Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN ANAK/PEDIATRIK

GNA (GLOMERULONEFRITIS AKUT)

DISUSUN OLEH :

MIA TRIANA

NIM. 433131490120020

PROGRAM STUDI PROFESI NERS (KELOMPOK 4)

STIKes KHARISMA KARAWANG

Jln. Pangkal Perjuangan Km. 1 By Pass Karawang 41316

2020/2021
A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
Glomerulonefritis akut merupakan penyakit ginjal noninfeksius yang
paling umum pada masa kanak-kanak, glomerulonefritis akut
memengaruhi glomerulus dan laju filtrasi ginjal, yang menyebabkan
retensi natrium dan air, serta hipertensi. Biasanya disebabkan oleh reaksi
terhadap infeksi streptokokus, penyakit ini jarang memiliki efek jangka
panjang pada system ginjal. (Kathhleen, 2008).
Glomerulonefritis akut memengaruhi anak laki-laki lebih sering daripada
anak perempuan, dan biasanya terjadi pada usia sekitar 6 tahun. Terapi
yang biasa diberikan mencakup pemberian antibiotic, antihipertensi, dan
diuretic juga restriksi diet. Komplikasi potensial meliputi hipertensi, gagal
jantung kongestif, dan penyakit ginjal tahap akhir.
GNA adalah suatu reaksi imunnologi pada ginjal terhadap bakteri atau
virus tertentu. Yang sering ialah infeksi karna kuman streptococcus. Data
ini sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih sering
mengenai anak pria dibanding anak perempuan. GNA didahului oleh
adanya infeksi ekstra renal terutama di traktus respiratorius bagian atas
atau kulit oleh kuman streptococcus beta hemolyticus golongan A, tipe 12,
4, 16, 25, dan 40. Hubungan antara GNA dan infeksi streptococcus ini
ditemukan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan
bahwa:
1. Timbulnya GNA setelah terjadinya infeksi skarlatina
2. Diisolasinya kuman streptococcus beta hemolyticus golongan A
3. Meningkatnya titer anti streptolisin pada serum pasien.
Glomerulo Nefritis Akut (GNA) adalah istilah yang secara luas digunakan
yang mengacu pada sekelompok penyakit ginjal dimana inflamasi terjadi
di glomerulus. (Brunner & Suddarth, 2001).
Glomerulo Nefritis Akut (GNA) adalah bentuk nefritis yang paling sering
pada masa kanak-kanak dimana yang menjadi penyebab spesifik adalah
infeksi streptokokus. (Sacharin, Rosa M, 1999).
GNA adalah reaksi imunologi pada ginjal terhadap bakteri atau virus
tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus,
sering ditemukan pada usia 3-7 tahun. (Kapita Selecta, 2000)
Kesimpulan, Glomerulo Nefritis Akut (GNA) adalah suatu reaksi
imunologis ginjal terhadap bakteri / virus tertentu. Yang sering terjadi
ialah akibat infeksi kuman streptococcus, sering ditemukan pada usia 3-7
tahun.

2. Etiologi
Hubungan antara GNA dan infeksi streptococcus ini ditemukan pertama
kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa:
1. Timbulnya GNA setelah terjadinya infeksi skarlatina
2. Diisolasinya kuman streptococcus beta hemolyticus golongan A
3. Meningkatnya titer anti streptolisin pada serum pasien.

Antara infeksi bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa laten selama
lebih kurang 10 hari. Dari tipe-tipe tersebut diatas tipe 12 dan 25 lebih
bersifat nefritogen daripada yang lain. Mengapa tipe yang satu lebih
bersifat nefritogen daripada yang lainnya belum diketahui dengan jelas.
Mungkin faktor iklim atau alergi yang mempengaruhi terjadinya GNA
setelah infeksi dengan kuman Streptococcus. GNA juga dapat disebabkan
oleh sifilis, keracunan (timah hitam tridion), penyakit amiloid, thrombosis
vena renalis, purpur anafilaktoid, dan lupus erimatosis.
3. Patofisiologi
Suatu reaksi radang pada glomerulus dengan sebutan lekosit dan
proliferasi sel, serta eksudasi eritrosit, lekosit dan protein plasma dalam
ruang Bowman.
Gangguan pada glomerulus ginjal dipertimbangkan sebagai suatu respon
imunologi yang terjadi dengan adanya perlawanan antibodi dengan
mikroorganisme yaitu streptokokus A.
Reaksi antigen dan antibodi tersebut membentuk imun kompleks yang
menimbulkan respon peradangan yang menyebabkan kerusakan dinding
kapiler dan menjadikan lumen pembuluh darah menjadi mengecil yang
mana akan menurunkan filtrasi glomerulus, insuffisiensi renal dan
perubahan permeabilitas kapiler sehingga molekul yang besar seperti
protein dieskresikan dalam urine (proteinuria).
a. Pathogenesis
Menurut penyelidikan klinik-imunologis dan percobaan pada binatang
menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai
penyebab. Beberapa penyelidik menunjukkan hipotesis sebagai
berikut:
1) Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada
membrane basalis glomerulus dan kemudian merusaknya
2) Proses autoimun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam
tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus
3) Streptococcus nefritogen dan membrane basalis glomerulus
mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat
anti yang berlangsung merusak membrane basalis ginjal
b. Patologi
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-
titik perdarahan pada korteks. Mikroskopik tampak hamper semua
glomerulus terkena sehingga dapat disebut glomerulus difus. Tampak
proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan
lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Disamping itu
terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus
dan monosit. Pada pemerksaan mikroskop electron akan tampak
membrane basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di
subepitelium yang mungkin dibentuk oleh globulin-gama,
komplemenbdan antigen streptokokus.

Pathway
4. Menifestasi klinis
a. Hematuria (urine berwarna merah kecoklat-coklatan)
b. Proteinuria (protein dalam urine)
c. Oliguria (keluaran urine berkurang)
d. Nyeri panggul
e. Edema, ini cenderung lebih nyata pada wajah dipagi hari, kemudian
menyebar ke abdomen dan ekstremitas di siang hari (edema sedang
mungkin tidak terlihat oleh seorang yang tidak mengenal anak
dengan baik).
f. Suhu badan umumnya tidak seberapa tinggi, tetapi dapat terjadi
tinggi sekali pada hari pertama.
g. Hipertensi terdapat pada 60-70 % anak dengan GNA pada hari
pertama dan akan kembali normal pada akhir minggu pertama juga.
Namun jika terdapat kerusakan jaringan ginjal, tekanan darah akan
tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen jika
keadaan penyakitnya menjadi kronik.
h. Dapat timbul gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu
makan, dan diare.
i. Bila terdapat ensefalopati hipertensif dapat timbul sakit kepala,
kejang dan kesadaran menurun.
j. Fatigue (keletihan atau kelelahan).

5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laju Endap Darah (LED) meningkat
b. Kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air)
c. Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin darah meningkat bila fungsi
ginjal mulai menurun.
d. Jumlah urine berkurang
e. Berat jenis meninggi
f. Hematuria makroskopis ditemukan pada 50 % pasien.
g. Ditemukan pula albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+), silinder
leukosit dan hialin.
h. Titer antistreptolisin O (ASO) umumnya meningkat jika ditemukan
infeksi tenggorok, kecuali kalau infeksi streptokokus yang mendahului
hanya mengenai kulit saja.
i. Kultur sampel atau asupan alat pernapasan bagian atas untuk
identifikasi mikroorganisme.
j. Biopsi ginjal dapat diindikasikan jika dilakukan kemungkinan temuan
adalah meningkatnya jumlah sel dalam setiap glomerulus dan tonjolan
subepitel yang mengandung imunoglobulin dan komplemen.

6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
Tidak ada pengobatan yag khusus yang memengaruhi penyembuhan
kelainan di glomerulus.
1) Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dahulu dianjurkan selama 6-
8 minggu. Tetapi penyelidikan terakhir dengan hanya istirahat 3-4
minggu tidak berakibat buruk bagi perjalanan penyakitnya.
2) Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotic ini tidak
memengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi
menyebarnya infeksi streptococcuk yang mungkin masih ada.
Pemberian penisilin dianjurkan hanya untuk 10 hari. Pemberian
profilaksi yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman
penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap.
Secara teoretis anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman neritogen
lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil.
3) Makanan pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kg
BB/hari) dan rendah garam (1g/hari). Makanan lunak diberikan
pada pasien dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu
normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, diberikan IVFD
dengan larutan glukosa 10%. Pada pasien dengan tanpa
komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan,
sedangkan bila ada komplikasi seperti ada gagal jantung, edema,
hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus
dibatasi.
4) Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi,
pemberian sedative untuk menenangkan pasien sehingga dapat
cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral
diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin
sebanyak 0,07 mg/kg BB secara intramuscular. Bila terjadi
dieresis 5-10 jam kemudian, selanjutnya pemberian sulfat
parenteral tidak dianjurkan lagi karena member efek toksis.
5) Bila anuria berlangsung lama (5-7hari), maka ureum harus
dikeluarkan dari dalam darah. Dapat dengan cara peritoneum
dialysis, hemodialisisi, tranfusi tukar dan sebagainya.
6) Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut,
tetapi akhir-akhir ini pemberian furosamid (Lasix) secara
intravena (1mg/kg BB/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat
buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
7) Bila timbul gagal jantung, diberikan digitalis, sedativum dan
oksigen
b. Penatalaksanaan keperawatan
Pasien GNA perlu dirawat dirumah sakit karena memerlukan
pengobatan/pengawasan perkembangan penyakitnya untuk mencegah
penyakit menjadi lebih buruk. Hanya pasien GNA yang tidak terdapat
tekanan darah tinggi, jumlah urine satu hari paling sedikit 400ml dan
keluarga sanggup setra mengerti boleh dirawat diruah di bawah
pengawasan dokter. Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah
gangguan faal ginjal, resiko terjadi komplikasi, diet, gangguan rasa
aman dan nyaman, dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai
penyakit.
Gangguan faal ginjal. Ginjal diketahui sebagai alat yang salah satu
dari fungsinya adalah mengeluarkan sisa metabolism terutama protein
sebagai ureum, juga kalium, fosfat, asam urat, dan sebagainya. Karena
terjadi kerusakan pada glumerolus (yang merupakan reaksi autoimun
terhadap adanya infeksi streptococcus ekstrarenal) menyebabkan
gangguan filtrasi glomerulus dan mengakibatkan sisa-sia metabolism
tidak dapat diekskresikan maka di dalam darah terdapat ureum, dan
lainnya lagi yang disebutkan di atass meninggi. Tetapi tubulus karena
tidak terganggu maka terjadi penyerapan kembali air dan ion natrium
yang mengakibatkan banyaknya urine berkurang, dan terjadilah
oliguria sampai anuria.
Untuk mengetahui keadaan ginjal, pasien GNA perlu dilakukan
pemeriksaan darah untuk fungsi ginjal, laju endp darah (LED), urine,
dan foto radiologi ginjal. Urine perlu ditampung selama 24 jam, diukur
banyaknya dan berat jenisnya (BJ) dicatat pada catatan khusus (catatan
pemasukan/pengeluaran cairan). Bila dalam 24 jam jumlah urine
kurang dari 400 ml supaya memberitahukan dokter. Tempat
penampung urine sebaiknya tidak dibawah tempat tidur pasien karena
selain tidak sedap dipandang juga menyebabkan bau urine didalam
ruangan. Penampung urine harus ada tutpnya yang cocok, diberi etiket
selain “nama” juga jam dan tanggal mulai urine ditampung. Hati-hati
jika ada nama yang sama jangan tertukar; tuliskan juga nomor tempat
tidur atau nomor register pasien. Tempat penampung urine harus
dicuci bersih setiap hari; bila terdapat endapan yang sukar digosok
pergunakan asam cuka, caranya merendamkan dahulu beberapa saat
baru kemudian digosok pakai sikat. Untuk mebantu lancarnya dieresis
di samping obat-obatan pasin diberikan minum air putih dan
dianjurkan agar anak banyak minum (ad libitum) kecuali jika
banyaknya urine kurang dari 200 ml. berapa banyak pasien dapat
menghabiskan minum air supaya dicatat pada catatan khusus dan
dijimlahkan selama 24 jam. Kepada pasien yang sudah mengerti
sbelum mulai pencatatan pengeluaran/pemasukan cairan tersebut harus
diterangkaan dahulu mengapa ia harus banyak minum air putih dan
mengapa air kemih harus ditampung. Jika anak akan buang air besar
supaya sebelumnya berkemih dahulu ditempat penampungan urine
baru ke WC atau sebelumnya gunakan pot lainnya. Dengan demikian
bahwa banyaknya urine adalah benar-benar dari keseluruhan urine
pada hari itu.
Resiko terjadi komplikasi. Akibat fungsi ginjal tidak fisiologis
menyebabkan produksi urine berkurang, sisa metabolisme tidak dapat
dikeluarkan sehingga terjadi uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia,
hidremia, dan sebagainya. Keadaan ini akan menjadi penyebab gagal
ginjal akut atau kronik (GGA/GGK) jika tidak secepatnya
mendapatkan pertolongan. Karena adanya rretensi air dan natrium
dapat menyebabkan kongesti sirkulasi yang kemudian menyebabkan
terjadinya efusi ke dalam perikard dan menjadikan pembesaran
jantung. Jika keadaan tersebut berlanjut akan terjadi gagal jantung.
Keadaan uremia yang makin menngkat akan menimbulkan keracunan
pada otak yang biasanya ditandai dengan adanya gejala hipertensif
ensefalopati, yaitu pasien merasa pusing, mual, muntah, kesadaran
menurun atau bahkan lebih parah atau untuk mengenal gejala
komplikasi sedini mungkin pasien memerlukan:
1) Istirahat
2) Pengawasan tanda-tanda vital bila terdapat keluhan pusing
3) Jika mendadak terjadi penurunan haluaran urine periksalah dahulu
apakah pasien berkemih di tempat lain dan keadaan umumnya.
4) Jika pasien mendapat obat-obatan berikanlah pada waktunya dan
tunggu sampai obat tersebut betul-betul telah diminum (sering
terjadi obat tidak diminum dan disimpan di bawah bantal pasien).
Jika hal itu terjadi penyembuhan tidak seperti yang diharapkan.
5) Diet. Bila ureum darah melebihi 60 mg % di berikan protein 1 g/kg
BB/hari dan garam 1 g/hari (rendah garam). Bila ureum antara 40-
60 mg% protein diberikan 2 g/kg BB/hari dan masih rendah
garam. Jika pasien tidak mau makan karena merasa mual atau
ingin muntah atau muntah-muntah segera hubungi dokter, siapkan
keperluan infuse dengan cairan yang biasa dipergunakan ialah
glukosa 5-10% dan selanjutnya atas petunjuk dokter. Jika infuse
diberikan pada pasien yang tersangka ada kelainan jantung atau
tekanan darahnya tinggi, perhatikan agar tetesan tidak melebihi
yang telah dipergunakan dokter, bahayanya memperberat kerja
jantung.
6) Gangguan rasa aman dan nyaman.
Untuk memberikan rasa nyaman kepada pasien disarankan agar
sering kontak dan berkomunikasi dengan pasien akan
menyenangkan pasien.. agar pasien tidak bosan pasien dibolehkan
duduk dan melakukan kegiatan ringan misalnya membaca buku
(anak yang sudah sekolah), melihat buku gambar atau bermain
dengan teman yang telah dapat berjalan. Sebagai perawat kita juga
harus mendampingi/mengajak bermain dengan pasien yang
memerlukan hiburan agar tidak bosan.
7) Kuarng pengetahuan orang tua mengenai penyakit
Penjelasan yang perlu disampaikan kepada orang tua pasien
adalah:
a) Bila ada anak yang sakit demam tinggi disertai rasa sakit
menelan atau batuk dan demam tinggi hendaknya berobat ke
dokter/pelayanan kesehatan supaya anak mendapatkan
pengobatan yang tepat dan cepat.
b) Jika anak sudah terlanjur menderita GNA selama dirawat
dirumah sakit, orang tua diharapkan dapat membantu usaha
pengobatannya misalnya untuk pemeriksaan atau tindakan,
sering memerlukan biaya yang cukup banyak sedangkan rumah
sakit tidak tersedia keperluan tersebut. (sebelumnya orang tua
diberi penjelasan mengenai perlunya pengumpulan urine dan
mencatat minum anak selama 24 jam, untuk keperluan
pengamatan perkembangan penyakit anaknya)
c) Bila pasien sudah boleh pulang, dirumah masih harus istirahat
cukup. Walaupun anak sudah diperbolehkan sekolah tetapi
belum boleh mengikuti kegiatan olahraga. Makanan, garam
masih perlu dikurangi sampai keadaan urine benar-benar
normal kembali (kelainan urine, adanya eritrosit dan sedikit
protein akanmasih diketemukan kira-kira 4 bulan lamanya).
Jika makanan dan istirahatnya tidak diperhatikan ada
kemungkinan penyakit kambuh kembali. Hindarkan terjadinya
infeksi saluran pernapasan terutama mengenai tenggorokan
untuk mencegah penyakit berulang. Kebersihan lingkungan
perlu dianjurkan agar selalu diperhatikan khususnya
streptococcus yang menjadi penyebab timbulnya GNA. Pasien
harus control secara teratur untuk mencegah timbulnya
komplikasi yang mungkin terjadi seperti glomerulus kronik
atau bahkan sudah terjadi gagal ginjal akut. Juga petunjuk
mengenai kegiatan anak yang telah boleh dilakukan.
7. Konsep Tumbuh Kembang Anak Prasekolah
Secara ilmiah, setiap individu hidup akan melalui tahapan pertumbuhan
dan perkembangan, yaitu sejak masa embrio sampai akhir hayatnya
mengalami perkembangan. Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan
anak bervariasi dari satu anak dengan anak lainnya bergantung pada
beberapa hal yang mempengaruhinya, sedangkan pendekatan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan sangat bergantung pada tahapan
perkembangan mana yang sedang dilalui anak pada saat itu.
Setiap individu berbeda dalam proses pertumbuhan dan perkembangan
karena pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh beberapa
factor baik secara herediter maupun lingkunagan (Wong, 2000). Terdapat
berbagai pandangan teori pertumbuhan dan perkembangan anak.
a. Perkembangan Psikoseksual (Freud)
Fase falik (3 – 6 tahun) selama fase ini, genitalia menjadi area yang
menarik dan area tubuh yang sensitif. Anak mulai mempelajari
adanya perbedaan jenis kelamin perempuan dan laki – laki dengan
mengetahui adanya perbedaan jenis kelamin. Sering kali anak sangat
penasaran dengan pertanyaan yang diajukannya berkaitan dengan
perbedaan ini. Orang tua harus bijak dalam memberi penjelasan
tentang hal ini sesuai dengan kemampuan perkembangan kognitifnya
agar anak mendapatkan pemahaman yang benar. Selain itu, untuk
memahami identitas gender, anak sering meniru ibu dan bapaknya,
misalnya dengan menggunakan pakaian ayah dan ibu. Secara,
psikologis pada fase ini mulai berkembang superego, yaitu anak mulai
berkurang sifat egosentris.
b. Perkembangan Psikososial ( Erikson )
Inisiatif versus rasa bersalah ( 3 – 6tahun ) perkembangan inisiatif
diperoleh dengan cara mengkaji lingkungan melalui kemampuan
indranya. Anak mengembangkan keinginan dengan cara eksplorasi
terhadap apa yang ada disekelilingnya. Hasil akhir yang diperoleh
adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu sebagai prestasinya.
Perasaan bersalah akan timbul pada anak apabila anak tidak mampu
berprestasi sehingga merasa tidak puas atas perkembangan yang tidak
tercapai.
c. Perkembanagan Kognitif ( Piaget )
Praoperasional ( 3 – 6 Tahun ) karakteristik utama perkembangan
intelektual pada tahapan praoperasional didasari oleh sifat egosentris.
Ketidakmampuan untuk menempatkan diri. Pemikiran didominasi
oleh apa yang mereka lihat dan rasakan dengan pengalaman lainnya.
Pada anak usia 2 – 3 tahun, anak berada diantara sensori – motori dan
praoperasional, yaitu anak mulai mengembangkan sebab akibat, trial
and error, dan menginterpretasi benda atau kejadian. Anak prasekolah
( 3 – 6 tahun ) mempunyai tugas untuk menyiapkan diri memasuki
dunia sekolah.
Anak prasekolah berada pada fase peralihan antara preconceptual dan
intuitive thought. Pada fase preconceptual, anak sering menggunakan
satu istilah untuk beberapa orang yang mempunyai ciri yang sama,
misalnya menyebut nenek untuk setiap wanita tua, sudah bongkok,
dan memakai tongkat. Sedangkan pada fase intuitive thought, anak
sudah bisa memberi alasan pada tindakan yang dilakukannya. Satu hal
yang harus di ingat bahwa anak prasekolah berasumsi bahwa orang
lain berpikirseperti mereka sehingga perlu menggali pengertian
mereka dengan pendekatan nonverbal.

8. Konsep Hospitalisasi Anak Usia Prasekolah


Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang
berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit,
menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali kerumah.
a. Reaksi anak terhadap hospitalisasi
Masa prasekolah ( 3 – 6 tahun ) perawatan anak dirumah sakit
memaksa anak untuk berpisah dari lingkunagan yang dirasakan aman,
penuh kasih sayang, dan menyenangkan yaitu lingkungan rumah,
permainan dan teman sepermainannya. Reaksi trerhadap perpisahan
yang ditunjukan anak usia prasekolah adalah dengan menolak makan,
sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan dan tidak
kooperatif terhadap pertugas kesehatan. Perawatan dirumah sakit juga
membuat anak kehilangan control terhadap dirinya. Perawatan di
rumah sakit mengharuskan adanya pembatasan aktivitas anakingga
anak merasa kehilangan kekuatan diri. Perawatan dirumah sakit sering
kali dipersepsikan anak prasekolah sebagai hukuman sehingga anak
akan merasa malu, bersalah atau takut. Ketakutan anak terhadap
perlukaan muncul karena anak menganggap tindakan dan prosedurnya
mengancam integritas tubuhnya. Oleh karena itu, hal ini menimbulkan
reaksi agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan
mengucapkan kata – kata marah, tidak mau berkerja sama dengan
perawat dan ketergantungan pada orang tua.
b. Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi anak
Perawatan anak di rumah sakit tidak hanya menimbulkan masalah
bagi anak tetapi juga bagi orang tua. Reaksi orang tua terhadap
perawatan anak di rumah sakit dan latarbelakang yang
menyebabkannya, yaitu :
1) Perasaan cemas dan takut.
Perasaan tersebut akan muncul pada saat orang tua mendapat
prosedur menyakitkan, seperti pengambilan darah, injeksi, infuse
dan prosedur invasive lainnya.
2) Perasaan sedih
Perasaan ini muncul terutama pada saat anak dalam kondisi
terminal dan orang tua mengetahui tidak ada lagi harapan anaknya
untuk sembuh.
3) Perasaan frustrasi
Pada kondisi anak yang telah dirawat cukup lama dan dirasakan
tidak mengalami perubahan serta tidak adekuatnya dukungan
psikologis yang diterima orang tua baik dari keluarga maupun
kerabat lainnya maka orang tua akan merasa putus asa, bahkan
frustrasi.
c. Reaksi Saudara Kandung Terhadap Perawatan Anak Di Rumah Sakit
Reaksi yang sering muncul pada saudara kandung ( Sibling ) terhadap
kondisi ini adalah marah, cemburu, benci, takut, cemas dan rasa
bersalah. Rasa bersalah muncul karena jengkel tehadap orang tua
yang dinilai tidak memperhatikannya. Cemburu atau iri timbul karena
dirasakan orang tuanya lebih mementingkan saudaranya yang sedang
ada dirumah sakit, dan ia tidak dapat memahami kondisi ini dengan
baik. Perasaan benci juga timbul tidak hanya pada saudaranya tetapi
juga pada situasi yang dinilainya sangat tidak menyenagankan. Selain
perasaan tersebut, rasa bersalah, takut dan bcemas juga dapat muncul
karena anak berpikir mungkin saudaranya sakit akibat kesalahannya
serta perasaan cemas dan takut tentang keberadaan saudaranya yang
sedang dirawat yang sering kali muncul karena ketidaktahuan tentang
kondisi saudaranya. Perasaan sepi dan sendiri muncul karena situasi
dirumah yang dirasakan tidak seperti biasanya ketika anggota
keluarga lengkap berada di rumah, dalam situasi penuh kehangatan,
bercengkerama dengan orang tua dan saudaranya.
9. Komplikasi
Komplikasi glomerulonefritis akut:
a. Oliguri sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi
sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti
insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia
dan hidremia. Walaupun oliguria atau anuria yang lama jarang
terdapat pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan peritoneum dialisis
(bila perlu).
b. Ensefalopati hipertensi, merupakan gejala serebrum karena
hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing,
muntah dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan karena spasme
pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
c. Gangguan sirkulasi berupa dipsneu, ortopneu, terdapat ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah tetapi juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesardan terjadi
gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di
miokardium.
d. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia disamping sintesis
eritropoietik yang menurun.
e. Gagal Ginjal Akut (GGA)

10. Prognosis
Gajala fisik menghilang dalan minggu ke-2 atau minggu ke-3 dan tekanan
darah umumnya menurun dalam waktu 1 minggu. Kimia darah menjadi
normal pada minggu ke-2. Hematuria mikroskopik dan makroskopik dapat
menetap selama 4-6 minggu. Hitung Addis menunjukan kenaikan jumlah
eritrosit untuk 4 bulan atau lebih, dan LED meninggi terus sampai kira-
kira 3 bulan. Protein sedikit dalam urine dan menetap untuk beberapa
bulan. Eksaserbasi kadang-kadang terjadi akibat infeksi akut selama fase
penyembuhan, tetapi umumnya tidak mengubah proses penyakitnya.
Pasien tetap mennjukan kelainan urine salama 1 tahun dianggap menderita
glomerulonefritis kronik, walaupun dapat terjadi penyembuhan sempurna.
Laju endap darah (LED) digunakan untuk mengukur progresivitas
penyakit ini karena umumnya tetap meninggi pada kasus-kasus yang
menjadi kronik. Diperkirakan 95%akan sembuh sempurna, 2% meninggal
selama fase akut dari penyakit ini dan 2% menjadi glomerulonefritis
kronik.

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
a. Genitourinaria
1) Urine berwarna coklat keruh
2) Proteinuria
3) Peningkatan berat jenis urine
4) Penurunan haluaran urine
5) Hematuria
b. Kardiovaskular
Hipertensi ringan
c. Neurologis
1) Letargi
2) Iritabilitas
3) Kejang
d. Gastro Intestinal
1) Anoreksia
2) Muntah
3) Diare
e. Mata, Telinga, hidung dan tenggorokan
Edema periorbital sedang
f. Hematologis
1) Anemia sementara
2) Azotemia
3) Hiperkalemia
g. Integumen
1) Pucat
2) Edema menyeluruh

2. Diagnosa Keperawatan
a. Perfusi Perifer Tidak efektif
b. Hipervolemia
c. Defisit Nutrisi
d. Intoleran aktivitas
e. Gangguan integritas Kulit/Jaringan
f. Risiko Infeksi

3. Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan 1 : Perfusi Perifer Tidak efektif
Tindakan : Perawatan sirkulasi
Observasi :
 Periksa sirkulasi perifer ( mis : nadi perifer, edema, pengisian
kapiler, warna, suhu, anklebrachial index)
 Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi ( mis : diabetes,
perokok, orang tua, hipertensi dan kadar kolesterol tinggi)
 Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas

Terapeutik :
 Hindari pemasangan infus atau pengambil darah di area
keterbatasan perfusi
 Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
 Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang
cedera
 Lakukan pencegahan infeksi
 Lakukan perawatan kaki dan kuku
 Lakukan hidrasi

Edukasi

 Anjutkan berhenti merokok


 Anjurkan berolahraga rutin
 Anjurkan mengecek air mandi untuk meenghindari kulit terbakar
 Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurunan kolesterol jika perlu
 Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara rutin
 Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
 Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis :
melembabkan kulit kering pada kaki
 Anjurkan program rehabilitasi vaskuler
 Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi ( mis : rendah
lemak jenuh, minyak ikan omega 3)
 Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan ( mis
: rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa )
b. Diagnosa Keperawatan 2 : Hipervolemia
Manajemen Hipervolemia [I.03114]
Observasi
 Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis. Ortopnea, dispnea,
edema, JVP/CVP meningkat, refleks hepatojugular positif, suara
napas tambahan)
 Identifikasi penyebab hipervolemia
 Monitor status hemodinamik (mis. Frekuensi jantung, tekanan
darah, MAP, CVP, PAP, PCWP, CO, Ci), jika tersedia
 Monitor intake dan output cairan
 Monitor tanda hemokonsentrasi (mis. Kadar natrium, BUN,
hematokrit, berat jenis urine)
 Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma (mis. Kadar
protein dan albumin meningkat)
Terapeutik
 Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
 Batasi asupan cairan dan garam
 Tinggikan kepala tempat tidur 30-40 derajat
Edukasi
 Anjurkan melapor jika haluaran urine <0,5 ml/Kg/jam dalam 6
jam
 Anjurkan melapor jika BB bertambah >1 Kg dalam sehari
 Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran cairan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian diuretik
 Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretik
 Kolaborasi pemberian continuous renal replacement therapy
(CRRT), jika perlu arkan cara membatasi cairan
c. Diagnosa Keperawatan 3 : Defisit Nutrisi
Tindakan : Manajemen Nutrisi [I.03119]
Observasi
 Identifikasi status nutrisi
 Identifikasi alergi dan intolenransi makanan
 Identifikasi makanan yang disukai
 Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
 Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
 Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
 Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis, piramida makanan)
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
 Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jika mampu
 Anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis, pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
d. Diagnosa Keperawatan 4 : Intoleran aktivitas
Manajemen Energi [I.05178]
Observasi
 Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
 Monitor kelemahan fisik dan emosional
 Monitor pola dan jam tidur
 Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas

Terapeutik

 Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis, cahaya,


suara, kunjungan)
 Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
 Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan

Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan

Kolaborasi

 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan


makanan

e. Diagnosa Keperawatan 5 : Gangguan integritas Kulit/Jaringan


Tindakan : Perawatan Integritas Kulit
Observasi
 Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis, perubahan
sirkulasi, perubahna status nutrisi, penurunan kelembapan, suhu
lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)
 Monitor karakteristik luka (mis, drainase, warna, ukuran, bau)
 Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik
 Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring
 Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai
kebutuhan
 Bersihkan jaringan nekrotik
 Bersihkan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
 Berikan dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-1,5
g/kgBB/hari
Edukasi
 Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi terutama kalori dan protein
 Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
 Ajarkan perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur debridement (mis, enzimatik, biologis,
mekanis, autolitik), jika perlu
Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

f. Diagnosa Keperawatan 6 : Risiko Infeksi


Pencegahan Infeksi [I.14539]
Observasi
 monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik
 Batasi jumlah pengunjung
 Berikan perawatan kulit pada area edema
 Buci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
 Bertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
 Ajarkan etika batuk
 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan.
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian imunisasi atau antibiotik jika perlu.
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L. 2002. “Buku Saku Keperawatan Pediatri”. Jakarta: EGC.

Harnowo, Sapto. 2001. “Keperawatan Medikal Bedah untuk Akademi Keperawatan”.


Jakarta: Widya Medika.

Jhonson, Marion, dkk. 2000. NOC. St. Louis Missouri: Mosby INC.

Mansjoer, Arif M. 2000.”Kapita Selekta Kedokteran”, ed 3, jilid 2. Jakarta: Media


Aesculapius.

Ngastiyah. 2005.” Perawatan Anak Sakit”. Jakarta: EGC.

Sacharin, Rosa M. 1999. “Prinsip Keperawatan Pediatrik”. Jakarta: ECG.

Suriadi, dkk. 2001.” Asuhan Keperawatan Anak”. Jakarta: PT. Fajar Luterpratama.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI
Pusat
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus PPNI Pusat

Anda mungkin juga menyukai