. setiap bulan 1-2 folikel akan keluar
yang dalam perkembangannya akan menjadi folikel de Graaf.
2.3 ETIOLOGI
Berbagai macam faktor berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya kehamilan
ektopik. Semua faktor yang menghambat migrasi embrio ke kavum uteri
menyebabkan seorang ibu semakin rentan untuk menderita kehamilan ektopik
beberapa faktor yang di hubungkan dengan kehamilan ektopik diantaranya:
a. Faktor dalam lumen tuba:
1. Endosalpingitis, menebabkan terjadinya penyempitan lumen tuba.
2. Hypoplasia uteri,dengan lumen tuba menyempit dan berkelok – kelok.
d. faktor lain:
1. Hamil saat berusia lebih dari 35 tahun.
2. Migrasi luar ovum, sehingga memperpanjan waktutelur yang
buahi sampai uterus.
3. Fertilisasi in vitro.
4. Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR).
5. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya.
6. Merokok.
7. Penggunaan dietilstilbestrol (DES).
8. Uterus berbentuk huruf T.
9. Riwayat operasi abdomen.
10. Kegagalan penggunaan kontrasepsi yang mengandung prgestin saja.
Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak di selidiki, tetapi sebagian besar
a. Fakor mekanis
Hal – hal yang mengakibatkan tehambatnya perjalanan ovum yang
dibuahi ke dalam kavum uteri, antara lain:
1. Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia
lipata mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau pembentukan
kantong – kantong buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai
akibat infeksi juga menyebabkan implantasi hasil zigot pada tuba fallopi.
2. Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/infeksi pasca nifas,
apendisitis, atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya
tuba atau penempitan lumen.
3. Kelainan pertumbuhan tuba, terutama diverticulum, ostium
asesorius dan hipoplasi. Namun ini jarang terjadi.
4. Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang
kegagalan usaha untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi.
5. Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya
benjolan pada adneksia.
6. penggunaanIUD.
b. Faktor Fungsional
1. Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan
duktus mulleri yang abnormal.
2. Reluksmenstruasi.
3. Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormone
esterogen dan progesterone.
c. peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi
d. hal lain seperti; riwayat KET dan riwayat abortus idnuksi sebelumnya.
2.4 PATHOGENESIS
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi d kavum
uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau intercolumnar. Pada nidasi secara
kolumnar telur bernidasi pada ujung ata sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur
selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan
direabsorbsi. Pada nidasi intercolumnar, telu bernidasi antara dua jonjot endosalping.
Setelah tempat nidasi tertutupmaka ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan
gravidity dan trophoblast, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah
menjadi desidua. Beberapa perubahan pada endometrium yaitu: sel epitel membesar,
nucleus hipertrofi, hiperkromasi lobuler, dan bentuknya ireguler. Polaritas menghilang dan
nucleus yang abnormal mempunyai tendensi menempati sel luminal. Sitoplasma
mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat juga terkadang ditemui mitosis.
Perubahan endometrium secara keseluruhan disebut sebagai reaksi Arias-Stella.
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian
dikeluarkan secara utuh atau berkeping – keping. Perdarahan yang di jumpai pada
kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua
yang degenerative. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur
kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan
hasil konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus.
lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Rupture tuba sering terjadi bila ovum
yang di buahi berimplantasi pada ishmus dan biasanya terjadi pada kehamilan muda.
Seblaiknya rupture yang terjadi pada parsintersisialis pada kehamilan lebih lanjut.
a. Uterus
1) Konalis servikalis
2) Divertikulum
3) Kornu
4) Tandul rudimenter
b. Ovarium
c. Intraligamenter
d. Abdominal
1) Primer
2) Sekunder
e. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus
2.7 DIAGNOSIS
Berikut ini merupakan jenis pemeriksaan untuk membantu diagnosis kehamilan ektopik :
a. HCGβ
Pengukuran subunit beta dari HCGβ (Human Chorionic Gonadotropin Beta)
merupakan tes laboratorium terpenting dalam diagnosis. Pemeriksaan ini
dapat membedakan antara kehamilan intrauterin dengan kehamilan ektopik.
b. Kuldosintesis
Tindakan kuldosintesis atau punksi Douglas. Adanya darah yang diisap berwarna
hitam (darah tua) biar pun sedikit, membuktikan adanya darah di kavum Douglasi.
e. Ultrasonografi
Keunggulan cara pemeriksaan ini terhadap laparoskopi ialah invasif,
artinya tidak perlu memasukkan rongga dalam rongga – perut. Dapat
dinilai kavum arteri, kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya
massa di kanan kiri uterus dan apakah kavum Douglas berisi cairan.
f. Tes oksitosin
Pemberian oksitosin dalam dosis kecil intravena dapat membuktikan
adanya kehamilan ektopik lanjut. Dengan pemeriksaan Bimanual, di luar
kantong janin dapat diraba suatu tumor.
g. Foto Rountgen
Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam letak paksa.
Pada foto lateral tampak bagian – bagian janin menutupi vertebra ibu.
h. Historesalpingografi
Memberikan gambaran vakum uteri kosong dan lebih besar dari biasa. Dengan janin di
luar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis kehamilan ektopik terganggu
sudah dipastikan dengan USG (Ultra Sono Graphy) dan MRI (Magnetic Resonance
Imagine). Trias klasik yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen,
perdarahan vagina abnormal dan amenorre
2.8 PENATALAKSANAAN
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparatomi. Pada laparatomi
perdarahan sesegera mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang
menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam
rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan. Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang
harus dipertimbangkan yaitu : kondisi penderita pada saat itu, keinginan penderita akan
fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik. Hasil ini menentukan apakah perlu
dilakukan salpingektomi (pemotongan bagian tuba yang terganggu pada kehamilan tuba)
penderita sudah memiliki anak cukup dan terdapat kelainan pada tuba tersebut dapat
dipertimbangkan untuk mengangkat tuba. Namun jika penderita belum mempunyai anak,
maka kelainan tuba dapat dipertimbangkan untuk dikoreksi supaya tuba berfungsi.
terganggu dini yang berlokasi di ovarium bila dimungkinkan dirawat, namun apabila tidak
2.9 KOMPLIKASI
Komplikasi kehamilan ektopik dapat terjadi sekunder akibat kesalahan
diagnosis, diagnosis yang terlambat atau pendekatan tatalaksana. Kegagalan
penegakan diagnosis secara cepat dan tepat dapat mengakibatkan terjadinya
rupture tuba atau uterus, tergantung lokasi kehamilan, dan hal ini dapat
menyebabkan pendarahan masif, syok, DIC dan kematian.
Komplikasi yang timbul akibat pembedahan antara lain adalah pendarahan
infeksi, kerusakan organ sekitar (usus, kandung kemih, ureter dan pembuluh
darah besar). Selain itu ada juga komplikasi terkait tindakan anestesi.
b. Abortus
Gejala klinik yang dominan adalah pendarahan, umumnya terjadi sebelum ada
nyeri perut. Pendarahan berwarna merah, bukan coklat tua seperti pada kehamilan
ektopik. Nyeri perut umumnya bersifat kolik dan kejang (kram). Uterus
membesar dan lembek, terdapat dilatasi serviks. Hasil konsepsi dapat
dikenali dari pemeriksaan vagina.
Dibandingkan dengan kehamilan ektopik terganggu pendarahan lebih
merah sesudah amenore, rasa nyeri sering berlokasi di daerah median dan
adanya perasaan subyektif penderita yang merasakan rasa tidak enak diperut
lebih menunjukan kea rah abortus imminens atau permulaan abortus
incipiens. Pada abortus tidak dapat diraba tahanan di samping atau dibelakang
uterus, dan gerakan serviks uteri tidak menimbulkan rasa nyeri
c. Apendiksitis
Daerah yang lunak terletak lebih tinggi dan terlokalisir di fossa iliako
kanan. Bisa ditemukan pembengkakan bila ada abses apebdisk, namun tidak
terletak dalam di pelvis seperti pada pembengkakan tuba. Demam lebih tinggi
dan pasien terlihat sakit berat. Tes kehamilan menunjukan hasil negative.
Pada apendiksitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan
serviks uteri seperti yang ditemukan pada KET. Nyeri perut bagian
bawah pada apendiksitis terletak pada titik McBurney.
d. Torsio kista ovarium
Terba massa yang terpisah dari uterus, sedangkan kehamilan tuba umumnya
terasa menempel pada uterus. Perut lunak dan mungkin terdapat demam akibat
pendarahan intraperitoneal. Tanda dan gejala kehamilan mungkin tidak ditemukan
namun ada riwayat serangan nyeri berulang yang menghilang dengan sendirinya
2.11 PROGNOSIS
Angka kematian ibu yang disebabkan oleh KET turun sejalan dengan
ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. KET yang berlokasi
dituba pada umumnya bersifat bilateral. Sebagian ibu menjadi steril (tidak dapat
mempunyai keturunan) setelah mengalami keadaan tersebut diatas, namun dapat juga
mengalami KET lagi pada tuba yang lain. Ibu yang pernah mengalami KET,
mempunyai risiko 10% untuk terjadinya KET berulang. Ibu yang sudah mengalami
KET sebanyak dua kali terdapat kemungkinan 50% mengalami KET berulang.
Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi firtilitas wanita.
Dalam kasus-kasus KET terdapat 50-60% kemungkinan wanita steril. Dari sebanyak itu
yang menjadi hamil kurang lebih 10% mengalami kehamilan ektopik berulang.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Biodata
Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi : Nama, umur, agama, suku
2. Keluhan utama
Adanya nyeri pada perut kanan atau kiri bawah, nyeri tekan dan nyeri
lepas dinding abdomen.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Anamnesis dan gejala klinis, riwayat terlambat haid, gejala dan tanda
kehamilan muda, dapat ada atau tidak ada pendarahan per vaginaan,
ada nyeri perut kanan/kiri bawah. Berat atau ringannya nyeri tergantung
pada banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum.
b. Riwayat masa lalu
1. Riwayat pembedahan
Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan,
a. Riwayat menstruasi
Kaji tentang menarche, siklus menstruasi, lamanya, kebanyakannya,
sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan
menopause terjadi, gejala serta keluhan yang menyertainya.
b. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan
hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
c. Riwayat seksual
Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang
pernah digunakan serta keluhan yang menyertainya.
e. Istirahat/tidur
Klien biasanya mengalami kesulitan dalam istirahat dan tidurnya
karena nyeri pada abdomen kanan atau kiri bawah yang dirasakan
f. Kebutuhan personal hygiene
Kebersihan diri merupakan pemeliharaan kesehatan untuk diri sendiri dan
g. Aktivitas
Pada klien KET biasanya terganggu karena kebiasaan sehari-hari
tidak dapat dilakukan/tidak dapat terpenuhi dengan baik.
h. Kebutuhan berpakaian
Klien dengan KET tidak mengalami gangguan dalam memenuhi
kebutuhan berpakaian tersebut
i. Mempertahankan temperature tubuh dan sirkulasi
Klien dengan KET biasanya mengalami gangguan dalam hal
temperature tubuh berupa penurunan suhu tubuh dan sirkulasi
berupa penurunan tekanan darah/hipotensu.
j. Kebutuhan keamanan
Kebutuhan keamanan ini perlu ditanyakan apakah klien tetap
merasa keamanan dan terlindungi oleh keluarganya. Klien mampu
menghindari bahaya dari lingkungan.
k. Sosialisasi
Bagaimana klien mampu berkomunikasi dengan orang lain dalam
mengekspresikan emosi, kebutuhan, kekhawatiran dan opini.
l. Kebutuhan spiritual
Pada kebutuhan spiritual ini, tanyakan apakah klien tetap menjalankan
ajaran agamanya ataukah terhambat karena keadaan yang sedang dialami.
7. Pemeriksaan fisik
Dalam melakukan pemeriksaan fisik, metode yang digunakan adalah pemeriksaan
Head To Toe. Pemeriksaan fisik secara head to toe pada klien dengan KET meliputi
:
a. Keadaan umum
Klien dengan KET biasanya keadaan umumnya lemah
b. Tanda-tanda vital
1. Tekanan Darah : menurun <100/60 mmHg.
2. Nadi : meningkat tapi lemah
3. Suhu : menurun
4. Respirasi : meningkat >20x/menit
c. Kepala :
1. Inspeksi : bersih atau tidaknya, ada atau tidak lesi
2. Palpasi : ada atau tidaknya nyeri tekan, krepitasi, masa.
d. Wajah
Inspeksi : tampak pucat, ada atau tidaknya oedema
e. Mata
Inspeksi : konjungtiva tampak pucat (karena adanya pendarahan)
f. Hidung
Inspeksi : simetris atau tida, ada tidaknya polip.
g. Telinga
Inspeksi : ada tidaknya peradangan dan lesi.
h. Mulut
Inspeksi : periksa apakah bibir pucat atau kering, kelengkapan
gigi, ada tidaknya karies gigi.
i. Leher
1) Inspeksi : ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
2) Palpasi : ada tidaknya pembesaran kelejar tiroid dan limfe
j. Payudara
1) Inspeksi : ukuran payudara, simetrisitas, dan penampilan kulit inspeksi
penggunaan otot Bantu pernafasan, ada tidak nya retraksi dinding dada.
n. Ekstermitas Atas
1) Inspeksi : ada tidaknya infus yang terpasang.
2) Palpasi : CRT (Capilary Refile Time) memanjang bila perdarahan.
o. Ekstermitas Bawah
1) Inspeksi : ada tidaknya deformitas.
2) Palpasi : akral (perdarahan biasanya disertai dengan akral dingin).
p. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B-hCG (+).
Haemoglobin menurun setelah 24 jam dan jumlah sel darah
merah dapat meningkat.
2) USG :
a) Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri.
b) Adanya kantung kehamilan diluar kavum uteri.
c) Adanya massa komplek di rongga panggul.
3) Kuldosentesis :
Suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam
kavum douglas ada darah.
CA OVARIUM
A. DEFINISI CA OVARIUM
Kanker merupakan pertumbuhan sel yang tidak terkontrol, mempunyai kemampuan
untuk menginvasi dan bermetastasi. Kanker ovarium terjadi ketika sel – sel pada
ovarium berubah dan tumbuh tidak terkendali. Banyak jenis tumor yang bisa berawal
di ovarium. Ada tumor yang menyebabkan kanker dan ada pula yang tidak. Beberapa
jenis tumor juga bisa keluar dari ovarium dan menyebar ke bagian tubuh lainnya.
Wanita mempunyai peluang lebih tinggi menderita kanker ovarium jika berusia 40 tahun
ke atas, sulit hamil, belum pernah hamil atau melahirkan. Wanita juga mempunyai peluang
lebih tinggi menderita kanker ovarium jika mengidap kanker payudara atau kanker usus
besar, mempunyai anggota keluarga yang mengidap kanker payudara atau ovarium,
menggunakan hormon estrogen tanpa progesteron setelah masa menopause selama lebih
dari 5 tahun, mempunyai latar belakang Yahudi Eropa Timur. Tumor ovarium memiliki
entitas patologik yang sangat beragam. Keberagaman ini disebabkan oleh adanya tiga
jenis sel yang membentuk ovarium normal yaitu : epitel penutup (Coelomic) permukaan
yang multipoten, sel germinativum yang totipoten dan sel stroma multipoten. Setiap jenis
sel ini menimbulkan beragam tumor pada ovarium.
Kanker indung telur atau kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur)
yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 – 70 tahun. Kanker ovarium bisa
menyebar ke bagian lain, panggul, dan perit melalui kelenjar getah bening dan melalui sistem
pembuluh darah dapat menyebar ke hati dan paru – paru. Kanker ovarium sangat sulit
didiagnosa dan kemungkinan kanker ovarium ini merupakan awal dari banyak kanker primer.
Kanker ovarium berasal dari sel – sel yang menyusun, yaitu sel ephithelial, sel germinal, dan sel
stromal. Sel kanker dalam ovarium juga dapat berasal dari metastesis organ lainnya terutama sel
kanker payudara dan kanker kolon tapi tidak dapat dikatakan sebagai kanker ovarium.
B. PENYEBAB CA OVARIUM
Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi, banyak teori yang
menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium. Adapun penyebab dari kanker ovarium, yaitu :
sempurna tercapai, atau dengan kata lain masa istirahat sel tidak adekuat, maka proses
menjadio sel – sel neoplastik. Hal ini dapat menjelaskan bahwa wanita yang memiliki
paritas = 2 kali akan menurunkan risiko terkena kanker ovarium. Dalam sebuah penelitian
menunjukkan bahwa hasil bivariat dengan menghunakan uji Odds Ratio (OR) diperoleh
nilai OR = 1,533 dengan nilai Lower Limit (LL) = 0,797 dan Upper Limit (UL) = 2,948, oleh
karena nilai LL dan UL mencakup nilai l maka nilai 1,533 dianggap tidak bermakna.
2. Hipotesis Gonadotropin
Teori ini didasarkan pada pengetahuan hasil percobaan binatang pada data
epidemiologi. Hormon hipofisa diperlukan untuk perkembangan tumor ovarium pada
beberapa percobaan pada binatang rodentia. Pada percobaan ini ditemukan bahwa
jika kadar hormon estrogen rendah di sirkulasi perifer, kadar hormon gonadotropin
akan mengikat. Peningkatan kadar hormon gonadotropin ini ternyata berhubungan
dengan makin bertambah besarnya tumor ovarium pada binatang tersebut.
3. Hipotesis Androgen
Androgen mempunyai peranan penting dalam terbentuknya kanker ovarium. Hal ini
didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium mengandung reseptor androgen.
Dalam percobaan in – vitro. Androgen dapat menstimulasi pertumbuhan
epitel ovarium normal dan sel – sel kanker ovarium.
4. Hipotesis Progesteron
Berbeda dengan efek peningkatan resiko kanker ovarium oleh androgen,
progesteron ternyata memiliki peranan protektif terhadap terjadinya kanker ovarium.
Epitel normal ovarium mengandung reseptor progesteron. Percobaan pada kera
macaque, progesteron menginduksi terjadinya apoptosis sel epitel ovarium,
sedangkan esterogen menghambatnya. Pemberian pil yang mengandung esterogen
saja pada wanita pasca menopause akan meningkatkan terjadinya resiko kanker
ovarium, sedangkan pemberian kombinasi dengan progesteron akan menurunkan
resikonya. Kehamilan, dimana kadar progesteron tinggi, menurunkan kanker ovarium.
Pil kontrasepsi kombinasi menurunkan resiko terjadinya kanker ovarium. Demikian
juga yang hanya mengandung progesteron yang menekan ovulasi juga menurunkan
resiko kanker ovarium. Akan tetapi, pemakaian depo medroksiprogesteron asetat
ternyata tidak menurunkan resiko terjadinya kanker ovarium.
2. Faktor endokrin
Faktor risiko endokrin untuk kanker ovarium adalah perempuan yang nulipara,
menarche dini, menopause yang lambat, kehamilan pertama yang lambat, dan tidak pernah
mencegah. Terapi pengganti estrogen (ERT) pascamenopause untuk 10 tahun atau lebih
ditunjukkan dalam keluarga yang terdapat penderita kanker ovarium. bila terdapat dua
atau lebih hubungan tingkat pertama yang menderita kanker ovarium, seorang
baik dinegara maju maupun negara berkembang namun penelitian mengenai bedak sebagai
penyebab kanker baru dimulai pada tahun 1980-an sehingga badan registrasi kanker dunia
telah menjadikan beberapa jenis bedak sebagai zat karsinogenik bila digunakan dibeberapa
daerah tertentu ditubuh termasuk di area genital maupun lipatan paha.Sifat karsinogenetik ini
disebabkan karena komposisi bedak yaitu magnesium trisilikat yang bersifat basa dapat
melakukan ikatan dengan DNA sel, proses ini biasa disebut sebagai insersi atau
penyusupansuatu basa nitrogen kedalam molekul dna. Adapun proses masuknya molekul ini
kedalam ovarium belum dapat dipastikan secara kimiawi namun beberapa penelitian
menyebutkan bahwa molekul bedak mampu bermigrasi ke ovarium melalui saluran kelamin
melalui transpor pasif seldan beberapa jaringan sel ovarium yang telah menjadi tumor ringan
maupun ganas terdapat serat molekul bedak, sehingga beberapa penelitian menghubungkan
merupakan salah satu penyebab terjadinya kanker ovarium pada seorang wanita. Dimana
terdapat peningkatan risiko keganasan pada wanita yang keluarganya menderita kanker
ovarium. Pengaruh riwayat keluarga secara teori dan beberapa penelitian telah
Beberapa studi genetik mengungkapkan bahwa adanya riwayat keluarga yang menderita
kanker ovarium atau kanker payudara telah menyebabkan terjadinya mutasi pada
genBRCA 1 dan BRCA 2. Gen BRCA 1 dan BRCA 2 merupakan gen yang memiliki fungsi
untuk mendeteksi terjadinya kerusakan dalam untai ganda DNA sel, mekanisme kerjanya
adalah berikatan dengan protein RAD51 selama perbaikan untai ganda DNA dimana gen ini
mengadakan perbaikan didalam inti sel dengan mekanisme rekombinasi homolog yang
berdasarkan dari sel sebelumnya, rekombinasi ini menyesuaikan dengan kromosom dari
sel induk, sehingga kerusakan pada gen ini menyebabkan tidak terdeteksinya kerusakan
gen didalam sel dan sel yang mengalami mutasi tidak dapat diperbaiki sehingga tumbuh
D. STADIUM CA OVARIUM
Stadium kanker ovarium primer menurut FIGO (Federation International of
Ginecologies and Obstricians) 1987 adalah :
1. Stadium I
Pada stadium I, pertumbuhan sel kanker terbatas pada ovarium.
a. Stadium 1A
Pertumbuhan terbatas pada suatu ovarium, tidak ada asietas yang berisi
sel ganas, tidak ada pertumbuhan di permukaan luar, kapsul utuh.
b. Stadium 1B
Pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak asietas berisi sek
ganas, tidak ada tumor di permukaan luar, kapsul intak.
c. Stadium 1C
Rumor dengan stadium 1A dan 1B, tetapi ada tumor di permukaan luar
atau kedua ovarium atau kapsul pecah atau dengan asietas berisi sel
ganas atau dengan bilasan peritoneum positif.
2. Stadium II
Pertumbuhan pada satu atau dua ovarium dengan perluasan ke panggul.
a. Stadium 2A
Perluasan atau metastesis ke uterus dan atau tuba.
b. Stadium 2B
Perluasan jaringan pelvis jaringan.
c. Stadium 2C
Tumor stadium 2A dan 2B, tetapi pada tumor dengan permuakaan satu
atau kedua varium, kapsul pecah atau dengan asitas yang mengandung
sel ganas dengan bilasan peritoneum positif.
3. Stadium III
Tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant di peritoneum di
luar pelvis dan atau ratroperitonial positif. Tumor terbatas pada pelvis kecil
tetapi sel histologi terbukti meluas ke usus besar atau omentum.
a. Stadium 3A
Tumor terbatas di pelvis kecil dengan kelenjar getah bening negative
tetapi secara histologi dari konfirmasi secara mikroskopis terdapat
adanya pertumbuhan (seeding) di permukaan peritoneum abdominal.
b. Stadium 3B
Tumor mengenai satu atau kedua ovaium dengan implant di permukaan
peritoneum dan terbukti secara mikroskopis, diameter melebihi 2 cm,
dan kelenjar getah bening negatif.
c. Stadium 3C
Implant di abdomen dengan diameter >2 cm dan atay kelenjar getah
bening retroperitoneal atau inguinal positif.
4. Stadium IV
Pertumbuhan dengan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis
jauh. Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dalam stadium 4, begitu
juga metastasis dipermukaan liver. Derajat keganasan kanker ovarium :
a. Derajat 1 : diferensiasi baik.
b. Derajat 2 : diferensiasi sedang.
c. Derajat 3 : diferensiasi buruk.
Dengan derajat diferensiasi semakin rendah, pertumbuhan dna prognosis akan lebih baik.
kanker ovarium dan beberapa jaringan sehat. CA 125 juga dikenal sebagai tumor marker
terhadap sel kanker ovarium. Kandungan CA-125 meningkat sekitar 80% pada pasien yang
terkena kanker ovarium epitheal. Akan tetapi metode ini tidak terlalu akurat untuk
mendiagnosa kanker ovarium karena protein CA-125 juga dapat meningkat dalam
kondisi non – kanker, seperti saat terjadi endometriosis dan radang usus buntu.
2. Pemeriksaan Pelvik, yaitu pemeriksaan permukaan vulva, uterus serta
ovarium untuk mencari perubahan abnormal.
3. USG dengan Doppler untuk menentukan arus darah, dengan USG dapat memastikan letak
benjolan pelvis, ukuran, dan sifat, kistik atau substansial. Pemeriksaan USG dengan cara
Pemeriksaan juga dapat dilakukan melalui pemeriksaan ultrasound eksternal dimana alat
ultrasound diletakkan diatas perut. Gambar yang dihasilkan kemudian akan menunjukkan
ukuran serta tekstur dari ovarium, sekaligus kista yang mungkin ada.
F. KOMPLIKASI CA OVARIUM
1. Perdarahan pada kista
Perdarahan biassanya sedikit, kalau tidak sekonyong – konyong dalam
jumlah banyak akan terjadi distensi dan menimbulkan nyeri perut.
2. Torsi
Torsi atau putaran tungkai menyebabkan tarikan melalui ligamentum
infundibulo pelvikum terhadap peritonium parietal dan menimbulkan rasa sakit.
5. Perubahan keganasan
Dapat terjadi pada beberapa kista jinak, sehingga setelah tumor diangkat perlu
dilakukan pemeriksaan mikroskopis yang seksama terhadap kemungkinan perubahan
keganasan. Tumor ganas merupakan kumpulan tumor dan histiogenesis yang
beraneka ragam, dapat berasal dari ketiga (3) dermoblast (ektodermal, endodermal,
mesodermal) dengan sifat histiologis maupun biologis yang beraneka ragam, kira –
kira 60% terdapat pada usia perimenopause 30% dalam masa reproduksi dan 10% usia
jauh lebih muda. Tumor ovarium yang ganas, menyebar secara limfogen ke kelenjar
para aorta, medistinal dan supraclavilular. Untuk selanjutnya menyebar ke alat – alat
yang jauh terutama paru – paru, hati dan otak, obstruksi usus dan ureter merupakan
masalah yang sering menyertai penderita tumor ganas ovarium.
3 Setelah diberikan tindakan Catat keluaran urine, selidiki Penurunan aliran urine
keperawatan selama (…x24) jam penurunan atau penghentian tiba-tiba dapat
diharapkan pola eliminasi urine aliran urine tiba-tiba. mengidikasikan adanya
pasien kembali normal (adekuat) obstruksi atau disfungsi
dengan kriteria hasil : pada traktus urinarius.
Tidak terjadi hematuria. Kaji pola berkemih Identifikasi kerusakan
Tidak terkjadi inkontinensia urine. (frekuensi dan jumlahnya). fungsi vesika urinaria
Tidak terjadi disuria. Bandingkan haluaran urine akibat metastase sel-sel
Jumlah output urine dalam batas danmasukan cairan serta kanker pada bagian
normal (kuang lebih 0,5 – 1 cc catat berat jenis urine. tersebut.
/kgBB / jam) Observasi dan catat warna Penyebaran kanker pada
urine. Perhatikan ada traktus urinarius (salah
tidaknya hematuria satunya di vesika urinaria)
dapat menyebabkan
jaringan di vesika urinaria
mengalami nekrosis
sehingga urine yang keluar
berwarna merah karena
bercampur dengan darah.
Observasi adanya bau yang Identifikasi tanda-tanda
tidak enak pada urine (bau infeksi pada jaringan
abnormal). traktus urinarius.
Dorong peningkatan cairan Mempertahankan hidrasi
dan pertahankan pemasukan dan aliran urine baik.
akurat.
Awasi tanda vital. Kaji nadi Indikator keseimbangan
perifer, turgor kulit, cairan dan menunjukkan
pengisian kapiler, dan tingkat hidrasi.
mukosa membran.
Kolaborasi : Pemeriksaan diagnostik
Siapkan untuk tes dan penunjang misalnya
diagnostik, prosedur pemeriksaan retrograd
penunjang sesuai indikasi. dapat digunakan untuk
mengevaluasi tingkat
infiltrasi kanker pada
traktus urinarius sehingga
dapat menjadi dasar untuk
intervensi selanjutnya.
Kolaborasi : Kadar BUN dan kreatinin
Pantau nilai BUN dan yang abnormal dapat
kreatinin. menjadi indikator
kegagalan fungsi ginjal
sebagai akibat komplikasi
metastase sel-sel kanker
pada traktus urinarius
hingga ke organ ginjal.
7 Setelah dilakukan tindakan Kaji tanda – tanda vital. Mengetahui adanya tanda –
keperawatan selama (…x24) jam tanda syok.
diharapkan pasien tidak Monitor tanda – tanda Mengetahui adanya
mengalami perdarahan dengan perdarahan. perdarahan sehingga lebuih
kriteria hasil : dini dapat dicegah.
a. TTV pasien dalam batas Anjurkan pasien untuk tirah Menghindari adanya
normal, meliputi : baring. perdarahgan.
Nadi normal (60-100 Kolaborasi pemberian Mencegah perdarahan.
x/menit). antikoagulan.
Pernapasan normal
(12-20 x/menit).
TD normal (110-
130/70-90 mmHg).
o o
Suhu (36 -27,5 C)
b. Perdarahan tidak ada.
A. Pengertian Menstruasi
Menstruasi atau haid merupakan pendarahan yang terjadi akibat luruhnya
dinding sebelah dalam rahim (endometrium) yang banyak mengandung pembuluh
darah. Lapisan endometrium dipersiapkan untuk menerima implantasi embrio. Jika
tidak terjadi implantasi embrio lapisan ini akan luruh, darah keluar melalui serviks
dan vagina. Pendarahan ini terjadi secara periodik, jarak waktu antara menstruasi
yang satu dengan menstruasi berikutnya dikenal dengan satu siklus menstruasi.
Sedangkan, Gangguan menstruasi adalah kondisi ketika siklus menstruasi mengalami
anomali atau kelainan. Hal ini bisa berupa perdarahan menstruasi yang terlalu banyak atau
terlalu sedikit, siklus menstruasi yang tidak beraturan, dan bahkan tidak haid sama sekali.
pertama menstruasi dinyatakan sebagai hari pertama siklus menstruasi. Siklus ini terdiri
atas 4 fase, yaitu fase menstruasi, fase pra-ovulasi, fase ovulasi, dan fase pasca-ovulasi
1. Fase Menstruasi
Terjadi bila ovum tidak dibuahi sperma, sehingga korpus luteum menghentikan
produksi hormon estrogen dan progesteron. Turunnya kadar estrogen dan progesteron
menyebabkan lepasnya ovum dari endometrium disertai robek dan luruhnya endometrium,
sehingga terjadi pendarahan. Fase menstruasi berlangsung kurang lebih 5
hari. Darah yang keluar selama menstruasi berkisar antara 50 - 150 mililiter.
2. Fase Pra-ovulasi atau Fase Poliferasi
Hormon pembebas gonadotropin yang disekresikan hipotalamus akan
memacu hipofise untuk mensekresikan FSH. FSH memacu pematangan folikel
dan merangsang folikel untuk mensekresikan hormon estrogen. Adanya estrogen
menyebabkan pembentukan kembali (poliferasi) dinding endometrium.
Peningkatan kadar estrogen juga menyebabkan serviks (leher rahim) untuk
mensekresikan lendir yang bersifat basa. Lendir ini berfungsi untuk menetralkan
suasana asam pada vagina sehingga mendukung kehidupan sperma.
3. Fase Ovulasi
Jika siklus menstruasi seorang wanita 28 hari, maka ovulasi terjadi pada hari ke
menerima implantasi embrio jika terjadi pembuahan atau kehamilan. Jika tidak terjadi
pembuahan, korpus luteum akan berubah menjadi korpus albikan yang hanya sedikit
1) Menoragi;
Menoragi terjadi pada sekitar 10% wanita dan biasanya didefinisikan sebagai
perdarahan menstruasi lebih dari 80 ml. Perdarahan tersebut dapat sangat banyak
maupun memanjang, atau bahkan keduanya. Pada wanita muda, menstruasi yang
terkadang sangat banyak tidak perlu dilakukan pemeriksaan khusus, tetapi perubahan
apa pun dalam pola menstruasi wanita lanjut usia harus diperiksa secara saksama.
Penyebab menoragi
a) Fibroid
b) Polip endometrium, pertumbuhan jinak yang menonjol ke dalam rongga uterus.
c) Hiperplasia endometrium
d) Alat kontrasepsi dalam rahim
e) Kelenjar tiroid kurang aktif
f) Penyebab psikosomatis
g) Endometriosis dan adenomiosis (dikaitkan dengan menoragi)
h) Ovarium polikistik
mengandung paling tidak 10 kista kecil
i) Penyakit radang panggul
j) Gangguan koagulasi darah
k) Karsinoma endometrium dan karsinoma serviks.
2) Amenore
Amenore diklasifikasikan sebagai amenore primer dan amenore
sekunder. Definisi amenore dalam Oxford Concise Medical Dictionary
adalah "tidak terjadi atau terhentinya menstruasi".
a. Amenore Primer
Amenore primer menunjukkan awitan menstruasi atau menarke yang
terlambat. Pubertas, yang merupakan awitan maturitas seksual,
mungkin terlambat. insiden primer yang disebabkan oleh gangguan
endokrin sekitar 40% (Ross dan Vandewiele, 1985).
Penyebab amenore primer
- Konstitusional atau fisiologis
- Tidak memiliki uterus, dengan atau tanpa vagina
- Sindrom insensitivitas androgen
- Kriptomenore akibat septum vagina yang melintang atau himen imperforate
- Gangguan makan
- Disgenesis ovarium, misalnya akibat sindrom Turner
- Hiperprolaktinemia
- Disfungsi serta tumor hipofisis dan hipotalamus
- Sindrom ovarium polikistik
- Penyakit sistemik, seperti diabetes,
penyakit tiroid. b. Amenore Sekunder
Amenore sekunder adalah satu kondisi yang ditandai dengan tidak terjadi
menstruasi selama 6 bulan pada wanita yang sebelumnya mengalami
menstruasi. Fakta bahwa wanita tersebut memiliki riwayat menstruasi
menunjukkan ia dapat menghasilkan gonadotropin sehingga ia pasti memiliki
ovarium, uterus, dan vagina. Oleh karena itu, pemeriksaan tidak terlalu luas.
Penyebab amenore sekunder dan oligomenore
- Kehamilan
- Gangguan makan
- Stres, gangguan emosi
- Olahraga berat
- Tumor hipofisis atau hiperprolaktinemia
- Adhesi uterus (sindrom Asherman)
- Sindrom ovarium polikistik
- Gagal ovarium prematur
- Radioterapi dan kemoterapi.
3) Oligomenore;
Oligomenorea merupakan suatu keadaan dimana siklus menstruasi memanjang
lebih dari 35 hari, sedangkan jumlah perdarahan tetap sama. Wanita yang mengalami
oligomenorea akan mengalami menstruasi yang lebih jarang daripada biasanya. Namun,
jika berhentinya siklus menstruasi ini berlangsung selama lebih dari 3 bulan, maka kondisi
tersebut dikenal sebagai amenorea sekunder. Istilah oligominore sering kali digunakan
- Perpanjangan stadium folikuler ( lamanya 8 -9 hari dimulai dari hari ke-5 menstruasi )
jauh lebih tinggi, dengan nyeri yang sering kali dirasakan di punggung bawah dan menjalar
biasanya anovular dan tidak nyeri). Banyak wanita muda yang mengalami nyeri saat
menstruasi dan diperkirakan 50% wanita berusia antara 15 dan 24 tahun juga
- Faktor prostaglandin
Teori ini menyatakan nyeri menstruasi timbul karena peningkatan
produksi prostaglandin (oleh dinding rahim) saat menstruasi.
b. Dismenore Sekunder
Dismenore sekunder terjadi pada usia yang lebih lanjut dan dikaitkan dengan
disebabkan oleh fibroid uterus, stenosis serviks, faktor psikologis, atau AKDR.
memendek sehingga siklus menstruasi juga lebih pendek atau bisa disebabkan
akibat stadium proliferasi pendek atau stadium sekresi pendek atau karena
keduanya.
D. LKomplikasi Menstruasi
1. Anemia zat besi
Penelitian Kristianti (2014), menujukkan bahwa anemia dapat mempengaruhi siklus
enstruasi perempuan. Kadar hemoglobin yang cukup atau tidak anemia akan membantu
keterauran siklus menstruasi. Sebaliknya apabila terjadi kekurangan zat besi dalam tubuh
komplikasi pada perempuan. Hal tersebut terjadi karena rendahnya kadar hemoglobin
keseluruhan belum dikaji dengan lengkap tentang pengaruh anemia dan indeks masa
melakukan hubungan seksual secara teratur selama satu tahun tanpa memakai alat
kontrasepsi. Tentu hal ini bias diakibatkan berbagai factor. Infertilitas harus
di lakukan secara menyeluruh dan cermat.
Penyebab utama infertilitas adalah disfungsi sperma, gangguan ovulasi,
dan kerusakan tuba. Disfungsi sperma (motilitas, morfologi, survival, dari
kemampuan penetrasi terhadp lender vagina dan serviks) sering menyebabkan
infertilitas dengan kasus azoospermia terjadi pada 2% kasus.
Wanita dengan gaangguan ovulasi akan memiliki keluhan siklus menstruasi
yang tidak teratur, oligomenorea, atau amenorea. Sebagian besar kasus oligomenorea
Nona L, usia 17 tahun datang kerumah sakit dengan mengeluh lemas letih dan
lesu serta nyeri hebat ketika haid, sampai tidak mampu melakukan aktivitas karena
nyeri abdomen akan bertambah. Pasien juga mengeluh mual, muntah dan diare.
l) Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan dismenore dapat dilakukan dengan
mengadakan wawancara mengenai aspek-aspek umum seperti:
Riwayat penyakit
a. Riwayat penyakit dahulu
Pasien-pasien dengan desminore mungkin menceritakan riwayat nyeri
serupa yang timbul pada setiap siklus haid. Dismenore primer biasanya
b. Riwayat penyakit
sekarang Tidak ada
c. Riwayat penyakit
keluarga Tidak ada
Nutrisi
Pola Latihan
Pengetahuan Klien mengenai penyakitnya
Skala nyeri 4-6
B3 (Brain)
Penurunan
konsentrasi Pusing
Konjungtiva Anemia
B4 (Bladder)
B6 (Bone)
Badan mudah capek
d. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Abdomen: Abdomen lunak tanpa adanya
rangsangan peritoneum atau suatu keadaan patologik
yang terlokalisir. Bising usus normal
Pemeriksaan Pelvis: Pada kasus dismenore Primer,
pemeriksaan pelvis adalah normal
Analisa Data
No. DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
1. DS: Menstruasi Nyeri akut
Penyebab timbulnya nyeri Regresi korpus luteum
:disminore.
Nyeri dirasakan meningkat Progesteron menurun
saat aktivitas.
Lokasi nyeri abdomen. Miometrium terangsang
Skala nyeri 4 – 6
Nyeri sering dan terus Kontraksi dan disritmia
menerus uterus meningkat
DO:
Wajah tampak menahan nyeri Aliran darah ke uterus
menurun
Iskemia
Nyeri haid
2. DS: Menstruasi Intoleransi Aktivitas
Pasien mengatakan mudah
lelah Perdarahan
DO:
Nadi lemah (TD 90/60 Anemi
mmHg)
Px. Terlihat pucat Kelemahan
Sclera/ konjungtiva anemi
Intoleransi aktifitas
3. DS: Menstuasi Ansietas
Px. Mengatakan merasa
gelisah Nyeri haid
DO:
Pucat Kurang pengetahuan
Memperlihatkan kurang
inisiatif Ansietas
3. Diagnosa keperawatan:
1. Nyeri akut b.d peningkatan kontraksi uterus saat menstruasi
2. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan akibat anemia
3. Ansietas b.d ketidaktahuan penyebab nyeri abdomen
Intervensi keperawatan:
Kriteria hasil:
1. skala nyeri 0-1
2. Pasien tampak rilkes
INTERVENSI RASIONAL
1. Beri lingkungan tenang dan kurangi 1. Meningkatkan istirahat da meningkatkan
rangsangan penuh stress kemampuan koping
2. Kolaborasi dengan dokter dalam 2. Analgesik dapat menurunkan nyeri
pemberian analgesik
3. Ajarkan strategi relaksasi (misalnya 3. Memudahkan relaksasi, terapi non
nafas berirama lambat, nafas dalam, farmakologi tambahan
bimbingan imajinasi)
4. Evaluasi dan dukung mekanisme 4. Penggunaan persepsi sendiri atau perilaku
koping untuk menghilangkan nyeri
5. Kompres hangat 5. Mengurangi rasa nyeri dan memperlancar
aliran darah
Tujuan :
Pasien dapat beraktivitas kembali seperti semula.
Kriteria hasil ;
- Pasien dapat mengidentifilasi faktor-faktor yang memperberat dan
memperingan intoleran aktivitas.
- Pasien mampu beraktivitas.
INTERVENSI RASIONAL
1. Beri lingkungan tenang dan parode 1. Menghemat energi untuk aktivitas
istirahat tanpa gangguan, dorong istirahat dan regenerasi seluler/penyembuhan
sebelum makan. jaringan.
2. Tingkatkan aktivitas secara bertahap. 2. Tirah baring lama dapat menurunkan
kemampuan.
3. bantuan sesuai Beri kebutuhan. 3. Menurunkan penggunaan energi dan
membantu keseimbangan supply dan
kebutuhan oksigen.
RASIONAL
INTERVENSI
1. Libatkan pasien/orang terdekat
dalam rencana perawatan.
2. Beri lingkungan tenang dan istirahat.
mengatasi stress.