Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pendahuluan
Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) mencapai 359 per 100 ribu kelahiran
hidup. Target yang akan dicapai pada tahun 2015 adalah menjadi 102 orang
per tahun menurut Syafiq (2013). Indonesia berada di peringkat ketiga
tertinggi untuk angka kematian ibu di negara ASEAN. Peringkat pertama
ditempati oleh Laos dengan 470 kematian ibu per 100.000 kelahiran,
sementara angka kematian paling kecil dimiliki oleh Singapura dengan 3
kematian per 100.000 kelahiran. Angka kematian ibu di Indonesia mencapai
9.900 orang dari 4,5 juta keseluruhan kelahiran pada tahun 2012 (Sulaiman,
2014).
Penyebab kematian ibu disebabkan oleh komplikasi yang berhubungan
dengan kehamilan, persalinan, dan nifas. Penyebab langsung antara lain :
perdarahan 42%, eklamsia/pre ekalmsia 13%, abortus 11%, infeksi 10%,
partus lama/persalinan macet 9%, dan penyebab lain 15 %. Di negara
majumaupun negara berkembang memperkirakan 15%-20% ibu hamil akan
mengalami resiko tinggi atau komplikasi. Jumlah kematian ibu sebanyak
500.000 orang setiap tahun dan 99% terjadi di negara berkembang (Sulaiman,
2014).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan abnormal yang terjadi di luar
rongga rahim, janin tidak dapat bertahan hidup dan sering tidak berkembang
sama sekali. Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya bagi
seorang ibu yang dapat menyebabkan kondisi gawat bagi ibu karena dapat
menyebabkan kematian ibu akibat abortus pada umur kehamilan trimester
pertama (1-12 minggu). Hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya angka
mortalitas dan morbiditas ibu jika tidak mendapatkan penanganan secara
tepatdan cepat. Frekuensi kejadian kehamilan ektopikberkisar 1:14,6% dari

1
seluruh kehamilan. Keadaan gawat ini disebut sebagai kehamilan ektopik
terganggu (Hayati, 2010).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari kehamilan ektopik terganggu ?
2. Apa penyebab dan manifestasi klinis dari kehamilan ektopik terganggut ?
3. Bagaimana patofisiologi dan komplikasi yang terjadi pada kehamilan
ektopik terganggu ?
4. Apa saja prognosis serta pemeriksaan penunjang dari penyakit kehamilan
ektopik terganggu ?
5. Bagaimana penanganan dan penatalaksanaan untuk penyakit kehamilan
ektopik terganggu ?
6. Bagaimana konsep asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien
dengan kehamilan ektopik terganggu

C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang asuhan keperawatan pada klien
dengan kehamilan ektopik terganggu.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat memahami tentang :
a. Pengkajian mengenai penyakit kehamilan ektopik terganggu.
b. Diagnosa keperawatan yang ada pada kehamilan ektopik terganggut
c. Intervensi / perencanaan dari penyakit kehamilan ektopik terganggu.
d. Implementasi dari kehamilan ektopik terganggu
e. Evaluasi dari penyakit kehamilan ektopik terganggu.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi sistem reproduksi


Anatomi fisiologi sistem reproduksi wanita dibagi menjadi 2 bagian
yaitu: alat reproduksi wanita bagian dalam yang terletak di dalam rongga
pelvis, dan alat reproduksi wanita bagian luar yang terletak di perineum.
1. Alat genitalia wanita bagian luar
a. Mons veneris / Mons pubis
Disebut juga gunung venus merupakan bagian yang menonjol di
bagian depan simfisis terdiri dari jaringan lemak dan sedikit jaringan
ikat setelah dewasa tertutup oleh rambut yang bentuknya segitiga.
Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea (minyak) berfungsi
sebagai bantal pada waktu melakukan hubungan seks.
b. Bibir besar (Labia mayora)
Merupakan kelanjutan dari mons veneris berbentuk lonjong, panjang
labia mayora -8 cm, lebar 2 - 3 cm dan agak meruncing pada ujung
bawah. Kedua bibir ini dibagian bawah bertemu membentuk perineum
permukaan terdiri dari:
1) Bagian luar
Tertutup oleh rambut yang merupakan kelanjutan dari rambut pada
mons veneris.
2) Bagian dalam
Tanpa rambut merupakan selaput yang mengandung kelenjar
sebasea (lemak).
c. Bibir kecil (labia minora)
Merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit, terletak
dibagian dalam bibir besar (labia mayora) tanpa rambut yang
memanjang kea rah bawah klitoris dan menyatu dengan fourchette,
semantara bagian lateral dan anterior labia biasanya mengandung

3
pigmen, permukaan medial labia minora sama dengan mukosa vagina
yaitu merah muda dan basah.
d. Klitoris
Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat
erektil, dan letaknya dekat ujung superior vulva. Organ ini
mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf sensoris sehingga
sangat sensitive analog dengan penis laki - laki. Fungsi utama klitoris
adalah menstimulasi dan meningkatkan ketegangan seksual.
e. Vestibulum
Merupakan alat reproduksi bagian luar yang berbentuk seperti
perahu atau lonjong, terletak di antara labia minora, klitoris dan
fourchette. Vestibulum terdiri dari muara uretra, kelenjar parauretra,
vagina dan kelenjar paravagina. Permukaan vestibulum yang tipis dan
agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia, panas, dan friksi.
f. Perinium
Merupakan daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus
vagina dan anus. Perinium membentuk dasar badan perinium.
g. Kelenjar Bartholin
Kelenjar penting di daerah vulva dan vagina yang bersifat
rapuh dan mudah robek. Pada saat hubungan seks pengeluaran lendir
meningkat.
h. Himen (Selaput dara)
Merupakan jaringan yang menutupi lubang vagina bersifat
rapuh dan mudah robek, himen ini berlubang sehingga menjadi saluran
dari lendir yang di keluarkan uterus dan darah saat menstruasi.
i. Fourchette
Merupakan lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis,
terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayoradan labia minora.
Di garis tengah berada di bawah orifisium vagina. Suatu cekungan
kecil dan fosa navikularis terletak di antara fourchette dan himen.

4
2. Alat genitalia wanita bagian dalam
a. Vagina
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan
mampu meregang secara luas karena tonjolan serviks ke bagian atas
vagina. Panjang dinding anterior vagina hanya sekitar 9 cm, sedangkan
panjang dinding posterior 11 cm. Vagina terletak di depan rectum dan
di belakang kandung kemih. Vagina merupakan saluran Muskulo -
membraneus yang menghubungkan rahim dengan vulva. Jaringan
muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan
muskulus levator ani oleh karena itu dapat dikendalikan.
Pada dinding vagina terdapat lipatan - lipatan melintang disebut
rugae dan terutama di bagian bawah. Pada puncak (ujung) vagina
menonjol serviks pada bagian uterus. Bagian servik yang menonjol ke
dalam vagina di sebut portio. Portio uteri membagi puncak vagina
menjadi empat yaitu: fornik anterior, fornik posterior, fornik dekstra,
fornik sinistra. Sel dinding vagina mengandung banyak glikogen yang
menghasilkan asam susu dengan PH 4,5. Keasaman vagina
memberikan proteksi terhadap infeksi. Fungsi utama vagina yaitu
sebagai saluran untuk mengeluarkan lendir uterus dan darah
menstruasi, alat hubungan seks dan jalan lahir pada waktu persalinan.

b. Uterus
Merupakan jaringan otot yang kuat, berdinding tebal, muskular,
pipih, cekung dan tampak seperti bola lampu / buah peer terbalik yang
terletak di pelvis minor di antara kandung kemih dan rectum.
Uterus normal memiliki bentuk simetris, nyeri bila ditekan, licin dan
teraba padat.
Uterus terdiri dari tiga bagian yaitu: fundus uteri yaitu bagian
corpus uteri yang terletak di atas kedua pangkal tuba fallopi, corpus
uteri merupakan bagian utama yang mengelilingi kavum uteri dan
berbentuk segitiga, dan seviks uteri yang berbentuk silinder. Dinding

5
belakang, dinding depan dan bagian atas tertutup peritoneum
sedangkan bagian bawahnya berhubungan dengan kandung kemih.
Untuk mempertahankan posisinya uterus Disangga beberapa
ligamentum, jaringan ikat dan peritoneum. Ukuran uterus tergantung
dari usia wanita, pada anak-anak ukuran uterus sekitar 2-3 cm,
nullipara 6-8cm, dan multipara 8-9 cm. Dinding uterus terdiri dari tiga
lapisan yaitu peritoneum, miometrium / lapisan otot, dan endometrium.
1) Peritoneum
a) Meliputi dinding rahim bagian luar
b) Menutupi bagian luar uterus
c) Merupakan penebalan yang diisi jaringan ikat dan
d) Pembuluh darah limfe dan urat saraf
e) Meliputi tuba dan mencapai dinding abdomen
2) Lapisan otot
a) Lapisan luar: seperti Kapmelengkung dari fundus uteri
menuju ligamentum
b) Lapisan dalam: berasal dari osteum tuba uteri sampai osteum
uteri internum
c) Lapisan tengah: terletak di antara kedua lapisan tersebut
membentuk lapisan tebal anyaman serabut otot rahim. Lapisan
tengah ditembus oleh pembuluh darah arteri dan vena.
Lengkungan serabut otot ini membentuk angka dan sehingga
saat terjadi kontraksi pembuluh darah terjepit rapat dengan
demikian perdarahan dapat terhenti.
3) Semakin ke arah serviks otot rahim makin berkurang dan jaringan
ikatnya bertambah. Bagian rahim yang terletak antara osteum uteri
internum anatomikum yang merupakan batas dan kavum uteri dan
kanalis servikalis dengan osteum uteri histologikum (dimana
terjadi perubahan selaput lendir kavum uteri menjadi selaput lendir
serviks) disebut istmus. Istmus uteri ini akan menjadi segmen
bawah rahim dan meregang saat persalinan.

6
4) Kedudukan uterus dalam tulang panggul ditentukan oleh tonus otot
rahim sendiri, tonus ligamentum yang menyangga, tonus otot otot
dasar panggul, ligamentum yang menyangga Uterus adalah
ligamentum latum, ligamentum rotundum (teres uteri) ligamentum
infindibulo pelvikum (suspensorium ovarii) ligamentum kardinale
machenrod, ligamentum sacro uterinum dan ligamentum uterinum.
a) Ligamentum latum
(1) Merupakan lipatan peritoneum kanan dan kiri uterus meluas
sampai ke dinding panggul
(2) Ruang antara kedua lipatan berisi jaringan ikat longgar dan
mengandung pembuluh darah limfe dan ureter
(3) Ligamentum latum seolah -olah tergantung pada tuba
fallopi
(4) Ligamentum rotundum (teres uteri)
(5) Mulai sedikit kaudal dari insersi tuba menuju kanalis
inguinalis dan mencapai labia mayus
(6) Terdiri dari otot polos dan jaringan ikat
(7) Fungsinya menahan uterus dalam posisi antefleksi
b) Ligamentum infundibulo pelvikum
(1) Terbentang dari infundibulum dan ovarium menuju dinding
panggul
(2) Menggantung uterus ke dinding panggul
(3) Antara tuba fallopi dan ovarium terdapat ligamentum
ovariiproprium
c) Kardinale machenrod
(1) Dari serviks setinggi osteum uteri internum menujupanggul
(2) Menghalangi pergerakan uterus ke kanan dan ke kiri
(3) Tempat masuknya pembuluh darah menuju uterus
d) Ligamentum sacro uterinum
Merupakan penebalan dari ligamentum kardinale machenrod
menuju os sacrum

7
e) Ligamentum vesika uterinum
(1) Dari uterus menuju ke kandung kemih
(2) Merupakan jaringan ikat yang agak longgar sehingga dapat
mengikuti per kembangan uterus saat hamil dan persalinan
5) Pembuluh darah uterus
a) Arteri uterina asenden yang menuju corpus uteri sepanjang
dinding lateral dan memberikan cabangnya menuju uterus dan
di dasar endometrium membentuk arteri spinalis uteri
b) Di bagian atas ada arteri ovarika untuk memberikan darah pada
tuba fallopi dan ovarium melalui ramus tubarius dan ramus
ovarika.
6) Susunan saraf uterus
Kontraksi otot rahim bersifat otonom dan dikendalikan oleh saraf
simpatis dan parasimpatis melalui ganglion servikalis fronke
nhouser yang terletak pada pertemuan ligamentum sakro uterinum

c. Tuba Fallopi
Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara
kornu uterine hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan
ovum mencapai rongga uterus. terletak di tepi atas ligamentum latum
berjalan ke arah lateral mulai dari osteum tubae internum pada dinding
rahim.
Panjang tuba fallopi 12cm diameter 3 - 8cm. Dinding tuba
terdiri dari tiga lapisan yaitu serosa, muskular, serta mukosa dengan
epitel bersilia. Tuba fallopi terdiri atas :
1) Pars interstitialis (intramularis) terletak di antara otot rahim mulai
dari osteum internum tuba.
2) Pars istmika tubae, bagian tuba yang berada di luar uterus dan
merupakan bagian yang paling sempit.
3) Pars ampuralis tubae, bagian tuba yang paling luas dan berbentuk
s.

8
4) Pars infindibulo tubae, bagian akhir tubae yang memiliki lumbai
yang disebut fimbriae tubae.
Fungsi tuba fallopi :
1) Sebagai jalan transportasi ovum dari ovarium sampai kavum uteri.
2) Untuk menangkap ovum yang dilepaskan saat ovulasi.
3) Sebagai saluran dari spermatozoa ovum dan hasil konsepsi.
4) Tempat terjadinya konsepsi.
5) Tempat pertumbuahn dan perkembangan hasil konsepsi sampai
mencapai bentuk blastula yang siap mengadakan implantasi.

d. Ovarium
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel
menjadi ovum, ovulasi, sintesis, dan sekresi hormon hormon steroid.
Letak: Ovarium ke arah uterus bergantung pada ligamentum
infundibulo pelvikum dan melekat pada ligamentum latum melalui
mesovarium
Jenis : Ada 2 bagian dari ovarium yaitu:
1) Korteks ovarii
a) Mengandung folikel primordial
b) Berbagai fase pertumbuhan folikel menuju folikel de graff
c) Terdapat corpus luteum dan albikantes
2) Medula ovarii
a) Terdapat pembuluh darah dan limfe
b) Terdapat serat saraf

e. Parametrium
Parametrium adalah jaringan ikat yang terdapat di antara ke dua
lembar ligamentum latum. Batasan parametrium :
1) Bagian atas terdapat tuba fallopi dengan mesosalping
2) Bagian depan mengandung ligamentum teres uteri
3) Bagian kaudal berhubungan dengan mesometrium.
4) Bagianbelakang terdapat ligamentum ovarii

9
B. Proses kehamilan normal
1. Fertilisasi
Pada saat kopulasi antara pria dan wanita (coitus) dengan ejakulasi,
sperma dari saluran reproduksi pria didalam vagina wanita, akan
dilepaskan cairan mani berisi sel sperma ke dalam saluran reproduksi
wanita. Jika senggama terjadi pada masa ovulasi (masa subur wanita),
maka kemungkinan sperma akan bertemu dengan ovum yang disebut
sebagai pembuahan atau fertilisasi. Proses pembuahan ini terjadi didalam
tuba fallopi, umumnya didaerah ampula/infundibulum. Ovum yang
dilepaskan saat ovulasi dikelilingi oleh zona pelusida yang diluarnya ada
sel yang membentuk corona radiata. Setelah terjadi pembuahan, zona
pelusida mengalami perubahan sehingga tidak dapat ditembus oleh sperma
yang lain.
Setelah sperma mencapai oosit terjadi :
a. reaksi zona atau reaksi kortikal pada selaput zona pelusida
b. Oosit menyelesaikan pembelahan keduanya sehingga menghasilkan
oosit definitive yang kemudian menjadi pronukleus wanita
c. Inti sel sperma membesar membentuk pronukleus pria
d. Ekor sperma lepas dan bergenerasi
e. Pronukleus pria dan wanita yang haploid membentuk zygote yang
diploid.

2. Pembelahan / Perkembangan Awal Embrio


Setelah terbentuk zigot, maka beberapa jam kemudian terjadi
pembelahan zigot sehingga terbentuk dua blastomer. Dalam tiga hari
selama perjalanan ke tuba, akan terbentuk sekelompok blastomer yang
sama besar sehingga, hasil konsepsi berada dalam stadium morula. Setelah
sampai di stadium Morula, terjadi akumulasi cairan sehingga terjadi
blastula yang akhirnya terbentuk blastokista. Sekumpulan sel yang ada
didalam blastokista disebut massa sel dalam (Inter cell mass). Blastokista
diluarnya dikelilingi oleh sel-sel yang lebih kecil yang disebut trofoblas

10
(Trophoblast) yang mempunyai kemampuan menerobos kedalam
endometrium.

3. Implantasi / Nidasi
Kontak antara zigot stadium Blastokista dengan dinding rahim
akan menimbulkan berbagai reasi seluler sehingga sel trofoblas tersebut
dapat menempel dan mengadakan infiltrasi pada lapisan epitel
endometrium uterus. Tahap ini disebut sebagai implantasi / nidasi yang
terjadi kurang lebih enam hari setelah konsepsi. Apabila sudah terjadi
implantasi / nidasi maka baru dikatakan terjadi kehamilan (Gravid). Pada
hari ke empat, inti blastokista telah sampai pada permukaan stoma
endometrium. Pada hari ke enam, blastokista mulai masuk kedalam stoma
endometrium dan pada hari ke sepuluh, blastokista telah terbenam
seluruhnya ke dalam stroma endometrium, sehingga tahap implantasi /
nidasi berakhir. Selaput janin terdiri atas korion, amnion, kantung kuning
telur, alantois. Bagian korion fili tetap berkembang yang kelak akan
menjadi plasenta. Plasenta, selain terdiri dari komponen janin juga tyerdiri
dari komponen maternal yang disebut desidua (desidua basalis).
Desidua dibagi menjadi dua daerah, yaitu:
a. Desidua basalis, terletak diantara hasil konsepsi dengan dinding uterus
b. Desidua capsularis, terletak diantara hasil konsepsi dengan cavum uteri
c. Desidua parietalis/Vera, terletak meliputi/mengelilingi dinding uterus
yang lain.

4. Plasentasi
Pada minggu ke 16 seluruh kantong rahim telah ditutupi oleh vili
korialis. Setelah kantung membesar, vili diseberang janin (daerah desidua
capsularis) terjepit, mengalami degenerasi, sehingga menjadi halus (korion
halus). Vili di desidua basalis berkembang dengan cepat membentuk
plasenta (Plasenta Pars Fetalis).
Fungsi plasenta:
a. utritive, alat yang menyalurkan makanan dari ibu ke janin

11
b. ekskresi, alat yang menyalurkan hasil metabolisme dari janin ke ibu.
c. respirasi, menyalurkan O2 dari ibu ke janin
d. alat pembentuk hormone (Endokrin)
e. alat penyalur antibody dari ibu ke janin (Imunologi)
f. Farmakologi, menyalurkan obat yang dibutuhkan janin, dari sang ibu.
Plasenta dihubungkan dengan umbilikulus janin melalui tali pusar
(Umbilical Cord) yang mengandung dua arteri umbilikalis dan satu vena
umbilikalis. Mesoblast antara ruang amnion danm embrio menjadi padat
disebut body stalk, menghubungkan embrio dengan dinding trofoblast
yang kelak menjadi tali pusat.

5. Cairan Amnion
Rongga yang diliputi selaput janin disebut sebagai rongga amnion.
Didalam ruang ini terdapat cairan amnion (Liquor Amnii). Volume cairan
amnion (air ketuban) pada kehamilan berkisar antara 1000 1500 ml.
Cairan amnion berasal dari sekresi oleh dindinmg selaput amnion/plasenta,
kemudian setelah system urinorius janin terbentuk, urine janin yang
diproduksi, juga dikeluarkan kedalam rongga amnion.

6. Tumbuh kembang fetus


a. Perkembangan bulan pertama sampai ke 2
Ada tonjolan di jantung dan bengkak dikepala, karena otak
sedang berkembang. Jantung mulai berdetak, dan dapat dilihat
detakannya pada suatu alat ultra sonic scan. Lesung pipit pada sisi
kepala akan menjadi telinga. Dan terjadi pengentalan yang nantinya
akan membentuk mata. Pada bagian atas badan akan terjadi
pembengkakan yang akan membentuk tulang dan otot. Dan bengkak
kecil menunjukan lengan dan kaki mulai tumbuh.
b. Perkembangan Embrio Bulan Ke 3
Pada tahap ini, bagian muka pelan-pelan mulai terbentuk. Mata
terlihat lebih jelas dan mempunyai beberapa warna. Juga telah
terbentuk mulut dengan lidah. Pada tahap ini calon tangan dan kaki

12
mulai terlihat menonjol pada sisi lateral corpus dan distal. Selanjutnya
akan terlihat garis-garis bakal terbentuknya jari-jari tangan dan kaki.
Juga mulai terbentuk organ-organ dalam utama seperti jantung, otak,
paru-paru, hati, ginjal, usus.
c. Perkembangan Embrio Pada Bulan Ke 4
Dua belas minggu setelah proses pembuahan, janin telah
terbentuk sepenuhnya. Semua organ badannya, otot, lengan dan tulang
telah lengkap. Janin mengalami pertumbuhan yang lebih matang. Saat
minggu ke 14, denyut jantung berdetak lebih kencang dan dapat
etrdengar menggunakan alat ultrasonic detector. Denyut jantung
berdetak sangat cepat sekitar dua kali lebih cepat dari denyut jantung
orang dewasa.
d. Perkembangan bulan ke 5-6
Pada masa ini janin tumbuh dengan cepat. Bagian tubuh
tumbuh lebih besar sehingga badan dan kepala lebih proporsional.
Garis-garis pada kulit jari kini telah terbentuk, sehingga janin memiliki
sidik jari sendiri. Pada minggu ke 21 hingga minggu ke 25, anda akan
merasakan gerakan janin untuk pertama kali. Pada mulanya akan terasa
suatu denyutan atau sedikit peregerakan, dan mungkin terasa seperti
gangguan pencernaan. Selanjutnya, anda akan merasakan janin anda
menendang.
e. Perkembangan bulan ke 7-8
Janin kini bergerak dengan penuh semangat dan bereaksi
terhadap sentuhan dan bersuara. Janin juga mempunyai kebiasaan
untuk bangun dan tidur. Kebiasaan ini sering berbeda dengan
kebiasaan anda. Ketika anda istirahat pada malam hari, janin mulai
bangun dan menendang. Pada minggu ke 29, kelopak mata janin
terbuka untuk yang pertama kali. Pada minggu ke 30, panjang janin
normal Indonesia sekitar 33 cm.
f. Perkembangan bulan ke 9 sampai lahir

13
Pada minggu ke 35 terjadi proses penyempurnaan kulit, yang
sebelumnya berkerut, pada tahap ini lebih lembut dan halus. Pada
minggu ke 38, janin pada umumnya terbaring turun, siap untuk proses
kelahiran. Kadang-kadang sebelum kelahiran, kepala berpindah masuk
ke panggul dan disebut masuk pintu atas panggul, namun, terkadang
kepala janin belum masuk pintu atas panggul sampai kelahiran
dimulai.

C. Kehamilan Ektopik Terganggu


1. Pengertian
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi
diluar rongga uterus, tuba falopii merupakan tempat tersering untuk
terjadinya implantasi kehamilan ektopik, sebagian besar kehamilan
ektopik berlokasi dituba, jarang terjadi implantasi pada ovarium, rongga
perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel
pada uterus.
Kehamilan ektopik terganggu adalah implantasi dan pertumbuhan
hasil k onsepsi di luar endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik
terganggu adalah kehamilan dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi dan
tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium kavum
uteri (Mansjoer, 2005).
Istilah kehamilan ektopik terganggu lebih tepat dari pada istilah
ekstrauterin yang sekarang masih juga dipakai, oleh karena terdapat
beberapa jenis kehamilan ektopik yang berimplantasi dalam uterus tetapi
tidak pada tempat yang normal (Prawirohardjo, 2005).

2. Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki,
tetapi sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. Menurut Mochtar
(2002), faktor-faktor yang memegang peranan dalam hal ini ialah sebagai
berikut:

14
1) Faktor tuba, yaitu salpingitis, perlekatan tuba, kelainan konginetal tuba,
pembedahan sebelumnya, endometriosis, tumor yang mengubah
bentuk tuba dan kehamilan ektopik sebelumnya.
2) Kelainan zigot, yaitu kelainan kromosom dan malformasi.
3) Faktor ovarium, yaitu migrasi luar ovum dan pembasaran ovarium.
4) Penggunaan hormon eksogen.
5) Faktor lain, antara lain aborsi tuba dan pemakaian IUD.

3. Tanda dan gejala


Menurut Prawirohardjo (2007), gambaran kehamilan ektopik
terganggu yang belum terganggu tidak khas dan penderita maupun dokter
biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam kehamilan.
Secara umum menurut Saifudin (2006) gejala kehamilan ektopik
sebagai berikut:
a. Amenorhoe
b. Nyeri perut mendadak
c. Perdarahan pervaginam berwarna coklat tua
Gejala kehamilan ektopik terganggu antara lain:
a. Nyeri abdomen 90%-100%
b. Amenorhoe 75%-95%
c. Perdarahan 50%-80%
d. Pusing dan lemah 20%-35%
e. Gejala hamil 10%-25%
f. Keluar jaringan 5%-10%
Tanda kehamilan ektopik terganggu yaitu:
a. Keteganggan adneksa
b. Keteganggan abdomen
c. Adneksa tumor
d. Pembesaran rahim
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-
beda dari perdarahan yang banyak, yang tiba-tiba dalam rongga perut

15
sampai terdapatnya gejala tidak jelas, sehingga sukar membuat
diagnosisnya. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan
ektopik, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan
yang terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil (Sukarni dan
Margareth, 2013).

4. Patofisiologi
Menurut Yulianingsih (2009), tempat-tempat implantasi kehamilan
ektopik antara lain ampula tuba (lokasi tersering), isthimus, ibrial, pars
interslitialis, cornu uteri, ovarium, rongga abdomen, servik, dan
ligamentum cardinal. Zigot dapat berimplantasi tepat pada sel kolumnar
tuba maupun secara interkolumnar. Karena tempat implantasi pada
kehamilan ektopik tidak ideal untuk berlangsungnya kehamilan, suatu saat
kehamilan akan terkompromi.
Menurut Fauziyah (2012), sebagian besar kehamilan ektopik
terganggu hanya berumur kehamilan 6-10 minggu, karena pertumbuhan
hasil konsepsi kehamilan ektopikterganggu, sehingga janin tidak mungkin
tumbuh secara utuh seperti dalam uterus.

16
5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul akibat kehamilan ektopik terganggu
yaitu ruptur tuba atau uterus (tergantung lokasi kehamilan) dan hal ini
dapat menyebabkan perdarahan, syok, dan kematian. Komplikasi yang
timbul akibat pembedahan antara lain: perdarahan, infeksi, kerusakan
sekitar ogan (Fauziyah, 2012).

6. Prognosis
Kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopikterganggu
turun sejalan dengan ditegakannya diagnosis dini dan persediaan darah
yang cukup. Kehamilan ektopik terganggu pada umumnya bersifat
bilateral. Sebagian wanita menjadi steril (tidak dapat mempunyai
keturunan) setealah mengalami keadaan tersebu tdiatas, namun dapat juga
mengalami kehamilan ektopikterganggu lagi pada tuba yang lain.
Angka kehamilan ektopikyang berulang dilaporkan antara 0%-
14,6%. Untuk wanita dengan anak yang sudah cukup, sebaiknya pada
operasi dilakukan salpingektomi bilateralis. Dengan sendirinya hal ini
perlu disetujui oleh suami istri sebelumnya (Rukiyah dan Yulianti, 2014).

7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kadar Haemoglobin dan Eritrosit menurun atau Leukosit
meningkat menunjukan adanya perdarahan yang terjadi pada
kehamilan ektopik terganggu dapat terjadi leukositas.
2) Tes Kehamilan (Urine dan HCG)
Tes kehamilan biasanya positif, walau hasil negative tidak
menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena
kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas dapat
menyebabkam produksi HCG menurun sehingga menyebabkan
tes kehamilan menjadi negatif. Oleh karena itu, umumnya yang
paling diperiksa adalah HCG kualitatif untuk diagnosis cepat
kehamilan.

17
b. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
1) Pada pemeriksaan USG dapat dijumpai kantong kehamilan diluar
kavum uteri disertai atau tanpa adanya genangan cairan (darah) di
kavum Douglas pada kehamilan ektopik terganggu.
2) Pemeriksaan USG Trans-Vaginal
Dapat mendeteksi tuba ring (massa berdiameter 1-3 cm dengan
pinggir ekhogenik yang mengelilingi pusat yang hipoekhoik),
gambaran ini cukup spesifik untuk kehamilan ektopik.
3) Pemeriksaan Kuldosentesis (Douglas Punki)
Menurut Sastrawinata (2005), pemeriksaan Kuldosentesis (Douglas
Punki) untuk mengetahui adanya cairan atau darah dalam kavum
Douglas dengan cara jarum besar yang dihubungkan dengan spuit
ditusukan kedalam kavum Douglas, di tempat kavum Douglas
menonjol ke fornik posterior. Jika terhisap darah, ada 2
kemungkinan yang akan terjadi yaitu:
a) Adanya darah dalam kavum Douglas, yang mengakibatkan
terjadinya perdarahan dalam rongga perut.
b) Tertusuknya vena dan terisapnya darah vena dari daerah
tersebut.
Oleh karena itu, untuk mengatakan bahwa Douglas Punksi
positif, artinya adanya perdarahan dalam rongga perut dan darah
yang diisap mempunyai sifat darah berwarna merah tua, tidak
membeku setelah dihisap, dan biasanya didalam terdapat
gumpalan-gumpalan darah yang kecil. Jika darah kurang tua
warnanya dan membeku, darah itu berasal dari vena yang tertusuk.
4) Pemeriksaan Bedah (Surgical Diagnosis)
a) Dilatasi-kuretase (D/C) dijumpai dari Arias-Stella
(1) Kuretase dapat dikerjakan untuk membedakan kehamilan
dari abortus insipiens atau abortus inkomplit
(2) Kuretase biasanya dianjurkan pada kasus-kasus dimana
timbul kesulitan membedakan abortus dari kehamilan

18
ektopik dan kehamilan uterine tidak terdeteksi dengan USG
Trans-Vaginal
b) Laparoskopi dan Laparotomi
Laparoskopi dan Laparotomi dilakukan jika perlu.
(1) Pemeriksaan Laparoskopi untuk melihat rongga pelvik
melalui dinding perut terutama pada keadaan meragukan
misalnya: kehamilan tuba yang belum terganggu
(2) Pemeriksaan Laparotomi umumnya dikerjakan bila keadaan
hemodinamik pasien tidak stabil.
8. Penanganan
Penanganan kehamilan ektopik terganggu pada umumnya adalah
laparatomi, dalam tindakan demikian beberapa hal harus diperhatikan dan
dipertimbangkan yaitu: kondisi penderita pada saat itu, keinginan
penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik terganggu,
kondisi anatomic organ pelvic, kemampuan teknik bedah mikro, dokter
operator dan kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat. Hasil
pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada
kehamilan tuba, atau dapat dilakukan pembedahan konservatif dalam arti
hanya dilakukan salpingostomi. Apabila kondisi penderita buruk, misalnya
dalam keadaan syok, lebih baik di lakukan salpingektomi (Prawirohardjo,
2007).
Pada kasus kehamilan ektopik terganggu di pars ampularis tuba
yang belum pecah pernah dicoba ditangani dengan menggunakan
kemoterapi untuk menghindari tindakan pembedahan. Kriteria khusus
yang diobati dengan cara ini menurut Prawirohardjo (2007), antara lain:
a. Kehamilan di pars ampullaris tuba belum pecah
b. Diameter kantong gestasi 4 cm
c. Perdarahan dalam rongga perut kurang dari 100 ml
d. Tanda vital baik dan stabil.
Obat yang digunakan ialah Methotrexate 1mg/kg IV dan
Citrovorum Factor 0,1 mg/kg berselang-seling setiap hari selama 8 hari.

19
9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Secara Umum
Menurut Saifuddin (2006), penatalaksanaan atau penanganan untuk
kasus kehamilan ektopi terganggu secaraumum, antara lain adalah
sebagai berikut:
1) Setelah diagnosis ditegakkan, segera lakukan persiapan untuk
tindakan operatif gawat darurat.
2) Ketersediaan darah pengganti bukan menjadi syarat untuk
melakukan tindakan operatif, karena sumber perdarahan harus
dihentikan.
3) Upaya stabilisasi dilakukan dengan segera merestorasi cairan tubuh
dengan larutan kristaloid NS atau RL (500 ml dalam lima menit
pertama) atau 2 L dalam dua jam pertama (termasuk selama
tindakan berlangsung).
4) Bila darah pengganti belum tersedia, berikan auto
transfusionberikut ini:
a) Pastikan darah yang dihisap dari rongga abdomen telah melalui
alat penghisap dan wadah penampung yang sterilil.
b) Saring darah yang tertampung dengan kain steril dan masukan
kedalam kantung darah (blood bag) apabila kantung darah tidak
tersedia masukan dalam botol bekas cairan infus (yang baru
terpakai dan bersih) dengan diberikan larutan sodium sitrat 10
ml untuk setiap 90 ml darah.
c) Transfusikan darah melalui selang transfusi yang mempunyai
saringan pada bagian tabung tetesan.
5) Atasi anemia dengan tablet besi (SF) 600 mg per hari.
6) Konseling pasca tindakan:
a) Resiko hamil ektopik ulangan
b) Kontrasepsi yang sesuai
c) Asuhan mandiri selama di rumah
b. Penatalaksanaan Bedah

20
Menurut Yulianingsih (2009), penatalaksanaan bedah dapat
dikerjakan pada pasien-pasien dengan kehamilan tuba yang belum
terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja pada kehamilan
ektopik terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin,
antara lain:
1) Salpingostomi
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat
hasil konsepsi yang berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di
sepertiga distal tuba fallopii. Pada prosedur ini dibuat insisi linear
sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat diatas hasil konsepsi, di
perbatasan antime senterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera
terekspos dan kemudian di keluarkan dengan hati-hati. Perdarahan
yang terjadi umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan
elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit
kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat
dilakukan dengan laparotomi maupun laparoskopi. Metode per
laparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk kehamilan tuba
yang belum terganggu.
2) Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali
bahwa pada salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa
literatur menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam
hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba pasca operatif antara
salpingostomi dan salpingotomi.
3) Salpingektomi
Salpingektomi merupakan reseksi tuba, yang dapat dikerjakan baik
pada kehamilan ektopikterganggu maupun yang belum terganggu.
Indikasi dilakukannya salpingektomi adalah sebagai berikut:
a) Kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu),
b) Pasien tidak menginginkan fertilitas pasca operatif,
c) Terjadi kegagalan sterilisasi,

21
d) Telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya,
e) Pasien meminta dilakukan sterilisasi,
f) Perdarahan berlanjut pasca salpingotomi,
g) Kehamilan tuba berulang,
h) Kehamilan heterotopik, dan massa gestasi berdiameter lebih
dari 5 cm. Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba
kadang-kadang dilakukan pada kehamilan pars ismika yang
belum terganggu. Pada kehamilan pars interstitialis, sering kali
dilakukan pula histerektomi untuk menghentikan perdarahan
yang masih terjadi. Pada salpingektomi, bagian tuba antara
uterus dan massa hasil konsepsi diklem, digunting, dan
kemudian sisanya (stump diikat dengan jahitan ligasi. Arteria
tubo ovarika diligasi, sedangkan arteria utero ovarika
dipertahankan. Tuba yang direseksi dipisahkan dari
mesosalping.
4) Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi, bila terjadi kehamilan
difimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari fimbrae
tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan menyemburkan cairan di
bawah tekanan dengan alat aqua disektor atau spuit, massahasil
konsepsi dapat terdorong dan lepas dari implantasinya.
Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi berdiameter
cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan
bertekanan (Manuaba, 2005)

10. Pencegahan
Berikut ini berbagai macam cara yang bisa digunakan untuk
mencegah kehamilan ektopik :
a. Berhenti merokok
Berhenti merokok adalah salah satu cara yang bisa
digunakan untuk mencegah kehamilan ektopik. Wanita yang
menjadi perokok aktif sangat rentan untuk mengalami kehamilan

22
ektopik. Alasannya adalah bahaya merokok , mengandung banyak
zat-zat berbahaya yang akan masuk ke dalam tubuh dan
mempengaruhi kinerja tubuh wanita tersebut. Jaringan di dalam
rahim pun akan terganggu akibat dari konsumsi rokok.
b. Tidak berganti pasangan
Wanita yang sering berganti pasangan akan rentan untuk
terkena penyakit menular seksual. Penyakit menular seksual
tersebut bisa menyebabkan seseorang terkena radang panggul.
Radang panggul adalah penyebab kehamilan ektopik yang paling
umum. Radang panggul bisa menyebabkan jaringan parut berada di
saluran tuba sehingga zigot yang berenang akan menempel di
saluran tuba.
c. Menjaga kebersihan organ reproduksi
Organ intim yang tidak bersih dan tidak sehat dapat
membuat seseorang terkena PMS. Kuman dan jamur tersebut bisa
berkembang di vagina dan menyebabkan penyakit menular seksual
seperti klamidia, gonore dan masih banyak lagi lainnya.
d. Hindari berbagai macam pembedahan.
Pembedahan khusus di bagian reproduksi bisa
meningkatkan resiko seseorang terkena kehamilan ektopik.
Pembedahan tersebut misalnya saja pembedahan di saluran tuba,
ovarium, pembedahan perut dan juga pembedahan di bagian bawah
perut. Alasannya adalah tindakan pembedahan itu bisa
menyebabkan timbulnya jaringan parut di dalam jaringan rahim
wanita, jika jaringan parut muncul resiko terkena kehamilan
ektopik akan meningkat tajam.
e. Pelvic inflammatory disease (PID) atau Radang panggul
PID disebut juga dengan IMS, selain PMS wanita rentan
terkena Infeksi Menular Seksual atau IMS. IMS yang diderita
wanita bisa memicu kerusakan saluran tuba, jika saluran tuba rusak
resiko terkena kehamilan ektopik akan meningkat.

23
f. Pemeriksaan Kehamilan.
Saat akan melakukan pemeriksaan kehamilan pertama,
penting bagi wanita yang sedang hamil untuk melakukan USG.
Manfaat USG kehamilan bisa digunakan untuk melihat letak
kantung janin apakah berada di tempat yang seharusnya yaitu di
rahim. Ketika dokter menemukan kejanggalan bahwa janin tidak
ada di dalam tempatnya, dokter akan memeriksa panggul pasien
untuk mengetahui pusat rasa sakit dan adanya benjolan di sekitar
perut pasien.
g. Pemeriksaan Laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium bisa dgunakan untuk pencegahan
kehamilan ektopik sedini mungkin. Pasien diminta untuk
mengingat kadar hormon HCG yang dimilikinya, jika suatu saat
hamil dan hanya memiliki sedikit peningkatan kadar hormon
HCGnya bisa dipastikan bahwa pasien memiliki kehamilan
ektopik. Pada tanda-tanda kehamilan normal, HCG wanita akan
meningkat sebanyak dua kali lipat dibandingkan sebelum
kehamilan terutama sejak dua hari pertama kehamilan. Untuk
kehamilan ektopik, kadar HCGnya hanya akan meningkat sedikit
saja. Bagi wanita yang memeriksakan kadar HCG dan dijumpai
sedikit peningkatan sebaiknya segera mengecek dimana letak
kehamilannya tersebut. Apakah tepat berada di dalam rahim atau
malah berada di jaringan rahim. Pengecekan itu bisa menggunakan
dengan USG.

24
D. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Purwaningsih, S. 2010, pengkajian yang dilakukan yaitu
Anamnase :
a. Menstruasi terakhir.
Riwayat menstruasi yang lengkap diperlukan untuk menetukan
taksiran persalinan (TP).TP ditentukan berdasarkan hari pertama haid
terakhir (HPHT).Untuk menentukan TP berdasrkan HPHT dapat
digunakan rumus Naegle, yaitu hari ditambah tujuh, bulan dikurang
tiga, tahun disesuaikan.
b. Adanya bercak darah yang berasal dari vagina.
c. Nyeri abdomen: kejang, tumpul.
d. Jenis kontrasepsi.
Beberapa bentuk kontrasepsi dapat berakibatkan buruk pada janin, ibu,
atau keduanya.Riwayat kontrasepsi yang lengkap harus didaptkan pada
saat kunjungan pertama.Penggunaan kontrasepsi oral sebelum
kelahiran dan berlanjut saat kehamilan yang tidak dikatahui dapat
berakibat buruk pada pembentukan organ seksual janin.
e. Riwayat gangguan tuba sebelumnya
Kondisi kronis (menahun/terus-menerus) seperti diabetes melitus,
hipertensi, dan penyakit ginjal bisa berefek buruk pada kehamilan.Oleh
karena itu, adanya riwayat infeksi, prosedur operasi dan trauma pada
persalinan sebelumnya harus didokumentasikan.
f. Tanda-tanda vital

Pemeriksaan fisik lengkap pada ibu hamil diperlukan untuk


mendeteksi masalah fisik yang dapat dipengaruhi kehamilan.
1) Tanda tanda vital
a) Tekanan darah
Posisi pengambilan tekanan darah sebaiknya ditetapkan, karena
posisi akan mempengaruhi tekanan darah pada ibu hamil.
Sebaiknya tekanan darah diukur pada posisi duduk dengan

25
posisi sejajar posisi jantung. Pendokumentasian perlu dicatat
posisi dan tekanan darah yang didapatkan.
b) Nadi
Frekuensi nadi normalnya 60-90 kali per menit.Takikardia bisa
terjadi pada keadaan cemas, hipertiroid dan infeksi.Nadi
diperiksa selama satu menit penuh untuk dapat menentukan
keteraturan detak jantung. Nadi diperiksa untuk menentukan
masalah sirkulasi tungkai, nadi seharusnya sama kuat dan
teratur.
c) Pernapasan
Frekuensi pernapasan selama hamil berkisar antara 16-24 kali
per menit.Takipnea terjadi karena adanya infeksi pernapasan
atau penyakit jantung. Suara napas harus sama bilateral,
ekspansi paru simetris dan lapangan paru bebas dari suara
napas abdominal.
d) Suhu
Suhu normal selama hamil adalah 36,2-37,60 C. Peningkatan
suhu menandakan terjadi infeksi dan membutuhkan perawat
medis.
2) Sistem Kardiovaskular
a) Bendungan vena
Pemeriksaan sistem kardiovaskular adalah observasi terhadap
bendungan vena, yang bisa berkembang menjadi varises.
Bendungan vena biasanya terjadi pada tungkai, vulva dan
rectum.
b) Edema pada ekstremitas
Edema pada tungkai merupakan refleksi dari pengisian darah
oada ekstermitas akibat perpindahan cairan intravaskular
keruan intertesial.Ketika dilakukan penekanan dengan jari atau
jempol menyebabkan terjadinya bekas tekanan, keadaan ini
disebut pitting edema. Edema pada tangan dan wajah

26
memerlukan pemeriksaan lanjut karena merupakan tanda dari
hipertensi pada kehamilan.
3) Sistem musculoskeletal
a) Postur tubuh
Mekanik tubuh dan perubahan postur bisa terjadi selama
kehamilan. Keadaan ini mengakibatkan regangan pada otot
punggung dan tungkai.
b) Tinggi badan dan berat
Berat badan awal kunjungan dibutuhkan sebagai data dasar
untuk dapat menentukan kenaikan berat badan selama
kehamilan.Berat badan sebelum konsepsi kurang dari 45 kg
dan tinggi badan kurang dari 150 cm ibu beresiko melahirkan
prematurdan berat badan lahir rendah. Berat badan sebelum
konsepsi lebih dari 90 kg dapat mengakibatkan diabetes pada
kehamilan, hipertensi pada kehamilan, persalinan seksio
caesarea, dan infeksi postpartum. Rekomendasi kenaikan berat
badan selama kehamilan berdasarkan indeks masa tubuh.
c) Pengukuran pelviks
Tulang pelviks diperiksa pada awal kehamilan untuk
menentukan diameternya yang berguna untuk persalinan per
vaginaan.
d) Abdomen
Kontur,ukuran dan tonus otot abdomen perlu dikaji. Tinggi
fundus diukur jika fundus bisa dipalpasi diatas simfisis
pubis.Kandung kemih harus dikosongkan sebelum pemeriksaan
dilakukan untuk menentukan keakuratannya.Pengukuran
metode Mc. Donal dengan posisi ibu berbaring. Nyeri
merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu.
Pada ruptur tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-
tiba dan intesitas yang kuat disertai dengan perdarahan yang

27
menyebabkan ibu pingsan dan masuk kedalam syok. Intensitas
nyeri berkisar antar 9-10 nyeri hebat
4) Sistem neurologi
Pemeriksaan neurologi lengkap tidak begitu diperlukan bila ibu
tidak memiliki tanda dan gejala yang mengindikasikan adanya
masalah.Pemeriksaan reflek tendo sebaiknya dilakukan karena
hiperfleksi menandakan adanya komplikasi kehamilan.
5) Sistem integumen
Warna kulit biasanya sama dengan rasnya. Pucat menandakan
anemis, jaundice menandakan ganguan pada hepar, lesi
hiperpigmentasi seperti closma gravidarum, sreta linea nigra
berkaitan dengan kehamilan dan strie perlu dicatat. Penempangan
kuku berwarna merah muda menandakan pengisian kapiler dengan
baik.
6) Sistem endokrin
Pada trimester kedua kelenjar tiroid membesar, pembesaran yang
berlebihan menandakan hipertiroid dan perlu pemeriksaan lebih
lanjut.
7) Sistem gastrointestinal
a) Mulut
Membran mukosa berwarna merah muda dan lembut .bibir
bebas dari ulserasi, gusiberwarna kemerahan, serta edema
akibat efek peningkatan estrogen yang mengakibatkan
hiperplasia.Gigi terawat dengan baik, ibu dapat dianjurkan
kedokter gigi secara teratur karena penyakit periodontal
menyebabkan infeksi yang memicu terjadinya persalinan
prematur.Trimester kedua lebih nyaman bagi ibu untuk
melakukan perawatan gigi.
b) Usus
Stestokop yang hangat untuk memeriksa bising usus lebih
nyaman untuk ibu hamil.Bising usus bisa berkurang karena

28
efek progesteron pada otot polos, sehingga menyebabkan
konstipasi.Peningkatan bising usus terjadi bila menderita diare.
8. Sistem urinarius
Pengumpulan urine untuk pemeriksaan dilakukan dengan cara
urine tengah. Urine diperiksa untuk mendeteksi tanda infeksi
saluran kemih dan zat yang ada dalam urine yang menandakan
suatu masalah.
a) Protein
Protein seharusnya tidak ada dalam urine. Jika protein ada
dalam urine, hal ini menandakan adanya kontaminasi sekret
vagina, penyakit ginjal, serta hipertensi pada kehamilan.
b) Glukosa
Glukosa dalam jumlah yang kecil dalam urine bisa dikatakan
normal pada ibu hamil. Glukosa dalam jumlah yang besar
membutuhkan pemeriksaan gula darah
c) Keton
Keton ditemukan dalam urine setelah melakukan aktivitas yang
berat atau pemasukan cairan dan makanan yang tidak adekuat
d) Bakteri
Peningkatan bakteri dalam urine berkaitan dengan infeksi
saluran kemih yang bisanya terjadi pada ibu hami.
9. Sistem reproduksi
a) Ukuran payudara, kesimetrisan, kondisi putting dan
pengeluaran kolostrum perlu dicatat.Adanya benjolan dan tidak
simetris pada payudara membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut.
b) Organ reproduksi eksternal
Kulit dan membran mukosa perineum, vulva dan anus perlu
diperiksa dari eksiorisasi, ulserasi, lesi, varises dan jarinagn
parut pada perineum
c) Organ reproduksi internal

29
(1) Serviks berwarna merah muda pada ibu yang tidak hamil
dan berwarna merah kebiruan pada ibu hamil yang disebut
tanda Chadwik.
(2) Vagina :mengalami peningkatan pembuluh darah karena
pengaruh esterogen sehingga tampak makin merah dab
kebiru biruan.
(3) Ovarium (indung telur) : dengan terjadinya kehamilan,
indung telur mengandung korpus luteum gravidarum akan
meneruskan fungsinya sampai terbentuknya plasenta yang
sempurna pada umur 16 minggu.
j. Tes laboratorium: Ht dan Hb menurun
1) Urine :
a) Protein: Hasil negative menunjukkan keadaan yang normal
b) Glukosa: adanya glukosa dalam urine ibu hamil harus
dianggap sebagai gejala DM, kecuali dapat membuktikan
bahwa hal-hal lain menyebabkannya
c) Pemeriksaan sedimen : untuk melihat adanya gangguan
pada ginjal
2) Darah:
a) HB: 5 gr %
b) Eritrosit: 3,5 juta/mm3
c) Leukosit: 8000-10.000 mm3
3) HCG :
Terdapat kuman chorionic gonadotropin dalam urine dihasilkan
oleh tropulus ketika ovum yang dibuahi terbenam dalam
endemetrium.
4) Pemeriksaan USG:
Beberapa variabel janin dan plasenta lebih jelas dan lebih detail
dan tidak ada kontraindikasi pemeriksaan USG dalam
kehamilan

30
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul adalah sebagai berikut :
Pre Op :
a. Nyeri yang berhubungan dengan rupture tuba fallopii, perdarahan
intraperitonial
b. Defisit volume cairan yang berhubungan dengan rupture pada lokasi
implantasi , perdarahan.
c. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan yang lebih
banyak pada uterus.
d. Potensial syok berhubungan dengan banyaknya darah yang keluar saat
perdarahan
e. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kurang
pemahaman atau tidak mengenal sumber-sumber informasi.
Post op :
f. Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan kulit sekunder
akibat laparotomi
g. Risiko infeksi berhubungan dengan luka operasi dan pemasangan alat-
alat perawatan

3. Intervensi
a. Diagnosa 1
Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan adanya tuba atau
robekan lapisan pelvis.
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil : Ekspresi wajah klien tidak menyeringai menahan nyeri
Intervensi :
1) Kaji tingkat nyeri klien
Rasional : Untuk mengetahui tingkat nyeri klien dan mengetahui
tindakan yang akan dilakukan selanjutnya.
2) Kaji durasi, lokasi, frekuensi, jenis nyeri (akut, kronik, mendadak,
terus - menerus)

31
Rasional : Dengan mengetahui hal tersebut diatas dapat
mengetahui tingkat dan jenis nyeri sehingga mempermudah
intervensi selanjutnya.
3) Ciptakan lingkungan yang nyaman bagi klien.
Rasional : Dengan menciptakan lingkungan yang nyaman bagi
klien akan dapat mengurangi rasa nyeri klien, karena lingkungan
yang tidak menambah persepsi nyeri klien.
4) Ajarkan tekhnik relakasasi, dsitraksi dan imajinasi
Rasional : Dengan mengajarkan tehnik relaksasi, distraksi dapat
meringankan nyeri
5) Berikan kompres hangat
Rasional : Dengan memberikan kompres hangat akan memberikan
rasa nyaman pada klien sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
6) Berikan support sistem
Rasional : Dengan memberikan support system agar ibu dapat
mengerti tentang perubahan bentuk tubuhnya yangcepat karena ada
kelainan pada tubuhnya sehingga ibu dapat tenang pada saat
dilakukan tindakan.
7) Lakukan massage pada klien
Rasional : Dengan melakukan massage akan memberikan rasa
nyaman pada ibu
8) Atur posisi yang nyaman bagi klien
Rasional : Dengan mengatur posisi yang nyaman bagi klien akan
mengurangi rasa nyeri
9) Kolaborasi dengan tim medis
Rasional : Berkolaborasi akan membantu di dalam memberikan
terapi analgesic
b. Diagnosa 2
Defisit volume cairan cairan tubuh berhubungan dengan rupture pada
lokasi implantasi, perdarahan
Tujuan : perdarahan berhenti

32
Kriteria hasil : tidak ada tanda tanda syok
Intervensi
1) Kaji perdarahan (jumlah, warna dan gumpalan)
Rasional : Untuk mengetahui adanya gejala shock
2) Anjurkan klien banyak minum
Rasional : Dengan banyak minum maka dapat membantu
mengganti cairan tubuh yang hilang.
3) Cek hemoglobin
Rasional : Mengetahui adanya enemi atau tidak
4) Kolaborasi dengan tim medis tentang pemberian transfusi darah
Rasional : Untuk mengganti perdarahan yang banyak keluar.
5) Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan kondisi umum
membrane mukosa.
Rasional : Indikator langsung status cairan/hidrasi.
6) Awasi tekanan darah dan frekwensi jantung.
Rasional : Perubahan dapat menunjukkan efek hipovolemik
7) Berikan cairan IV sesuai indikasi.
Rasional : Mempertahankan keseimbangan cairan/elektrolit karena
tak adanya pemasukan melalui oral, menurunkan resiko komplikasi
ginjal
8) Memberikan trombosit, dan factor pembekuan.
Rasional : Memperbaiki/menormalkan jumlah SDM dan kapasitas
pembawa oksigen untuk memperbaiki anemi, berguna untuk
mencegah/mengobati perdarahan.

c. Diagnosa 3
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan yang lebih
banyak pada uterus.
Tujuan : perfusi jaringan adekuatnya dan perdarahan teratasi.
Kriteria Hasil : keadaan umum ibu baik, tanda vital dalam batas
normal, sirkulasi darah baik.

33
Intervensi :
1) Kaji dan monitor perdarahan pervaginam yang abnormal
Rasional : dapat dijadikan sebagai indikator dari factor kegagalan
pembekuan darah.
2) Pemberian tranfusi dan komponen darah sesuai dengan indikasi.
Rasional : transfuse darah dapat membantu pengurangan factor
pembekuan karena proses pembekuan yang abnormal.
3) Pemberian obat sesuai dengan indikasi
Rasional : pemberian obat untuk menghentikan perdarahan.
4) Monitor TTV
Rasional : pemonitoran tanda vital dapat menunjukkan indikasi
terjadinya pemulihan atau penurunan sirkulasi.
5) Memberikan terapi oksigen sesuai indikasi.
Rasional : Memaksimalkan transfer oksigen ke jaringan.

d. Diagnosa 4
Potensial syok berhubungan dengan banyaknya darah yang keluar
selama perdarahan.
Tujuan : perdarahan berhenti
Krteria hasil : Hb klien normal ( 11 - 13 ) gr %
Intervensi :
1) Monitor tanda tanda vital
Rasional : Monitor tanda-tanda vital akan mengetahui keadaan dan
perkembangan klien.
2) Kaji perdarahan (jumlah, warna, gumpalan)
Rasional : Mengkaji perdarahan, jumlah, warna, gumpalan akan
mengetahui gejala-gejala shock.
3) Cek hemoglobin
Rasional : Cek Hb akan mengetahui keadaan Hb klien.
4) Pemasangan infuse

34
Rasional : Memberikan infus akan menggantikan cairan yang
keluar.
5) Lakukan pemeriksaan rhesus golongan darah
Rasional : Pemeriksaan tersebut memudahkan melakukantransfusi
6) Berikan transfusi
Rasional : Memberikan transfusi darah akan menggantikan
banyaknya darah yang keluar
7) Observasi tanda tanda syok
Rasional : Mengobservasi tanda-tanda shock akan dapat segera
mengetahui adanya kemungkinan shock.

e. Diagnosa 5
Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan kulit sekunder
akibat laparotomi.
Tujuan : Nyeri terkontrol atau hilang.
Kriteria Hasil : Ekspresi wajah klien tidak menyeringai menahan nyeri
Wajah klien tampak tenang.
Intervensi :
1) Catat lokasi, karakteristik dan intensitas nyeri.
Rasional : untuk pengawasan terhadap kemajuan penyembuhan.
2) Beri latihan relaksasi.
Rasional : relaksasi akan menurunkan konsumsi oksigen, frekwensi
pernapasan, frekwensi jantung dan ketegangan sehingga bissa
mengurangi nyeri.
3) Lakukan tindakan distraksi.
Rasional : mengalihkan infuls nyeri sehingga nyeri berkurang.
4) Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Rasional :analgetik bekerja untuk mengurangi nyeri.
5) Atur posisi yang nyaman bagi klien
Rasional : Dengan mengatur posisi yang nyaman bagi klien akan
mengurangi rasa nyeri.

35
6) Kaji stres psikologis ibu dan respon emosional terhadap kejadian.
Rasional : Ansietas sebagai respon terhadap situasi dapat
memperberat ketidaknyamanan karena sindrom ketegangan dan
nyeri.
7) Pantau tekanan darah, nadi dan pernapasan.
Rasional : Nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan darah
meningkat, nadi dan pernapasan meningkat.
8) Pantau tekanan darah, nadi dan pernapasan.
Rasional : Nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan darah
meningkat, nadi dan pernapasan meningkat.

f. Diagnosa 6
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka insisi/bedah operasi.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil : - Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus
- Luka bersih, tidak lembab dan kotor.
- Tanda-tanda vital normal.
Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Jika ada peningkatan tanda-tanda vital besar
kemungkinan adanya gejala infeksi karena tubuh berusaha untuk
melawan mikroorganisme asing yang masuk maka terjadi
peningkatan tanda vital.
2) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
Rasional : perawatan luka dengan teknik aseptic mencegah risiko
infeksi.
3) Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter,
drainase luka, dll.
Rasional : untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
4) Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah,
seperti Hb dan leukosit.

36
Rasional : penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari
normal membuktikan adanya tanda-tanda infeksi.
5) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
Rasional : antibiotic mencegah perkembangan mikroorganisme
pathogen.
6) Kaji adanya tanda-tanda infeksi
Rasional : Menentukan tindak lanjut tindakan intervensi.
7) Observasi luka insisi.
Rasional : Memberikan deteksi dini tehadap infeksi dan
perkembangan luka.

g. Diagnosa 7
Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kurang
pemahaman atau tidak mengenal sumber-sumber informasi.
Tujuan : ibu berpartisipasi dalam proses belajar, mengungkapkan
dalam istilah sederhana, mengenai patofisiologi dan implikasi klinis.
Kriteria hasil : Mengerti menenai penyakit yang diderita
Intervensi :
1) Jelaskan tindakan dan rasional yang ditentukan untuk kondisi
hemoragia.
Rasional : Memberikan informasi, menjelaskan kesalahan konsep
pikiran ibu mengenai prosedur yang akan dilakukan, dan
menurunkan stres yang berhubungan dengan prosedur yang
diberikan.
2) Berikan kesempatan bagi ibu untuk mengajukan pertanyaan dan
mengungkapkan kesalah konsep.
Rasional : Memberikan klasifikasi dari konsep yang salah,
identifikasi masalah-masalah dan kesempatan untuk memulai
mengembangkan ketrampilan penyesuaian (koping).
3) Diskusikan kemungkinan implikasi jangka ependek pada ibu/ janin
dari keadaan pendarahan.

37
Rasional : Memberikan informasi tentang kemungkinan komplikasi
dan meningkatkan harapan realita dan kerja sama dengan aturan
tindakan.
4) Tinjau ulang implikasi jangka panjang terhadap situasi yang
memerlukan evaluasi dan tindakan tambahan.
Rasional : Ibu dengan kehamilan ektropik dapat memahami
kesulitan mempertahankan setelah pengangkatan tuba/ ovarium
yang sakit.
4. Implementasi
a. Diagnosa 1
Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan adanya tuba atau
robekan lapisan pelvis.
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
1) Mengkaji tingkat nyeri klien
2) Mengkaji durasi, lokasi, frekuensi, jenis nyeri (akut, kronik,
mendadak, terus - menerus)
3) Mengciptakan lingkungan yang nyaman bagi klien.
4) Mengajarkan tekhnik relakasasi, dsitraksi dan imajinasi
5) Memberikan kompres hangat
6) Memberikan support sistem
7) Melakukan massage pada klien
8) Mengatur posisi yang nyaman bagi klien
9) Mengkolaborasi dengan tim medis

b. Diagnosa 2
Defisit volume cairan cairan tubuh berhubungan dengan rupture pada
lokasi implantasi, perdarahan
Tujuan : perdarahan berhenti
Intervensi
1) Mengkaji perdarahan (jumlah, warna dan gumpalan)
2) Menganjurkan klien banyak minum

38
3) Memonitor hemoglobin
4) Kolaborasi dengan tim medis tentang pemberian transfusi darah
5) Mengevaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan kondisi umum
membrane mukosa.
6) Mengawasi tekanan darah dan frekwensi jantung.
7) Memberikan cairan IV sesuai indikasi.
8) Memberikan trombosit, dan factor pembekuan.

c. Diagnosa 3
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan yang lebih
banyak pada uterus.
Tujuan : perfusi jaringan adekuatnya dan perdarahan teratasi.
Intervensi :
1) Mengkaji dan monitor perdarahan pervaginam yang abnormal
2) Memberikan tranfusi dan komponen darah sesuai dengan indikasi.
3) Memberikan obat sesuai dengan indikasi
4) Memonitor TTV
5) Memberikan terapi oksigen sesuai indikasi.

d. Diagnosa 4
Potensial syok berhubungan dengan banyaknya darah yang keluar
selama perdarahan.
Tujuan : perdarahan berhenti
Intervensi :
1) Memonitor tanda tanda vital
2) Mengkaji perdarahan (jumlah, warna, gumpalan)
3) Memonitor hemoglobin
4) Pemasangan infuse
5) Melakukan pemeriksaan rhesus golongan darah
6) Memberikan transfusi
7) Mengobservasi tanda tanda syok

39
e. Diagnosa 5
Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan kulit sekunder
akibat laparotomi.
Tujuan : Nyeri terkontrol atau hilang.
Intervensi :
1) Mencatat lokasi, karakteristik dan intensitas nyeri.
2) Memberi latihan relaksasi.
3) Melakukan tindakan distraksi.
4) Mengkolaborasikan dalam pemberian analgetik
5) Mengatur posisi yang nyaman bagi klien
6) Mengkaji stres psikologis ibu dan respon emosional terhadap
kejadian.
7) Memantau tekanan darah, nadi dan pernapasan.
8) Memantau tekanan darah, nadi dan pernapasan.

f. Diagnosa 6
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka insisi/bedah operasi.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Intervensi :
1) Memantau tanda-tanda vital.
2) Melakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
3) Melakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus,
kateter, drainase luka, dll.
4) Mengkolaborasikan jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk
pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
5) Mengkolaborasikan untuk pemberian antibiotik.
6) Mengkaji adanya tanda-tanda infeksi
7) Mengobservasi luka insisi.

g. Diagnosa 7

40
Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kurang
pemahaman atau tidak mengenal sumber-sumber informasi.
Tujuan : ibu berpartisipasi dalam proses belajar, mengungkapkan
dalam istilah sederhana, mengenai patofisiologi dan implikasi klinis.
Intervensi :
1) Menjelaskan tindakan dan rasional yang ditentukan untuk kondisi
hemoragia.
2) Memberikan kesempatan bagi ibu untuk mengajukan pertanyaan
dan mengungkapkan kesalah konsep.
3) Mendiskusikan kemungkinan implikasi jangka ependek pada ibu/
janin dari keadaan pendarahan.
4) Meninjau ulang implikasi jangka panjang terhadap situasi yang
memerlukan evaluasi dan tindakan tambahan.

5. Evaluasi
Kriteria keberhasilan / evaluasi meliputi :
a. Nyeri berkurang
b. Keseimbangan cairan stabil dan tidak terjadi defisit volume cairan
c. Tidak terjadi perdarahan
d. Evaluasi adanya syok
e. Nyeri post op dapat berkurang
f. Tidak terjadi infeksi
g. Klien dan keluarga memahami dan mengenal sumber sumber
informasi mengenai kehamilan ektopik.

41
BAB III
IMPLEMENTASI

A. Satuan Acara Penyuluhan

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Hari/ tanggal : Rabu, 27 Januari 2017


Waktu : 35 Menit
Tempat : Ruang Karang Asam, kamar 11, RSUD I.A.Moeis
Pelaksana : Mahasiswa Akper pemprov Kaltim
Sasaran : Ny N.
Topik penkes : Kehamilan Ektopik Terganggu
Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan tentang penyakit kehamilan
ektopik terganggu berhubungan dengan kurangnya
informasi.

A. Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Setelah mendapatkan penkes selama 35 menit diharapkan pasien mampu
menjelaskan tentang kehamilan ektopik terganggu.

B. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)


Setelah diberikan penkes selama 35 menit,diharapkan pasien akan mampu:
1) Menjelaskan pengertian kehamilan ektopik terganggu dengan tepat sesuai
dengan bahasanya sendiri
2) Menjelaskan penyebab kehamilan ektopik terganggu dengan tepat
3) Menyebutkan 5 dari 10 tanda dan gejala kehamilan ektopik terganggu
dengan tepat
4) Menjelaskan penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu dengan tepat
5) Menjelaskan pencegahan kehamilan ektopik terganggu dengan tepat

42
C. Materi
a. Pokok bahasaan :
Kehamilan Ektopik Terganggu
b. Sub pokok bahasan :
1. Pengertian kehamilan ektopik terganggu
2. Penyebab kehamilan ektopik terganggu
3. Tanda dan gejala kehamilan ektopik terganggu
4. Penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu
5. Pencegahan kehamilan ektopik terganggu

D. Metode
1) Ceramah
2) Tanya Jawab

E. Media
1) Lembar balik
2) Booklet

F. Kegiatan belajar mengajar (KBM)


Waktu Tahap Pengajar Sasaran
5 Pembukaan 1. Membuka acara 1. Menjawab salam dan
menit dengan mengucapkan mendengarkan
salam dan perkenalan perkenalan
2. Menyampaikan topik 2. Mendengarkan
dan tujuan penyuluhan
kepada klien
3. Kontrak waktu dengan 3. Menyetujui
sasaran kesepakatan
pelaksanaan penkes

43
20 Kegiatan 4. Menjelaskan 4. Memperhatikan
menit inti pengertian kehamilan
ektopik terganggu,
penyebab serta tanda
gejalanya
5. Menjelaskan 5. Memperhatikan
penatalaksanaan
kehamilan ektopik
terganggu serta cara
pencegahannya
6. Menanyakan 6. Merespon
pemahaman sasaran
7. Memberi kesempatan 7. Bertanya
bertanya
8. Menjawab pertanyaan 8. Memperhatikan

10 Penutup 9. Mengajukan 9. Menjawab


menit pertanyaan (evaluasi) pertanyaan
pada sasaran tentang
materi yang sedang
dilakukan
10. Memberi kesimpulan 10.Memperhatikan
tentang kehamilan
ektopik terganggu
11. Menutup pertemuan 11.Memperhatikan dan
dan memberi salam menjawab salam
penutup

44
G. Rencana Evaluasi
1. Evaluasi struktur
Klien menyepakati kontrak yang telah disepakati dan tersedianya media
penkes.
2. Evaluasi proses
Klien berpartisipasi selama kegiatan dan pelaksanaan sesuai dengan
rencana
3. Evaluasi hasil
a. Menjelaskan pengertian kehamilan ektopik terganggu dengan tepat
sesuai dengan bahasanya sendiri
b. Menjelaskan penyebab kehamilan ektopik terganggu dengan tepat
c. Menyebutkan 5 dari 10 tanda dan gejala kehamilan ektopik terganggu
dengan tepat
d. Menjelaskan penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu dengan
tepat sesuai bahasanya sendiri
e. Menjelaskan pencegahan kehamilan ektopik terganggu dengan tepat

45
B. Lampiran

Kehamilan Ektopik Terganggu


1. Pengertian
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi
diluar rongga uterus, tuba falopii merupakan tempat tersering untuk
terjadinya implantasi kehamilan ektopik, sebagian besar kehamilan
ektopik berlokasi dituba, jarang terjadi implantasi pada ovarium, rongga
perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel
pada uterus.

2. Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki,
tetapi sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. Menurut Mochtar
(2002), faktor-faktor yang memegang peranan dalam hal ini ialah sebagai
berikut:
1) Faktor tuba, yaitu salpingitis, perlekatan tuba, kelainan konginetal tuba,
pembedahan sebelumnya, endometriosis, tumor yang mengubah
bentuk tuba dan kehamilan ektopik sebelumnya.
2) Kelainan zigot, yaitu kelainan kromosom dan malformasi.
3) Faktor ovarium, yaitu migrasi luar ovum dan pembasaran ovarium.
4) Penggunaan hormon eksogen.
5) Faktor lain, antara lain aborsi tuba dan pemakaian IUD.

3. Tanda dan gejala


Menurut Prawirohardjo (2007), gambaran kehamilan ektopik
terganggu yang belum terganggu tidak khas dan penderita maupun dokter
biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam kehamilan.
Secara umum menurut Saifudin (2006) gejala kehamilan ektopik
terganggu sebagai berikut:
a. Nyeri abdomen 90%-100%
b. Amenorhoe 75%-95%

46
c. Perdarahan 50%-80%
d. Pusing dan lemah 20%-35%
e. Gejala hamil 10%-25%
f. Keluar jaringan 5%-10%
Tanda kehamilan ektopik terganggu yaitu:
a. Keteganggan adneksa
b. Keteganggan abdomen
c. Adneksa tumor
d. Pembesaran rahim

4. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Secara Umum
Menurut Saifuddin (2006), penatalaksanaan atau penanganan untuk
kasus kehamilan ektopi terganggu secaraumum, antara lain adalah
sebagai berikut:
1) Setelah diagnosis ditegakkan, segera lakukan persiapan untuk
tindakan operatif gawat darurat.
2) Ketersediaan darah pengganti bukan menjadi syarat untuk
melakukan tindakan operatif, karena sumber perdarahan harus
dihentikan.
3) Upaya stabilisasi dilakukan dengan segera merestorasi cairan tubuh
dengan larutan kristaloid NS atau RL (500 ml dalam lima menit
pertama) atau 2 L dalam dua jam pertama (termasuk selama
tindakan berlangsung).
4) Bila darah pengganti belum tersedia, berikan auto
transfusionberikut ini:
a) Pastikan darah yang dihisap dari rongga abdomen telah melalui
alat penghisap dan wadah penampung yang sterilil.
b) Saring darah yang tertampung dengan kain steril dan masukan
kedalam kantung darah (blood bag) apabila kantung darah tidak
tersedia masukan dalam botol bekas cairan infus (yang baru

47
terpakai dan bersih) dengan diberikan larutan sodium sitrat 10
ml untuk setiap 90 ml darah.
c) Transfusikan darah melalui selang transfusi yang mempunyai
saringan pada bagian tabung tetesan.
5) Atasi anemia dengan tablet besi (SF) 600 mg per hari.
6) Konseling pasca tindakan:
a) Resiko hamil ektopik ulangan
b) Kontrasepsi yang sesuai
c) Asuhan mandiri selama di rumah
b. Penatalaksanaan Bedah
Menurut Yulianingsih (2009), penatalaksanaan bedah dapat
dikerjakan pada pasien-pasien dengan kehamilan tuba yang belum
terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja pada kehamilan
ektopik terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin,
antara lain:
1) Salpingostomi
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat
hasil konsepsi yang berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di
sepertiga distal tuba fallopii. Pada prosedur ini dibuat insisi linear
sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat diatas hasil konsepsi, di
perbatasan antime senterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera
terekspos dan kemudian di keluarkan dengan hati-hati. Perdarahan
yang terjadi umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan
elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit
kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat
dilakukan dengan laparotomi maupun laparoskopi. Metode per
laparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk kehamilan tuba
yang belum terganggu.
2) Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali
bahwa pada salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa

48
literatur menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam
hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba pasca operatif antara
salpingostomi dan salpingotomi.
3) Salpingektomi
Salpingektomi merupakan reseksi tuba, yang dapat dikerjakan baik
pada kehamilan ektopikterganggu maupun yang belum terganggu.
Indikasi dilakukannya salpingektomi adalah sebagai berikut:
a) Kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu),
b) Pasien tidak menginginkan fertilitas pasca operatif,
c) Terjadi kegagalan sterilisasi,
d) Telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya,
e) Pasien meminta dilakukan sterilisasi,
f) Perdarahan berlanjut pasca salpingotomi,
g) Kehamilan tuba berulang,
h) Kehamilan heterotopik, dan massa gestasi berdiameter lebih
dari 5 cm. Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba
kadang-kadang dilakukan pada kehamilan pars ismika yang
belum terganggu. Pada kehamilan pars interstitialis, sering kali
dilakukan pula histerektomi untuk menghentikan perdarahan
yang masih terjadi. Pada salpingektomi, bagian tuba antara
uterus dan massa hasil konsepsi diklem, digunting, dan
kemudian sisanya (stump diikat dengan jahitan ligasi. Arteria
tubo ovarika diligasi, sedangkan arteria utero ovarika
dipertahankan. Tuba yang direseksi dipisahkan dari
mesosalping.
4) Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi, bila terjadi kehamilan
difimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari fimbrae
tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan menyemburkan cairan di
bawah tekanan dengan alat aqua disektor atau spuit, massahasil
konsepsi dapat terdorong dan lepas dari implantasinya.
Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi berdiameter

49
cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan
bertekanan (Manuaba, 2005)

5. Pencegahan
Berikut ini berbagai macam cara yang bisa digunakan untuk
mencegah kehamilan ektopik :
a. Berhenti merokok
Berhenti merokok adalah salah satu cara yang bisa digunakan
untuk mencegah kehamilan ektopik. Wanita yang menjadi perokok
aktif sangat rentan untuk mengalami kehamilan ektopik. Alasannya
adalah bahaya merokok , mengandung banyak zat-zat berbahaya yang
akan masuk ke dalam tubuh dan mempengaruhi kinerja tubuh wanita
tersebut. Jaringan di dalam rahim pun akan terganggu akibat dari
konsumsi rokok.
b. Tidak berganti pasangan
Wanita yang sering berganti pasangan akan rentan untuk
terkena penyakit menular seksual. Penyakit menular seksual tersebut
bisa menyebabkan seseorang terkena radang panggul. Radang panggul
adalah penyebab kehamilan ektopik yang paling umum. Radang
panggul bisa menyebabkan jaringan parut berada di saluran tuba
sehingga zigot yang berenang akan menempel di saluran tuba.
c. Menjaga kebersihan organ reproduksi
Organ intim yang tidak bersih dan tidak sehat dapat membuat
seseorang terkena PMS. Kuman dan jamur tersebut bisa berkembang
di vagina dan menyebabkan penyakit menular seksual seperti klamidia,
gonore dan masih banyak lagi lainnya.
d. Hindari berbagai macam pembedahan.
Pembedahan khusus di bagian reproduksi bisa meningkatkan
resiko seseorang terkena kehamilan ektopik. Pembedahan tersebut
misalnya saja pembedahan di saluran tuba, ovarium, pembedahan perut
dan juga pembedahan di bagian bawah perut. Alasannya adalah

50
tindakan pembedahan itu bisa menyebabkan timbulnya jaringan parut
di dalam jaringan rahim wanita, jika jaringan parut muncul resiko
terkena kehamilan ektopik akan meningkat tajam.
e. Pelvic inflammatory disease (PID) atau Radang panggul
PID disebut juga dengan IMS, selain PMS wanita rentan terkena
Infeksi Menular Seksual atau IMS. IMS yang diderita wanita bisa
memicu kerusakan saluran tuba, jika saluran tuba rusak resiko terkena
kehamilan ektopik akan meningkat.
f. Pemeriksaan Kehamilan.
Saat akan melakukan pemeriksaan kehamilan pertama, penting
bagi wanita yang sedang hamil untuk melakukan USG. Manfaat USG
kehamilan bisa digunakan untuk melihat letak kantung janin apakah
berada di tempat yang seharusnya yaitu di rahim. Ketika dokter
menemukan kejanggalan bahwa janin tidak ada di dalam tempatnya,
dokter akan memeriksa panggul pasien untuk mengetahui pusat rasa
sakit dan adanya benjolan di sekitar perut pasien.
g. Pemeriksaan Laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium bisa dgunakan untuk pencegahan
kehamilan ektopik sedini mungkin. Pasien diminta untuk mengingat
kadar hormon HCG yang dimilikinya, jika suatu saat hamil dan hanya
memiliki sedikit peningkatan kadar hormon HCGnya bisa dipastikan
bahwa pasien memiliki kehamilan ektopik. Pada tanda-tanda
kehamilan normal, HCG wanita akan meningkat sebanyak dua kali
lipat dibandingkan sebelum kehamilan terutama sejak dua hari pertama
kehamilan. Untuk kehamilan ektopik, kadar HCGnya hanya akan
meningkat sedikit saja. Bagi wanita yang memeriksakan kadar HCG
dan dijumpai sedikit peningkatan sebaiknya segera mengecek dimana
letak kehamilannya tersebut. Apakah tepat berada di dalam rahim atau
malah berada di jaringan rahim. Pengecekan itu bisa menggunakan
dengan USG.

51
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, I, B, G. 2005. Dasar-Dasar Teknik Operassi Gynekologi.Jakarta : EGC.


Nugroho, T. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

52
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana ovum yang
telah dibuahi sperma mengalami implantasi dan tumbuh di tempat yang tidak
semestinya dan bukan di dalam endometrium kavum uteri. Tuba adalah tempat
yang sering terjadi pada kehamilan ektopik.
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian
besar penyebabnya tidak diketahui. Faktor pada lumen tuba, pada dinding
tuba, dan pada luar dinding tuba merupakan faktor yang memegang peranan
penyebab kehamilan ektopik.
Kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik adalah hasil
konsepsi mati dini dan diresorbsi, abortus ke dalam lumen tuba, dan ruptur
dinding tuba.
Beberapa jenis pemeriksaan untuk membantu menegakkan diagnosis
kehamilan ektopik diantaranya: pemeriksaan umum, pemeriksaan ginekologi,
pemeriksaan laboratorium, dilatasi dan kerokan, kuldosentesis, ultrasonografi,
laparoskopi, foto rontgen, dan histerosalpingografi.

B. Saran
Sebaiknya wanita yang sedang hamil rutin melakukan pemeriksaan
kehamilannya, untuk mengetahui keadaan kesehatan ibu dan janinnya. Dengan
dilakukannya pemeriksaan kehamilan secara rutin, dapat mencegah risiko
terjadinya kehamilan ektopik.

53
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, R, E, dan Wulandari, D. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta


: Mitra Cendikia.

Bandiyah, S. 2009. Kehamilan, Persalinan, Dan Gangguan Kehamilan.


Yogyakarta : Nuha Medika.

Hayati, N. 2010. Gambaran Kasus Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) yang di


Ruangan Camar III RSUD Arifin Achmad Pekanbaru 2008. Jurnal Kesehata
Online Helvetia. Akbid PKU Sumatra Utara.

Manuaba, I, B, G. 2005. Dasar-Dasar Teknik Operassi Gynekologi.Jakarta : EGC.

Mitayani. (2011). Asuhan keperawatan maternitas. Jakarta: Salemba medika.

Nugroho, T. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

Purwaningsih, W, Fatmawati, S. 2010. Asuhan Keperawatan Maternitas.


Yogyakarta : Nuha Medika.

Sukarni, I, Margareth. 2013. Kehamilan, Persalinan, Dan Nifas. Yogyakarta :


Nuha Medika.

helvetia.ac.id/jurnalkesehatan/gdl. (Diakses pada tanggal 7 April 2014)

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/jtptunimus-gdl-nurhendif-5401-2
babii.pdf (Di akses pada tanggal 7 April 2017)

54

Anda mungkin juga menyukai