Anda di halaman 1dari 22

TUGAS MAKALAH RUANG POLI KANDUNGAN RS IMMANUEL BANDUNG

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU (KET)


Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktik Keperawatan Maternitas
Dosen Pembimbing
Dr. Wintari hariningsih, SKp.,SH.,MH.Kes

Oleh :
Sheilla Dwiliyanti
1490121095

PROGRAM PROFESI NERS XXVII


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL BANDUNG
TA 2021/2022
A. Definisi
Kehamilan ektopik terganggu merupakan suatu kegawatdaruratan dalam obstetri yang
perlu penanganan segera. Perlunya diagnosis dini maupun observasi klinis sangat
diperlukan mengingat pentingnya kelangsungan hidup ibu maupun prognosis
reproduksi selanjutnya (Dewi dan Risilwa, 2017).

Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik dapat
mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut sebagai
kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik dapat terjadi diluar rahim misalnya
dalam tuba, ovarium atau rongga perut, tetapi dapat juga terjadi didalam rahim
misalnya dalam cervix, pars interstitialis tuba atau dalam tanduk rudimenter rahim.
Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba (90%) terutama di
ampula dan isthmus (Dewi, 2016)

B. Etiologi
Pembagian kehamilan ektopik dapat dikategorikan menjadi 5 bagian berdasarkan
lokasi terjadinya, yakni kehamilan tuba, kehamilan intraligamenter, kehamilan
heteropik (satu janin di kavum uteri, lainnya kehamilan ektopik), kehamilan ektopik
bilateral, kehamilan ektopik lain (serviks uteri, ovarium, atau abdominal). Terjadinya
kehamilan ektopik dapat dipicu oleh karena sel telur yang sudah dibuahi mengalami
hambatan dalam perjalanannya menuju endometrium. Beberapa faktor yang menjadi
penghambat tersebut menurut (Santy dkk, 2020) diantaranya:
1. Faktor tuba
2. Faktor abnormalitas dari zigot
3. Faktor ovarium;
4. Faktor hormonal
5. Faktor lain

C. Anatomi Fisiologi

1. Vagina
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu
meregang secara luas karena tonjolan serviks ke bagian atas vagina. Panjang
dinding anterior vagina hanya sekitar 9 cm, sedangkan panjang dinding
posterior 11 cm. Vagina terletak di depan rectum dan di belakang kandung
kemih. Vagina merupakan saluran muskulo membraneus yang
menghubungkan rahim dengan vulva. Jaringan muskulusnya merupakan
kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan muskulus levator ani oleh karena itu
dapat dikendalikan.
Pada dinding vagina terdapat lipatan-lipatan melintang disebut rugae dan
terutama di bagian bawah. Pada puncak (ujung) vagina menonjol serviks pada
bagian uterus. Bagian servik yang menonjol ke dalam vagina di sebut portio.
Portio uteri membagi puncak vagina menjadi empat yaitu: fornik anterior,
fornik posterior, fornik dekstra, fornik sinistra.
Sel dinding vagina mengandung banyak glikogen yang menghasilkan asam
susu dengan PH 4,5. Keasaman vagina memberikan proteksi terhadap infeksi.
Fungsi utama vagina yaitu sebagai saluran untuk mengeluarkan lendir uterus
dan darah menstruasi, alat hubungan seks dan jalan lahir pada waktu
persalinan.
2. Uterus
Merupakan jaringan otot yang kuat, berdinding tebal, muskular, pipih, cekung
dan tampak seperti bola lampu / buah peer terbalik yang terletak di pelvis
minor di antara kandung kemih dan rectum. Uterus normal memiliki bentuk
simetris, nyeri bila ditekan, licin dan teraba padat. Uterus terdiri dari tiga
bagian yaitu: fundus uteri yaitu bagian corpus uteri yang terletak di atas kedua
pangkal tuba fallopi, corpus uteri merupakan bagian utama yang mengelilingi
kavum uteri dan berbentuk segitiga, dan seviks uteri yang berbentuk silinder.
Dinding belakang, dinding depan dan bagian atas tertutup peritoneum
sedangkan bagian bawahnya berhubungan dengan kandung kemih. Untuk
mempertahankan posisinya uterus disangga beberapa ligamentum, jaringan
ikat dan peritoneum. Ukuran uterus tergantung dari usia wanita, pada anak-
anak ukuran uterus sekitar 2-3 cm, nullipara 6-8 cm, dan multipara 8-9 cm.
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan yaitu peritoneum, miometrium / lapisan
otot, dan endometrium.
3. Tuba Fallopi
Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine
hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai
rongga uterus. terletak di tepi atas ligamentum latum berjalan ke arah lateral
mulai dari osteum tubae internum pada dinding rahimc. Panjang tuba fallopi
12cm diameter 3-8cm. Dinding tuba terdiri dari tiga lapisan yaitu serosa,
muskular, serta mukosa dengan epitel bersilia
4. Ovarium
Ukuran dan bentuk ovarium tergantung umur dan stadium siklus menstruasi.
Bentuk ovarium sebelum ovulasi adlah ovoid dengan permukaan licin dan
berwarna merah muda keabu-abuan. Setelah berkali-kali mengalami ovulasi,
maka permukaan ovarium tidak rata/licin karena banyaknya jaringan parut
(cicatrix) dan warnanya berubahm menjadi abu-abu. Pada dewasa muda
ovarium berbentuk ovoid pipih dengan panjang kurang lebih 4 cm, lebar
kurang lebih 2 cm, tebal kurang lebih 1 cm dan beratnya kurang lebih 7 gram.
Posisi ovarium tergantung pada posisi uterus karena keduanya dihubungkan
oleh ligamen-ligamen.
5. Parametrium
Parametrium adalah jaringan ikat yang terdapat di antara ke dua lembar
ligamentum latum. Batasan parametrium :
a. Bagian atas terdapat tuba fallopi dengan mesosalping
b. Bagian depan mengandung ligamentum teres uteri
c. Bagian kaudal berhubungan dengan mesometrium.
d. Bagian belakang terdapat ligamentum ovarium

D. Patofisiologi
Salah satu fungsi saluran telur yaitu untuk membesarkan hasil konsepsi (zigot)
sebelum turun dalam rahim, tetapi oleh beberapa sebab terjadi gangguan dari
perjalanan hasil konsepsi dan tersangkut serta tumbuh dalam tuba. Saluran telur bukan
tempat ideal untuk tumbuh kembang hasil konsepsi. Disamping itu penghancuran
pembuluh darah oleh proses proteolitik jonjot koreon menyebabkan pecahnya
pembuluh darah. Gangguan perjalanan hasil konsepsi sebagian besar karena infeksi
yang menyebabkan perlekatan saluran telur. Pembuluh darah pecah karena tidak
mempunyai kemampuan berkontraksi maka perdarahan tidak dapat dihentikan dan
tertimbun dalam ruang abdomen. Perdarahan tersebut menyebabkan perdarahan tuba
yang dapat mengalir terus ke rongga peritoneum dan akhirnya terjadi ruptur, nyeri
pelvis yang hebat dan akan menjalar ke bahu.

Ruptur bisa terjadi pada dinding tuba yaitu darah mengalir antara 2 lapisan dari
mesosalping dan kemudian ke ligamentum latum. Perubahan uterus dapat ditemukan
juga pada endometrium. Pada suatu tempat tertentu pada endometrium terlihat bahwa
sel-sel kelenjar membesar dan hiperskromatik, sitoplasma menunjukkan vaskularisasi
dan batas antara sel-sel kurang jelas. Perubahan ini disebabkan oleh stimulasi dengan
hormon yang berlebihan yang ditemukan dalam endometrium yang berubah menjadi
desidua. Setelah janin mati desidua mengalami degenerasi dan dikeluarkan sepotong
demi sepotong. Pelepasan desidua ini disertai dengan perdarahan dan kejadian ini
menerangkan gejala perdarahan pervaginam pada kehamilan ektopik terganggu
(Dewi, 2016).
E. Pathway

F. Manifestasi Klinis
Gambaran kehamilan ektopik yang belum terganggu tidak khas dan penderita maupun
petugas medis biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam kehamilan. Pada
umumnya penderita menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut:
1. Amenorhoe
2. Nyeri perut bagian bawah
3. Gejala kehamilan muda
4. Level hormon Human Chorionic Gonadotropin (HCG) rendah
5. Perdarahan pervaginam berwarna coklat tua
6. Pada pemeriksaan pervagina terdapat nyeri goyang bila serviks digoyangkan
dan kavum douglasi menonjol karena ada pembekuan darah.
Gejala dan tanda kehamilan ektopik sangat berbeda-beda dari perdarahan banyak tiba-
tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala tidak jelas, sehingga sukar
membuat diagnosisnya, gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan
ektopik, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi
dan keadaan umum penderita sebelum hamil (Norma danMustika, 2018)

G. Pemeriksaan Diagnostik
Dilakukan untuk mendukung menegakkan diagnosa seperti pemeriksaan
laboratorium, rontgen utrasonografi dan lain-lain :
1) Pemeriksaan laboratorium
Kadar hemoglobin dan eritrosit menurun atau leukosit meningkat menunjukkan
adanya perdarahan. Hasil tes kehamilan biasanya positif. Hasil tes kehamilan yang
negatif tidak menyingkirkan kemungkinan KET kuldosintesis tidak sering
dilakukan, karena pemeriksaan ini sangat tidak nyaman bagi penderita karena
degenerasi trofoblas dapat menyebabkan produksi βHCG menurun sehingga
menyebabkan tes kehamilan menjadi negative
2) Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Dijumpai kantong kehamilan di luar kavum uteri yang disertai atau tanpa adanya
genangan cairan (darah) di Cavum Douglas pada KET. Pada pemeriksaan USG
Trans-Vaginal dapat mendeteksi tubal ring (massa berdiameter 1-3 cm dengan
pinggir ekhogenik yang mengelilingi pusat yang hipoekhoik. Gambaran ini cukup
spesifik untuk kehamilan ektopik. Juga menunjukkan evaluasi cavum pelvis
dengan lebih baik, termasuk visualisasi cairan di cavum Douglas dan massa
pelvis. Pemeriksaan USG Trans-Vaginal dilakukan untuk menetapkan letak
kantong gestasi, besarnya kantong gestasi, dan mencari janin dengan detak
jantungnya
3) Pemeriksaan kuldosintesis
Pemeriksaan kuldosintesis dilakukan untuk mengetahui adanya cairan atau darah
dalam cavum douglas. Dengan adanya pemeriksaan USG dan pemeriksaan kadar
βHCG yang telah akurat, maka Pemeriksaan kuldosintesis masih dilakukan bila
tidak ada fasilitas USG atau bila pada pemeriksaan USG kantung kehamilan tidak
berhasil terdeteksi
4) Pemeriksaan yang ditegakkan secara bedah (Surgical Diagnosis):
Kuretase dapat dikerjakan untuk membedakan kehamilan ektopik dari abortus
insipiens atau abortus inkomplet. Kuretase biasanya dianjurkan pada kasuskasus
dimana timbul kesulitan membedakan abortus dari kehamilan ektopik dan
kehamilan uterine tidak terdeteksi dengan USG Trans-Vaginal
5) Pemeriksaan laparoskopi
Untuk melihat rongga pelvik melalui dinding perut terutama pada keadaan yang
meragukan, misalnya pada kehamilan tuba yang belum terganggu. Pemeriksaan
laparotomi dilakukan untuk mengangkat sumber perdaharan dan dilakukan bila
keadaan hemodinamik pasien tidak stabil. Indikasi operasi laparotomi atau
laparoskopi adalah besarnya kantong gestasi lebih dari 3,5 cm dengan
pemeriksaan vaginal USG, pasien menolak terapi medikamentosa, ruptur
kehamilan ektopik telah terjadi (sudah terjadi perdarahan intraperitoneal),
diagnosis belum jelas, bekas ligasi tuba fallopi, kontraindikasi dengan
pemeriksaan medikamentosa

H. Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektopik terganggu mempertimbangkan beberapa hal yaitu
kondisi ibu, keinginan ibu untuk mempertahankan fungsi reproduksinya, lokasi
kehamilan ektopik, kondisi anatomis organ pelvis, kemampuan teknik bedah mikro
dokter, dan kemampuan teknologi fertilisasi in vitro setempat. Pada keadaan kondisi
ibu buruk yaitu dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi. Pada kasus
kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah biasanya ditangani
dengan menggunakan kemoterapi untuk menghindari pembedahan. Kehamilan
ektopik dapat mengancam nyawa, maka deteksi dini dan pengakhiran kehamilan
adalah tata laksana yang disarankan (Dewi, 2016: 51)

I. Asuhan Keperawatan
1. Wawancara
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Identitas atau biodata klien Meliputi, nama, umur,
agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan,
pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register, dan
diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
Amenore dapat disertai dengan tanda-tanda hamil muda (morning
sickness, mual muntah, dan ngidam), adanya nyeri abdomen (nyeri
dapat menjalar ke seluruh abdomen, diafragma, dan nyeri pada saat
buang air besar), dan perdarahan pervaginam khas berwana kecoklatan
(Norma dan Mustika, 2018: 76).
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Untuk mengetahui penyakit apa yang sedang klien derita
sekarang, menanyakan apa saja keluhan yang klien rasakan
saat ini dan kapan keluhan itu berawal (Astuti,2012).
2) Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit kronis atau menular dan menurun seperti jantung,
hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga keluarga seperti
jantung, DM, HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang
mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien
4) Riwayat Imunisasi
Untuk mengetahui apakah melakukan immunisasi selama
kehamilan
5) Riwayat KB
Jenis kontrasepsi yang dipakai oleh ibu sebelum hamil, sudah
berapa lama ibu menggunakan alat kontrasepsi tersebut, apa
yang ibu keluhkan selama menggunakan alat kontrasepsi
tersebut. Hal tersebut untuk menilai risiko alat kontrasepsi
yang dipakai (Norma dan Mustika, 2018: 80).
6) Riwayat Menstruasi
Umur menarche, frekuensi atau siklus menstruasi, lamanya
menstruasi, dismenorrhea atau keluhan saat menstruasi, dan
Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) untuk menghitung usia
kehamilan (Norma dan Mustika, 2018: 79).
7) Riwayat Perkawinan
Ibu menikah berapa kali, lamanya, umur pertama kali menikah
(Norma dan Mustika, 2018: 79).
8) Pola aktifitas sehari-hari
a) Nutrisi Makan :
Jenis Makan, Frekuensi, Jumlah Makanan, Bentuk
Makanan, Makanan Pantangan. Gangguan/Keluhan
Minum : Jenis minuman, Frekuensi, Jumlah Minuman,
Gangguan/Keluhan
b) Eliminasi BAB :
Frekuensi, Jumlah, Konsistensi dan Warna, Bau,
Gangguan/Keluhan
c) BAK :
Frekuensi, Jumlah, Warna, Bau,Gangguan/Keluhan
d) Istirahat/Tidur
Siang : (waktu, lama, kualitas/gangguan istirahat &
tidur)
Malam : (waktu, lama, kualitas/gangguan istirahat &
tidur)
9) Personal Hygiene Mandi, Cuci rambut, Gosok gigi, Ganti
Pakaian, Gunting Kuku,
Gangguan / Masalah
10) Kebiasaan Merokok/Alkohol
11) Riwayat Psiko- social-spiritual
a) Riwayat psiko
b) Riwayat social
c) Riwayat spiritual

2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Untuk mengetahui keadaan pasien secara keseluruhan dengan kriteria
baik yaitu apabila ibu mampu melakukan aktivitas secara mandiri
tanpa bantuan atau lemah apabila ibu tidak bisa melakukan aktivitas
secara mandiri (Matondang, 2013).
b. Kesadaran
Penilaian kesadaran dinyatakan sebagai composmentis yaitu
kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab dapat
menjawab pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. Apatis adalah
keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh. Delirium adalah gelisah, disorientasi,
memberontak, berteriak-teriak. Somnolen kesadaran menurun respon
psikomotor yang lambat, yang lambat, mudah tertidur, namun mudah
tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang. Stupor yaitu
keadaan seperti tertidur lelap, tetapi respon terhadap nyeri. Coma yaitu
tidak bisa dibangunkan tidak ada respon terhadap rangsangan apapun
c. Tanda-tanda vital
Tekanan darah
Untuk mengetahui faktor resiko hipertensi atau hipotensi, tekanan
darah normal adalah 120/80 mmHg.
Pernafasan
Menilai sifat pernafasan dan bunyi nafas dalam 1 menit. Respirasi
normal 40-60 x/menit.
d. Temperatur
Temperatur normal rektal axilla yaitu 37°C dan kulit 36,5°C.
e. Denyut jantung
Menilai kecepatan, irama suara jantung jelas dan teratur. Denyut
jantung normal pada orang dewasa adalah 60-80 x/menit.
f. Pemeriksaan antropometri
1) Berat Badan
Untuk mengetahui kenaikan berat badan dan penurunan berat
badan, karena kekurangan nafsu makan . (Koes Irianto, 2012)
2) Panjang Badan
Untuk mengukur tinggi badan
g. Pemeriksaan Head to toe
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala,
2) Mata
Pemeriksaan mata dilakukan dengan inspeksi bola mata,
kelopak mata, konjungtiva, sklera, dan pupil.
3) Telinga
Pengkajian telinga secara umum bertujuan untuk mengetahui
keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga/membran
timpani, dan pendengaran
4) Hidung
Hidung dikaji dengan tujuan untuk mengetahui keadaan bentuk
dan fungsi hidung. Pengkajian hidung mulai dari bagian luar,
bagian dalam kemudian sinus-sinus. Pada pemeriksaan hidung
juga dilihat apakah ada pemeriksaan hidung juga dilihat
apakah ada polip dan kebersihannya
5) Mulut
Pengkajian mulut dan faring dilakukan dengan posisi pasien
duduk. Pengkajian dimulai dengan mengamati bibir, gusi,
lidah, selaput lendir, pipi bagian dalam, lantai dasar mulut,
dan palatum kemudian faring
6) Leher
leher (pembesaran kelenjar tyroid, pembuluh limfe)
7) Payudara
Meliputi bentuk dan ukuran, hiperpigmentasi areola, keadaan
puting susu, retraksi, adanya benjolan/massa yang
mencurigakan, pengeluaran cairan dan pembesaran kelenjar
limfe
8) Abdomen
Meliputi adanya bentuk, adanya bekas luka, benjolan/masa
tumor, pembesaran hepar, nyeri tekan

9) Genitalia
Tidak ada lecet, lesi, benjolan dan kelainan yang lainnya.
adanya keputihan
10) Anus
Biasanya tidak terjadi kelainan pada anus
11) Ekstermitas
Ekstermitas atas
Akral hanbat, tidak ada udem, pergerakan baik, refleks bisep
kiri dan kanan +/+
12) Ekstermitas bawah
Akral hanbat, tidak ada udem,ROM kanan dan kiri aktif,
refleks patea kira dan kanan +/+
3. Analisa data
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATA
N
1 DS : Penyebab KET: faktor tuba, Nyeri Akut
1. Mengeluh nyeri faktor uterus, faktor ovum, (D.0077)
faktor hormonal
DO :
1. Tampak meringis Proses pembuahan
2. Bersikap protektis (mis.
Waspada, posisi Tumbuh disaluran tuba
menghindari nyeri)
3. Gelisah
Rupture dinding tuba
4. Frekuensi nadi
meningkat
Terjadi perdarahan
5. Sulit tidur
6. Pola napas berubah
Tuba membesar dan kebiruan

Nyeri akut
3 DS : Proses pembuahan Hipovolemia
1. Merasa lemah (D.0003)
Tumbuh disaluran tuba
DO :
1. Frekuensi nadi
Abortus kedalam lumen tuba
meningkat
2. Nadi teraba lemah
Terjadi perdarahan
3. Turgor kulit menurun
4. Membran mukosa
kering Hipovolemia
5. Status mental berubah
6. Suhu tubuh meningkat

3 DS : Proses pembuahan Resiko infeksi


- (D.0142)
DO : Terjadi di saluran tuba
1. Terjadi perdarahan

Abortus kedalam lumen tuba

Terjadi perdarahan

Operasi

Resiko infeksi
4 DS : Proses pembuahan Ansietas (D.0080)

1. Klien mengatakan
cemas Tumbuh disaluran tuba

Abortus kedalam lumen tuba

DO :
1. Tampak gelisah Terjadi perdarahan
2. Nadi meningkat

Operasi
Ansietas

4. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut (D.0077) berhubungan dengan Agen Pencedera Fisiologis
b. Ansietas (D.0080) berhubungan dengan Kritis Situsional
c. Hipovolemia (D.0003) berhubungan dengan Kehilangan Cairan Aktif
d. Resiko Infeksi (D.0142) berhubungan dengan Inflamasi
5. Rencana Asuhan Keperawatan
No DX Kep Tujuan Intervensi Rasional
1 Nyeri Akut Tujuan Panjang Observasi:
(D.0077) Setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, 1. Mengetahui skala nyeri dan keadaan

berhubungan tindakan keperawatan frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri nyeri secara holistic

dengan Agen selama 3x24 jam dan skala nyeri


2. Mengetahui tindakan yang tepat untuk
Pencedera diharapkan nyeri 2. Identifikasi faktor yang memperberat dan
penurunan nyeri
Fisiologis menurun. memperingan nyeri
Tujuan Pendek Terapeutik
Terapeutik:
Setelah dilakukan 3. Lingkungan yang nyaman dapat sedikit
3. Kontrol lingkungan yang memperberat
tindakan keperawatan mengubah persepsi nyeri yang dirasa
rasa nyeri
selama 1x24 jam pasien
diharapkan nyeri 4. Istirahat tidur dapat membuat tubuh
4. Fasilitasi istirahat dan tidur
berkurang atau hilang. lebih rileks
Kriteria Hasil
Edukasi: Edukasi
- Nyeri berkurang atau
5. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu 5. Pasien dan keluarga mengetahui
hilang
nyeri. tentang penyakitnya.
- Tanda-tanda vital
dalam rentang
6. Dengan teknik relaksasi dapat
normal. 6. Ajarkan teknik nonfarmakologis dengan
- Mampu mengontrol tekhnik relaksasi, latihan gerakan kepala mengurangi rasa nyeri
nyeri secara hati-hati
- Menyatakan rasa
Kolaborasi Kolaborasi
nyaman setelah nyeri
7. Pemberian obat analgesik 7. Membantu menghilangkan rasa nyeri
berkurang
- Mobilitas fisik
kembali normal.
2 Ansietas (D.0080) Tujuan Panjang Observasi
berhubungan Setelah dilakukan
1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah 1. Untuk menentukan intervensi
dengan Kritis intervensi keperawatan selanjutnya
(mis.kondisi, waktu, stresor)
Situsional selama 3x24 jam
2. Identifikasi kemampuan mengambil 2. Untuk mengetahui kemampuan klien
diharapkan ansietas
keputusan dalam mengambil keputusan
teratasi
Terapeutik
Tujuan Pendek
3. Ciptakan suasana teraupetik untuk
Setelah dilakukan 3. Untuk memberikan rasa nyaman
menumbuhkan kepercayaan
intervensi keperawatan
4. Mengetahui penyebab ansietas
4. Pahami situasi yang membuat ansietas
selama 1x24 jam
5. Dengarkan dengan penuh perhatian 5. Untuk membantu klien dalam
diharapkan tingkat
Edukasi mengungkapkan apa yang dirasakan
ansietas menurun
6. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang 6. Agar klien memahami apa yang di
Kriteria Hasil:
mungkin di alami alami
- Perilaku gelisah 7. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan
7. Untuk membantu menurunkan
menurun persepsi
ansietas
Kolaborasi
- Verbalisasi
kebingungan 8. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, 8. Membantu menurunkan ansietas
menurun jika perlu

- Frekuensi Nadi
menurun
3 Hipovolemia Tujuan Panjang Observasi :
(D.0003) Setelah dilakukan 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia 1. Mengetahui apa saja tanda dan gejala

berhubungan tindakan keperawatan yang muncul akibat kekurangan cairan

dengan selama 3x24 jam Teraupetik :


1. Kebutuhan cairan harus terpenuhi
Kehilangan Cairan diharapkan Status cairan 2. Hitung kebutuhan cairan
untuk menyeimbangkan cairan di
Aktif membaik
dalam tubuh
Tujuan Pendek
3. Berikan Posisi modified Trendelenburg 2. Trendelenburg merupakan posisi yang
Setelah dilakukan
menempatkan pasien di tempat tidur
tindakan keperawatan
dengan bagian kepala lebih rendah dari
selama 1x24 jam
bagian kaki. Trebdelenburg digunakan
diharapkan status cairan
membaik Kolaborasi : untuk pasien yang syok
Kriteria Hasil 4. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis
- Kekuatan nadi (mis, NaCl,RL) 3. Memenuhi kebutuhan cairan

meningkat 5. Kolaborasi pemberian produk darah


4. Mengembalikan darah yang hilang dari
- Turgor kulit
tubuh
meningkat
- Dispnea menurun
- Kadar Hb membaik
- Kadar Ht membaik
4 Resiko Infeksi Tujuan Panjang Observasi:
(D.0142) Setelah dilakukan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal 1. Menilai kerentangan individu terhadap
berhubungan tindakan keperawatan dan sistemik infeksi.

dengan Inflamasi 3x24 jam diharapkan


Terapeutik: 2. Meminimalkan penyebaran bakteri
tingkat infeksi menurun.
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dari tangan
Tujuan Pendek
dengan pasien dan lingkungan pasien
Setelah dilakukan
3. Pertahankan teknik aseptik pada pasien 3. Menjaga tubuh klien dari paparan
intervensi keperawatan
berisiko tinggi. bakteri
1x24 jam diharapkan
tingkat infeksi menurun Edukasi:
dengan
kriteria hasil : 4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 4. Tanda dan gejala mis suhu tubuh
- Pengetahuan tentang meningkat.
adanya resiko infeksi.
Meningkat
- Mampu memonitor
faktor resiko dari
lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Asyima. 2018. Hubungan Paritas dan Umur Ibu Terhadap Kejadian Kehamilan Ektopik

Terganggu (KET) di RSUD Syekh Yusuf Gowa Tahun 2018. Jurnal Kesehatan Delima

Pelamonia, 2(2):87-92.

Dewi, T.P. dan Risilwa, M. 2017. Kehamilan Ektopik Terganggu: Sebuah Tinjauan

Kasus. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 17(1): 26-32.

PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan

Indikator Diagnostik (cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan

Tindakan Keperawatan (cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kriteria

hasil (cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Widiasari, K. R., & Lestari, N. M. S. D. (2021). Kehamilan Ektopik. Ganesha Medicine, 1(1),

20-27.

Anda mungkin juga menyukai