Anda di halaman 1dari 14

A.

Kehamilan Ektopik Terganggu


1. Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi di luar rong ga uterus tuba fallopi
merupakan tempat tersering untuk terjadinya im plantasi kehamilan ektopik sebagian besar
kehamilan ektopik berlokasi di tuba jarang terjadi implantasi pada ovarium rongga perut
kanalis servikalis uteri tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus (Sarwono
Prawiroharjho 2005)
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi/nidasi/melekatnya buah
kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar rongga rahim. Sedangkan yang disebut
sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami
abortus ruptur pada dinding tuba. Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan
hasil konsepsi di luar endometrium kavum uteri. (Mansjoer Arif, 2001)
2. Anatomi Fisiologi

1) Vagina Secara anatomi, vagina merupakan organ yang berbentuk tabung dan
membentuk sudut kurang lebih 60 derajat dengan bidang horizontal. Namun,
posisi ini berubah sesuai dengan isi vesika urinaria. Dinding ventral vagina yang
ditembus serviks panjangnya7,5 cm, sedangkan panjang dinding posterior kurang
lebih 9 cm. Dinding anterior dan posterior ini tebal dan dapat diregang. Dinding
lateralnya di bagian cranial melekat pada ligament Cardinale, dan di bagian kaudal
melekat pada diafragma pelvis sehingga lebih rigid dan terfiksasi. Vagina ke
bagian atas berhubungan dengan uterus, sedangkan bagian kaudal membuka pada
vestibulum vagina pada lubang yang disebut introitus vaginae.
2) Himen Adalah lipatan mukosa yang menutupi sebagian dari introitus vagina.
Himen tidak dapat robek disebut hymen imperforatus Terdapat beberapa bentuk
himen diantaranya : himen anular, himen septal, himen kribiformis, himen parous.
3) Tuba uterina Tuba uterina atau tuba fallopi memiliki panjang masing-masing tuba
kurang lebih 10 cm. Dibagi atas 4 bagian (dari uterus kea rah ovarium) yaitu pars
uterine tubae (pars intramuralis), isthmus tubae, ampulla tubae, dan infundibulum
tubae.
4) Uterus Uterus merupakan organ berongga dengan dinding muscular tebal, terletak
di dalam kavum pelvis minor (true pelvis) antara vesika urinaria dan rectum. Ke
arah kaudal, kavum uteri berhubungan dengan vagina. Uterus berbentuk seperti
buah pir (pyriformis) terbalik dengan apeks mengarah ke kauda dorsal, yang
membentuk sudut dengan vagina sedikit lebih 90 derajat uterus seluruhnya
terletak di dalam pelvis sehingga basisnya terletak kaudal dari aperture pelvis
kranialis. Organ ini tidak selalu terletak tepat di garis median, sering terletak lebih
kanan. Posisi yang tidak tepat (fixed) bisa berubah tergantung pada isi vesika
urinaria yang terletak ventro kaudal dan isi rectum yang terletak dorso cranial.
Panjand uterus kurang kebih 7,5 cm, lebarnya kurang lebih 5 cm, tebalnya kurang
lebih 2,5 cm, beratnya 30-40 gram. Uterus dibagi menjadi tiga bagian yaitu fundus
uteri, korpus uteri dan serviks uteri.
5) Ovarium Ukuran dan bentuk ovarium tergantung umur dan stadium siklus
menstruasi. Bentuk ovarium sebelum ovulasi adlah ovoid dengan permukaan licin
dan berwarna merah muda keabu-abuan. Setelah berkali-kali mengalami ovulasi,
maka permukaan ovarium tidak rata/licin karena banyaknya jaringan parut
(cicatrix) dan warnanya berubahm menjadi abu-abu. Pada dewasa muda ovarium
berbentuk ovoid pipih dengan panjang kurang lebih 4 cm, lebar kurang lebih 2
cm, tebal kurang lebih 1 cm dan beratnya kurang lebih 7 gram. Posisi ovarium
tergantung pada posisi uterus karena keduanya dihubungkan oleh ligamen-
ligamen.

3. Etiologi
Menurut Saifuddin tahun 2009 faktor-faktor yang memegang peranan dalam hal ini ialah
sebagai berikut :
1. Faktor tuba
a) Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba menyempit
atau buntu.
b) Keadaan uterus yang mengalami hipoplasia dan saluran tuba yang berkelok-kelok
panjang yang dapat menyebabkan fungsi silia tuba tidak berfungsi dengan baik.
c) Keadaan pasca operasi rekanalisasi tuba dapat merupakan predisposisi terjadinya
kehamilan ektopik.
d) Faktor tuba yang lain ialah adanya kelainan endometriosis tuba atau divertikel
saluran tuba yang bersifat congenital
e) Adanya tumor disekitar saluran tuba, misalnya mioma uteri atau tumor ovarium
yang menyebabkan perubahan bentuk juga dapat menjadi etiologi kehamilan
ektopik terganggu
2. Faktor abnormalitas dari zigot Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan
ukuran besar, maka zigot akan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba,
kemudian berhenti dan tumbuh di saluran tuba.
3. Faktor ovarium Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba dapat
membutuhkan konsep khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga kemungkinan
terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.
4. Faktor hormonal Pada akseptor, pil KB, yang hanya mengandung progesteron dapat
mengakibatkan gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat
menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik. Termasuk disini antara lain adalah
pemakaian IUD dimana proses peradangan yang dapat timbul pada endometrium dan
endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik. Faktor umur penderita
yang sudah menua dan faktor perokok juga sering dihubungkan dengan terjadinya
kehamilan ektopik.

5. Patofisiologi
Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampula tuba (lokasi tersering,
ismust, fimbriae pars interstisialis komu uteri ovarium, rongga abdomen serviks dan
ligamentum kardinal. Zigot dapat berimplantasi tepat pada sel kolumnar tuba maupun secara
intercolumnar Pada keadaan yang pertama, zigot melekat pada ujungalau sisi jonjot,
endosalping yang relative sedikit mendapat suplai darah, sehingga zigot mali dan kemudian
di reabsorbsi
Pada implantasi interkolumnar zigot menempel diantara dua jonjot Zigot yang telah bemidasi
kemudian tertutup oleh jaringan endosalping yang menyerupai desidua yang disebut
pseudokapsul. Villi korialis dengan mudah menembus endosalping dan mencapai lapisan
miosalping dengan merusak integritas pembuluh darah di tempat tersebut. Selanjutnya hasil
konsepsi berkembang dan perkembangannya tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
tempat implantasi, ketebalan tempat implantasi dan banyaknya perdarahan akibat invasi
trofoblas, Seperti kehamilan normal uterus pada kehamilan ektopik pun mengalami hipertropi
akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron sehingga tanda-tanda kehamilan seperti
tanda hegar dan Chadwick pun ditemukan Endometriu pun berubah menjadi desidua,
meskipun tanpa trofoblas Sel-sel epitel endometriummenjadi hipertropik hiperkromatik
intinya menjadi lobular dan sitoplasmanya bervakuola Perubahan selular demikian disebut
sebagai reaksi Arias-Stella Karena tempat pada implantasi pada kehamilan ektopik tidak ideal
untuk berlangsungnya kehamilan, suatu saat kehamilan akan terkompromi Kemungkinan
yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik adalah
a) Hasil konsepsi mati dini dan direabsorbsi
b) Abortus kedalam lumen tuba
c) Ruptur dinding tuba

6. Klasifikasi
Menurut (Wiknjosastro, 2007) ada beberapa jenis kehamilan ektopik terganggu :
1) Kehamilan ektopik tuba Macam macam kehamilan ektopik dapat dibedakan
berdasarkan dari tempat dimana janin berkembang diluar rahim. Kehamilan ektopik
tuba menjadi salah satu jenis kehamilan ektopik yang banyak terjadi dibandingkan
tempat lain pada bagian rahim. Kehamilan ektopik tuba sendiri dibagi menjadi
beberapa bagian sesuai dengan bagian anatomi yang terlibat yakni ampulla,
interstisial, fimbria, dan istmus. Dari keempat anatomi tuba tersebut kehamilan ektopi
tuba pada bagian ampulla yang paling sering terjadi.
2) Kehamilan ektopik servikal Bagian pertumbuhan janin pada kehamilan ektopik
lainnya adalah pada serviks yang disebut sebagai kehamilan ektopik servikal. Pada
kondisi kehamilan ektopik yang sangat jarang terjadi ini, akan ditandai dengan
pendarahan yang muncul tanpa nyeri dan beresiko tinggi mengalami abortus atau
keguguran secara spontan. Pembesaran serviks akan dapat sebesar uterus pada saat
tidak hamil. Pendarahan dan ruptur yang terjadi pada jenis kehamilan ektopik ini
sangat berat.
3) Kehamilan ektopik ovarial Dilihat dari namanya maka janin yang berkembangan
diluar rahim pada kehamilan ektopik akan terjadi di ovarium. Kehamilan ektopik
ovarial pada bagian ovarium terjadi sebanyak 0.5 % dari total kondisi kehamilan
ektopik yang disebabkan oleh fertilisaasi ovum yang tidak dikeluarkan. Meskipun
sangat rendah persentase kejadiannya, kondisi kehamilan ektopik ovarial harus selalu
dipahami dan diperhatikan terutama bagi ibu hamil yang memiliki resiko tinggi
mengalami kehamilan ektopik.
4) Kehamilan ektopik Interstisial Interstisal merupakan bagian pada vagina wanita yang
berkaitan dengan kemih. Kondisi kehamilan ektopik interstisial ini amat sangat jarang
terjadi dibandingkan dengan kehamilan ektopik lain yang disebutkan diatas. Ruptur
pada bagian ini akan menyebabkan terjadinya pendarahan yang hebat karena adanya
banyak pembuluh darah sehingga beresiko tinggi ibu hamil mengalami kematian.
Ruptur pada bagian ini dapat terjadi ketika kehamilan mulai memasuki usia 3 sampai
4 bulan
5) Kehamilan ektopik abdominal Macam macam kehamilan ektopik selanjutnya
berdasarkan lokasi perkembangan janin yang tidak normal adalah kehamilan ektopik
abdominal. Kehamilan abdominal untuk kondisi ektopik terbagi menjadi dua yakni
primer dan sekunder. Primer terjadi jika sel telur mengalami perkembangan sejak
awal pada bagian rongga perut atau abdominal. Sedangkan sekunder dapat terjadi
ketika kehamilan tuba yang mengalami ruptur sebagai penyebab kehamilan ektopik
abdominal.

7. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari kehamilan ektopik yang belum terganggu biasanya tidak khas
tergantung dari keadaan umum penderita, penderita jarang mengetahui dan dokter juga sulit
dalam mendiagnosis ketidaknormalan dalam kehamilannya tersebut, sampai terjadi abortus
atau ruptur pada tuba (Prawirohardjo, 2016). Penderita sering merasakan gejala hamil muda
pada umumnya. Pada pemeriksaan dalam, ditemukan pembesaran uterus yang tidak sesuai
dengan usia kehamilan dan pada tuba belum teraba kehamilan karena konsistensi tuba yang
lunak. Trias dari manifestasi klinis kehamilan ektopik adalah amenorea, nyeri abdomen, dan
perdarahan pervaginam. Lamanya waktu terjadi amenorea berbeda-beda tiap individu mulai
dari hitungan hari sampai hitungan bulan. Selain amenorea, terdapat beberapa tanda dan
gejala hamil muda yang menyertai, seperti morning sickness, mual, muntah, dan ‘ngidam’.
Selanjutnya nyeri pada abdomen dapat disebabkan oleh kehamilan ektopik yang ruptur. Jika
perdarahannya parah, maka rasa nyeri yang dirasa bisa sampai ke abdomen. Apabila
rangsangan darah dalam abdomen mencapai diafragma maka nyeri juga dapat menjalar
sampai ke bahu. Apabila darahnya membentuk hematokel atau tertimbun di kavum douglas
maka penderita akan merasakan nyeri saat buang air besar (BAB). Perdarahan pervaginam
dapat menyebabkan syok karena terjadi gangguan pada sirkulasi umum yang dapat
mengakibatkan denyut nadi meningkat (takikardi) dan tekanan darah menurun (hipotensi).
Hal ini dikarenakan darah akan tertimbun dalam kavum abdomen dan tidak berfungsi.
(Logor, Wagey dan Loho, 2013)
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang penting untuk menegakkan diagnosis kehamilan ektopik.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya adalah pemeriksaan kadar hormon
(β-hCG dan progesterone), hemoglobin, leukosit, ultrasonography, kuldosintesis, dan
laparoskopi. Kadar βhCG berkaitan dengan usia dan ukuran gestasi pertumbuhan embrionik
normal. Pada kehamilan ektopik peningkatan kadar β-hCG tersebut kurang dari kehamilan
normal. Kehamilan ektopik umumnya dikaitkan dengan peningkatan hCG tidak lebih dari
66%, atau penurunan tidak lebih dari 13% dari tingkat dasar, dalam 48 jam. Rasio terletak
dalam kisaran ini, bersama dengan nilai hCG absolut di atas 1500 IU/L tanpa adanya
kehamilan intrauterin yang dapat divisualisasikan, dapat diambil sebagai bukti untuk
kemungkinan kehamilan ektopik. Kriteria gabungan ini adalah 92% sensitif dan 84% spesifik
(Taran et al., 2015).
Pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb) dan eritrosit juga dapat dilakukan untuk
mendiagnosis kehamilan ektopik yang terganggu, terlebih lagi jika ada tanda-tanda
perdarahan di dalam rongga perut. Biasanya ditemukan anemia pada kejadian yang tidak
mendadak, tetapi harus diperhatikan dan diingat bahwa penurunan Hb baru akan terlihat
setelah 24 jam. Jika dalam perhitungan leukosit secara berturut menunjukkan leukosit
meningkat maka menunjukkan adanya perdarahan. Hal ini juga dapat digunakan untuk
membedakan kehamilan ektopik dan infeksi pelvis. Pada infeksi pelvis jumlah leukosit
umumnya lebih dari 20.000. (Sari dan Prabowo, 2018)
Ultrasonography (USG) adalah salah satu modalitas penting dalam mendiagnosis adanya
kehamilan ektopik. Pemeriksaan USG ini lebih tepatnya untuk mengonfirmasi kehamilan
intrauterin. Visualisasi kantong kehamilan intrauterin dengan atau tanpa aktivitas jantung
janin adalah cara yang adekuat untuk menduga adanya kehamilan ektopik atau tidak. USG
dapat dilakukan baik secara transvaginal atupun abdominal. Kuldosintesis merupakan salah
satu metode pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui kondisi dari kavum douglas
apakah terdapat darah atau tidak didalamnya. Laparoskopi biasanya menjadi pilihan terakhir
yang digunakan sebagai alat bantu diagnostik kehamilan ektopik apabila hasil metode
diagnostik yang lain masih meragukan. Kelebihan pemeriksaan ini adalah dapat dinilainya
struktur pelvis, ada tidaknya hemo-peritoneum, serta ada tidaknya keberadaan kondisi lain
seperti kista ovarium dan endometriosis yang terjadi bersamaan dengan kehamilan
intrauterin, dapat menyerupai kehamilan ektopik. Namun, pemeriksaan ini juga memiliki
kekurangan yakni hasil positif palsunya juga akan meningkat apabila dilakukan pada
kehamilan dengan usia gestasi yang lebih awal. (Prawirohardjo, 2016)

9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kehamilan ektopik dapat dibagi menjadi pembedahan, terapi medis,
dan terapi expectant (menunggu dan waspada) yang dilakukan tergantung pada kondisi
pasien. Diagnosis dan tata laksana penting diketahui lebih awal mengingat terjadinya
kehamilan ektopik yang terganggu dan dapat mengakibatkan komplikasi. Tata laksana
mana yang paling tepat tergantung pada penilaian yang sedang berlangsung dan banyak
faktor klinis lainnya, itu dirancang untuk masingmasing pasien berdasarkan presentasi
dan keparahan kondisi pasien (Sivalingam et al., 2012).
Laparoskopi adalah pilihan pembedahan untuk mengonfirmasi dan memfasilitasi
pengangkatan dari kehamilan ektopik tanpa laparotomi eksplorasi, namun prosedur
terbuka diindikasikan jika pasien secara hemodinamik tidak stabil atau ukuran ektopik
menentukan tindakan bedah terbuka. Pasien harus selalu diberi KIE atau konseling
tentang risiko konversi menjadi laparotomi saat laparoskopi dilakukan. Biasanya pada
manajemen bedah akan melibatkan salpingotomi atau salpingektomi parsial (Juneau dan
Bates, 2012). Penatalaksanaan bedah sangat penting dalam kehamilan ektopik yang
ruptur. Laparotomi adalah prosedur pembedahan yang paling sering dilakukan. Prosedur
laparoskopi dikaitkan dengan waktu operasi yang lebih singkat, kehilangan darah yang
lebih sedikit intraoperatif, pemulihan di rumah sakit yang lebih cepat dan persyaratan
analgesia yang lebih rendah. Laparotomi harus dilakukan untuk pasien yang mengalami
ruptur dan dalam keadaan syok dan kompromi hipovolemik. Jika tabung kontralateral
sehat, pilihan yang sering dilakukan adalah salpingektomi, di mana seluruh tuba fallopi
atau segmen yang terkena dampak yang mengandung kehamilan ektopik dihilangkan atau
diangkat. Salpingotomi adalah prosedur pengangkatan kehamilan ektopik, dengan
membedahnya keluar dari tuba, meninggalkan tuba Fallopii in situ dalam upaya untuk
menjaga kesuburan di sisi tempat kehamilan ektopik (Sivalingam et al., 2012).

B. Asuhan Keperawatan KET


1. Pengkajian
a. Biodata
Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi Nama umur agama suku
bangsa pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke lamanya
perkawinan dan alamat
b. Keluhan Utama Adanya nyeri pada perut kanan atau kiri bawah, nyeri tekan dan
nyeri lepas dinding abdomen.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Anamnesis dan gejala klinis, riwayat terlambat haid, gejala dan tanda
kehamilan muda dapat ada atau tidak ada perdarahan per vaginam ada nyeri
perut kanan/kiri bawah Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya
darah yang terkumpul dalam peritoneum
2) Riwayat kesehatan masa lalu
a) Riwayat Pembedahan Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami
oleh klien, jenis pem bedahan kapan oleh siapa dan di mana tindakan
tersebut berlangsung
b) Riwayat penyakit yang pernah dialami Kaji adanya penyakit yang
pernah dialami oleh klien misalnya DM jantung, hipertensi masalah
ginekologi/urinary penyakit endokrin dan penyakit-penyakit lainnya.
3) Riwayat kesehatan keluarga Dapat dikaji melalui genogram dan dari
genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan
penyakit menular yang terdapat dalam keluarga

d. Riwayat Kesehatan Reproduksi


1) Riwayat menstruasi Kaji tentang Menarche, siklus menstruasi, lamanya
banyaknya sifat da rah bau warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan
menopause terjadi gejala serta keluahan yang menyertainya.
2) Riwayat kehamilan persalinan dan nifas Kaji bagaimana keadaan anak ken
mulai dari dalam kandungan hingga saal ini bagaimana keadaan kesehatan
anaknya.
3) Riwayat seksual
Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang pernah
digunakan serta keluhan yang menyertainya.
e. Riwayat Pemakaian Obat
Kaji riwayat pemakaian obat-obatan kontrasepsi oral obat digitalis dan jenis obat
lainnya.
f. Pola Kebiasaan Sehari-hari menurut Virginia Henderson
1) Respirasi
Frekuensi pernafasan meningkat
2) Nutrisi
Biasanya klien mengalami gangguan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi
karena tidak ada nafsu makan masukan protein kalori kurang
3) Eliminasi
Biasanya klien tidak mengalami gangguan dalam BAK. kadang pada saat
BAK disertai pengeluaran darah pervaginan.
4) Gerak dan keseimbangan tubuh
Pada klien dengan Kehamilan Ektopik Terganggu gerak/aktivitasnya
terganggu karena kebiasaan sehari-hari tidak dapat dilakukan/tidak terpenuhi
dengan baik.
5) Istirahat/tidur
Klien biasanya mengalami kesulitan dalm istirahat dan tidurnya karena nyeri
pada abdomen kanan atau kiri bawah yang dirasakan
6) Kebutuhan personal hygiene
Kebersihan diri merupakan pemeliharaan kesehatan untuk diri sendiri dan
dilakukan 2x sehari Biasanya kebutuhan personal hygiene tidak ada gangguan
7) Aktivitas
Pada klien KET biasanya aktivitasnya terganggu karena kebiasaan sehari hari
tidak dapat dilakukan/tidak dapat terpenuhi dengan baik.
8) Kebutuhan berpakaian
Klien dengan KET tidak mengalami gangguan dalam memenuhi kebutuhan
tersebut.
9) Mempertahankan temperatur tubuh dan sirkulasi
Klien dengan KET biasanya mengalami gangguan dalam hal tempera tur
tubuh berupa penurunan suhu tubuh dan sirkulasi berupa penuruhan tekanan
darah/hipotensi.
10) Kebutuhan keamanan
Kebutuhan keamanan ini perlu dipertanyakan apakah klien tetap merasa aman
dan terlindungi oleh keluarganya Klien mampu menghindari ba haya dari
lingkungan
11) Sosialisasi
Bagaimana klien mampu berkomunikasi dengan orang lain dalam
mengekspresikan emosi, kebutuhan kekhawatiran dan opini.
12) Kebutuhan Spiritual
Pada kebutuhan spiritual ini, tanyakan apakah klien tetap menjalankan ajaran
agamanya ataukah terhambat karena keadaan yang sedang di alami.
13) Kebutuhan bermain dan rekreasi
Klien dengan KET biasanya tidak dapat memenuhi kebutuhan bermain dan
rekreasi karena dalam kondisi yang lemah
14) Kebutuhan belajar
Bagaimana klien berusaha belajar, menemukan atau memuaskan rasa ingin
tahu yang mengarah pada perkembangan yang normal kesehatan dan
penggunaan fasilitas kesehatan yang tersedia

g. Pemeriksaan Fisik
Dalam melakukan pemeriksaan fisik metode yang digunakan adalah pemeriksaan
Head To Toe Pemeriksaan fisik secara head to toe pada klien dengan KET
meliputi :
1) Keadaan Umum
Klien dengan KET biasanya keadaan umumnya lemah.
2) Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah : Menurun <100/60 mmHg
b) Nadi : Meningkat tapi lemah
c) Suhu : Menurun
d) Respirasi : Meningkat >20 x/menit
3) Kepala
a) Inspeksi : Bersih atau tidaknya, ada atau tidak lesi.
b) Palpasi : Ada atau tidaknya nyeri tekan krepitasi masa
4) Wajah
Inspeksi : Tampak pucat ada atau tidak oedema
5) Mata
Inspeksi : Konjungtiva tampak pucat (karena adanya perdarahan)
6) Hidung
Inspeksi : Simestris atau tidak, ada tidaknya polip
7) Telinga
Inspeksi : Ada tidaknya peradangan dan lesi
8) Mulut
Inspeksi : Periksa apakah bibir pucat atau kering, kelengkapan gigi ada
tidaknya karies gigi.
9) Leher
a) Inspeksi : Ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
b) Palpasi : Ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
10) Payudara
a) Inspeksi : Ukuran payudara simetrisitas dan penampilan kulit. Inspeksi
puting terhadap ukuran bentuk ada tidaknya ulkus dan kemerahan
b) Palpasi : Palpasi payudara untuk mengetahui konsistensi dan nyeri
tekan
11) Thorax
a) Inspeksi : Pergerakan dinding dada frekuensi irama kedalaman dan
penggunaan otot bantu pernafasan ada tidaknya retraksi dinding dada
b) Palpasi : Ada tidaknya nyeri tekan dan krepitasi vokal premitus
c) Perkusi : Kenormalan organ intra thorax
d) Auskultasi : Ada tidaknya suara nafas tambahan
12) Abdomen
a) Inspeksi : Pembesaran perut disalah satu sisi dimana lokasi KET
perdarahan pervaginam
b) Auskultasi : Bising usus normal
c) Palpasi : Pembesaran abdomen ke salah satu sisi dimana lokasi KET
d) Perkusi : Suara normal timfani untuk mengetahui suara normalnya bila
masih ada sisa hasil konsepsi yang belum dikeluarkan maka suara akan
berubah menjadi lebih pekak
13) Genetalia
a) Inspeksi : Perdarahan pervaginam, kondisi vulva lembab
b) Pemeriksaan dalam : Serviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris
kanan dan kiri
14) Ekstremitas Atas
a) Inspeksi : Ada tidaknya infus yang terpasang
b) Palpasi CRT : (Capilary Refile Time) memanjang bila perdarahan.
15) Ekstremitas Bawah
a) Inspeksi : Ada tidaknya deformitas.
b) Palpasi : Akral (perdarahan biasanya disertai dengan akral dingin)

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pembesaran buah kehamilan extrauterin
b. Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan intrauteri
c. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kesuburan yang
mengancam

3. Rencana Keperawatan
No Dx. Kep Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
(1) (2) (3) (4)
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Tindakan Manajemen Nyeri (Pain
berhubungan keperawatan diharapkan Management):
dengan pembesaran klien dapat:
buah kehamilan − Kaji secara komprehensif
extrauterin 1. Mengontrol nyeri tentang nyeri, meliputi:
(Pain Control, Lokasi, karakteristik,
dengan kriteria: onset, durasi, frekuensi,
kualitas, in tensitas nyeri,
a. Klien dapat dan faktor presipitasi
mengetahui − Observasi isyarat-isyarat
penyebab nyeri, non verbal dari
onset nyeri. ketidaknyamanan,
b. Klien mampu meng khususnya dalam
gunakan teknik non ketidakmampuan untuk
farmakologi untuk komunikasi secara efektif.
mengurangi nyeri, − Gunakan komunikasi
dan tindakan terapeutik agar klien dapat
pencegahan nyeri) mengekspresikan nyeri
c. Klien mampu − Tentukan dampak dari
mengenal tanda- ekspresi nyeri terhadap
tanda pencetus nyeri kualitas hidup. Pola tidur,
untuk mencari nafsu makan, aktivitas
pertolongan. kognisi, mood,
d. Klien melapor kan relationship, pekerjaan,
bahwa nyeri tanggung jawab peran.
berkurang dengan − Berikan informasi tentang
menggunakan nyeri, seperti: Penyebab,
manajemen nyeri. berapa lama terjadi dan
tindakan pencegahan.
2. Menunjukan tingkat − Kontrol faktor-faktor
nyeri (Pain Level) lingkungan yang dapat
dengan kriteria : mempengaruhi respon
klien terhadap
a. Klien melaporkan ketidaknyamanan
penurunan nyeri dan (misalnya Temperatur
pengaruhnya pada ruangan, penyinaran dan
tubuh. lain-lain).
b. Klien mengenal − Anjurkan klien untuk
skala, intensitas, memonitor sendiri nyeri
frekuensi dan lama − Tingkatkan tidur/istirahat
nya episode nyeri. yang cukup Ajarkan
c. Klien mengatakan penggunaan teknik non
rasa nyaman setelah farmakologi (misalnya:
nyeri berkurang. Relaksasi, imajinasi
d. Tanda-tanda vital terbimbing, terapi musik,
dalam batas normal. distraksi dan massase).
e. Ekspresi wajah − Evaluasi keefektifan dari
tenang. tindakan mengontrol nyeri.
− Modifikasi tindakan
mengontrol nyeri
berdasarkan respon klien.
− Anjurkan klien untuk
berdiskusi tentang
pengalaman nyeri secara
tepat
− Monitor kenyamanan klien
terhadap manajemen nyeri
− Hilangkan faktor yang
dapat meningkatkan
pengalaman nyeri
(misalnya: Rasa takut,
kelelahan dan kurangnya
pengetahuan). Libatkan
keluarga untuk
mengurangi nyeri).
− Informasikan kepada tim
kesehatan lainnya/anggota
keluarga saat tindakan
nonfarmakologi dilakukan,
untuk pendekatan
preventif

Pemberian Analgetik (Analgetic


Administration):

− Tentukan lokasi nyeri,


karakteristik, kualitas, dan
keparahan sebelum
pengobatan
− Berikan obat dengan
prinsip 5 benar.
− Cek riwayat alergi obat.
− Tentukan lokasi nyeri,
karakteristik, kualitas, dan
keparahan sebelum
pengobatan.
− Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgetik pertama kali.
− Berikan analgetik yang
tepat waktu terutama saat
nyeri hebat.
− Evaluasi efektivitas
analgetik, tanda dan gejala
(efek samping).
2. Risiko syok Setelah dilakukan tindakan Manajemen syok hipovolemik
hipovolemik keperawatan selama…x 24 (Hypovolemia Management):
berhubungan jam diharapkan tidak terjadi
dengan perdarahan syok hipovolemik dengan − Kaji adanya perdarahan
intrauteri kriteria: intrauterin
− Kaji warna kulit, suhu,
− Tanda-tanda vital adanya sianosis, nadi
dalam batas normal. perifer dan diaporesis
− Turgor kulit baik. secara teratur.
− Tidak ada sianosis. − Pantai frekuensi dan irama
− Suhu kulit hangat jantung Pantau status
− Tidak ada cairan, turgor kulit,
diaporesis. Membran membran mukosa, urine
mukosa kemerahan. output
− Monitor status cairan,
termasuk intake dan output
sesuai kebutuhan
− Monitor kadar hemoglobin
dan hematokrit.
− Monitor kehilangan cairan
(seperti Perdarahan,
muntah, diare, peng uapan
dan takipneu).
− Monitor tanda-tanda vital
sesuai kebutuhan
− Monitor respon klien
terhadap perubahan cairan
− Kelola pemberian cairan
hipotonik seperti
(Dekstrose 5%) untuk
rehidrasi sesuai kebutuhan
− Kelola pemberian cairan
isotonik seperti NaCl,
Ringer Laktat untuk
rehidrasi cairan
ekstraseluler
Kombinasikan cairan
kristaloid (se perti: NaCl
dan Ringer Laktat) dan
cairan koloid (seperti:
Plasma) untuk pengganti
volume intravaskuler
− Dorong intake cairan per
oral
− Pertahankan pemberian
cairan secara vena
− Kelola pemberian transfusi
− Monitor reaksi transfusi
sesuai kebutuhan.
− Atur posisi klien
trendelenburg jika
hipotensi sesuai kebutuhan
Monitor tanda dan gejala
over hidrasi
− Monitor tanda dan gejala
gagal ginjal (seperti:
Peningkatan BUN,
peningkatan kreatinin,
penuruan output)
3. Kecemasan Setelah dilakukan asuhan Menurunkan cemas (Anxietas
berhubungan keperawatan selama…X 24 Reduction):
dengan kurang jam klien mampu
pengetahuan mengontrol cemas (Anxiety − Bina hubungan saling
tentang kesuburan Control), dengan kriteria: percaya dengan klien.
yang mengancam − Kaji tingkat kecemasan
− Klien dapat klien.
memonitor intensitas − Dengarkan klien dengan
cemas. penuh perhatian.
− Klien dapat − Berusaha memahami
menurunkan keadaan klien.
stimulus lingkungan − Jelaskan seluruh prosedur
ketika cemas. tindakan kepada klien dan
− Klien mencari perasaan yang mungkin
informasi yang muncul pada saat
menurunkan cemas. melakukan tindakan.
− Klien menggunakan − Berikan informasi tentang
teknik relaksasi diagnosa, prognosis dan
untuk menurunkan tindakan.
cemas. − Dampingi klien untuk
− Klien dapat mengurangi kecemasan
mempertahankan dan meningkatkan
hubungan sosial. kenyamanan.
− Klien dapat − Motivasi klien untuk
mempertahankan menyampaikan tentang isi
konsentrasi. perasaannya
− Klien melaporkan − Bantu klien menjelaskan
tidur adekuat. keadaan yang bisa
− Ekspresi wajah klien menimbulkan kecemasan.
tenang. − Bantu klien untuk
mengungkapkan hal-hal
yang membuat cemas.
− Ajarkan klien teknik
relaksasi.
− Berikan obat obat yang
mengurangi cemas
DAFTAR PUSTAKA
Prawiroharjo (1999) Ilmu Kebidanan Edisi 2 Cetakan II Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta
Prawirohardjo, Sarwono. (2016). Ilmu Kebidanan (Ed. 4, Cet. 5). Jakarta : PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. ISBN 978-979-8150-25-8
Logor, S. C. D., Wagey, F. W., & Loho, M. F. T. (2013). Tinjauan Kasus Kehamilan Ektopik
Di Blu Rsup Prof. Dr. R. D. Kdanou Manado Periode 1 Januari 2010 – 31 Desember 2011.
Jurnal E-Biomedik, 1(1), 40–44.
Sivalingam, V. N., Duncan, W. C., Kirk, E., Shephard, L. a, & Danrew, W. (2012). Diagnosis
dan management of ectopic pregnancy. 37(4), 231–240.
Juneau, C., & Bates, G. W. (2012). Reproductive outcomes after medical dan surgical
management of ectopic pregnancy. Clinical Obstetri
Taran, F. A., Kagan, K. O., Hubner, M., Hoopmann, M., Wallwiener, D., & Brucker, S.
(2015). Diagnosis dan Treatment of Ectopic Pregnancy. Deutsches Arzteblatt International,
112, 693–704
Sari, R. D. P., & Prabowo, A. Y. (2018). Buku Ajar : Perdarahan pada Kehamilan Trimester
1. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Abdulkareem, T. A., & Eidan, S. M. (2017). Ectopic Pregnancy: Diagnosis, Prevention dan
Management. Intech, 3, 49–66.
Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas, Aplikasi NANDA, NIC, NOC / Ns. Reny Yuli
Aspiani, S.Kep. ; Jakarta: TIM,2017

Anda mungkin juga menyukai