Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN PADA NY.

S DENGAN KEHAMILAN EKTOPIK


DI RUANG ICU RSUD CILACAP

DISUSUN OLEH :
NAMA
: DEWI PRIYANI
NIM
: 131420129820030

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1


SEKOLAH TINGGI HARAPAN BANGSA PURWOKERTO
2016

KEHAMILAN EKTOPIK
A. DEFINISI
Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari
bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan berada

di luar tempat yang semestinya. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau
pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini
disebut kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga
uterus, tuba falopii merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan
ektopik,sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba,jarang terjadi implantasi
pada ovarium,rongga perut,kanalis servikalis uteri,tanduk uterus yang rudimenter dan
divertikel pada uterus.(Sarwono Prawiroharjho, 2005)
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi di luar rongga
uterus. Tuba fallopi merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi
kehamilan ektopik (lebih besar dari 90 %). (Sarwono. 2002. Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal)
Kehamilan ektopik ialah kehamilan di tempat yang luar biasa. Tempat
kehamilan yang normal ialah di dalam cavum uteri. Kehamilan ektopik dapat terjadi
di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut, tetapi dapat juga
terjadi di dalam rahim di tempat yang luar biasa misalnya dalam cervix, pars
interstitialis tuba atau dalam tanduk rudimenter rahim. (Obstetri Patologi. 1984. FK
UNPAD)
Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi di luar
endometrium kavum uteri. (kapita selekta kedokteran,2001).
B. ETIOLOGI
1. Faktor dalam lumen
a. Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga lumen
tuba menyempit atau membentuk kantong buntu.
b. Hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini sering
disertai gangguan fungsi silia endosalping.
c. Operasi plastik dan stenlilasi yang tidak sempurna dapat menjadi sebab lumen
tuba menyempit.
2. Faktor pada dinding tuba
a. Endometriosis tuba (tuba tertekuk) dapat memudahkan implantasi telur yang
dibuahi dalam tuba.
b. Divertikel tuba kongenital atau ostium asesorius tubae dapat menahan telur
yang dibuahi di tempat itu.
3. Faktor diluar dinding tuba
a. Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat
perjalanan telur.
b. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.
4. Faktor lain

a.

Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau
sebaliknya dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus.

b.

Pertumbuhan yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi prematur.


Fertilisasi in vitro ( pembuahan sel telur dalam kondisi laboratorium, sel telur

yang sudah di buahi itu kemudian ditempatkan di dalam rahim wanita).


5. Bekas radang pada tuba
6. Kelainan bawaan tuba
7. Gangguan fisiologik tuba karena pengaruh hormonal
8. Operasi plastik/riwayat pembedahan pada tuba
9. Abortus buatan
10. Riwayat kehamilan ektopik yang lalu
11. Infeksi pasca abortus
12. Apendisitis
13. Infeksi pelvis
14. Alat kontrasepsi dalam rahim (IUD)
(Winkjosastro, 2005 - Helen Varney, 2007 - Cunningham, 2006)
C. PATOFISIOLOGI
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di
kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada nidasi
secara kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya
telur mati secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi
antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan
dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan
pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan kadang-kadang sulit
dilihat vili khorealis menembus endosalping dan masuk kedalam otot-otot tuba
dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya
tergantung dari beberapa faktor, yaitu; tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan
banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.
Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum
graviditi dan tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah
menjadi desidua. Beberapa perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel membesar,
nucleus hipertrofi, hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya ireguler. Polaritas
menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi menempati sel luminal.
Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat juga terkadang ditemui
mitosis. Perubahan endometrium secara keseluruhan disebut sebagai reaksi AriasStella.

Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian


dikeluarkan secara utuh atau berkeping-keping. Perdarahan yang dijumpai pada
kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua yang
degeneratif.
Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6
sampai 10 minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak
mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Beberapa kemungkinan yang
mungkin terjadi adalah :
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasyang kurang dan dengan mudah diresobsi total.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah oleh vili
korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari
dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Segera setelah
perdarahan, hubungan antara plasenta serta membran terhadap dinding tuba
terpisah bila pemisahan sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui
ujung fimbrae tuba ke dalam kavum peritonium. Dalam keadaan tersebut
perdarahan berhenti dan gejala-gejala menghilang.
3. Ruptur dinding tuba
Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan dinding vili korialis ke
dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur tuba sering terjadi bila
ovum yang dibuahi berimplantasi pada isthmus dan biasanya terjadi pada
kehamilan muda. Sebaliknya ruptur yang terjadi pada pars-intersisialis pada
kehamilan lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau yang disebabkan
trauma ringan seperti pada koitus dan pemeriksaan vagina.

D. PATHWAY
KEHAMLAN ETOPIK

Faktor dalam
lumen tuba

Faktor dalam
Dinding tuba

Faktor luar
Dinding tuba

Faktor lain

Lumen tuba
menyempit

Implantasi telur
Dalam tuba

Menghambat per
Jalanan telur

Perjalanan telur ke
uterus diperpanjang

Bernidasi secara kolumner dan inter kolumner


Kurang vaskularisasi
Desidua tdk tumbuh secara sempurna

Ovum mati

Diresorbsi

Perdarahan sedikit
(haid terlambat)

Trompobalst dan villi korialis menembus


lapisan pseudo kapsularis
Pembesaran tuba
(hematosalping)

Mengalir ke rongga peritoneum

Tromboblas dan villi


korialis menembus
lapisan muskularis
dan peritoneum

Perdarahan ke
rongga peritoneum

Hematokele retrouterine
(pengaruh hormon) uterus
lembek, membesar

Pembentukan desidua

Perubahan perfusi
jaringan

Janin mati
Perdarahan
devisit volume
lebih cairan
banyak

NYERI

kelemahan

Hambatan mobilitas fisik


E. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinik kehamilan ektopik sangat bervariasi tergantung dari ada
tidaknya ruptur. Triad klasik dari kehamilan ektopik adalah nyeri, amenorrhea, dan
perdarahan per vaginam. Pada setiap pasien wanita dalam usia reproduktif, yang
datang dengan keluhan amenorrhea dan nyeri abdomen bagian bawah, harus selalu
dipikirkan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik.
Selain gejala-gejala tersebut, pasien juga dapat mengalami gangguan
vasomotor berupa vertigo atau sinkop; nausea, payudara terasa penuh, fatigue, nyeri
abdomen bagian bawah,dan dispareuni. Dapat juga ditemukan tanda iritasi diafragma
bila perdarahan intraperitoneal cukup banyak, berupa kram yang berat dan nyeri pada
bahu atau leher, terutama saat inspirasi.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan pelvis, pembesaran
uterus, atau massa pada adnexa. Namun tanda dan gejala dari kehamilan ektopik harus
dibedakan dengan appendisitis, salpingitis, ruptur kista korpus luteum atau folikel
ovarium. Pada pemeriksaan vaginal, timbul nyeri jika serviks digerakkan, kavum
Douglas menonjol dan nyeri pada perabaan.
Pada umumnya pasien menunjukkan gejala kehamilan muda, seperti nyeri di
perut bagian bawah, vagina uterus membesar dan lembek, yang mungkin tidak sesuai
dengan usia kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi menjadi sukar diraba
karena lembek.
Nyeri merupakan keluhan utama. Pada ruptur, nyeri terjadi secara tiba-tiba
dengan intensitas tinggi disertai perdarahan, sehingga pasien dapat jatuh dalam
keadaan syok.Perdarahan per vaginam menunjukkan terjadi kematian janin.
Amenorrhea juga merupakan tanda penting dari kehamilan ektopik. Namun sebagian
pasien tidak mengalami amenorrhea karena kematian janin terjadi sebelum haid
berikutnya.
Tanda dan gejala :
1. Nyeri abdomen bawah atau pelvic, disertai amenorrhea atau spotting atau
perdarahan vaginal.

2. Menstruasi abnormal.
3. Abdomen dan pelvis yang lunak.
4. Perubahan pada uterus yang dapat terdorong ke satu sisi oleh massa kehamilan,
atau tergeser akibat perdarahan. Dapat ditemukan sel desidua pada endometrium
uterus.
5. Penurunan tekanan darah dan takikardi bila terjadi hipovolemi.
6. Kolaps dan kelelahan
7. Pucat
8. Nyeri bahu dan leher (iritasi diafragma)
9. Nyeri pada palpasi, perut pasien biasanya tegang dan agak gembung.
10. Gangguan kencing
Kadang-kadang terdapat gejala besar kencing karena perangangan peritoneum
oleh darah di dalam rongga perut.
11. Pembesaran uterus
12. Pada kehamilan ektopik uterus membesar juga karena pengaruh hormon-hormon
kehamilan tapi pada umumnya sedikit lebih kecil dibandingkan dengan uterus
pada kehamilan intrauterin yang sama umurnya.
13. Perdarahan
Dengan matinya telur desidua mengalami degenerasi dan nekrose dan dikeluarkan
dengan perdarahan. Perdarahan ini pada umumnya sedikit, perdarahan yang
banyak dari vagina harus mengarahkan pikiran kita ke abortus biasa.Perdarahan
abnormal uterin, biasanya membentuk bercak. Biasanya terjadi pada 75% kasus.
14. Amenorhea:
Hampir sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik yang memiliki berkas
perdarahan pada saat mereka mendapatkan menstruasi, dan mereka tidak
menyadari bahwa mereka hamil.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. HCG-
Pengukuran subunit beta dari HCG (Human Chorionic Gonadotropin-Beta)
merupakan tes laboratorium terpenting dalam diagnosis. Pemeriksaan ini dapat
membedakan antara kehamilan intrauterine dengan kehamilan ektopik.
2. Kuldosintesis
Tindakan kuldosintesis atau punksi Douglas. Adanya yang diisap berwarna hitam
(darah tua) biarpun sedikit, membuktikan adanya darah di kavum Douglasi.
3. Dilatasi dan Kuretase
Biasanya kuretase dilakukan setelah amenore terjadi perdarahan yang cukup lama
tanpa menemukan kelainan yang nyata disamping uterus.
4. Laparaskopi
Laparaskopi hanya digunakan sebagi alat bantu diagnosis terakhir apabila hasil
hasil penilaian prosedur diagnotik lain untuk kehamilan ektopik terganngu
meragukan.Namun beberpa dekade terakhir alat ini juga dipakai untuk terapi.
5. Ultrasonografi

Keunggulan cara pemeriksaan ini terhadap laporaskopi ialah tidak invasive,


artinya tidak perlu memasukkan rongga kedalam rongga perut. Dapat dinilai
kavum uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa dikanan kiri
uterus dan apakah kavum Douglas berisi cairan.
6. Tes Oksitosin
Pemberian oksitosin dalam dosis kecil intravena dapat membuktikan adanya
kehamilan ektopik lanjut. Dengan pemerikasaan bimanual, diluar kantong janin
dapat diraba suatu tumor.
7. Foto Rontgen
Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam letak paksa. Pada
foto lateral tampak bagian- bagian janin menutupi vertebra ibu.
8. Histerosalpingografi
Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa, dengan
janin diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis kehamilan ektopik
terganggu sudah dipastikan dengan USG (Ultra Sono Graphy) dan MRI (Magnetic
Resonance Imagine). Trias klasik yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen,
perdarahan vagina abnormal, dan amenore.
G. PENATALAKSANAAN
Penderita yang disangka KET harus segera dirawat inap dirumah sakit untuk
penanggulanggannya.
1. Bila wanita dalam keadaan syok perbaiki keadaan umumnya dengan pemberian
cairan yang cukup ( dekstrose 5%, glukosa 5%, garam fisiologis) dan transfusi
darah.
2. Setelah didiagnosis jeals atau sangat disangka KET dan keadaan umum baik atau
lumayan, segera lakukan laparatomi untuk menghilangkan sumber perdarahan ;
dicari,diklem dan dieksisi sebersih mungkin ( salpingektomi ) kemudian diikat
sebaik-baiknya.
3. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya
penyembuhan lebih cepat
4. Berikan antibiotika sesuai indikasi dan obat anti inflamasi
H. KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi yang muncul mungkin terjadi pada kehamilan
ektopik,antara lain :
1. Pada pengobatan konservatif, yaitu apabila ada ruptur tuba telah lama
berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang (recurrent bleeding) ini
merupakan indikasi operasi.
2. Infeksi.
3. Terjadi subileus karena terdapat massa pada pelvis.
4. Terjadi sterilitas.
5. Apabila perdarahan terjadi secara terus-menerus maka bisa terjadi anemia akibat
kekurangan darah.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan agen cidera biologis
2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan yang lebih banyak
pada uterus
3. Devisit volume cairan berhubungan dengan rupture pada lokasi implantasi,
perdarahan
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
J. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan agen cidera biologis
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Evaluasi pengalaman nyeri massa lampau
d. Kurangi faktor presipitasi nyeri
e. Kolaborasi analgetik
2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan yang lebih banyak
pada uterus
a. Catat respon pasien terhadap stimulasi
b. Kol;aborasi pemberian antibiotik
c. Monitor TTV pasien
d. Pertahankan keadaan tirah baring
e. Monitor TIK pasien dan respon neurologi pasien terhadap aktivitas
3. Devisit volume cairan berhubungan dengan rupture pada lokasi implantasi,
perdarahan
a. Pertahankan intake dan output yang akurat
b. Pasang urin kateter jika perlu
c. Monitor hasil lab yang sesuai
d. Monitor vital sign
e. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
a. Monitoring vital sign sebelum dan sesudah latihan, lihat respon pasien
b. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi
c. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
d. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs
e. Ajarkan pasien bagaimana cara merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan

DAFTAR PUSTAKA
Bagian Obstreti dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung,
Obstreti Patologi, Bandung: Eleman. 2005.
Prawirohardjo, S. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. 2006
Prawihardjo, S. Hanifa W. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. Dalam Ilmu
Kandungan Edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. 2005
Prawihardjo, S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. 2007.

Anda mungkin juga menyukai