Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kehamilan ektopik merupakan salah satu kehamilan yang berakhir abortus, karna
kehamilan ektopik adalah kehamilan bila zigot terimplementasi di lokasi-lokasi selain
cavum uteri, seperti di ovarium, tuba, serviks, bahkan rongga abdomen. Istilah
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) merujuk pada keadaan di mana timbul gangguan
pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang menyebabkan
penurunan keadaan umum pasien (Icesmi Sukarni dkk, 2014).
Menurut World Health Organization (WHO 2014) angka kematian ibu (AKI) di
dunia mencapai angka 289.000 jiwa. Di mana terbagi atas beberapa Negara, misalnya
Amerika Serikat mencapai 9300 jiwa, Afrika Utara 179.000 jiwa dan Asia Tenggara
16.000 jiwa. Sementara AKI di negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia mencapai
214 per 100.000 kelahiran hidup, Filipina 170 per 100.000 kelahiran hidup, Vietnam 160
per 100.000 kelahiran hidup, Thailand 44 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei 60 per
100.000 kelahiran hidup, dan Malaysia 39 per 100.000 kelahiran hidup. (WHO 2014,
dalam Hotmian Sara Zevo Tamba, 2017).
Kehamilan ektopik merupakan salah satu kehamilan yang berakhir abortus, dan
sekitar 16 % kematian perdarahan pada kehamilan dilaporkan disebabkan oleh kehamilan
ektopik yang pecah. Di Indonesia frekuensi kehamilan ektopik bervariasi antara 1 dalam
28 persalinan sampai 1 dalam 329 persalinan (Hotmian Sara Zevo Tamba, 2017).
Banyak etiologi yang menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik terganggu
diantaranya adalah usia. Faktor risiko kehamilan ektopik terganggu meningkat seiring
dengan bertambahnya usia ibu dan meningkat 4 kali lebih tinggi pada wanita dengan usia
35 tahun, hal tersebut berkaitan dengan proses penuaan dan penurunan fungsi organ
reproduksi yang dialami seiring dengan bertambahnya usia. Faktor risiko lainnya adalah
paritas juga menjadi salah satu faktor risiko dalam kehamilan ektopik terganggu. Wanita
dengan status multipara memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kehamilan
ektopik, hal ini berkaitan dengan kondisi segmen bawah rahim yang telah rapuh dan
banyak pembuluh darah kecil yang mengalami kerusakan akibat riwayat persalinan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi kehamilan ektopik terganggu (KET) ?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi pada kehamilan ektopik terganggu ?
1
3. Bagaimana Etiologi pada kehamilan ektopik terganggu ?
4. Apa saja manifestasi klinis kehamilan ektopik terganggu ?
5. Apa saja komplikasi dari kehamilan ektopik terganggu ?
6. Bagaimana patofisiologi dan pathway dari kehamilan ektopik terganggu ?
7. Bagaimana penatalaksaan pada kehamilan ektopik terganggu ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus kehamilan ektopik terganggu ?
C. TUJUAN
1. Mengetahui definisi kehamilan ektopik terganggu
2. Mengetahui anatomi fisiologi pada kehamilan ektopik terganggu
3. Mengetahui etiologi pada kehamilan ektopik terganggu
4. Mengetahui menifestasi klinis dari kehamilan ektopik terganggu
5. Mengetahui komplikasi tang tejadi pada kehamilan ektopik terganggu
6. Mengetahui patofisiologi pada kehamilan ektopik teganggu
7. Mengetahui penatalaksanaan pada kehamilan ektopik teganggu
8. Mengetahui asuhan keperawatan dalam kasus kehamilan ektopik terganggu

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kehamilan ektopik merupukan kehamilan yang berbahaya bagi seorang wanita
yang mengalaminya, karna dapat menyebabkan kondisi gawat bagi wanita tersebut.
Keadaan gawat ini dapat menyebabkan suatu Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
(Icesmi Sukarni dkk, 2014).
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan dengan pertumbuhan sel telur yang
telah dibuahi dan tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Bila
kehamilan tersebut mengalami proses pengakhiran (abortus) maka disebut dengan
kehamilan ektopik terganggu (KET). Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba
fallopi (90-95%) dengan 70-80% di ampula (Tgk puspa, 2017).
Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai suatu kehamilan yang pertumbuhan sel
telur yang telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri, tetapi
biasanya menempel pada daerah didekatnya. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim
dengan kehamilan
ektopik karena kehamilan pada pars interstitialis tuba dan kanalis servikalis masih
termasuk dalam uterus tetapi jelas bersifat ektopik ( Ratna D, 2018).
Kelainan tempat kehamilan adalah kehamilan yang berada diluar kavum
uteri.Kehamilan disebut ektopik bila berada ditempat yang luar biasa, seperti didalam
tuba,ovarium atau rongga perut atau juga ditempat yang luar biasa walaupun masih
dalamrahim misalnya serviks, pars interstisialis tuba atau tanduk rudimenter
rahim.Kebanyakan kehamilan ektopik terjadi didalam tuba, angka kejadian kehamilan
tubaialah 1 diantara 150 persalinan (Amerika) (Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013).
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) adalah gangguan yang muncul akibat
implantasi hasil konsepsi (blastosit) diluar endometrium kavum uteri (95%) yang terjadi
abortus tubaria atau rupture tuba maupun yang belum (Kehamilan Ektopik Belum
terganggu).

B. Anatomi Fisiologi

3
Sistem reproduksi perempuan adalah suatu kesatuan organ yang memiliki
fungsi untuk kelangsungan hidup spesies manusia .Organ reproduksi perempuan
dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu organ reproduksi dalam dan organ reproduksi
luar. Organ reproduksi luar perempuan meliputi: mons veneris, labio mayora (bibir
besar), labia minora (bibir kecil), clitoris, vulva (vestibulum), kelenjar bartolin,
selaput darah (hymen), introitus vagina.
a. Mons veneris / gunung venus merupakan bagian yang menonjol yang terdiri dari
jaringan lemak yang menutupi bagian tulang kemaluan.

b. Labio mayora (bibir besar) berasal dari mons veneris, bentuknya lonjong menjurus
ke bawah dan bersatu di bagian bawah. Bagian luar labio mayora terdiri dari kulit
berambut, kelenjar lemak, dan kelenjar keringat, bagian dalamnya tidak berambut
dan mengandung kelenjar lemak, bagian ini mengandung banyak ujung saraf
sehingga saat hubungan seks.
c. Labia minora (bibir kecil) merupakan lipatan tipis dari kulit sebelah dalam dari
bibir besar, terdiri atas bagian kanan dan kiri yang menonjol. Bagian depannya
mengelilingi klitoris. Kedua labia ini mempunyai pembuluh darah sehingga dapat
menjadi besar saat keinginan seks bertambah. Labia ini analog dengan kulit
skrotum pada pria.
d. Clitoris merupakan suatu tonjolan yang letaknya berdekatan dengan saluran air
seni yang mengandung banyak urat saraf dan pembuluh darah sehingga sangat
sensitif juga merupakan bagian erektil, seperti penis pada pria.
e. Vulva (vestibulum) merupakan bagian lonjong dengan ukuran memanjang dari
muka ke belakang pada bagian muka dibatasi oleh klitoris, kedua bibir kecil, dan
bagian belakangnya oleh bagian yang terletak antara vagina dan anus (perineum).
f. Kelenjar bartholini merupakan kelenjar di daerah vulva dan vagina yang
mengeluarkan lendir. Selaput darah (hymen) berupa lapisan tipis dan menutupi
sebagian besar mulut vagina. Alaminya memang berlubang sebesar ujung jari
hingga lendir dan darah dapat keluar. Introitus vagina merupakan lubang dengan
bentuk dan ukuran yang berbeda-beda.

4
Gambar 1. Sistem reproduksi wanita eksternal
Organ reproduksi dalam meliputi: vagina (liang kemaluan, saluran
senggama); rahim (uterus): pangkal rahim (fundus uteri), badan rahim (corpus uteri),
leher rahim (cervix uteri); dinding rahim: parametrium (penyangga rahim),
myometrium (otot rahim), endometrium; tuba fallopi (saluran telur); ovarium (indung
telur).

a. Vagina (liang kemaluan, saluran senggama) adalah saluran penghubung antara


vulva dan rahim letaknya antara kantong kencing dan saluran anus (rectum);
berfungsi sebagai saluran keluar dari rahim seperti haid, lendir, dan jalan lahir;
bersifat asam dengan pH 4,5 yang berfungsi sebagai perlindungan terhadap
masuknya kuman.
b. Rahim (uterus) terdapat di dalam ruangan panggul kecil (pelvis minor), di antara
kantong kencing dan anus. Terdiri atas tiga bagian besar, yaitu: pangkal rahim
(fundus uteri) merupakan pangkal dimana kedua saluran telur (tuba fallopi)
bermuara; badan rahim (corpus uteri) merupakan bagian terbesar dari rahim
tempat janin berkembang. Rongga di dalamnya disebut rongga rahim (cavum
uteri); leher rahim (cervix uteri) bentuknya silindris.
c. Dinding rahim tempat dimana sel telur (ovum) yang telah dibuahi bersemayam. Ia
terdiri dari tiga lapisan, yaitu: lapisan luar yang berhubungan dengan rongga perut
= parametrium (penyangga rahim); lapisan otot yang merupakan bagian paling
tebal = myometrium (otot rahim); dan lapisan dalam yang berhubungan langsung
dengan rongga rahim yang berperan penting dalam siklus haid selama masa
reproduksi = endometrium .
5
d. Tuba fallopi (saluran telur) merupakan saluran penghubung rahim dan indung
telur.
e. Ovarium (indung telur). Perempuan pada umumnya mempunyai dua indung telur:
kanan dan kiri yang ukurannya kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan
panjang ± 4 cm, lebar dan tebalnya ± 1,5 cm. Jumlahnya diperkirakan terdapat
kira-kira 100 ribu bakal sel telur (folikel primer) dan tiap bulannya akan
dikeluarkan 1 sel telur matang (kadang-kadang 2 sel telur) yang siap untuk
dibuahi.

Gambar 2. System reproduksi wanita internal

Produksi sel telur pada wanita sesuai dengan usia adalah sebagai berikut: saat lahir
bayi perempuan mempunyai sel telur = 750.000; umur 6—15 tahun = 439.000; umur
16—25 tahun = 159.000; umur 26—35 tahun = 59.000; umur 35—45 tahun =
34.000. Organ reproduksi perempuan mulai berfungsi secara optimal sejak pubertas /
masa remaja yaitu ketika keluarnya darah segar yang pertama kali dari kemaluan
(vagina).

C. Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar
penyebabnya tidak begitu diketahui. Tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur
dibagian ampulla tuba, dan dalam perjalanan ke uterus telur mengalami hambatan
sehingga pada saat nidasi masih
di tuba. Menurut Saifuddin tahun 2009 faktor-faktor yang memegang peranan dalam hal
ini ialah sebagai berikut:
a. Faktor tuba

6
1) Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba menyempit
atau buntu.
2) Keadaan uterus yang mengalami hipoplasia dan saluran tuba yang berkelok-kelok
panjang yang dapat menyebabkan fungsi silia tuba tidak berfungsi dengan baik.
3) Keadaan pasca operasi rekanalisasi tuba dapat merupakan predisposisi terjadinya
kehamilan ektopik.
4) Faktor tuba yang lain ialah adanya kelainan endometriosis tuba atau divertikel
saluran tuba yang bersifat congenital
5) Adanya tumor disekitar saluran tuba, misalnya mioma uteri atau tumor ovarium
yang menyebabkan perubahan bentuk juga dapat menjadi etiologi kehamilan
ektopik terganggu
b. Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan
tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian berhenti dan tumbuh di
saluran tuba.
c. Faktor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba dapat membutuhkan
konsep khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga kemungkinan terjadinya
kehamilan ektopik lebih besar.
d. Faktor hormonal
Pada akseptor, pil KB, yang hanya mengandung progesterone dapat mengakibatkan
gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat menyebabkan terjadinya
kehamilan ektopik.
e. Faktor lain
Termasuk disini antara lain adalah pemakaian IUD dimana proses peradangan yang
dapat timbul pada endometrium dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya
kehamilan ektopik. Faktor umur penderita yang sudah menua dan faktor perokok juga
sering dihubungkan dengan terjadinya kehamilan ektopik.
D. Klasifikasi
Sarwono prawirohardjo dan cuningham masing masing dalam hubungannya
mengklasifikasikan kehamilan ektopik berdasarkan lokasinya antara lain:
1. Tuba falopi
a. Pars-intersitialis
b. Isthmus
c. Ampula
d. Infundibulum
e. Frimbae
2. Uterus

7
a. Kanalis servikalis
b. Diverticulum
c. Kornu
d. Tanduk rudimenter
3. Ovarium
4. Intra ligamenter
5. Abdominal
a. primer
b. sekunder
6. Kombinasi khamilan dalam dan luar uterus
E. Manifestasi Klinis
Sebagian besar kasus kehamilan ektopik (tuba) di diagnose sebelum rupture berdasarkan
tiga gejala yang paling klasik :
1. Nyeri abdomen
2. Menstruasi tertunda
Pendarahan vagina yang abnormal (bercak) yang terjadi kira kira 6-8 minggu setelah
periode menstruasi normal terakhir ( Gilbert,2007).
Nyeri abdomen terjadi pada hampir setiap kasus. Nyeri yang di rasakan pada awalnya
bersifat tumpul ,pada satu sisi kuadran bawah. Ketidaknyamanan dapat berkembang dari
nyeri tumpul ke nyeri kolik saat posisi tuba membentang, hingga menjadi nyeri tajam dan
menusuk (Cuningham dkk,2005;Gilbert).
Nyeri berkembang menyebar, teru menerus, dan berat yang umumnya terjadi pada
seluruh abdomen bagian bawah (Gilbert). Hingga 90% ibu dengan kehamilan ektopik
melaporkan periode menstruasi tertunda 1 sampai 2 minggu atau lebih cepat dari
biasanya, atau periode tidak teratur. Pendarahan vagina intermiten berwarna merah terang
hingga gelap sedang atau coklat terjadi pada sampai sekitar 80% perempuan. Jika
kehamilan ektopik tidak didiagnosa hingga setelah terjadi rupture, nyeri bahu satu sisi
mungkin di laporkan selain yang umum terjadi, atau nyeri akut mendalam pada abdomen
kuadran bawah. Nyeri bahu yang dilaporkan merupakan hasil dari iritasi diafragma akibat
darah dalam ronggo paringeal. Ibu mungkin menunjukan tanda tanda syok, seperti
pingsan dan pusing, terkait jumlah pendarahan dalam rongga perutdan tidak selalu
berhubungan dengan pendarahan vagina yang jelas. Ekimosis kebiruan disekitar
umbilicus ( tanda Cullen) menunjukan hematoperitoneum serta merupakan tanda rupture
intraabdominal pada kehamilan ektopik tidak terdiagnosis.
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu yang patut diketahui antara lain
1. Nyeri tekan

8
Gejala ini paling sering dijumpai dan terdapat pada hampir semua penderita. Nyeri
perut dapat bersifat unilateral atau bilateral dibagian bawah perut, dan terkadang
terasa sampai kebagian atas perut. Bila kavum abdomenterisi darah lebih dari 500 ml,
perut akan menegang dan terasa nyeri biladitekan, usus terdistensi, dan terkadang
timbul nyeri menjalar ke bahu danleher akibat rangsang darah terhadap diafragma.
Nyeri tekan dapat tercetuskanoleh abdomen atau pemeriksaan dalam (nyeri goyang
ketika porsio digerakkan)
1) Amenorea
Walau amenorea sering dikemukakan dalam anamnesis, kehamilanektopik tidak boleh
dianggap mustahil terjadi bila gejala ini tidak ditemukan,lebih-lebih pada wanita
Indonesia, yang kurang memperhatikan haid.Perdarahan patologis akibat kehamilan
ektopik tidak jarang dianggap haid biasa
2) Perdarahan pervaginam
Kematian telur menyebabkan desidua mengalami degenerasi dannekrosis. Desidua
kemudian dikeluarkan dalam bentuk perdarahan. Umumnyavolume perdarahan
sedikit; bila perdarahan pervaginam banyak, kecurigaanmengarah ke abortus biasa.
3) Syok hipovolemik
Tanda-tanda syok lebih nyata bila pasien duduk. Selain itu, oliguriadapat pula
menyertai
4) Pembesaran uterusPada kehamilan ektopik uterus turut membesar akibat
pengaruhhormone-hormon kehamilan, tetapi umumnya sedikit lebih kecil
dibandingkandengan uterus pada kehamilan intrauterine yang berusia sama
5) Tumor didalam rongga panggulDapat teraba tumor lunak kenyal yang merupakan
kumpulan darah dituba dan sekitarnya
6) Perubahan darah
Kadar hemoglobin kemungkinan menurun pada kehamilan ektopikterganggu akibat
perdara han yang banyak kedalam rongga perut. Namun, kitaharus insaf bahwa
penurunan Hb disebabkan oleh pengenceran darah oleh airdari jaringan untuk
mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukanwaktu 1-2 hari sehingga kadar
Hb pada pemeriksaan pertama-tama mungkinsaja belum seberapa menurun.
Kesimpulan adanya perdarahan harusdidasarkan atas penurunan kadar Hb pada
pemeriksaan berturut-turut.Perdarahan juga meningkat angka leukosit, terutama
perdarahan hebat; angkaleukosit tetap normal atau hanya naik sedikit bila perdarahan
terjadi sedikitdemi sedikit. (Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013)
F. Komplikasi
9
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu :
1. Pada pengobatan konservatif, yaitu bila kehamilan ektopik terganggu telah lama
berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang, ini merupakan indikasi
operasi.
2. Infeksi
3. Sterilisasi
4. Pecahnya tuba falopii
5. Komplikasi juga tergatung dari lokasi tumbuh berkembangnya embrio.
G. Pafisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Pada
nidasi yang kolumner, telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dipengaruhi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya
telur mati secara dini dan dengan mudah dapat diresorbsi total. Pada nidasi
interkolumner, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi
tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai
desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak
sempurna, dengan mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam
lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin
selanjutnya bergantung pada beberapa faktor seperti tempat implantasi dan tebalnya
dinding tuba.
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena
tuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh
secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan terganggu pada umur
kehamilan antara 6-10 minggu. Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada
ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis
terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur adalah
penembusan villi korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritonem. Ruptur
dapat terjadi secara spontan namun dapat pula karena trauma ringan seperti koitus dan
pemeriksaan vaginal. Akibat dari ruptur ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut,
kadang-kadang sedikit namun dapat pula banyak sampai menimbulkan syok dan
kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam lumen
tuba. Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampullaris.
Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba
10
dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale. Pada pelepasan hasil
konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan terus berlangsung, dari
sedikit-sedikit oleh darah sehingga berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan yang
berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan (hematosalping), dan
selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba. Darah ini akan
berkumpul di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina.

11
H. Pathway

Pembuahan telur di ovum

Perjalanan ke uterus, telur mengalami hambatan (pernah


mengalami pembedahan tuba, endosalfingitis, hipoplasia
uteri, tumor, idiopatik, pelvic inflamatory desease,
endometriosis dinding dan lumen tuba fallopi dll )

Bernidasi di tuba

Kehamilan ektopik

Kehamilan ektopik terganggu

Abortus Ruptur pada implantansi di


tuba dan uterus
Resiko Berduka Perdarahan
Abnormal

Kekurangan
Cemas Nyeri abdomen Volume Cairan

Nyeri Akut Perubahan Perfusi


Kurang Pengetahuan
Jaringan

12
I. Penatalaksanaan
Diagnosis diferensial dari kehamilan ektopik melibatkan pertimbangan sejumlah
masalah yang mengarah pada tanda dan gejala. Banyak dari ibu yang datang ke unit
gawat darurat karena engalami pendarahan atau nyeri trimester awal. Keguguran, rupture
kista korpus luteum,apendisitis, salpingitis,kista ovarium, torsi ovarium dan infeksi
saluran kemih adalah semua diagnosis yang mungkin. Kunci untuk deteksi dini
kehamilan ektopik adalah memeiliki indeks kecurigaan tinggi terhadap kondisi ini. Setiap
ibu dengan nyeri abdomen, bercak atau pendarahan vagina , dan tes kehamilan positif
harus menjalani scrinning untuk kehamilan ektopik.
Alat skrining yang paling penting untuk kehamilan ektopik adalah kadar β-Hcg
seri kuantitatif dan USG transvaginal. Skrining laboratorium meliputi pengukuran kadar
serum progesterone dan β-hcg . jika salah satu di antaranya memiliki nilai lebih rendah
dari yang di harapkan untuk kehamilan normal, ibu diminta untuk kembali dalam waktu
48 jam untuk pemeriaksaan serial. USG transvaginal dilakukan untuk memastikan
kehamilan intrauterine harus terlihat oleh USG abdomen pada 5-6 minggu menstrusi atau
tuba (Farquhar,2005). Kantong intrauterine harsu terlihat oleh USG abdomen pada 5-6
minggu menstruasi atau 28 hari setelah ovulasi. Kemampuan USG transvagineal dalam
mengidentifikasi kehamilan intrauterine paling cepat pada usia kehamilan 1 minggu.
Ketika tingkat β-hcg lebih besar dari 1000 miliiunit internasional/ml kantong kehamilan
terlihat satu setengah pada saat itu ( Cunningham dkk,2005).
Ibu juga harus dikaji terhadap pendarahan aktif, yang berhubungan dengan ruptir
tuba. Jika terdapat pendarahan internal, pengkajian mungkin menemukan adanya vertigo,
nyeri bahu, hipotensi, dan takikardia. Pemeriksaan vagina harus dilakukan hanya sekali,
dan dengan sangat hati hati . sekitar 20% dari ibu dengan kehamilan tuba memiliki masa
teraba pada pemriksaan. Pecah masa di mungkinkan selama pemeriksaan bimanual,
sehingga sentuhan lembut sangat penting. Dilakukan perawatan segera.
1. Penatalaksanaan Bedah
Bergantung pada lokasi dan penyebab kehamilan ektopik, tingkat keterlibatan
jaringan, dan keinginan ibu untuk hamil lagi. Salah satu pilihan adalah pengakatan
seluruh tuba (salpingektomi). Jika tuba tidak rupture dan ibu ingin bisa hamil lagi,
salpingostomi dapat dilakukan sebagai gantinya. Pada prosedur ini, sayatan dibuat
diarea kehamilan pada tuba dan produk konsepsi diangkat secara hati-hati dan pelan.

13
Saya tidak dijahit tapi di biarkan menutup oleh faktor sekunder, metode ini dapat
meminimalkan jaringan parut.
2. Penatalaksanaan Medis
Mencakup pemberian mototreksat untuk mengakhiri kehamilan tuba. Mototreksat
adalah asam folat dan antagonis antimetabolite yang menghancurkan sel-sel
membelah dengan cepat. Ibu dengan kehamilan ektopik yang memenuhi syarat untuk
terrapin mototreksat adalah hemodinamik stabil, massa tidk rupture, dan dengan
USG ukuran diameter massa kurang dari 3,5 cm, tidak ada aktivitas jantung janin
pada pemeriksaan USG, kadar β-hCG serum kurang dari 5000 IU/L, dan jika ibu
bersedia untuk mematuhi pemantauan pasca tindakan (Cunningham dkk, 2005 ;
murray, bakdahh, bardel, dan tulandi, 2005). Terapi mototreksat menghindari
pembedahan serta merupakan cara yang aman, efektif, dan hemat biaya pada banyak
kasus kehamilan tuba. Ibu di informasikan tentang bagaimana obat bekerja, efek
samping yang mungkin terjadi, siapa yang dia hubungi jika kehawatiran atau jika
masalah berkembang, serta pentingnya tindak lanjut perawatan.
3. Tindak lanjut keperawatan
Ibu dan keluarganya harus didorong untuk berbagi perasaan dan kehawatiran mereka
terkait dengan kehilangan titik. Kehamilan di masa deoan harus di bahas. Metode
kontrasepsi harus di gunakan setidaknya 3 siklus mentruasi untuk memberikan waktu
penyembuhan bagi tumbuh ibu ( Gilberd, 2007). Setiap ibu yang telah di diagnose
dengan kehamilan ektopik harus diberitahu untuk menghubungi dokternya segera
setalah adanya dugaan bahwa dia hamil karena peningkatan resio kehamilan ektopik
berulang. Para ibi mungkin perlu rujukan dukungan kelompok berduka dan
infertilitas. Selain kehilangan kehamilan saat ini, mereka dihadapkan dengan
kemungkinan kehilangan kehamilan dimasa depan atau infertilitas.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesis

14
a. Pengumpulan data: nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat
b. Riwayat penyakit / keluhan utama : mual, muntah, nyeri abdomen
c. Riwayat penyakit sekarang : penyakit yang dialami oleh pasien saat ini
d. Riwayat penyakit dahulu : penyakit yang pernah diderita pasien sebelumnya
e. Riwayat kesehatan keluarga : apakah dari pihak keluarga ibu atau suaminya
pernah melahirkan atau hamil anak kembar dengan komplikasi
2. Riwayat Obstetrik:
a. Menanyakan berapa kali ibu itu hamil
b. Menanyakan siklus menstruasi apakah teratur atau tidak
c. Menanyakan apakah asien mernah mengalami abortus
d. Menanyakan apakah kehamilan sebelumnya mengalami kelainan
e. Menanyakan apakah pasien menggunakan alat kontrasepsi dalam Rahim
3. Data Bio-Psiko-sosial-Spiritual (Data Fokus)
a. Makan minum : nafsu makan menurun (anoreksia), mual, muntah, mukosa
bibir kering pucat.
b. Eliminasi: BAB ; konstipasi, nyeri saat BAB
c. BAK ; sering kencing
d. Aktivitas : nyeri perut saan mengangkat benda berat,terlihat odema pada
ekstremitas bawah (tungkai kaki)
4. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
1) Terlihat tanda cullen yaitu sekitar pusat atau linea alba kelihatan biru,
hitam dan lebam
2) Terlihat gelisah, pucat, anemia, nadi kecil, anemia, nadi bradikardi,
tekanan darah rendah.

b. Palpasi dan perkusi


1) Terdapat tanda-tanda perdarahan intra abdominal (shifting dullnes)
2) Nyeri tekan hebat pada abdomen
3) Douglas crisp : rasa nyeri tekan hebat pada penekanan kavum douglasi
4) Kavum douglasi teraba menonjol karena terkumpulnya darah.
5) Teraba massa retroutrein (masa pelvis)
6) Nyeri bahu karena perangsangan diafragma
7) Nyeri ayun saat menggerakkan porsio dan serviks ibu akan sangat sakit.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai
dengan perdarahan
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (ruptur tuba falopi, pendarahan
intraperitonial)
3. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini
4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
15
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
1. Kekurangan Kesimbangan Cairan Manajemen Cairan
volume 1. Tekanan darah a. Distribusikan cairan
cairan 2. Denyut nadi radialis masuk setiap 24 jam
berhubungan 3. 24 jam keseimbangan cairan b. Monitor tanda-tanda
dengan keluar dan masuk vital
kehilangan 4. Menimbang berat badan c. Monitor status nutrisi
cairan aktif a. Turgor kulit d. Monitor status hidrasi
ditandai b. Elektrolit serum e. Monitor makanan dan
dengan c. Kebingungan cairan yang masuk dan
perdarahan d. Hipotensi ortostatik hitung kalori harian
 e. Odema sebagian f. Monitor berat badan
 g. Timbang rutin dan
pantau gejala
Kurang Cairan h. Dorong kluarga untuk
1. Turgor kulit membantu pasien makan
2. Cairan masuk i. Berikan cairan IV pada
3. Urine keluar suhu ruangan
4. Serum yodium j. Pemberian IV monitor
5. Perfusi jaringan adanya tanda dan gejala
6. Kehausan kelebihan volume cairan
7. Urine pekat k. Kolaborasi dokter
8. Laju cepat jika tanda cairan berlebih
9. Kenaikan urea nitrogen darah muncul memburuk
10. Otot kram
11. Suhu badan tinggi

2. Nyeri akut Pain control Pain Management


berhubungan 1. Jelaskan faktor penyebab. a. Lakukan pengkajian
dengan agen 2. Gunakan tindakan pencegahan. nyeri secara
cedera fisik 3. Gunakan tindakan non analgesic komprehensif termasuk
16
(ruptur tuba 4. Laporkan perubahan gejala nyeri lokasi, karakteristik,
falopi, ke perawat. durasi, frekuensi,
pendarahan 5. Catat serangan/ tanda gejala nyeri. kualitas.
intraperitonia b. Gunakan komunikasi
l) terapeutik untuk
mengetahui pengalam
nyeri pasien.
c. Kaji faktor yang
mempengaruhi respon
nyeri.
d. Evaluasi pengalaman
nyeri masa lalu.
e. Evaluasi bersama pasien
dan tim medis tentang
ketidakefektifan
 Control Nyeri
a. Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
kebisingan.
b. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi, &
interpersonal).
c. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi.
d. Ajarkan tentang tehnik
nonfarmakologi.

17
e. Berikan analgesic untuk
mengurangi nyeri.
f. Evaluasi
ketidakefektifan kontrol
nyeri.
g. Tindakan istirahat
h. Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri
i. Observasi reaksi
nonverbal dan
ketidaknyamanan.
j. Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri.
(Amin dkk, 2015)

3. 3 Resiko Infeksi yang hebat Kontrol Infeksi


Infeksi 1. Dahak kental a. Bersihkan lingkungan
2. Pengambilan nanah setelah dipakai pasien
3. Demam b. Pertahankan teknik
4. Hypotermi isolasi
5. Ketidakstabilan suhu c. Instruksikan pada
6. Nyeri pengunjung untuk
7. Gejala gastrointestinal mencuci tangan saat
Rasa tidak enak badan berkunjung dan setelah
berkunjung
meningggalkan pasien
d. Cuci tangan sebelum
dan sesaat tindakan
e. Gunakan sarung

18
tangan,baju sebagai alat
pelindung
f. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan local
g. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
h. Dorong istirahat
i. Instruksikan pasien
untuk minum antibiotic
sesuai resep yang
diberikan
j. Berikan terapi antibiotic
bila perlu
k. Ajarkan cara
menghindari inveksi
l.............................................................
Laporkan kultur positif
D. Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan,
mencangkup tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan
kesimpulan perawat, dan bukan atas petunjuk data petugas kesehatan lain. Tindakan
kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan
bersama seperti dokter atau petugas kesehatan lain.
E. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman
kepada hasil dan tujuan yang hendak dicapai.

19
J. Kasus dan Jawaban
1. Seorang ibu Hamil dijadwalkan Untuk menggugurkan kandungannya akibat telur
yang telah di buahi berimplantasi pada tuba falopii ibu. Apakah masalah yang terjadi
pada kasus diatas ?
A. Perdarahan nidasi
B. Abortus
C. Kehamilan embriogenik
D. Mola hidatidosa
E. Kehamilan ektopik
Pembahasan : E. Kehamilan ektopik
Ibu mengalami kehamilan ektopik karena telur yang telah dibuahi tidak berimplantasi di
uterus, Tetapi di tuba falopii. Bila hal itu dibiarkan bisa menyebabkan tuba falopii pecah
dan terjadi perdarahan yang dapat membahayakan ibu.
2. Ibu berusia 30 tahun dengan status kehamilan G1P0A0 datang ke poli kandungan
dengan keluhan keluar flek flek darah dari jalan lahir dan perut bagian bawah terasa
nyeri kemarin siang tanggal 30 NOvemeber 2019 dengan usia kandungan 10 minggu.
Apakah faktor resiko yang kemungkinan terjadi pada pasien tersebut
A. Resiko infeksi
B. Peradangan
C. Akan mengakibatkan kemandulan
D. Ketidakmampuan hamil lagi
E. Kegagalan fertilisasi
Pembahasan: A. Resiko infeksi
Pada pasien gangguan kehamilan ektopik akan mengalami ketidak berkembangnya
janin di dalam tuba falopi. Sehingga embrio akan mati tidak berkembang sehingga akan
mengakibatkan adanya pendarahan. Pendarahan yang berlebihan dapat mengakibatkan
munculnya adanya resiko infeksi. Sehingga kehamilan ektopik terganggu harus segera
tertangani dengan baik.

3. Pasien datang ke poli dengan status kehamilan G1P0A0, dengan keluhan cemas
dengan kehamilannya karena mengeluarkan flek darah dari jalan lahir dan nyeri perut
Bagian bawah. Tindakan yang harus di berikan terhadap tingkat kecemasan pasien
adalah..
A. Membiarkan pasien cemas
B. Memberi tahu kehamilannya berbahaya
C. Bicara dengan pasien kandunganya baik baik saja
D. Beri tahu pasien bayi sehat
E. Memberikan suport mental pada ibu
Pembahasan: E. Memberikan suport mental pada ibu

20
Dalam kasus ini ditemukan masalah, yaitu ibu cemas dengan kondisi kehamilannya dan
terjadi gangguan rasa nyaman berupa nyeri perut bagian bawah diikuti dengan
keluarnya flek-flek darah yang terjadi sejak satu hari yang lalu. Kebutuhan yang
dibutuhkan ibu dalam kasus ini adalah dengan memberikan informasi tentang tanda dan
gejala tentang kehamilan ektopik terganggu, serta memberikan dukungan moril pada ibu
agar tabah dalam menghadapi kehamilannya.

21
BAB IV
PENUTUP
1. KESIMPULAN

Berdasarkan tinjauan kasus di atas dapatkan studi kasus dengan asuhan keperawatan
dengan kehamilan ektopik terganggu pada pasien Ny. S maka penulis mampu
mengambil kesimpulan, yaitu :
a. Pengkajian di lakukan dengan mengumpulkan seluruh data pasien. Terutama foukus
pada keluhan utama dengan adanya nyeri di bagian perut bawah dan adanya flek
darah tetapi tidak banyak. Kehamilan 10 minggu dengan G1P0A0 sejek kemarin
tanggal 25 November 2019 dengan keadaan umum normal tetapi hasil USG di
daptkan adanya kantong kehamilan di luar uterus
b. Berdasarkan data subjektif dan objektif, penulis dapat menginterprestasikan data
menjadi diagnose keperawatan adanya nyeri akut dan ansietas dengan kehamilan 10
minggu dan kehamilan ektopik terganggu. Dengan masalah asien merasa cemas
terhadap kehamilanya. Kebutuhan yang dapat di berikan adalah memberikan support
mental pada pasien
c. Pada kasus kehamilan ektopik ini potensial terjadinya rupture tuba, abortus dan syok,
namun pada kasus ini tidak terjadi karena penanganan yang baik dan tepat
d. Dari evaluasi kasus ini setelah di lakukan tindakan edukasi dan perawatan maka
pasien siap melakukan operasi laparatomi demi kesehatan yang lebih baik
2. SARAN

Pasien di harapkan lebih berhati hati untuk kehamilan berikutnya, sebab kehamilan
ektopik merupakan penyebab terbesar kematian ibu pada triwulan pertama dari
kehamilan dan dapat terjadi secara berulang.

22
DAFTAR PUSTAKA

Djamhoer, M., Firman, F. W., & Jusuf, S. E. (2013). Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan
Reproduksi. Jakarta: EGC
Saifuddin, Abdul Bari. 2009. Paduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka
Benson, Ralph C dan Martin L Pernol. 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi Edisi 9.
Jakarta: EGC.

23

Anda mungkin juga menyukai