MIASTENIA GRAVIS
OLEH
PRESEPTOR
dr. Restu Susanti, Sp.S, M. Biomed
TINJAUAN PUSTAKA
ini akan membuka saluran Ca2+ yang sensitif terhadap voltase listrik
sehingga memungkinkan aliran masuk Ca2+ dari ruang sinaps ke terminal
saraf. Ion Ca2+ ini memerankan peranan yang esensial dalam eksositosis
yang melepaskan asetilkolin (isi kurang lebih 125 vesikel) ke dalam rongga
sinaps.
4. Asetilkolin yang dilepaskan akan berdifusi dengan cepat melintasi celah sinaps
ke dalam reseptor di dalam lipatan taut (junctional fold), merupakan bagian
yang menonjol dari motor end plate yang mengandung reseptor asetilkolin
(AChR) dengan kerapatan yang tinggi dan sangat rapat dengan terminal saraf.
Kalau 2 molekul asetilkolin terikat pada sebuah reseptor, maka reseptor ini
akan mengalami perubahan bentuk dengan membuka saluran dalam reseptor
yang memungkinkan aliran kation melintasi
membran. Masuknya ion Na+ akan menimbulkan depolarisasi membran
otot sehingga terbentuk potensial end plate. Keadaan ini selanjutnya akan
menimbulkan depolarisasi membran otot di dekatnya dan terjadi potensial
aksi yang ditransmisikan disepanjang serabut saraf sehingga timbul
kontraksi otot.
5. Kalau saluran tersebut menutup, asetilkolin akan terurai dan dihidrolisis
oleh enzim asetilkolinesterase yang mengkatalisasi reaksi berikut:
Enzim yang penting ini terdapat dengan jumlah yang besar dalam lamina
basalis rongga sinaps.
6. Kolin didaur ulang ke dalam terminal saraf melalui mekanisme transport
aktif di mana protein tersebut dapat digunakan kembali bagi sintesis
asetilkolin.
lebih awal.6,7
Tingkat keparahan penyakit miastenia gravis dikelompokkan menjadi dua
yaitu miastenia gravis umum dan ocular. 20 – 25% pasien hanya mengalami
kelemahan pada otot ocular. Pada pasien miastenia gravis umum, 84,8% ditemukan
antibody terhadap reseptor asetilkolin (AchR) dan hanya 14,3%
pada pasien yang hanya terkena otot ocular.7 Miastenia gravis dapat mengenai
segala umur. Puncak kejadian pada perempuan pada usia dekade ke 3
kehidupan, sedangkan pada laki-laki pada usia 6 – 7 dekade kehidupan. Usia
rata-rata adalah 28 tahun pada perempuan dan 42 tahun pada laki-laki.6 Dapat
terjadi transient neonatal miastenia gravis pada bayi yang
dilahirkan oleh perempuan yang memiliki antibodi terhadap AchR. Sekitar 10-
20% ditemukan kejadian neonatus yang dilahirkan oleh ibu yang memiliki
antibodi terhadap AchR yang mengalami miastenia gravis.6
1.3.4 Etiologi
Miastenia gravis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh autoimun.
Penyakit ini berhubungan dengan penyakit lain yaitu tirotoksikosis,
miksedema, rheumatoid artritis dan lupus eritematosus sistemik. Dulu, IgG
merangsang pelepasan thymin, suatu hormone dari kelenjar timus yang
mempunyai kemampuan mengurangi jumlah asetilkolin. Sekarang, penyebab
miastenia gravis adalah kerusakan reseptor asetilkolin neuromuscular junction
akibat penyakit autoimun.4
Antibodi yang menyebabkan terjadinya miastenia gravis dikenal sebagai
antiacetylcholine reseptor antibodi. Antibodi ini diproduksi oleh kelenjar timus.
Hal tersebut dibuktikan dengan adanya perbaikan pada pasien miastenia gravis
yang dilakukan pengangkatan kelenjar timus (timektomi). Selain itu, 80% pasien
miastenia gravis didapatkan mengalami pembesaran timus dan 10% diantaranya
memperlihatkan gambaran timoma. Sedangkan sisanya ditemukan adanya infiltrat
limfosit pada pusat germinativa kelenjar timus seperti halnya pada penderita lupus
eritematosus sistemik, tirotoksikosis, miksedema, penyakit Addison dan anemia
Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa titer antibodi lebih tinggi pada
penderita miastenia gravis dalam kondisi yang parah, walaupun titer
tersebut tidak dapat digunakan untuk memprediksikan derajat penyakit
miastenia gravis.6
b. Anti striated muscle (anti-SM) antibodi
Merupakan salah satu tes yang penting pada penderita miastenia
gravis. Tes ini menunjukkanhasil positif pada sekitar 84% pasien yang
menderita thymoma dalam usia kurang dari 40 tahun.Pada pasien tanpa
thymoma dengan usia lebih dari 40 tahun, anti-SM Ab dapat
menunjukkanhasil positif..6
c. Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies.
Hampir 50% penderita miastenia gravis yang menunjukkan
hasil anti-AChR Ab negatif (miastenia gravis seronegarif),
menunjukkan hasil yang positif untuk anti-MuSK Ab.6
d. Anti striational antibodies
Dalam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis
menunjukkan adanya antibodi yang berikatan dalam pola cross-
striational pada notot rangka dan otot jantung penderita. Antibodi ini
bereaksi dengan epitop pada reseptor protein titin dan ryanodine (RyR).
Antibodi ini selalu dikaitkan dengan pasien thymoma dengan
miastenia gravis pada usia muda. Terdeteksinya titin/RyR antibodi
merupakan suatu kecurigaaan yang kuat akan adanya thymoma pada
pasienmuda dengan miastenia gravis.6
5. Imaging
a.Chest x-ray
Foto rontgen thorak dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior
dan lateral. Pada rontgen thorak, timoma dapat diidentifikasi sebagai suatu
massa pada bagian anterior mediastinum.10 Hasil rontgen yang negatif
belum tentu dapat menyingkirkan adanya timoma ukuran kecil, sehingga
terkadang perlu dilakukan CT-scan thoraks untuk mengidentifikasi timoma
pada semua kasus miastenia gravis, terutama pada penderita dengan usia
tua. 6,10
b. MRI
Pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai
pemeriksaan rutin. MRI dapat digunakan apabila diagnosis miastenia
gravis tidak dapat ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang lainnya
dan untuk mencari penyebab defisit pada saraf otak. 10
1.3.8 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari penyakit miastenia gravis antara lain:2
1. Tirotoksikosis.
2. Lupus eritematosus.
3. Sindrom Fischer.
4. Sindroma Eaton-Lambert, ditemukan gejala-gejala miastenia gravis.
Disamping itu akan tampak pula adanya suatu small cell bronchus
carcinoma.14
5. Bila tampak ada ptosis atau strabismus maka hendaknyalah kita ingat akan
kemungkinan adanya lesi N.III yang dpat ditimbulkan oleh :
a. Meningitis basalis (tuberkulosa atau leutika).
b. Infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring.
c. Aneurisma di sirkulus arteriosus willisii.
d. Paralisis pasca difteri.
e. Pseudoptosis pada trakhoma.
1.3.9 Penatalaksanaan
LAPORAN KASUS
DAFTAR PUSTAKA
1. Snell, Richard S., 2007. Neuro Anatomi Klinik ed. 5. EGC. Jakarta.
2. Murray, R.K, Granner, D.K, Mayes, P.A.2008. Biokimia Harper: Dasar
Biokimia Beberapa Kelainan Neuropsikiatri. Edisi 29. EGC. Jakarta.
3. Audrey S.P dan Lewis P.R. Disorder of neuromuscular junction. Dalam
Rowland L.P. Merrit’s Neurology Edisi 10. Philladelphia:Lippincott; 2000.
4. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gajah mada university
press; 2005.
5. Public Health Service National Institutes of Health. Miastenia Gravis.
United States: Department of health and human service; 2016.
6. Aashit K.S dan Nicholas L. Myasthenia Gravis. Tersedia dalam
< http://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview> [diakses
pada 26 Maret 2016].
7. Kaminski.J.K. Myasthenia gravis and related disorders edisi 2. New York:
Humana Press; 2009.
8. Sidharta P dan Mahar M. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat;
2006.
9. Burmester, Color atlas of immunology. New York: Thieme; 2003.
10. Drachman DB. Myasthenia Gravis and Other Diseases of The Neuromuscular
Junction Kasper. Dalam Braunwald, Fauci, Hauser, Longo,
Jameson. Harrison’s. Principle of Internal Medicine edisi 16. McGraw Hill;
2005.
11. Sanders D.B., Generalized myasthenia gravis: clinical presentation and