Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KEGAWAT DARURATAN

SISTEM MUSKULOSKELETAL

Dosen Pengajar :
NS. Sri Atun W., M.Kep., SP.Kep.J

Kelas 2B

Disusun oleh :

Kelompok 6

1. 18060 Devi Andharista


2. 18061 Dewi Septiyawati
3. 18068 Hana Pidia Warsih S
4. 18070 Lyvia Fitra
5. 18073 Mohamad Fadilah M
6. 18092 Vivi Marzona

AKADEMI KEPERAWATAN PELNI

JAKARTA

2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
makalah ini yang Alhamdullilah tepat pada waktunya yang membahas tentang
“Kegawat Daruratan Sistem Muskuloskeletal”.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua patner yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kami. Amin.

Jakarta, 4 maret 2020

Kelompok 6

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2


DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 4
1.2 Rumusan masalah ..................................................................................... 4
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 6
2.1 PERDARAHAN ........................................................................................... 6
2.1.1 Perdarahan dilihat dari sumber perdarahan ....................................... 6
2.1.2 Jenis perdarahan ada dua, diantaranya: ............................................. 6
2.1.3 Penanganan ....................................................................................... 6
2.2 AMPUTASI.............................................................................................. 7
2.2.1 Pengertian.......................................................................................... 7
2.3 DISLOKASI ............................................................................................. 7
2.4 SPRAIN DAN STRAIN ........................................................................... 8
2.4.1 PENGERTIAN .................................................................................. 8
2.5 LUKA TUSUK ......................................................................................... 9
2.6 FRAKTUR ............................................................................................... 9
2.6.1 PENGERTIAN .................................................................................. 9
2.6.2 ETIOLOGI ............................................................................................. 9
2.6.3 MANIFESTASI KLINIS ..................................................................... 11
2.6.4 KOMPLIKASI ..................................................................................... 11
2.6.5 JENIS FRAKTUR ................................................................................ 14
2.6.6 PENGELOLAAN KLIEN FRAKTUR ................................................ 14
2.6.7 ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR .......................................... 15
BAB III PENUTUP............................................................................................... 21
A. Kesimpulan ............................................................................................. 21
B. Saran ....................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 22

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Emergency atau gawat darurat merupakan suatu kondisi yang
bersifat mengancam jiwa dan membutuhkan pertolongan dengan segera,
serta dapat terjadi pada siapa saja, kapan saja, dan dimana saja (Susilowati,
2015) (Meriam-Webster, 2016). Fraktur merupakan salah satu kondisi
darurat yang membutuhkan pertolongan dengan segera guna
menghilangkan ancaman nyawa korban (Furwanti, 2014). Fraktur
termasuk dalam cedera muskuloskeletal (Smith dan Stahel, 2014). Fraktur
memerlukan perlakuan dengan segera dan tepat, karena penanganan yang
kurang tepat atau salah akan mengakibatkan komplikasi lebih lanjut,
seperti infeksi, kerusakan saraf dan pembuluh darah, hingga kerusakan
jaringan lunak yang lebih lanjut (Lukman dan Ningsih, 2013). Adapun
komplikasi terparah yang dapat terjadi pada fraktur adalah kematian
(World Health Organization (WHO) dalam Widyastuti, 2015).
Keluhan pada sistem muskuloskeletal telah menjadi trend penyakit
terbaru berkaitan dengan pekerjaan di seluruh dunia baik di negara
berkembang maupun negara industri (Chung, 2013). Keluhan
muskuloskeletal atau Musculoskeletal Disorder (MSDs) bersifat kronis,
disebabkan adanya kerusakan pada tendon, otot, ligament, sendi, saraf,
kartilago, atau spinal disc biasanya menimbulkan rasa tidak nyaman, nyeri,
gatal dan pelemahan fungsi. Keluhan ini dipicu oleh berbagai faktor, salah
satunya adalah faktor pekerjaan contohnya peregangan otot berlebih,
postur kerja yang tidak alamiah, gerakan repetitif, dan lingkungan seperti
getaran, tekanan dan mikroklimat (Tarwaka, 2013).

1.2 Rumusan masalah


1. Apa itu perdarahan?
2. Apa itu amputasi?
3. Apa itu dislokasi?
4. Apa itu sprain and train?
5. Apa itu luka tusuk?
6. Apa itu fraktur?
7. Bagaimana askep pada fraktur?

4
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu perdarahan
2. Untuk mengetahui apa itu amputasi
3. Untuk mengetahui apa itu dislokasi
4. Untuk mengetahui apa itu sprain and train
5. Untuk mengetahui apa itu luka tusuk
6. Untuk mengetahui apa itu fraktur
7. Untuk mengetahui bagaimana askep pada fraktur

5
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 PERDARAHAN
2.1.1 Perdarahan dilihat dari sumber perdarahan
a. Perdarahan Arteri, mengandung oksigen, merah muda, tekanan
sesuai dengan pompaan jantung. Perdarahan memancar.
b. Perdarahan Vena, sedikit oksigen, merah gelap, tekanannya lebih
kecil dari tekanan arteri, dindingnya elastis, bisa mengakibatkan
perdarahan hebat. Sifat perdarahan mengalir seperti keran air.
c. Perdarahan kapiler, sifat perdarahan merembes.

2.1.2 Jenis perdarahan ada dua, diantaranya:


a. Perdarahan dalam (internal bleeding), adalah perdarahan yang
tidak dapat dilihat pada bagian luar tubuh. Perdarahan internal
lebih sulit untuk diidentifikasi.
b. Perdarahan luar (external bleeding), sangat mudah dikenali, jika
kulit rusak oleh pencabikan, tusukan, atau luka lecet, darah dapat
disaksikan ketika mengalir keluar dari tubuh.
2.1.3 Penanganan
a. Perdarahan Luar: Penekanan langsung. Elevasi/ tinggi kan posisi luka
lebih tinggi dari permukaan jantung. Point pressurel titik tekan pada
nadi-nadi besar. Imbolisasi alatgerak/ ekstremitas untuk mengurangi
rasa nyeri dan mengurangi perdarahan yang terjadi. Awas tanda-tanda
syok (nadi cepat, gelisah, pernapasan cepat dan akral dingin). Evakuasi
segera.
b. Perdarahan Dalam: Pertahankan jalan napas. Jaga agar pasien tetap
hangat. Awasi tanda-tanda syok. Evakuasi segera.

6
2.2 AMPUTASI
2.2.1 Pengertian
Adalah penghilangan sebagian atau keseluruhan ekstremitas karena
trauma atau pembedahan. Kondisi amputasi dikarenakan demi
menyelamatkan bagian tubuh yang sudah rusak dan tidak memungk inkan
bagian tubuh yang sudah rusak dan tidak memungkinkan untuk
dipertahankan.
2.2.2 Penanganan
1. Segera ikat (tourniquet) disekitar daerah yang cidera, bila tidak
bisa disambungkan kembali. Jika ada kemungkinan untuk
disambungkan kembali, tutup luka dengan kain bersih/ steril jika
ada.
2. Baringkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi dari kepala.
3. Selimuti pasien untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
hipotermi.
4. Bagian tubuh yang teramputasi masukkan kedalam kantong
plastik dan masukkan kedalam wadah yang berisi es batu untuk
mendinginkan tetapi tidak boleh beku. Beri tanda seperti waktu
dibungkus dan identitas pasien.
5. Bawa pasien dan bagian tubuh yang teramputasi ke rumah sakit
yang sama.

2.3 DISLOKASI
Terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini
dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya
seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk
sendi).

7
2.4 SPRAIN DAN STRAIN
2.4.1 PENGERTIAN
Spain Bentuk cedera berupa pengukuran atau kerobekan pada ligamen
(jaringan yang menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul sendi
yang memberikan stabilitas sendi.
2.4.2 GEJALA SPRAIN
Gejala sprain yaitu nyeri, bengkak, peradangan, memar,
ketidakmampuan menggerakkan tungkai.
2.4.3 PENYEBAB SPRAIN
Penyebab sprain adalah terpeleset, gerakan yang salah sehingga
sendi terenggang melampaui gerakan normal. Strain (Kram Otot) Bentuk
cidera berupa penguluran atau kerobekan pada struktur musculo-tendinous
(otot dan tendon).
2.4.4 GEJALA STRAIN
Gejala strain yaitu nyeri, spasme otot, kehilangan kekuatan, keterbatasan
gerak lingkup sendi.
2.4.5 PENYEBAB STRAIN

Penyebab strain adalah terjadi karena pembebanan secar tiba-tiba


pada otot tertentu

2.4.6 PENANGANAN DISLOKASI SPRAIN DAN STRAIN


1. RICE (Rest, Ice, Compression, elevation)
• Rest = istirahat
• Ice = kompres dengan es.
° Compression = dibalut tetapi jangan terlalu kencang.
° Elevation = bagian yang memar agak diangkat lebih tinggi supaya
darah dapat mengalir ke jantung.
2. Balut tekan
3. Bantu dengan tongkat atau truk
4. Mulai aktivitas dengan hati-hati secara bertahap

8
2.5 LUKA TUSUK
Trauma yang diakibatkan oleh benda tajam (trauma tajam). Lebar luka yang
timbulkan pada kulit jarang sekali memberikan gambaran dari kedalaman luka
tusuk. Luka tusuk diakibatkan oleh suatu gerakan aktif maju yang cepat atau
suatu dorongan pada tubuh dengan sebuah alat yang tajam.

2.6 FRAKTUR
2.6.1 PENGERTIAN
Fraktur adalah terrputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan lansung, gaya
mermuk, gerakan punter, mendadak dan bahkan kontriksi otot ekstrem.
Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh
mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi,
dislokasi seendi, rupture tendon, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh
darah.

2.6.2 ETIOLOGI
Etiologi Fraktur terjadi karena kelebihan beban mekanis pada suatu
tulang, saat tekanan yang diberikan pada tulang terlalu banyak
dibandingkan yang mampu ditanggungnya. Jumlah gaya pasti yang
diperlukan untuk menimbulkan suatu fraktur dapat bervariasi, sebagai
bergantung pada karakteristik tulang itu sendiri. Seorang klien dengan
gangguan metabolik tulang, seperti osteoporosis, dapat mengalami faktur
dari trauma minor karena kerapuhan tulang akibat gangguan yang telah ada
sebelumnya. Fraktur dapat terjadi karena gaya secara langsung, seperti saat
sebuah benda bergerak menghantam suatu area tubuh diatas tulang. Gaya
juga dapat terjadi secara tidak langsung, seperti ketika suatu kontraksi kuat
dari otot menekan tulang (Faktor Ekstrinsik). Selain itu, tekanan dan
kelelahan dapat menyebabkan fraktur karena penurunan kemampuan tulang
menahan gaya mekanikal (Faktor Intrinsik).

9
Dua tipe tulang juga merespon beban dengan cara berbeda. Tulang
kortikal, lapisan luar yang ringkas dan mampu menoleransi beban di
sepanjang sumbunya (longitudinal) lebih kuat dibandingkan jika beban
menembus tulang. Tulang kanselus atau spons (cancellous, spongy)
merupakan materi tulang bagian dalam yang lebih padat. Tulang ini
mengandung bentuk-bentuk serta rongga seperti sarang laba-laba yang terisi
oleh susum merah yang membuatnya mampu menyerap gaya lebih baik
dibandingkan tulang kortikal. Penonjolan tulang, disebut trabekula,
memisahkan ruangan-ruangan dan tersusun di sepanjang garis tekanan,
sehingga membuat tulang kanselus lebih kuat.

Predisposisi fraktur antara lain berasal dari kondisi biologis seperti


osteopenia (misalnya, karena penggunaan steroid atau sindroma Cushing)
atau osteogenesis imperfekta (penyakit kongenital tulang yang dicirikan
oleh gangguan produksi kolagen oleh osteoblas). Tulang menjadi rapuh dan
mudah patah. Neoplasma juga dapat melemahkan tulang dan berperan pada
fraktur. Kehilangan estrogen pasca menopause dan malnutrisi protein juga
menyebabkan penurunan masa tulang serta meningkatkan risiko fraktur.
Bagi orang dengan tulang yang sehat, fraktur dapat terjadi akibat aktivitas,
hobi risiko-tinggi atau aktivitas terkait pekerjaan (misalnya, bermain papan
seluncur, panjat tebing, dan lain-lain). Korban-korban kekerasan dalam
rumah tangga juga sering dirawat karena cedera traumatik.

Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cidera, seperti


kecelakaan mobil, olah raga atau karena jatuh. Patah tulang terjadi jika
tenaga yang melawan tulang lebih besar dari pada kekuatan tulang. Jenis
dan beratnya patah tulang dipengaruhi oleh:

1. Arah, kecepatan dan kekuatan tenaga yang melawan tulang


2. Usia penderita
3. Kelenturan tulang
4. Jenis tulang.

10
2.6.3 MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri biasanya gejala yang sangat nyata, nyeri sangat hebat dan makin
lama makin memburuk apalagi juka tulang yang bergerak yang
terkena.
2. Alat gerak biasanya tidak berfungsi. Sehingga penderita tidak dapat
menggerakan lengan, berdiri diatas satu tungkai atau menggenggam
tangan.
3. Darah merembes dari tulang yang patah, dan masuk ke dalam jaringan
di sekitarnya atau keluar dari luka akibat cedera.
4. Suara krepitasi dapat menjadi kepastian fraktur.

2.6.4 KOMPLIKASI
Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) antara lain:

1. Syok Hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak


kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang biasa
menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel
ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks,
pelvis dan vertebra.
2. Sindrom Emboli Lemak, Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat
masuk kedalam pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih
tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan
oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan
memudahkan terjadinya globula lemak pada aliran darah.
3. Sindrom Kompartement, Sindrom kompartemen ditandai olch
kerusakan atau destruksi saraf dan pembuluh darah yang disebabkan
olch pembengkakan dan edema di daerah fraktur. Dengan
pembengkakan interstisial yang intens, tekanan pada pembulub darah
yang menyuplai daerah terscbut dapat menycbabkan pembuluh darah
terscbut kolaps. Hal ini menimbulkan hipoksia jaringan dan dapat
menyebabkan kematian syaraf yang mempersyarafi daerah tersebut.

11
Biasanya timbul nyeri hebat. Individu mungkin tidak dapat
menggerakkan jari tangan atau kakinya. Sindrom kompartemen
biasanya terjadi pada ekstremitas yang memiliki restriksi volume yang
ketat, seperti lengan.resiko terjadinya sinrome kompartemen paling
besar apabila terjadi trauma otot dengan patah tulang karena
pembengkakan yang terjadi akan hebat. Pemasangan gips pada
ekstremitas yang fraktur yang terlalu dini atau terlalu ketat dapat
menyebabkan peningkatan di kompartemen ckstremitas, dan hilangnya
fungsi secara permanen atau hilangnya ekstremitas dapat terjadi.
(Corwin: 2009).
4. Kerusakan arteri Pecahnya arteri karena trauma biasanya ditandai
dengan tidak ada nadi, CRT menurun. Syanosis bagian distal,
hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh
tindakan emergensi splinting. perubahan posisi pada yang sakit.
Tindakan reduksidan pembedahan.
5. Avaskuler nekrosis (AVN), terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali
dengan adanya Volkman's Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2001).
6. Infeksi Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi
bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin
dan plat.

Komplikasi Dalam Waktu Lama atau Lanjutan

1. Malunion

Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak seharusnya, membentuk sudut, atau miring.
Contoh yang khas adalah patah tulang paha yang dirawat dengan traksi,
dan kemudian diberi gips untuk imobilisasi dimana kemungkinan gerakan
rotasi dari fragmen-fragmen tulang yang patah kurang diperhatikan.

12
Akibatnya sesudah gibs dibuang ternyata anggota tubuh bagian distal
memutar ke dalam atau ke luar. dan penderita tidak dapat mempertahankan
tubuhnya untuk berada dalanm posisi netral. Komplikasi seperti ini dapat
dicegah dengan melakukan analisis yang cermat sewaktu melakukan
reduksi, dan mempertahankan reduksi itu sebaik mungkin terutama pada
masa awal periode penyembuhan.

Gibs yang menjadi longgar harus diganti seperlunya. Fragmen-fragmen


tulang yang patah dn bergeser sesudah direduksi harus diketahui sedini
mungkin dengan melakukan pemeriksaan radiografi serial. Keadaan ini
harus dipulihkan kembali dengan reduksi berulang dan imobilisasi, atau
mungkin juga dengan tindakan operasi.

2. Delayed Union

Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan


kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union
merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan
suplai darah ke tulang.

3. Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan


memproduksi sambungan yang lengkap. kuat. dan stabil setelah 6-9 bulan.
Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi
fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis. Banyak
keadaan yang merupakan faktor predisposisi dari nonunion, diantaranya
adalah reduksi yang tidak benar akan menyebabkan bagian-bagian tulang
yang patah tetap tidak menyatu. imobilisasi yang kurang tepat baik dengan
cara terbuka maupun tertutup. adanya interposisi jaringan lunak (biasanya
otot) diantara kedua fragmen tulang yang patah, cedera jaringan lunak yang
sangat berat, infeksi, pola spesifik peredaran darah dimana tulang yang
patah tersebut dapat merusak suplai darah ke satu atau lebih fragmen tulang.

13
2.6.5 JENIS FRAKTUR
1. Patah tulang tertutup, tidak menyebabkan robekan kulit.
2. Patah tulang terbuka(patah tulang majemuk). Tulang yang patah
tampak dari luar karena tulang telah menembus kulit dan kulit
mengalami robekan, dan mudah untuk terjadi infeksi.
 Grade 1: luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya
 Grade 2 : luka lebih luas tanpa keursakan jaringan lunak
ekstensif
 Grade 3: sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif, merupakan yang paling berat.
3. Patah tulang kompresi.
Merupakan akibat dari tenaga yang menggerakkan sebuah tulang
melawan tulang lainnya atau tenaga yang menekan melawan
panjangnya tulang.
4. Patah tulang karena tergilas. Tenaga yang sangat hebat
menyebabkan beberapa retakan sehingga terjadi beberapa pecahan
tulang.
5. Patah tulang avulse, disebabkan kontraksi yang kuat, sehingga
menarik bagian tulang tempat tendon otot tersebut melekat. Paling
sering terjadi pada bahu dan lutut, tetapi bisa juga terjadi pada
tungkai dan tumit.
6. Patah tulang patologis.
Terjadi jika sebuah tumor telah tumbuh dalam tulang dan
menyebabkan tulang menjadi rapuh.

2.6.6 PENGELOLAAN KLIEN FRAKTUR


Persiapan klien meliputi 2 keadaan berbeda, yang pertama tahap pra
hospital, dimana seluruh kejadian idealnya berlangsung dalam koordinasi
dengan dokter di RS. Fase kedua adalah fase RS (in hospital), dimana
dilakukan persiapan untuk menerima kien sehingga dapat dilakukan
resusitasi dalam waktu cepat.

14
1. Tahap Pra-RS

Koordinasi yang baik antara dokter di RS denganpetugas


lapangan akan menguntungkan klien. Sebaiknya RS sudah
diberitahukan sebelum klien diangkat dari tempat kejadian. Yang
harus diperhatikan adalah menjaga airway, diangkat dari tempat
kejadian. Yang harus diperhatikan adalah menjaga airway,
breathing, control perdarahan dan syok, imobilisasi klien dan
pengiriman RS terdekat ya ng cocok, sebaiknya ke pusat trauma.
Harus diusahakan untuk mengurangi waktu tanggap (respons time).
Jangan sampai terjadi bahwa semakin tinggi tingkatan paramedic
semakin lama klien berada di TKP. Saat klien dibawa ke RS harus
ada data tentang waktu kejadian, sebab kejadian, riwayat klien dari
mekanisme kejadian dapat menerangkan jenis perlukaan dan jenis
perlukaan.

2. Fase RS

Saat klien berada di RS segera dilakukan survai primer dan


selanjutnya dilakukan resusitasi dengan cepat dan tepat.

2.6.7 ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR


Survai Primari pada klien fraktur

A. Airway Penilaian

Kelancaran airway pada klien yang mengalami fraktur,


meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat
disebabkan benda asing, fraktur wajah, fraktur mandibula atau
maksila, fraktur laring atau trachea. Usaha untuk membebaskan
jalan nafas harus melindungi vertebra servikal karena
kemungkinan patahnya tulang servikal harus selalu
diperhitungkan. Dalam hal ini dapat dilakukan chin lift, tetapi

15
tidak boleh mengakibatkan hiperekstensi leher. Cara melakukan
chinlift dengan menggunakan jari- jari satu tangan yang
diletakan dibawah mandibula, kemudian mendorong dagu ke
anterior. Ibu jari tangan yang sama sedikit menekan bibir bawah
untuk membuka mulut dan jika diperlukan ibu jari dapat
diletakkan didalam mulut dibelakang gigi seri untuk
mengangkat dagu. Jaw trust juga merupakan tekhnik untuk
membebaskan jalan nafas. Tindakan ini dilakukan oleh dua
tangan masing-masing satu tangan dibelakang angulus
mandibula dan menarik rahang ke depan. Bila tindakan ini
dilakukan memakai face-mask akan dicapai penutupan
sempurna dari mulut sehingga dapat dilakukan ventilasi yang
baik. Jika kesadaran klien menurun pembebasan jalan nafas
dapat dipasang guedel (oro- pharyngeal airway) dimasukkan
kedalam mulut dan diletakkan dibelakang lidah. Cara terbaik
adalah dengan menekan lidah dengan tongue spatol dan
mendorong lidah kebelakang, karena dapat menyumbat fariks.
Pada klien sadar tidak boleh dipakai alat ini. karena dapat
menyebabkan muntah dan terjadi aspirasi. Cara lain dapat
dilakukan dengan. memasukkan guedel secara terbalik sampai
menyentuh palatum molle. lalu alat diputar 180 dan diletakkan
dibelakang lidah. Naso-Pharyngeal airway juga merupakan
salah satu alat untuk membebaskan jalan nalas. Alat ini
dimasukkan pada salah satu lubang hidung yang tidak tersumbat
sceara perlahan dimasukkan schingga ujungnya terletak di
fariks Jika pada saat pemasangan mengalami bambatan berhenti
dlan pindah kelubang hidung yang satunya. Selama memeriksa
dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak
boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi leher.

16
B. Breathing

Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik.


Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk
pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari
tubuh. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru,
dinding dada dan diafragma. Dada klien harus dibuka untuk
melihat pernafasan yang baik. Auskultasi dilakukan untuk
memastikan masuknya udara ke dalam paru. Perkusi dilakukan
untuk menilai adanya udara atau darah dalam rongga pleura.
Inspeksi dan palpasi dapat mengetahui kelainan dinding dada
yang mungkin mengganggu ventilasi. Evaluasi kesulitan
pernafasan karend edema pada klien cedera wajah dan leher.
Perlukaan yang mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat
adalah tension pneumothoraks. Flail chest dengan kontusio
paru. Open pneumothoraks dan hemathotoraks massif. Jika
teriadi halyang demikian siapkan klien untuk intubasi trakea
atau trakeostomi sesuai indikasi.

C. Circulation Control
Pendarahan bena dengan menekan langsung sisi area
perdarahan bersamaan dengan tekanan jari pada arteri paling
dekat dengan area perdarahan. Kaji tanda-tanda syok yaitu
penurunan tekanan darah, kulit dingin, lembab dan nadi halus.
Darah yang keluar berkaitan dengan fraktur femur dan pelvis.
Pertahankan tekanan darah dengan infuse IV, plasma. Berikan
transfuse untuk terapi komponen darah sesuai ketentuan setelah
tersedia darah. Berikan oksigen karena obstruksi jantung paru
menyebabkan penurunan suplai oksigen pada jaringan
menyebabkan kolaps sirkulsi. Pembebatan ekstermitas dan
pengendalian nyeri penting dalam mengatasi syok yang
menyertai fraktur.

17
D. Disability/Evaluasi Neurologis
Dievalusai keadaan neurologisnya secara cepat, yaitu
tingkat kesadaran ukuran dan reaksi pupil. Penurunan kesadaran
dapat disebabkan penurunan oksigen atau penurunan perfusi ke
otak atau perlukaan pada otak. Perubahan kesadaran menuntutu
dilakukannya pemeriksaan terhadap keadaan ventilasi, perfusi
dan oksigenasi.
E. Exporsur Control
Lingkungan Di Rs klien harus dibuka beseluruhan
pakainnya.untuk evaluasi klien. Setelah pakaian dibuka, penting
agar klin tidak kedinginan. harus diberikan selimut hangat dan
diberikan cairan intrav ena yang sudah dihangatkan.

Survai Skunder

1. Kaji riwayat trauma, mengetahui riwayat trauma, karena


penampilan luka kadang tidak sesuai dedngan parahnya cidera,
jika ada saksi seseorang dapat menceritakan kejadiannya
sementara petugas melakukan pemeriksaan klien.
2. Kaji seluruh tubuh dengan pemeriksaan fisik dari kepala sampai
kaku secara sistematis, inspeksi adanya laserasi bengkak dan
deformitas.
3. Kaji kemungkinan adanya fraktur multiple: Trauma pada
tungkak akibat jatuh dari ketinggian sering disertai dengan
trauma
a. pada lumbal
b. Trauma pada lutut saat pasien jatuh dengan posisi duduk dapat
disertai dengan trauma panggul
c. Trauma lengan sering menyebabkan trauma pada siku dan siku
harus dievakuasi bersamaan.
d. Trauma proksimal fibula dan lutut sering menyebabkan trauma
pada tungkai bawah.

18
4. Kaji adanya nyeri pada area fraktur dan dislokasi
5. Kaji adanya krepitasi pada area fraktur
6. Kaji adanya perdarahan dan syok terutama pada fraktur pelvis
dan femur.
7. Kaji adanya sindrom kompartemen, fraktur terbuka, tertutup
dapat menyebabkan perdarahan atau hematoma pada daerah
yang tertutup sehingga menyebabkan penekanan saraf.
8. Kaji TTV secara continue.

Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan b.d diskontinuetas tulang.


2. Resti terjadinya syok hi[povolemik b.d fraktur.
3. Nyeri b.d adanya robekan jaringan pada area fraktur.
4. Gangguan mobilitas fisik b.d fraktur dan nyeri.

Intervensi Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringn b.d diskontinitas tulang


a. Kaji TTV
b. Observasi dan periksa bagian yang luka atau cedera
c. Kaji kapilary refill tiap 2 jam
d. Kaji adanya tanda-tanda gangguan perfusi jaringan; keringat
dingin pada ekstremitas bawah, kulit sianosis, baal.
e. Luruskan persendian dengan hati-hati dan seluruh splint harus
terpasang dengan baik.
2. Nyeri b.d adanya robekan jaringan lunak pada area cidera
a. Kaji rasa nyeri pada area disekitar fraktur
b. Kaji skala nyeri dan ketidaknyaman pasien.
c. Gunakan upaya untuk mengontrol rasa nyeri: Membidai dan
menyangga daerah cedera Melakukan perulhahan posisi dengan

19
perlahan Meberikan analgetik sesui ketentuan Menganjurkan
tehnik relaksasi
d. Atur posisi klien sesuai kondisi, untk fraktur ekstremitas bawah
sebaiknya posisikan kaki lebih tinggi dari badan.
e. Dorong latihan rentang gerak aktif dan pasif pada sendi yang
tidak diimobilisasi; dorong untuk melakukan perubahan posisi
sebatas yang bisa dilakukan.
f. Alat imobilisasi.
g. Kaji TTV.
3. Gangguan mobilitas fisik b.d fraktur
a. Kaji tingkat kemampuan mobilisasi fisik.
b. Bantu klien memenuhi kebutuhan.
c. Ajarkan secara bertahap dalam memenuhi kabutuhan sehari-
hari.
d. Dorong melakukan aktivitas dengan menggunakan alat bantu.
e. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan.
Lakukan imobilisasi sendi dibawah pada area fraktur

HARUSNYA DISERTAI GAMBAR-GAMBAR

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perdarahan dilihat dari sumber ada 3 yaitu perdarahan arteri, vena dan kapiler
sedangkan jenis perdaran ada 2 yaitu Perdarahan dalam (internal bleeding) dan
perdarahan luar (eksternal bleeding). Amputasi adalah penghilangan sebagian atau
keseluruhan ekstremitas karena trauma atau pembedahan.
Dislokasi adalah Terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Sprain adalah Sprain Bentuk cedera berupa pengukuran atau kerobekan pada
ligamen (jaringan yang menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul sendi
yang memberikan stabilitas sendi.
Luka tusuk adalah Trauma yang diakibatkan oleh benda tajam (trauma tajam).
Lebar luka yang timbulkan pada kulit jarang sekali memberikan gambaran dari
kedalaman luka tusuk. Fraktur adalah terrputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan
lansung, gaya mermuk, gerakan punter, mendadak dan bahkan kontriksi otot
ekstrem.

B. Saran

Kelompok kami sangat berharap semoga makalah ini bisa dipahami oleh semua
pembaca.

21
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta: Percetakan Mediaction
Publishing
Price, Sylvia Anderson, and Wilson, Lorraine Mc Carty, 2005 Patofisiologi :
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC
NANDA. (2007-2008). Diagnosa Nanda NIC & NOC. Jakarta : EGC

22

Anda mungkin juga menyukai