Anda di halaman 1dari 26

PENDAHULUAN

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan dengan pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi
dan tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Bila kehamilan tersebut mengalami
proses pengakhiran (abortus) maka disebut dengan kehamilan ektopik terganggu (KET).

Kehamilan ektopik terganggu merupakan masalah besar di bidang ginekologi di dunia,


menimbulkan morbiditas dan mortalitas maternal yang tinggi. Sejak dekade 1970-an,
frekuensinya meningkat hampir 6 kali lipat di Amerika Serikat, saat ini mencapai 2% dari seluruh
kehamilan. Kehamilan ektopik terganggu yang umumnya merupakan keadaan gawat darurat,
bertanggung jawab terhadap 9-10% kematian maternal akibat penyakit obstetrik.

Kehamilan ektopik terganggu dapat menyebabkan rupturnya tuba falopi dan berakhir pada
perdarahan yang banyak. Sehingga kehamilan ektopik ini dapat mengancam nyawa. Oleh karena
itu deteksi dini sangat perlu dilakukan. dan pengakhiran kehamilan merupakan tatalaksana yang
disarankan yaitu dengan obat-obatan atau operasi

Terjadinya kehamilan ektopik terganggu dapat terjadi secara tiba-tiba pada seluruh kasus
kehamilan ektopik. Kehamilan ektopik terganggu merupakan suatu kegawatdaruratan dalam
obstetri yang perlu penanganan segera. Diagnosis dini maupun observasi klinis sangat diperlukan
mengingat pentingnya kelangsungan hidup ibu maupun prognosis reproduksi selanjutnya.

World Health organization melaporkan setiap harinya, setidaknya 830 ibu hamil meninggal
dunia sebagai akibat dari kehamilan dan kelahiran. 99% kematian tersebut terjadi di negara
berkembang. Di antara tahun 1990 dan 2015, kematian ibu hamil menurun sekitar 44 %. Di akhir
tahun 2015, kurang lebih 303.000 wanita meninggal karena kehamilan atau kelahiran. Hampir
semua dari kematian ini karena perawatan yang tidak memadai dan seharusnya dapat dicegah.
ANEMIA
A. Definisi
B. Prevalensi
C. Prevalensi Anemia
Anemia merupakan kelainan yang sangat sering dijumpai baik di klinik maupun di
lapangan. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 5000 juta orang menderita
anemia dengan sebagian besar tinggal di daerah tropik. Berikut gambaran prevalensi
anemia di dunia untuk tahun 1985 seperti terlihat pada tabel.

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU


(KET)

A. Anatomi Genitalia Wanita bagian Dalam


Gambar 2.1 : Anatomi alat genitalia wanita bagian dalam
Sumber :Netter, Frank H. ATLAS OF HUMAN ANATOMY 25th Edition. Jakarta:
EGC,2014.

Organ genitalia interna terdiri dari :


a. Vagina
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu
meregang secara luas karena tonjolan serviks ke bagian atas vagina. Panjang dinding
anterior vagina hanya sekitar 9 cm, sedangkan panjang dinding posterior 11 cm. Vagina
terletak di depan rektum dan di belakang kandung kemih. Vagina merupakan saluran
muskulomembraneus yang menghubungkan rahim dengan vulva. Jaringan muskulusnya
merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan muskulus levator ani oleh karena itu
dapat dikendalikan. Pada dinding vagina terdapat lipatan-lipatan melintang disebut rugae
dan terutama di bagian bawah. Pada puncak (ujung) vagina menonjol serviks pada bagian
uterus. Bagian servik yang menonjol ke dalam vagina di sebut portio. Portio uteri
membagi puncak vagina menjadi empat yaitu: fornik anterior, fornik posterior, fornik
dekstra, fornik sinistra.
b. Uterus
Merupakan jaringan otot yang kuat, berdinding tebal, muskular, pipih, cekung dan
tampak seperti bola lampu / buah peer terbalik yang terletak di pelvis minor di antara
kandung kemih dan rektum. Uterus terdiri dari tiga bagian yaitu: fundus uteri yaitu bagian
korpus uteri yang terletak di atas kedua pangkal tuba fallopi, korpus uteri merupakan
bagian utama yang mengelilingi kavum uteri dan berbentuk segitiga, dan seviks uteri yang
berbentuk silinder. Dinding belakang, dinding depan dan bagian atas tertutup peritoneum
sedangkan bagian bawahnya berhubungan dengan kandung kemih. Dinding uterus terdiri
dari tiga lapisan yaitu peritoneum, miometrium / lapisan otot, dan endometrium.

c. Tuba Fallopi
Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine hingga
suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapairongga uterus. terletak di
tepi atas ligamentum latum berjalan ke arah lateral mulai dari ostium tubae internum pada
dinding rahim. Panjang tuba fallopi 12cm diameter 3-8cm. Dinding tuba terdiri dari tiga
lapisan yaitu serosa, muskular, serta mukosa dengan epitel bersilia.
Tuba fallopi terdiri atas :
1. Pars interstitialis (intramularis) terletak di antara otot rahim mulai dari osteum internum
tuba.
2. Pars istmika tubae, bagian tuba yang berada di luar uterus dan merupakan
bagian yang paling sempit.
3. Pars ampuralis tubae, bagian tuba yang paling luas dan berbentuk “s”.
4. Pars infindibulo tubae, bagian akhir tubae yang memiliki lumbai yang
disebut fimbriae tubae.

d. Ovarium
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi ovum,
ovulasi, sintesis, dan sekresi hormon – hormon steroid. Letak: Ovarium ke arah uterus
bergantung pada ligamentum infundibulo pelvikum dan melekat pada ligamentum latum
melalui mesovarium. Ada 2 bagian dari ovarium yaitu:
1) Korteks ovarii :
a) Mengandung folikel primordial
b) Berbagai fase pertumbuhan folikel menuju folikel de graff
c) Terdapat corpus luteum dan albikantes
2) Medula ovarii :
a) Terdapat pembuluh darah dan limfe
b) Terdapat serat saraf

e. Parametrium
Parametrium adalah jaringan ikat yang terdapat di antara ke dua lembar
ligamentum latum. Batasan parametrium :
1) Bagian atas terdapat tuba fallopi dengan mesosalping.
2) Bagian depan mengandung ligamentum teres uteri.
3) Bagian kaudal berhubungan dengan mesometrium.
4) Bagian belakang terdapat ligamentum ovarii

B. Definisi
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan dengan pertumbuhan sel telur yang telah
dibuahi dan tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Bila kehamilan
tersebut mengalami proses pengakhiran (abortus) maka disebut dengan kehamilan ektopik
terganggu (KET).
Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba fallopi (90-95%) dengan 70-
80% di ampula. Sangat jarang terjadi di ovarium, cavum abdominal, canalis servikalis, dan
intraligamenter.
Kehamilan ektopik diidentifikasi dengan menggabungkan temuan klinis serta
pemeriksaan serum dan sonografi transvagina. Temuan klinis yang dinilai adalah riwayat
amenore, perdarahan pervaginam dan nyeri perut bawah. Ketika nyeri semakin berat yang
disertai pemeriksaan cavum douglass menonjol maka didiagnosis dengan KET. Mereka
yang diperkirakan ruptur tuba perlu segera menjalani terapi pembedahan

C. Faktor Resiko
- Usia
Umur merupakan faktor resiko yang penting terhadap terjadinya kehamilan
ektopik. Sebagian besar wanita mengalami kehamilan ektopik berumur 20-40 tahun
dengan umur rata-rata 30 tahun. Menurut Linardakis (1998) 40% dari kehamilan
ektopik terjadi antara umur 20-29 tahun.
- Paritas
Insiden kehamilan ektopik meningkat seiring dengan pertambahan paritas.
Kejadian ini lebih banyak terjadi pada multipara

- Ras/Suku
Kehamilan ektopik lebih sering di temukan pada wanita kulit hitam dari pada
wanita kulit putih. Perbedaan ini diperkirakan karena peradangan pelvis lebih banyak
ditemukan pada golongan wanita kulit hitam.

- Tingkat Pendidikan
Ibu dengan pendidikan lebih tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatannya
selama kehamilan bila dibanding dengan ibu yang tingkat pendidikannya lebih rendah.
Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penting dalam usaha menjaga kesehatan
ibu, anak dan juga keluarga. Semakin tinggi pendidikan formal seorang ibu diharapkan
semakin meningkat pengetahuan dan kesadarannya dalam mengantisipasi kesulitan
dalam kehamilan dan persalinannya, sehingga timbul dorongan untuk melakukan
pengawasan kehamilan secara berkala dan teratur.

- Pekerjaan
Derajat sosio ekonomi masyarakat akan menunjukkan tingkat kesejahteraan dan
kesempatannya dalam menggunakan dan menerima pelayanan kesehatan. Jenis
pekerjaan ibu maupun suaminya akan mencerminkan keadaan sosio ekonomi keluarga.
Kehamilan ektopik lebih sering terjadi pada keadaan sosio ekonomi yang rendah.

- Riwayat Penyakit Terdahulu


Riwayat penyakit yang berhubungan dengan resiko kehamilan ektopik adalah
infeksi, tumor yang mengganggu keutuhan saluran telur, dan keadaan infertile.
- Riwayat Kehamilan Jelek
Riwayat kehamilan yang berhubungan dengan resiko kehamilan ektopik adalah
kehamilan ektopik, induksi abortus berulang dan mola.Sekali pasien pernah
mengalami kehamilan ektopik ia mempunyai kemungkinan 10 sampai 25% untuk
terjadi lagi. Hanya 60% dari wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik
menjadi hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi.
- Riwayat kontrasepsi
Riwayat kontrasepsi membantu dalam penilaian kemungkinan kehamilan ektopik.
Pada kasus-kasus kegagalan kontrasepsi pada wanita yang menggunakan kontrasepsi
oral atau dengan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) , rasio kehamilan ektopik
dibandingkan dengan kehamilan intrauterin adalah lebih besar daripada wanita-wanita
yang tidak menggunakan metode kontrasepsi. Kejadian kehamilan ektopik pada
akseptor AKDR dilaporkan 12 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pemakai
kondom. Diperkirakan terjadi 2 kehamilan ektopik per 1000 akseptor AKDR setiap
tahun. Akseptor pil yang berisi hanya progestagen dilaporkan mempunyai insiden yang
tinggi terhadap kehamilan ektopik apabila terjadi kehamilan selagi menjadi akseptor
yaitu 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan insidennya yang biasa. Pada pemakai pil
mini 4-6% dari kehamilannya dilaporkan adalah ektopik, akan tetapi dilaporkantidak
terjadi perubahan insiden pada akseptor pil kombinasi.

- Riwayat infeksi pelvis


Kira-kira sepertiga sampai separuh dari pasien dengan kehamilan ektopik
mempunyai riwayat infeksi pelvis sebelumnya. Calon ibu menderita infeksi akibat
penyakit GO (gonorrhea) ataupun radang panggul. Hal inilah yang menyebabkan ibu
yang menderita keputihan harus melakukan pemeriksaan untuk memastikan gejala
yang di deritanya adalah tanda infeksi atau hanya keputihan yang bersifat fisiologis.

- Riwayat operasi tuba


Adanya riwayat pembedahan tuba sebelumnya baik prosedur sterilisasi yang gagal
maupun usaha untuk memperbaiki infertilitas tuba semakin umum sebagai faktor
resiko terjadinya kehamilan ektopik.

- Merokok
Merokok pada waktu terjadi konsepsi meningkatkan meningkatkan insiden
kehamilan ektopik yang diperkirakan sebagai akibat perubahan jumlah dan afinitas
reseptor andrenergik dalam tuba.

- Pengaruh faktor mekanik


Faktor-faktor mekanis yang menyebabkan kehamilan ektopik antara lain: riwayat
operasi tuba, salpingitis, perlekatan tuba akibat operasi nonginekologis seperti
apendektomi, pajanan terhadap diethylstilbestrol, salpingitis isthmica nodosum
(penonjolan-penonjolan kecil ke dalam lumen tuba yang menyerupai divertikula), dan
alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR).Hal-hal tersebut secara umum menyebabkan
perlengketan intra- maupun ekstraluminal pada tuba, sehingga menghambat perjalanan
zigot menuju kavum uteri. Faktor mekanik lain adalah pernah menderita kehamilan
ektopik, pernah mengalami operasi pada saluran telur seperti rekanalisasi atau
tubektomi parsial, induksi abortus berulang, tumor yang mengganggu keutuhan saluran
telur.

- Pengaruh faktor fungsional


Faktor fungsional yaitu perubahan motilitas tuba yang berhubungan dengan faktor
hormonal. Dalam hal ini gerakan peristalsis tuba menjadi lamban, sehingga implantasi
zigot terjadi sebelum zigot mencapai kavum uteri. Gangguan motilitas tuba dapat
disebabkan oleh perobahan keseimbangan kadar estrogen dan progesteron serum.
Dalam hal ini terjadi perubahan jumlah dan afinitas reseptor adrenergik yang terdapat
dalam uterus dan otot polos dari saluran telur.

- Peningkatan afinitas mukosa tuba


Dalam hal ini terdapat elemen endometrium ektopik yang berdaya meningkatkan
implantasi pada tuba.

- Pengaruh proses bayi tabung


Beberapa kejadian kehamilan ektopik dilaporkan terjadi pada proses kehamilan
yang terjadi dengan bantuan teknik-teknik reproduksi (assisted reproduction).
Kehamilan tuba dilaporkan terjadi pada GIFT (gamete intrafallopian transfer), IVF (in
vitro fertilization), ovum transfer, dan induksi ovulasi. Induksi ovulasi dengan human
pituitary hormone dan hCG dapat menyebabkan kehamilan ektopik bila pada waktu
ovulasi terjadi peningkatan pengeluaran estrogen urin melebihi 200 mg sehari.

D. Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Pada
nidasi yang kolumner, telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dipengaruhi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya
telur mati secara dini dan dengan mudah dapat diresorbsi total. Pada nidasi interkolumner,
telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur
dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan
pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna, dengan mudah
villi korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan
merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada
beberapa faktor seperti tempat implantasi dan tebalnya dinding tuba.
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena
tuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh
secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan terganggu pada umur
kehamilan antara 6-10 minggu.

Gambar.4 Kehamilan Ektopik Tuba

Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada
kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan yang
lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur adalah penembusan villi korialis ke
dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritonem. Ruptur dapat terjadi secara spontan
namun dapat pula karena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Akibat
dari ruptur ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit namun
dapat pula banyak sampai menimbulkan syok dan kematian.
Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam lumen tuba.
Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampullaris. Bila
pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan
kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale. Pada pelepasan hasil
konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan terus berlangsung, dari
sedikit-sedikit oleh darah sehingga berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan yang
berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan (hematosalping), dan
selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba. Darah ini akan
berkumpul di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina.

Gambar.5 Ruptur Tuba pada Kehamilan Ektopik

E. Diagnosis
a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Kehamilan ektopik terganggu yang khas ditandai dengan trias klasik yaitu
amenore, nyeri perut mendadak serta perdarahan pervaginam. Gejala ini umumnya
terdapat hanya pada 50% pasien, dan kebanyakan pada pasien yang telah mengalami
ruptur. Nyeri pada abdomen merupakan keluhan yang paling sering. Dalam buku teks
dengan uraian mengenai kasus-kasus kehamilan tuba yang ruptur, haid yang normal
digantikan dengan perdarahan per vaginam yang agak tertunda dan biasanya disebut
dengan istilah “spotting”. Tiba-tiba wanita ini akan merasakan nyeri abdomen bawah
yang hebat dan kerap kali dijelaskan sebagai rasa nyeri yang tajam, menusuk serta
seperti perasaan terobek. Gangguan vasomotor akan terjadi yang berkisar dari gejala
vertigo hingga sinkop. Perabaan abdomen menunjukkan nyeri tekan, dan pemeriksaan
pervaginam, khususnya ketika serviksnya digerakkan, menimbulkan rasa nyeri yang
hebat. Forniks posterior vagina dapat menonjol karena adanya darah dalam kavum
Douglas, dan adanya benjolan yang nyeri tekan bisa teraba pada salah satu sisi uterus.
Keluhan iritasi diafragma yang ditandai oleh rasa nyeri pada leher atau bahu
khususnya saat inspirasi mungkin terdapat pada 50% wanita dengan perdarahan
intraperitoneum yang cukup banyak. Keadaan ini disebabkan oleh darah
intraperitoneal yang menimbulkan iritasi pada saraf sensorik yang mempersarafi
permukaan inferior diafragma, khususnya saat inspirasi. Wanita tersebut dapat
memperlihatkan gejala hipotensi ketika disuruh berbaring terlentang. Pada kasus-kasus
kehamilan tuba dengan gambaran klinis tersebut diatas, diagnosis tidak sulit untuk
dibuat. Meskipun demikian, gejala dan tanda kehamilan ektopik sangat tergantung
pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya
kehamilan, derajat pendarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita sebelum
hamil. Hal ini menyebabkan gambaran klinis kehamilan ektopik sangat bervariasi, dari
perdarahan yang banyak dan tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala
yang tidak jelas sehingga sukar membuat diagnosisnya.
Adapun gejala dan tanda dari kehamilan ektopik terganggu yang sering dijumpai
ialah sebagai berikut :
- Nyeri perut
Merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu, yang terjadi pada
kira-kira 90-100% penderita. Nyeri bisa terjadi unilateral atau bilateral dan bisa terjadi
baik pada perut bagian bawah maupun atas. Nyeri juga bisa dirasakan sebagai nyeri
tajam, nyeri tumpul, atau kram serta bisa terus menerus atau hilang timbul. Pada ruptur
tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya sangat berat
disebabkan oleh darah yang mengalir ke dalam kavum peritonei. Biasanya pada
abortus tuba, nyeri tidak seberapa hebat dan tidak terus menerus. Rasa nyeri mula-
mula terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga perut, rasa
nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut bawah. Darah dalam rongga
perut dapat merangsang diafragma, sehingga menyebabkan nyeri bahu dan bila
membentuk hematokel retrouterina dapat ,menyebabkan nyeri saat defekasi.

- Perdarahan pervaginam
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik
terganggu, kira-kira terjadi pada 60-80% penderita. Perdarahan biasanya mulai 7-14
hari setelah periode menstruasi yang terlewatkan/tidak terjadi. Selama fungsi endokrin
plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak ditemukan; namun bila
dukungan endokrin dari endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa uterus akan
mengalami perdarahan. Hal ini menunjukkan sudah terjadi kematian janin dan berasal
dari kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal dari uterus
biasanya sedikit-sedikit, berwarna coklat tua, dan dapat terputus-putus atau terus
menerus . Perdarahan berarti gangguan pembentukan human chorionic gonadotropin.
Jika plasenta mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya.

- Amenore
Tidak adanya riwayat terlambat haid bukan berarti kemungkinan kehamilan tuba
dapat disingkirkan. Lamanya amenore tergantung pada kehidupan janin, sehingga
dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenore karena kematian janin
sebelum haid berikutnya. Hal ini menyebabkan frekuensi amenore yang dikemukakan
berbagai penulis berkisar antara 23-97%. Riwayat amenore tidak ditemukan pada
seperempat kasus atau lebih. Salah satu sebabnya adalah karena pasien menganggap
perdarahan pervaginam yang lazim terjadi pada kehamilan tuba sebagai periode haid
yang normal, dan dengan demikian memberikan tanggal haid terakhir yang keliru.
Sumber kesalahan diagnostik yang penting ini dapat diatasi pada banyak kasus bila
riwayat haid ditanyakan dengan teliti. Sifat haid terakhir harus ditanyakan secara
terinci berkenaan dengan waktu mulainya, lamanya serta banyaknya haid dan
dianjurkan pula untuk menanyakan apakah pasien merasa bahwa haidnya abnormal.

- Tekanan darah dan denyut nadi


Sebelum terjadi ruptur, tanda vital umumnya normal. Respon awal terhadap
perdarahan bervariasi dari tanpa perubahan tanda vital sampai bradikardi dan
hipotensi. Tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat dan lemah (> 110
kali/menit), pucat, berkeringat dingin, kulit lembab, nafas cepat (> 30 kali/menit),
cemas, kesadaran menurun atau tidak sadar bisa terjadi bila perdarahan berlangsung
terus dan terjadi hipovolemia yang signifikan. Stabile dan Grudzinskas (1990)
melaporkan dari 2400 wanita dengan kehamilan ektopik, hampir 1-4% dalam keadaan
syok.

- Perubahan uterus
Pada kehamilan ektopik terganggu, uterus juga membesar karena pengaruh hormon-
hormon kehamilan, terutama selama 3 bulan pertama, dimana tetap terjadi
pertumbuhan uterus hingga mencapai ukuran yang hampir mendekati ukuran uterus
pada kehamilan intrauteri. Konsistensinya juga serupa selama janin masih dalam
keadaan hidup. Uterus pada kehamilan ektopik dapat terdorong ke salah satu sisi oleh
massa ektopik tersebut.

- Tumor dalam rongga panggul (massa pelvis)


Pada sekitar 20% pasien ditemukan massa lunak kenyal pada rongga panggul. Massa
ini memiliki ukuran, konsistensi, serta posisi yang bervariasi. Biasanya massa
berukuran antara 5-15 cm, teraba lunak dan elastis. Akan tetapi, dengan terjadinya
infiltrasi tuba yang luas oleh karena darah, massa dapat teraba keras. Hampir selalu
massa pelvic ditemukan di sebelah posterior atau lateral uterus. Timbulnya massa
pelvis disebabkan kumpulan darah di tuba dan sekitarnya. Keluhan nyeri dan nyeri
tekan kerapkali mendahului gejala massa yang ditemukan dengan palpasi.

- Gangguan kencing
Kadang-kadang terdapat gejala beser kencing karena perangsangan peritoneum oleh
darah di dalam rongga perut.

- Suhu tubuh
Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh bisa tetap normal atau bahkan menurun.
Suhu yang sampai 38 0C dan mungkin berhubungan dengan hemoperitonium dapat
terjadi; namun suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan tanpa adanya
infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang penting untuk membedakan
antara kehamilan tuba yang mengalami ruptur dengan salpingitis akut; pada salpingitis
akut, suhu tubuh umumnya di atas 38 0C.

- Pada pemeriksaan dalam


Nyeri goyang porsio, menonjol dan nyeri pada perabaan dengan jari, dijumpai pada
lebih dari tiga perempat kasus kehamilan tuba yang sudah atau sedang mengalami
ruptur, tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum ruptur terjadi.

- Hematokel pelvis
Pada banyak kasus ruptur kehamilan tuba, terdapat kerusakan dinding tuba yang
terjadi bertahap, diikuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam lumen
tuba, kavum peritoneum atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak terdapat dan
bahkan keluhan yang ringan dapat mereda. Namun darah yang terus merembes akan
berkumpul dalam panggul, kurang lebih terbungkus dengan adanya perlengketan, dan
akhirnya membentuk hematokel pelvis. Pada sebagian kasus, hematokel pelvis
akhirnya akan terserap dan pasien dapat sembuh tanpa pembedahan. Pada sebagian
lainnya, hematokel dapat ruptur ke dalam kavum peritonei atau mengalami infeksi dan
membentuk abses. Kendati demikian, peristiwa yang paling sering terjadi adalah rasa
tidak enak terus menerus akibat adanya hematokel, dan akhirnya pasien akan
memeriksakan diri ke dokter beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan setelah
ruptur yang asli terjadi. Kasus-kasus semacam ini merupakan kasus yang tidak khas.

Gejala KET sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan mendadak dalam
rongga perut dan ditandai adanya gejala akut abdomen sampai gejala-gejala yang samar-samar
sehingga sukar membuat diagnosa.
a. Gambaran gangguan mendadak
Peristiwa ini jarang ditemukan. Biasanya setelah mengalami amenorea tiba-tiba
penderita akan merasa nyeri yang hebat di daerah perut bagian bawah dan sering
muntah-muntah. Nyeri yang hebat dapat membuat penderita pingsan, yang tak lama
kemudian akan masuk ke dalam keadaan syok akibat perdarahan. Selain itu juga
ditemukan seluruh perut agak membesar, nyeri tekan dan tanda-tanda cairan
intraperitoneal. Pada pemeriksaan vaginal ditemukan forniks posterior menonjol dan
nyeri goyang saat portio digerakkan, kadang-kadang uterus teraba sedikit membesar
disertai adanya suatu adneksa tumor di sebelahnya.

b. Gambaran gangguan tidak mendadak


Gambaran ini lebih sering ditemukan dan biasanya berhubungan dengan abortus
tuba atau yang terjadi perlahan-lahan. Setelah terlambat haid beberapa minggu,
penderita mengeluh rasa nyeri yang tidak terus menerus di perut bagian bawah.
Tetapi dengan adanya darah di dalam rongga peritoneal, rasa nyeri itu akan menetap.
Tanda-tanda anemia menjadi nyata. Mula-mula perut lembek, tetapi lama-lama dapat
menggembung karena terjadi ileus paralitik. Terdapat tumor di sebelah uterus
(hematosalping) yang kadang-kadang bersatu dengan hematokel retrouterina
sehingga kavum Douglas sangat menonjol dan nyeri raba, pergerakan serviks juga
menyebabkan rasa nyeri. Penderita juga mengeluh rasa penuh di daerah rektum dan
merasa tenesmus, setelah seminggu merasa nyeri biasanya terjadi perdarahan dari
uterus dengan kadang-kadang disertai oleh pengeluaran jaringan desidua.
c. Gambaran gangguan atipik
Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis atipik
atau menahun. Keterlambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan muda
tidak jelas, demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak
terlalu pucat. Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan berlangsung lambat. Dalam
keadaan demikian, alat bantu diagnosis amat diperlukan untuk memastikan
diagnosis.

b. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan diagnosis
kehamilan ektopik ialah sebagai berikut:
- Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan Hb dan jumlah sel darah merah
Dapat diduga bahwa kadar hemoglobin turun pada kehamilan tuba yang terganggu,
karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut, tapi turunnya Hb
disebabkan karena darah diencerkan oleh air dan jaringan untuk mempertahankan
volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2 hari. Jadi mungkin pada pemeriksaan
Hb yang pertama, kadar Hb belum seberapa turunnya, maka kesimpulan adanya
perdarahan didasarkan atas penurunan kadar Hb pada pemeriksaan kadar Hb yang
berturut-turut. Pada kasus jenis tidak mendadak, biasanya ditemukan anemia tetapi
harus diingat bahwa penurunan Hb baru terlihat setelah 24 jam.

2. Perhitungan leukosit
Perdarahan juga menimbulkan naiknya leukosit, sedangkan pada perdarahan
sedikit demi sedikit, leukosit normal atau sedikit meningkat. Ini berguna dalam
menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda
perdarahan dalam rongga perut. Untuk membedakan kehamilan ektopik dan infeksi
pelvik dapat diperhatikan jumlah leukosit, jika > 20.000 biasanya menunjukkan
adanya infeksi pelvic.

3. Tes kehamilan
Jaringan tropoblas pada kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam kadar yang
lebih rendah daripada kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itu dibutuhkan tes
yang mempunyai tingkat sensitivitas yang lebih tinggi 2. Akan tetapi tes negatif
tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian
hasil konsepsi dan degenerasi tropoblas menyebabkan produksi hCG menurun dan
menyebabkan hasil tes negatif. Permasalahan yang timbul kemudian adalah
bagaimana mendeteksi penanda kehamilan ini dengan cara klinik yang terefektif.
Tes kehamilan melalui urin merupakan slide test inhibisi aglutinasi lateks
yang paling sering dikerjakan, karena memiliki kepekaan terhadap korionik
gonadotropin yang berkisar dari 500 hingga 800 mIU per mL. Kemudahan
penggunaannya dan kecepatannya diimbangi dengan persentase kemungkinan hasil
positif yang besarnya hanya sekitar 50 hingga 60 persen pada wanita dengan
kehamilan ektopik.
Wanita dengan kehamilan yang normal, waktu panggandaan rata-rata
untuk kadar beta-hCG serum kurang lebih 48 jam dan nilai normal yang paling
rendah adalah 66 %. Mereka menghitung angka ini dengan mengurangkan nilai
mula-mula dengan dari nilai 48 jam dan membagi hasilnya dengan nilai mula-mula
tersebut untuk kemudian dikalikan dengan seratus sehingga didapatkan suatu
presentase. Kadar dkk mengingatkan bahwa kedua pengukuran kadar beta-hCG
harus dilakukan pada waktu yang bersamaan dan bahwa hasil-hasil yang lebih dapat
diandalkan bisa di peroleh dengan interval waktu 48 jam. Mereka menyimpulkan
bahwa kegagalan untuk mempertahankan kecepatan peningkatan produksi beta-
hCG ini bersama-sama dengan uterus yang kosong merupakan bukti yang sangat
subjektif kearah kehamilan ektopik. Lebih lanjut pakar tersebut mengakui bahwa
rancangan ini akan menunda pembedahan paling tidak selama 48 jam dan bahwa
hasil tes tersebut secara keliru bisa mengidentifikasikan 15 % wanita normal
sebagai kelainan ektopik dan 13 % wanita kelainan ektopik sebagai wanita normal.
Doubling time untuk serum beta-hCG pada kehamilan intrauterine adalah 48
jam hingga mencapai 10.000-20.000 mIU/mL.5,11 Berdasarkan penelitian tentang
doubling time, serum level beta-hCG akan meningkat paling kurang 66 % dalam 48
jam pada 85 % kehamilan normal. Doubling time hanya bisa digunakan pada awal
kehamilan hingga kurang dari 41 hari kehamilan.
- Ultrasonografi (USG)
USG yang digunakan meliputi USG transabdominal dan USG transvaginal.
Diagnosis dari kehamilan ektopik dapat dibuat 1 minggu lebih cepat dengan USG
transvaginal dibandingkan dengan USG transabdominal. Pada USG transabdominal
biasanya ditemukan kavum uteri yang tidak berisi kantong gestasi, gambaran cairan
bebas serta massa abnormal di daerah pelvis. Sedangkan pada USG transvaginal
digunakan setelah satu minggu telat haid yang dikombinasi dengan pemeriksaan kadar
ß-hCG serum.4,8 Sebuah kantung gestasi merupakan tanda pada USG, yang berlokasi
pada permukaan endometrial dan tampak dengan USG transvaginal 30-35 hari setelah
menstruasi terakhir. Terlihat daerah sonolusen di tengah yang dikelilingi dengan
lapisan ekogenik tebal, yang dibentuk oleh reaksi desidual di sekeliling kantong
korionik. Yolk sac sebagai struktur yang pertama kali terlihat dalam kantong gestasi,
tampak pada 5 minggu setelah menstruasi terakhir. Gerakan jantung janin pertama kali
terlihat saat umur kehamilan 5-6 minggu. Kegagalan untuk dapat melihat kantong
gestasi sampai 24 hari atau lebih setelah konsepsi (38 hari atau lebih) biasanya
menunjukkan adanya kehamilan ektopik.
Saat beta-hCG mencapai 2000 mIU/mL, gestasional sac harus bisa dilihat didalam
uterus pada USG transvaginal, ketika sudah mencapai 6000 mIU/mL harus sudah bisa
dilihat dengan USG abdominal.
USG transvaginal dapat membedakan kehamilan dalam uterus atau di luar antara
lain sebagai berikut :
1. Kehamilan intrauterine (IUP) : sebuah gestational sac dengan sebuah sonolusent
center (diameter >5mm) dikelillingi oleh cincin yang tebal, konsentris dan
echogenic, terletak didalam endometrium dan mengandung fetal pole, yolk sac,
atau keduanya.
2. Kemungkinan IUP abnormal : gestational sac dengan diameter lebih besar dari 10
mm tanpa fetal pole atau dengan fetal pole tanpa aktivitas kardiak.
3. Kehamilan ektopik : sebuah struktur seperti cincin tebal, echogenik terletak diluar
uterus, dengan gestational sac yang mengandung fetal pole, yolk sac atau
keduanya.
USG Doppler memiliki sensitivitas yang lebih baik dan secara tehnik lebih cepat.
Meskipun USG tradisional dapat menunjukkan massa adneksa, Doppler dapat
menunjukkan bahwa massa tersebut adalah massa ektopik dengan menunjukkan
adanya aktivitas vaskular abnormal pada massa tersebut dan juga gambaran vaskular
uterin yang tenang. Perbedaan USG Doppler dan USG standar ini sangat berarti pada
awal kehamilan, dan hal ini dapat mengarah kepada pengobatan medisinalis seawal
mungkin.
]

Gambar 6c. Gambaran detail kehamilan Gambar 6d. Kehamilan tuba dilingkari oleh
ektopik garis merah, fetal pole berukuran 4,5 mm
(diantara kursor), hijau, yolk sac-biru.

.
- Kombinasi USG dengan pengukuran serum ß-hCG
Bila pada USG transvaginal ditemukan uterus yang kosong, dan kadar ß-hCG
serum 1500 mIU/ml atau lebih, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat dipastikan
dengan tingkat akurasi hampir 100 %.4 Kadar dkk (1981) mengemukakan empat
kemungkinan klinik berdasarkan nilai kuantitatif ß-hCG:
1. Kalau nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml dan kantong kehamilan terlihat di dalam
uterus lewat pemeriksaan USG abdomen, maka diagnosis kehamilan normal pada
dasarnya bisa dipastikan.
2. Kalau nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml dan kavum uteri tampak kosong, maka
kemungkinan adanya kehamilan ektopik sangat besar. Keadaan ini jarang dijumpai
dalam praktek klinik sebenarnya.
3. Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan cincin kehamilan intrauteri jelas
terlihat, maka abortus spontan mungkin tengah terjadi atau segera akan terjadi.
Kehamilan ektopik masih menjadi suatu kemungkinan karena derajat ultrasonik yang
ada. Diagnosis keliru mengenai kantong kehamilan dalam uterus dapat saja dibuat kalau
ada bekuan darah atau silinder desidua.
4. Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan terlihat uterus yang kosong, tidak
ada diagnosis pasti yang dapat ditegakkan. Kegagalan untuk melihat kantong kehamilan
di dalam uterus sering terjadi pada pemeriksaan USG abdomen yang dikerjakan
sebelum usia kehamilan 5 minggu. Sayangnya usia kehamilan yang tepat acapkali tidak
diketahui pada wanita dengan suspek kehamilan ektopik. Pada kasus-kasus ini, wanita
tersebut dapat mengalami abortus atau bisa mempertahankan kehamilannya dan
kemudian terbentuk kantong kehamilan, atau dapat pula memperlihatkan bukti yang
menunjukkan adanya kehamilan ektopik.

- Kuldosintesis
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas
ada darah atau cairan lain. Serviks ditarik ke arah simfisis dengan tenakulum,
kemudian sebuah jarum panjang ukuran 16 atau 18 dimasukkan lewat forniks posterior
vagina ke dalam kavum Douglas dan kemudian dilakukan aspirasi cairan yang ada di
dalamnya. Jika darah yang diaspirasi kemudian membeku, darah ini mungkin berasal
dari pembuluh darah yang mengalami perforasi bukan dari kehamilan ektopik yang
mengalami perdarahan kecuali terjadi perdarahan cepat dari tempat ruptur dan darah
dapat diaspirasi dari kavum Douglas sebelum sempat membeku.
Kuldosintesis mungkin tidak memberikan hasil yang memuaskan pada wanita
dengan riwayat salpingitis dan peritonitis pelvik, mengingat kavum Douglas
kemungkinan sudah mengalami obliterasi. Jadi, kegagalan untuk mendapatkan darah
dari kavum Douglas tidak meniadakan kemungkinan diagnosis hemoperitonium dan
tentu saja bukan merupakan bukti yang menentang adanya kehamilan ektopik dengan
atau tanpa ruptur.

- Kadar serum progesteron


Pada umumnya kadar serum progesterone pada pasien dengan kehamilan ektopik
lebih rendah dibandingkan kehamilan normal. Pada suatu penelitian yang melibatkan
lebih dari 5000 pasien dengan kehamilan trimester I , diketahui bahwa 70% dari
penderita dengan kehamilan normal mempunyai kadar progesterone lebih dari 25
ng/mL, dimana hanya 1,5% dari penderita kehamilan ektopik yang mempunyai kadar
progesterone serum lebih dari 25 ng/mL.
Kadar progesterone serum dapat dipergunakan untuk skrining tes baik pada
kehamilan ektopik maupun pada kehamilan normal terutama apabila tidak tersedia
pemeriksaan hCG dan USG. Kadar progesterone serum yang kurang dari 5 ng/mL
mempunyai sensivitas yang tinggi adanya kehamilan yang abnormal, tetapi tidak
sampai 100%. Resiko terjadinya kehamilan normal dengan kadar progesterone serum
kurang dari 5 ng/mL kira-kira 1:1500. Karena itu pengukuran progesterone serum saja
tidak bisa dipergunakan untuk menegakkan diagnosa.

- Kuretase uterus
Manfaat kuretase uterus adalah untuk menentukan ada atau tidaknya vili yang
menandakan adanya kehamilan intrauterin yang non viabel. Pada sebagian besar kasus,
kuretase sangat menolong jika serum progesteron kurang dari 5 ng/mL dan titer HCG
yang tidak meningkat dan kurang dari 1000 IU/L. Kuretase dan pemeriksaan hasilnya
dapat digunakan untuk mencegah laparoskopi yang tidak perlu pada pasien yang
mengalami keguguran. Dengan melarutkan hasil kuretase pada larutan salin, biasanya
menunjukkan adanya vili, tetapi tidak selalu. Hasil kuretase dalam larutan salin dapat
mengalami kesalahan sebesar 6,6 % dari pasien yang mengalami kehamilan ektopik
dan kesalahan sebesar 11,3 % pada pasien dengan kehamilan intrauterine. Karena
ketidakakuratan ini, pemeriksaan patologi dan pemantauan titer HCG sangat
diperlukan untuk konfirmasi.

- Laparoskopi
Tehnik pemeriksaan ini memberikan sarana untuk mendiagnosis penyakit pada
organ pelvis, termasuk kehamilan ektopik. Sistem optis dan elektronik yang
disempurnakan telah mengatasi sebagian besar keberatan yang timbul dalam upaya
untuk menggunakan sonde transabdominal intraperitoneal yang dilengkapi dengan
cahaya untuk melihat organ-organ dalam panggul. Meskipun demikian, laparoskopi
yang aman dan berhasil memerlukan peralatan yang sempurna, operator yang
berpengalaman, ruang operasi dan biasanya tindakan anestesi seperti pada
pembedahan. Inspeksi lengkap rongga panggul mungkin tidak dapat dilakukan bila
terdapat inflamasi pelvik atau perdarahan yang baru atau sudah lama terjadi. Kadang-
kadang, pengenalan kehamilan tuba dini tanpa terjadinya ruptur sulit dilakukan dengan
laparoskopi, meskipun tuba bisa dilihat seluruhnya.4,8 Laparoskopi merupakan
diagnosis definitif pada kebanyakan kasus. Selain itu laparoskopi operatif juga
digunakan sebagai jalan untuk memindahkan massa ektopik dan sekaligus sebagai
saluran untuk menyuntikkan kemoterapi.

- Laparotomi
Jika masih terdapat keraguan, laparotomi harus dilakukan, karena kematian akibat
kelambatan atau ketidakmampuan dalam mengambil keputusan jauh lebih tragis
daripada pembedahan yang tidak diperlukan. Angka kematian yang berkaitan dengan
pembedahan yang terbatas pada insisi suprapubik yang dilakukan secara hati-hati dan
diperbaiki kembali, adalah sangat kecil. Di samping itu, diagnosis sering dipermudah
dengan inspeksi langsung dan palpasi organ pelvis yang dimungkinkan lewat
laparotomi. Hal yang mengesankan adalah bahwa laparotomi jangan ditunda meskipun
dilakukan laparoskopi pada wanita dengan kelainan serius dalam panggul atau
abdomen yang memerlukan tindakan pasti dan segera.4,8 Laparotomi dikerjakan bila
penderita secara hemodinamik tidak stabil, dan membutuhkan terapi definitif
secepatnya

F. Diagnosis Banding
Diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu ialah infeksi pelvis, abortus
iminens, kista folikel, korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran tangkai,
serta apendisitis. Penyakit-penyakit ini dapat memberikan gambaran klinis yang hampir
sama dengan KET. Perbedaan dari masing-masing penyakit tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Infeksi pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvis biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah
amenore. Gejala tersebut berupa nyeri perut bawah dan tahanan yang dapat diraba pada
pemeriksaan vagina, yang pada umumnya bilateral. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
0
perbedaan suhu rektal dan aksila melebihi 0,5 C, sedangkan pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan leukositosis yang lebih tinggi daripada KET serta tes kehamilan
negatif.

2. Abortus iminens atau insipiens


Pada abortus iminens maupun insipiens, perdarahan umumnya lebih banyak dan lebih
merah sesudah amenore. Rasa nyeri yang muncul berlokasi di daerah median. Sedangkan
pada pemeriksaan fisik tidak dapat diraba tahanan di samping atau di belakang uterus serta
gerakan servik uteri tidak menimbulkan nyeri.

3. Ruptur korpus luteum


Terjadi pada pertengahan siklus haid dan biasanya tanpa disertai perdarahan
pervaginam, serta tes kehamilan (-).

4. Torsi kista ovarium dan apendisitis


Umumnya tidak ada gejala dan tanda kehamilan muda, amenore dan perdarahan
pervaginam. Torsi kista ovarii biasanya lebih besar dan lebih bulat daripada kehamilan
ektopik. Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan serviks kurang
nyata, serta lokasi nyeri perutnya di titik McBurney.

G. Penatalaksanaan
Prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu ialah
Segera dibawa ke rumah sakit
1. Transfusi darah dan pemberian cairan untuk mengoreksi anemia dan hipovolemia.
2. Operasi segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan. Jenis operasi yang dikerjakan
antara lain berupa salpingektomi yang dilakukan pada kehamilan tuba dan oovorektomi
atau salpingoovorektomi pada kehamilan di kornu. Pada kehamilan di kornu jika pasien
berumur >35 tahun sebaiknya dilakukan histerektomi, bila masih muda sebaiknya
dilakukan fundektomi. Pada kehamilan abdominal, bila kantong gestasi dan plasenta
mudah diangkat sebaiknya diangkat saja tetapi bila besar dan susah diangkat maka anak
dilahirkan dan tali pusat dipotong dekat plasenta, plasenta ditinggalkan dan dinding perut
ditutup.

Penanganan terhadap kehamilan tuba paling sering berupa salpingektomi untuk mengangkat
tuba fallopi yang koyak dan mengalami perdarahan, dengan atau tanpa ooforektomi ipsilateral.
Tujuan penanganan tersebut harus dan tetap terletak dalam upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu.
Akhir-akhir ini, penanganan terhadap kehamilan ektopik telah berubah dari salpingektomi
menjadi prosedur untuk mempertahankan fungsi tuba. Pembedahan yang dahulunya lebih radikal
akan dijelaskan pertama dan kemudian diikuti dengan uraian mengenai teknik pembedahan yang
lebih baru untuk mempertahankan kelangsungan fungsi tuba fallopi.
1. Salpingektomi
Dalam pengangkatan tuba fallopi, dianjurkan untuk membuat eksisi berbentuk baji
yang tentu saja tidak lebih dari sepertiga luar pars interstisialis tuba (tindakan ini
dinamakan reseksi kornu), untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kehamilan dalam
puntung tuba (jarang dijumpai) tanpa melemahkan miometrium di tempat eksisi tersebut.
Harus dihindari reseksi yang terlampau luas agar tidak mengenai kavum uteri; kalau
tidak, cacat yang ditimbulkan oleh reseksi akan menimbulkan ruptura uteri pada
kehamilan intrauteri berikutnya. Bahkan dengan reseksi kornu sekalipun, kehamilan
interstisial selanjutnya tidak dapat dicegah.

2. Ooforektomi ipsilateral
Pengangkatan ovarium di sebelahnya pada saat dilakukan salpingektomi pernah
dianjurkan sebagai prosedur yang mungkin dapat memperbaiki kesuburan penderita
maupun menurunkan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik berikutnya. Dengan
demikian, ovulasi selalu akan terjadi dari ovarium yang paling dekat pada tuba fallopi
yang masih tertinggal. Keadaan ini mempermudah pengambilan ovum oleh tuba dan
menghindari kemungkinan terjadinya migrasi eksterna ovum serta kehamilan ektopik
yang bisa timbul akibat telur yang peripatetik tersebut.

3. Sterilisasi
Sebelum dilakukan pembedahan eksplorasi untuk kecurigaan kehamilan ektopik,
ibu harus ditanya dahulu apakah ia menginginkan kehamilan selanjutnya. Jika wanita
tersebut sudah tidak ingin mempunyai anak lagi dan kehamilan ektopik yang terjadi
merupakan akibat tindakan kontrasepsi yang gagal, keputusan yang diambil dokter
biasanya ke arah tindakan sterilisasi. Jika diputuskan demikian, dan keadaan pasien baik,
dokter dapat mempertimbangkan histerektomi. Kalau tidak, tubektomi biasanya dapat
dilakukan dengan cepat tanpa meningkatkan risiko. Sebaliknya, semua organ ini perlu
diselamatkan sedapat mungkin pada wanita yang masih ingin hamil lagi, sekalipun risiko
kehamilan ektopik yang akan dihadapinya pada kehamilan berikutnya cukup besar.

4. Menyelamatkan tuba fallopi


Karena adanya kemungkinan yang besar untuk terjadi kemandulan setelah
kehamilan tuba yang ditangani dengan salpingektomi, cara lain untuk mengangkat tuba
harus dipertimbangkan. Penggunaan teknik diagnostik dan prosedur pembedahan yang
lebih mutakhir untuk mempertahankan tuba yang rusak akan memberikan hasil akhir
yang lebih baik lagi dalam kehamilan berikutnya. Beberapa tindakan bedah rekonstruksi
tuba dibahas dibawah ini:
a. Salpingostomi
Teknik ini digunakan untuk mengangkat kehamilan yang kecil dengan panjang
yang biasanya kurang dari 2 cm dan terletak dalam sepertiga distal tuba fallopi. Suatu
insisi linier sepanjang 2 cm atau kurang dilakukan pada batas antimesenterik di dekat
kehamilan ektopik. Implantasi ektopik ini biasanya akan menonjol keluar dari lubang
insisi sehingga dapat dikeluarkan dengan hati-hati. Tempat perdarahan dikendalikan
dengan elektrokauter atau laser, dan luka insisi dibiarkan tanpa penjahitan sampai
sembuh sendiri.

b. Salpingotomi
Suatu insisi longitudinal dilakukan pada batas antimesenterik tuba fallopi langsung
di daerah implantasi ektopik. Hasil konsepsi diangkat dengan forseps atau diisap
dengan hati-hati dan tuba yang terbuka lalu diirigasi dengan larutan ringer laktat
(jangan memakai larutan salin isotonik), sehingga tempat perdarahan dapat dikenali
dan dikendalikan seperti dijelaskan di atas. Penutupan luka yang paling dianjurkan
dilakukan dengan jahitan satu lapis memakai benang vicryl 7-0 yang dipasang satu
persatu.

c. Reseksi segmental dan anastomosis


Prosedur ini dianjurkan untuk kehamilan ektopik yang mengalami ruptur dalam
bagian isthmus tuba, mengingat salpingotomi atau salpingostomi kemungkinan akan
menimbulkan jaringan parut dan selanjutnya penyempitan lumen tuba yang kecil ini.
Setelah segmen tuba terlihat, mesosalping di bawah tuba diinsisi, dan bagian isthmus
tuba yang berisikan implantasi ektopik tersebut direseksi. Mesosalping lalu dijahit dan
dengan demikian merapatkan kembali kedua puntung tuba. Segmen tuba tersebut
kemudian dianastomosiskan satu sama lain secara berlapis dengan benang vicryl 7-0
yang dijahit satu per satu (jahitan terputus); penjahitan ini sebaiknya dilakukan dengan
pembesaran. Tiga jahitan dibuat pada tunika muskularis dan tiga lagi pada tunika
serosa yang dilakukan dengan hati-hati agar tidak mengenai lumen tuba. Penjahitan
lapisan serosa akan menambah kekuatan pada lapisan pertama.

d. Evakuasi fimbria
Pada kehamilan tuba yang implantasinya di bagian distal diusahakan untuk
mengosongkan hasil konsepsi dengan cara ”mengurut” atau “mengisap” implantasi
ektopik tersebut dari dalam lumen tuba. Tindakan ini tidak dianjurkan karena akan
disertai dengan angka kehamilan ektopik rekuren yang besarnya dua kali lipat bila
dibandingkan dengan salpingotomi. Pada tindakan ini juga terdapat angka
pembedahan reeksplorasi yang tinggi untuk mengatasi perdarahan rekuren akibat
jaringan trofoblastik persisten.

H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu antara lain
berupa syok yang irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus. Komplikasi yang lain berupa
jaringan trofoblastik persisten dan kehamilan ektopik persisten . Namun kedua hal tersebut
biasanya terjadi pada kehamilan ektopik yang belum pecah dan menjalani terapi bedah
konservatif (salpingostomi), sehingga diperlukan pemantauan yang ketat pasca terapi.
Risiko kehamilan ektopik persisten dengan pembedahan konservatif melalui
laparotomi sebesar 5 %. Laparoskopi salpingostomi dihubungkan dengan tingginya angka
jaringan tropoblas persisten; kira-kira 15 % pasien memerlukan pengobatan lanjutan.
Risiko jaringan trofoblastik persisten sangat bermakna dengan hematosalping berdiameter
lebih besar dari 6 cm, titer HCG lebih besar dari 20.000 IU/L dan hemoperitonium lebih
dari 2000 ml. Meskipun reoperasi merupakan pengobatan pilihan, tetapi methotrexate
lebih disukai. Pengobatan profilaksis dapat diberikan dengan memberikan dosis multipel
methotrexate (1 mg/kg) atau dosis tunggal methotrexate (15 mg/m2) dapat diberikan
setelah diagnosis ditegakkan.

I. Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dan
persediaan darah yang cukup. Pada umumnya, kelainan yang menyebabkan kehamilan
ektopik bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril setelah mengalami kehamilan
ektopik atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Selain itu,
kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60% wanita yang pernah mengalami
kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi
lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0 –
14,6%. Untuk wanita dengan anak yang sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan
salpingektomi bilateralis.
Setelah mengalami kehamilan ektopik, kemungkinan untuk mengandung dan
melahirkan anak sebesar 85% pada kehamilan berikutnya. Setelah 2 kali mengalami
kehamilan ektopik, risiko kehamilan ektopik berikutnya meningkat menjadi 10 kali lipat,
dan harus dipertimbangkan dalam memberikan IVF.

Anda mungkin juga menyukai