OLEH :
ANISA NUR AZIZAH
J210210047
A. PENGERTIAN
Post partum atau masa nifas disebut juga Puerperium yang berasal
dari bahasa latin yaitu dari kata Puer yang berarti bayi dan Parous yang berarti
melahirkan. Masa nifas atau post partum adalah masa setelah persalinan selesai
sampai 6 minggu atau 42 hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara
berlahan akan mengalami perubahan seperti sebelum hamil. Selama masa nifas
perlu mendapat perhatian lebih dikarenakan angka kematian ibu 60% terjadi
pada masa nifas. Dalam Angka Kematian Ibu (AKI) adalah penyebab
banyaknya wanita meninggal dari suatu penyebab kurangnya perhatian pada
wanita post partum (Maritalia, 2016).
Masa nifas didefinisikan sebagai periode selama dan tepat setelah
kelahiran. Namun secara populer, diketahui istilah tersebut mencakup 6 minggu
berikutnya saat terjadi involusi kehamilan normal. Masa nifas (puerperium)
dimulai setelah placenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali
seperti keadaan sebelum hamil. Selama 6 minggu atau 42 hari merupakan
waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan yang
normal (Lenggu, 2019).
e) Parametrium
Jaringan ikat yang terdapat antara kedua lembar ligamentum latum
disebut parametrium. Bagian atas ligamentum latum yang mengandung
tuba disebut mesosalpinx dan bagian kaudalnya yang berhubungan
dengan uterus disebut mesometrium. Pada sisi depan ligamentum latum
berjalan ligamentum teres uteri, pada sisi belakang berjalan ligamentum
ovarii proprium.
Mesovarium merupakan lipat pritoneum untuk ovarium dan terdapat
antara mesosalpinx dan mesometrium. Ligamentum suspensorium ovarii
berjalan dari ekstremitas tubaria ovarii ke dinding panggul. Pada
parametrium berjalan ureter, arteri dan vena uterina. Parametrium
sebelah bawah yang menyelubungi arteri dan vena uterina lebih padat
dari jaringan sekitarnya, disebut ligamentum cardinale (Wirakusumah,
et. al, 2015).
C. ETIOLOGI
Etiologi post partum menurut Oktarina (2016) sebagai berikut :
1. Teori Penurunan Kadar Hormon Progesteron
Pada akhir kehamilan terjadi penurunan kadar progesteron yang
mengakibatkan peningkatan kontraksi uterus karena sintesa prostaglandin di
chorioamnion.
2. Teori Rangsangan Estrogen
Estrogen menyebabkan iritability miometrium, estrogen memungkinkan
sintesa prostaglandin pada decidua dan selaput ketuban sehingga
menyebabkan kontraksi uterus (miometrium).
3. Teori Reseptor Oksitosin dan Kontraksi Braxton HikS
Kontraksi persalinan tidak terjadi secara mendadak, tetapi berlangsung lama
dengan persiapan semakin meningkatnya reseptor oksitosin. Oksitosin
adalah hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior.
Distribusi reseptor oksitosin, dominan pada fundus dan korpus uteri, ia
makin berkurang jumlahnya di segmen bawah rahim dan praktis tidak
banyak dijumpai pada serviks uteri.
4. Teori Ketegangan
Rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan iskemia otot – otot
rahim, sehingga menganggu sirkulasi utero plasenter.
5. Teori Fetal Membran
Meningkatnya hormon estrogen menyebabkan terjadinya esterified yang
menghasilkan arachnoid acid, arachnoid acid bekerja untuk pembentukan
prostaglandin yang mengakibatkan kontraksi miometrium.
6. Teori Plasenta Sudah Tua
Pada umur kehamilan 40 minggu mengakibatkan sirkulasi pada plasenta
menurun segera terjadi degenerasi trofoblast maka akan terjadi penurunan
produksi hormon.
7. Teori Tekanan Serviks
Fetus yang berpresentasi baik dapat merangsang akhiran syaraf sehingga
serviks menjadi lunak dan terjadi dilatasi internum yang mengakibatkan
SAR (Segmen Atas Rahim) dan SBR (Segmen Bawah Rahim) bekerja
berlawanan sehingga terjadi kontraksi dan retraksi.
D. PATOFISIOLOGI
Pada kasus post partus spontan akan terjadi trauma pada jalan lahir,
sehingga dapat menyebabkan terganggunya aktivitas, aktivitas yang terganggu
dapat menurunkan gerakan peristaltik pada usus yang berakibat konstipasi.
Pengeluaran janin dengan cara episiotomi menyebabkan terputusnya jaringan
pada perineum sehingga merangsang area sensorik untuk mengeluarkan
hormon bradikinin, histamin dan seritinus yang kemudian diteruskan oleh
medulla spinalis ke batang otak, diteruskan ke thalamus sehingga merangsang
nyeri di korteks serebri, kemudian timbul gangguan rasa nyaman yang
mengakibatkan nyeri akut.
Pembuluh darah yang rusak menyebabkan genetalia menjadi kotor dan
terjadi juga perdarahan dan proteksi pada luka kurang, dapat terjadi invasi
bakteri sehingga muncul masalah keperawatan resiko infeksi. Pengeluaran
janin dapat memicu terjadinya trauma kandung kemih sehingga terjadilah
edema dan memar di uretra, mengakibatkan penurunan sensitivitas berdapak
pada sensasi kandung kemih sehingga muncul masalah keperawatan gangguan
eliminasi urin.
Laktasi dipengaruhi oleh hormon estrogen dan peningkatan prolaktin,
sehingga terjadi pembentukan asi, tetapi terkadang terjadi juga aliran darah
dipayudara berurai dari uterus (involusi) dan retensi darah di pembuluh
payudara maka akan terjadi bengkakdan penyempitan pada duktus intiverus.
Sehingga asi tidak keluar dan muncul masalah keperawatan menyusui tidak
efektif (Nurarif & Kusumua, 2015).
F. PENATALAKSANAAN
1. Mobilisasi
Ibu nifas dianjurkan untuk melakukan mobilisasi dini setelah 2 jam post
partum.perawatan mobilisasi ini memiliki keuntungan untuk melancarkan
pengeluaran lochea, mengurangi infeksi perineum, melancarkan fungsi
gastrointestinal dan perkemihan serta meningkatkan kelancaran perdarahan
darah sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.
2. Diet makanan
Makanan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori. Sebaiknya ibu nifas
mengkonsumsi makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-
sayuran dan buah-buahan.
3. Miksi
Ibu nifas mengalami kesulitan BAK, dikarenakan sphingter urethra tertekan
oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi muskulus sphingter ani selama
persalinan, jika kandung kemih ibu post partum penuh dan mengalami
kesulitan untuk BAK, maka dapat dilakukan kateterisasi.
4. Defekasi
BAB harus dilakukan 3-4 hari pasca persalinan. Jika mengalami kesulitan
dapat diberikan obat lactat per oral atau per rektal
5. Perawatan payudara
Perawatan payudara hendaknya dilakukan sejak wanita hamil supaya puting
susu lemas, tidak keras dan tidak kering sebagai persiapan menyusui
bayinya
6. Laktasi
Untuk menghadapi masa laktasi (menyusui) sejak dari kehamilan telah
terjadi perubahan-perubahan pada kelenjar mammae, yaitu proliferasi
jaringan pada kelenjar-kelenjar, alveoli dan jaringan lemak bertambah.
Keluarnya cairan susu, hipervaskularisasi dan setelah persalinan pengaruh
supresi esterogen dan progesteron hilang. Maka, timbul pengaruh hormon
laktogenik (LH) atau prolaktin akan merangsang keluarnya air susu ibu. Di
samping itu, pengaruh oksitosin menyebabkan mio-epitel kelenjar susu
berkontraksi sehingga ASI keluar (Indriyani D, 2013).
H. ANALISA DATA
No. Data Etilogi Masalah
Keperawatan
1 DS : Keluhan nyeri Agen pencedera Nyeri akut
DO : fisiologis (D.0077)
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis:
waspada, posisi menghindari
nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (D.0077)
2. Risiko konstipasi b.d kelemahan otot abdomen (D.0053)
3. Risiko infeksi b.d prosedur invasif (D.0142)
4. Gangguan eliminasi urine b.d kerusakan atau ketidakadekuatan jalur aferen
(D.0040)
5. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi (D.0111)
I. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Dx Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
berhubungan keperawatan selama…x 24 (I.08238)
dengan agen jam diharapakan tingkat Observasi :
cedera fisik nyeri menurun dengan KH : 1. Identifikasi lokasi,
(D.0077) Tingkat nyeri (L.08066) karakteristik,
Keluhan nyeri menurun durasi, frekuensi,
Meringis menurun kualitas, intensitas
Gelisah menurun nyeri
Terapeutik :
2. Berikan teknik
distraksi :
menonton video
3. Fasilitasi istirahat
dan tidur
Edukasi :
4. Anjurkan teknik
relaksasi nafas
dalam
5. Edukasi ganti
balutan jika
penuh
Kolaborasi :
6. Kolaborasi
pemberian
analgetik
2 Risiko Konstipasi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Konstipasi
berhubungan keperawatan selama…x 24 (I.04160)
dengan jam diharapkan risiko Observasi :
kelemahan otot konstipasi menurun dengan 1. Identifikasi fakto
abdomen KH : risiko konstipasi
(D.0053) Eliminasi fekal (L.04033) (mis. Asupan
Distensi abdomen serat tidak
menurun adekuat, asupan
Nyeri abdomen cairan tidak
berkurang adekuat,
Konsistensi feses kelemahan otot
membaik abdomen, aktifitas
fisik
berkurang)
Terapeutik :
2. Lakukan masase
abdomen
Edukasi :
3. Anjurkan
mengkonsumsi
makan bereserat
(25- 30 gram/hari)
Kolaborasi :
4. Kolaborasi dengan
ahli gizi
3 Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Tingkat infeksi
berhubungan keperawatan selama…x 24 (L.14137)
dengan prosedur jam diharapkan tingkat Observasi :
invasif (D.0142) infeksi menurun dengan KH 1. Monitor tanda dan
: Tingkat infeksi (L.14137) gejala infeksi
Demam menurun Terapeutik :
Kemerahan menurun 2. Cuci tangan
Nyeri menurun sebelum dan
Bengkak menurun sesudah kontak
Kadar sel darah putih dengan pasien dan
membaik lingkungan pasien
Kultur darah 3. Pertahankan teknik
membaik aseptik pada
pasien berisiko
tinggi
Edukasi :
4. Ajarkan cara
mencuci tangan
dengan benar
Kolaborasi :
5. Kolaborasi dalam
pemberian
antibiotik