Anda di halaman 1dari 27

Case Report Session

PERSALINAN PRETERM

Oleh:

Khairunnisa Salsabila 1840312262

Preseptor:

Dr. dr. Joserizal Serudji, SpOG(K)

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT PENDIDIKAN UNIVERSITAS ANDALAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sampai saat ini mortalitas dan morbiditas neonatus pada bayi preterm atau

prematur masih sangat tinggi di seluruh dunia.1 Setiap tahun di dunia,

diperkirakan 15 juta bayi lahir prematur dan jumlah ini terus meningkat.

Komplikasi persalinan prematur adalah penyebab utama kematian pada anak di

bawah usia 5 tahun, dan bertanggungjawab atas sekitar 1 juta kematian anak pada

tahun 2015.2

Persalinan preterm menurut World Health Organization (WHO) tahun

2015 adalah persalinan sebelum usia kehamilan 37 minggu.3 Persalinan preterm

menurut The American College of Obstreticians and Gynecologist (ACOG) tahun

2016, didefinisikan sebagai kontraksi uterus regular yang diikuti dengan dilatasi

serviks yang progresif dan/atau penipisan serviks pada kehamilan kurang dari 37

minggu. Saat kelahiran kelahiran terjadi diantara minggu ke 20 hingga 37 minggu

kehamilan, disebut kelahiran preterm.4

Menurut data WHO tahun 2017, angka kejadian persalinan preterm pada

184 negara berkisar 5%-18% . Hampir satu juta anak meninggal setiap tahun

akibat komplikasi kelahiran prematur di mana lebih dari 60% kelahiran prematur

terjadi di Afrika dan Asia Selatan. Sementara itu, negara-negara berpenghasilan

rendah, rata-rata terjadi 12% bayi lahir prematur, sedangkan di negara-negara

berpenghasilan tinggi hanya 9%.2 Pada tahun 2016 menurut Center for Disease

Control and Prevention (CDC), persalinan preterm terjadi pada 1 dari 10 bayi

yang lahir di Amerika Serikat.5 Menurut data WHO tahun 2017, Indonesia masuk

1
kedalam 5 besar negara dengan jumlah persalinan preterm terbanyak, 675.700

kasus.2

Keberhasilan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas perinatal yang

berhubungan dengan persalinan preterm memerlukan identifikasi faktor resiko.

Sehingga diperlukan pemahaman yang lebih baik tentang faktor – faktor resiko

psikososial, etiologi, dan mekanisme persalinan preterm.1

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi dan

patofisiologi, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, pencegahan dari kelahian

preterm dan laporan kasus kehamilan preterm.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui definisi, epidemiologi,

etiologi dan patofisiologi, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, pencegahan

dari kelahian preterm dan laporan kasus kehamilan preterm.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan makalah ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang

merujuk kepada beberapa literatur.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Persalinan preterm menurut WHO tahun 2015 adalah persalinan sebelum

usia kehamilan 37 minggu.3 Persalinan preterm menurut The American College of

Obstreticians and Gynecologist (ACOG) tahun 2016, didefinisikan sebagai

kontraksi uterus regular yang diikuti dengan dilatasi serviks yang progresif

dan/atau penipisan serviks pada kehamilan kurang dari 37 minggu. Saat kelahiran

kelahiran terjadi diantara minggu ke 20 hingga 37 minggu kehamilan, disebut

kelahiran preterm.4

Subkategori dari persalinan preterm adalah2:

1. Extremly preterm : dibawah usia kehamilan 28 minggu

2. Very Preterm : usia kehamilan 28 hingga 32 minggu

3. Moderate to late preterm : usia kehamilan 32 hingga 37 minggu

2.2 Epidemiologi

Menurut WHO tahun 2017, jumlah persalinan prematur diperkirakan 15

juta setiap tahun. Hampir satu juta anak meninggal setiap tahun akibat komplikasi

kelahiran prematur di mana lebih dari 60% kelahiran prematur terjadi di Afrika

dan Asia Selatan. Sementara itu, negara-negara berpenghasilan rendah, rata-rata

terjadi 12% bayi lahir prematur, sedangkan di negara-negara berpenghasilan

tinggi hanya 9%. 2

Pada tahun 2016 menurut Center for Disease Control and Prevention

(CDC), persalinan preterm terjadi pada 1 dari 10 bayi yang lahir di Amerika

3
Serikat. Menurut data WHO tahun 2017, Indonesia masuk kedalam 5 besar negara

dengan jumlah persalinan preterm terbanyak, 675.700 kasus.2,5

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, jumlah

kematian neonatal (bayi umur 0-28 hari), tercatat 181 kasus. Kematian bayi

neonatal dini (0-6 hari) sebesar 78,5%. Proporsi terbesar disebabkan oleh

gangguan/kelainan pernafasan (respiratory disorders), dan selanjutnya urutan

kedua oleh prematuritas dan ketiga disebabkan oleh sepsis. Proporsi bayi

prematur yang meninggal cukup tinggi (32,4%) menunjukkan bahwa penanganan

bayi prematur belum memuaskan, atau karena alasan lainnya, seperti terlambat

membawa atau terlambat menerima pelayanan kesehatan.6

2.3 Etiologi dan Faktor resiko

Penyebab persalinan preterm untuk semua kasus adalah berbeda – beda.

35% persalinan preterm terjadi tanpa diketahui penyebab yang jelas, 30% akibat

persalinan elektif, 10 % pada kehamilan ganda, dan sebagian lain akibat kondisi

ibu atau janinnya. Persalinan preterm merupakan kelainan proses yang

multifaktorial. Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik

memiliki pengaruh terhadap terjadinya persalinan preterm. Kadang hanya resiko

tunggal dijumpai seperti distensi berlebih uterus, ketuban pecah dini atau trauma.

Banyak kasus persalinan prematur sebagai akibat proses patogenik yang

merupakan mediator biokimia yang mempunyai dampak terjadinya kontraksi

rahim dan perubahan servik, yaitu:

1. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisi-adrenal baik pada ibu maupun

janin, akibat stres pada ibu atau janin.

4
2. Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi asenden dari

traktus genitourinaria atau infeksi sitemik.

3. Perdarahan desidua.

4. Peregangan uterus patologik.

5. Kelainan pada uterus atau servik.1

Menurut ACOG, beberapa wanita memiliki risiko kelahiran prematur lebih

tinggi daripada yang lain. Wanita yang pernah melahirkan prematur sebelumnya

memiliki risiko terbesar. Wanita dengan serviks pendek juga berisiko tinggi.

faktor lain yang terkait dengan kelahiran prematur termasuk kondisi kebidanan

dan ginekologis saat hamil, komplikasi kehamilan saat ini, dan faktor gaya hidup.4

Gambar 2.1 Faktor resiko persalinan preterm4

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dwi Sulistiarini dan Sarni

Maniar Berliana dalam penelitiannya yang berjudul Faktor-Faktor Yang

Memengaruhi Kelahiran Prematur di Indonesia: Analisis Data Riskesdas 2013

didapatkan faktor-faktor risiko terjadinya kelahiran prematur di Indonesia yaitu

persentase kelahiran prematur lebih besar terjadi pada ibu dengan karakteristik

melahirkan pada usia kurang dari 20 tahun, berpendidikan kurang dari SD, tinggal

5
di daerah perdesaan, tidak memiliki riwayat keguguran, melahirkan anak keempat

atau lebih, melakukan pemeriksaan kehamilan tidak lengkap, dan mengalami

komplikasi saat hamil. Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Ratih Indah Kartikasari dengan penelitiannya yang berjudul Hubungan Faktor

Risiko Multiparitas Dengan Persalinan Preterm di RSUD Dr. Soegiri Lamongan

didapatkan bahwa multiparitas merupakan faktor risiko terjadinya persalinan

preterm.6

2.4 Patofisiologi

Penyebab terjadinya persalinan preterm7:

1. Infeksi (serviks, vagina, urinaria)

Vaginosis bakterialis terbukti berhubungan dengan persalinan

preterm, tidak bergantung dari factor risiko yang diketahui. Tatalaksana

vaginosis bacterial dapat menurunkan insiden dari persalinan preterm.

Dalam beberapa tahun, telah diketahui tatalaksana dari sistisis baik

asimptomatik dan klinis dapat menurunkan insiden dari kelahiran preterm.

Terdapat hubungan antara infeksi serviks-vagina dan secara

progresif dapat mengubah panjang serviks, dapat dilihat dengan

menggunakan USG transvaginal. Risiko relatif dari persalinan preterm

adalah secara signifikan dapat mebuat serviks menjadi pendek yaitu dari

panjang 3.5 cm menjadi 2.5 cm. Serviks yang pendek muncul lebih sering

pada wanita yang mempunyai riwayat kelahiran preterm dan terminasi dari

kehamilan.

Test yang paling baik untuk mengetahui perkembangan serviks dan

vagina adalah fetal fibronectin. fetal fibronectin merupakan protein

6
membrane dasar yang diproduksi oleh membrane fetus. Ketika membran

fetus terganggu karena aktivitas uterus yang representative, dan/atau

karena adanya infeksi yang menyebabkan pemendekan serviks dapat

terjadi pelepasan fetal fibronectin. fetal fibronectina akan dilepaskan

kedalam sekret vagina. Tes fetal fibronectin positif didapatkan dalam

kehamilan 22-24 minggu lebih baik dijadikan prediksi kelahiran preterm

ketimbang kehamilan yang terjadi sebelum usia kehamilan 28 minggu. Tes

fetal fibronectin positif dihubungkan dengan pemendekan serviks, infeksi

vagina, dan aktivitas uterus. Tes negatif memprediksikan bahwa risiko

persalinan preterm kecil.

2. Jalur Plasental-vascular

Jalur Plasental-vascular dimulai langsung ketika implantasi terjadi,

ketika terdapat perubahan penting pada daerah yang menjadi tempat

perlengketan plasental. Mulanya, terjadinya perubahan imunologik, terjadi

peralihan tipe imunitas dari Th-1 (helper cell), yang mungkin bersifat

embriotoksik, menjadi antibodi tipe Th-2. Yang dapat menghambat

produksi antibodi untuk mencegah penolakan terhadap implan. Pada waktu

yang sama, trofoblas membentuk arteri spiralis pada desidua dan

miometrium yang menjamin resisten vaskuler rendah sehingga hubungan

dengan ibu menjadi stabil.

Ketiga kondisi tersebut dihubungkan dengan persalinan preterm

(spontan, PROM dan IUGR) yang berhubungan dengan kegagalan

trofoblas dalam membentuk arteri spinalis. Perlekatan trofoblas yang

sedikit dapat disebabkan oleh faktor plasenta atau aterosklerosis yang

7
terjadi sebagai abnormalitas sekunder pada ibu. Perubahan keduanya

memberikan peranan penting pada patofisiologi dari kegagalan

pertumbuhan janin, kelahiran preterm dan preeklamsi.

3. Stress psikososial dan pekerjaan berat

Stress mental dan stress pekerjaan dapat menginisiasi respon stress

dengan peningkatahn pelepasan kortisol dan katekolamin. Respon

biokimia pada stress penting untuk memelihara regulasi metabolik.

Bagaimanapun, kortisol yang berasal dari glandula adrenal terinisiasi

secara dini sebagai ekspresi dari gen dengan melepaskan placental

corticotrophin-releasing hormone., dan kemudian meningkatkan level

CRH yang dapat memicu terjadinya persalinan. Katekolamin dilepaskan

selama respon stress tidak hanya mempengaruhi aliran darah ke unit

uteroplasenta, tetapi juga menyebabkan kontraksi uterus (norepinefrin).

Nutrisi yang kurang dapat menurunkan jumlah kalori dalam tubuh yang

diketahui memicu stressor dan biasanya dihubungkan dengan peningkatan

risiko kelahiran preterm. Pada jalur stres berdasarkan penelitian

menunujukkan bahwa terjadi perubahan kadar CRH, sebuah mediator dari

respon stress, meningkat secara signifikan pada beberapa minggu sebelum

onset dari persalinan preterm. Jadi, terlalu banyak stress (stress kronik)

dapat menjadi toksik dan menyebabkan kelahiran preterm. Dukungan

psikososial dan penurunan stress hanya mencegah untuk saat kondisi

tersebut sedang berlangsung yang dapat di aplikasikan pada jalur tersebut.

8
4. Regangan uterus (kehamilan multiple)

Regangan uterus sebagai hasil dari peningkatan volum selama kehamilan

normal dan abnormal sangat penting dalam menentukan mekanisme

fisiologis dari proses pengosongan uterus. Pada kehamilan normal,

hormon parathyroid-related protein (PTrP) memainkan aturan penting

dalam melemaskan jaringan myometrium, tetapi ketika regangan melebihi

batas tertentu (contoh: multiple gestations, fetal macrosomia, and

polihdramnion), PTrP berkurang kemampuannya dalam menjaga uterus

tetap lemas dan persalinan dapat terjadi. Jalur ini biasanya terjadi pada

pasien dengan polihidramnion dan dengan multiple gestasion, kedua faktor

tersebut dapat meningkatkan risiko terjadinya persalinan preterm.

2.5 Diagnosis

1. Anamnesis: penentuan usia risiko (riwayat obstetri, perdarahan, infeksi).8

2. Tanda dan gejala

Diagnosis dari persalinan preterm didasarkan pada1 :

a. Kontraksi yang berulang sedikitnya stiap 7-8 menit sekali, atau 2-3
kali dalam 10 menit.

b. Adanya nyeri pada punggung bawah (low back pain.)

c. Perdarahan bercak.

d. Perasaan menekan pada daerah serviks.

e. Pemeriksaan serviks menunjukan telah trejadi pembukaan sedikitnya


2 cm, dan penipisan 50-80%.

f. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina iskiadika.

g. Selaput ketuban pecah, merupakan tanda awal persalinan preterm.

h. Terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu.

9
Kontraksi uterus tidak direkomendasikan sebagai prediktor dari kelahiran
preterm, tetapi perubahan pada serviks berarti.6

2.6 Penatalaksanaan

Manajemen persalinan perterm meliputi :

1. Tirah baring (bedrest)

Kepentingan istirahat disesuaikan dengan kebutuhan ibu, namun secara

statistik tidak terbukti dapat mengurangi kejadian kurang bulan secara statistik.8

2. Hidrasi dan sedasi

Hidrasi oral maupun intravena sering dilakukan untuk mencegah

persalinan preterm, karena sering terjadi hipovolemik pada ibu dengan kontraksi

premature, walaupun mekanisme biologisnya belum jelas. Preparat morfin dapat

digunakan untuk mendapatkan efek sedasi .8

3. Pemberian tokolitik

Tokolitik akan menghambat kontraksi miometrium dan dapat menunda

persalinan. Beberapa alasan pemberian tokolitik pada persalinan preterm 1:

 Mencegah mortalitas dan morbiditas pada bayi prematur.

 Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulir

surfaktan paru janin.

 Memberi kesempatan trasnfer intrauterin pada fasilitas yang lebih lengkap.

 Optimalisasi personel.

Beberapa macam obat yang dapat digunakan sebagai tokolisis :

a. Nifedipin

Nifedipin adalah antagonis kalsium diberikan per oral. Dosis inisial 20 mg,

dilanjutkan 10-20 mg, 3-4 kali perhari, disesuaikan dengan aktivitas uterus

10
sampai 48 jam. Dosis maksimal 60mg/hari, komplikasi yang dapat terjadi

adalah sakit kepala dan hipotensi.8

b. Magnesium sulfat

Magnesium sulfat dipakai sebagai tokolitik yang diberikan secara

parenteral. Dosis awal 4-6 gr IV diberikan dalam 20 menit, diikuti 1-4

gram per jam tergantung dari produksi urin dan kontraksi uterus. Bila

terjadi efek toksik, berikan kalsium glukonas 1 gram secara IV perlahan-

lahan.8

c. COX (cylo-oxygenase)- 2 inhibitors

Indomethacin: dosis awal 100 mg, dilanjutkan 50 mg peroral setiap 6 jam

untuk 8 kali pemberian. Jika pemberian lebih dari dua hari, dapat

menimbulkan oligohidramnion akibat penurunan renal blood flow.

Indomethacin direkomendasikan pada kehamilan ≥32 minggu karena dapat

mempercepat penutupan duktus arteriousus (PDA).8

d. Atosiban

Atosiban adalah suatu analog oksitosin yang bekerja pada reseptor

oksitosin dan vasopresin. Dosis awal 6,75mg bolus dalam satu menit,

diikuti 18mg/jam selama 3 jam per infus, kemudian 6mg/jam selama 45

jam. 8

e. Beta2-sympathomimetics

Saat ini sudah banyak ditinggalkan. Preparat yang biasa dipakai adalah

ritodrine, terbutaline, salbutamol, isoxsuprine, fenoterol and hexoprenaline.

Contoh: Ritodrin (Yutopar) Dosis: 50 mg dalam 500 ml larutan glukosa

5%. Dimulai dengan 10 tetes per menit dan dinaikkan 5 tetes setiap 10

11
menit sampai kontraksi uterus hilang. Infus harus dilanjutkan 12 — 48 jam

setelah kontraksi hilang. Selanjutnya diberikan dosis pemeliharaan satu

tablet (10 mg) setiap 8 jam setelah makan. Nadi ibu, tekanan darah dan

denyut jantung janin harus dimonitor selama pengobatan. Kontraindikasi

pemberian adalah penyakit jantung pada ibu, hipertensi atau hipotensi,

hipertiroidi, diabetes dan perdarahan antepartum.8

e. Progesteron

Progesteron dapat mencegah persalinan preterm. Injeksi alpha-hi.drax-

ffirogesterone caproate menurunkan persalinan pretern berulang. Dosis

250 mg (1 mL) im tiap minggu sampai 37 minggu kehamilan atau sampai

persalinan. Pemberian dimulai 16-21 minggu kehamilan.8

4. Pemberian Kortikosteroid

Pemakaian kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan paru

janin, menurunkan kejadian RDS, kematian neonatal dan perdarahan

intraventrikuler. Dianjurkan pada kehamilan 24 — 34 minggu, namun dapat

dipertimbangkan sampai 36 minggu. Kontra indikasi : infeksi sistemik yang berat,

(tuberkulosis dan korioamnionitis).1,8

Betametason merupakan obat terpilih, diberikan secara injeksi

intramuskuler dengan dosis 12 mg dan diulangi 24 jam kemudian. Efek optimal

dapat dicapai dalam 1 - 7 hari pemberian, setelah 7 hari efeknya masih meningkat.

Apabila tidak terdapat betametason, dapat diberikan deksametason dengan dosis 2

x 5 mg intramuskuler per hari selama 2 hari.1,8

12
5. Antibiotika

Pemberian antibiotika pada persalinan tanpa infeksi tidak dianjurkan

karena tidak dapat meningkatkan luaran persalinan. Pada ibu dengan ancaman

persalinan preterm dan terdeteksi adanya vaginosis bakterial, pemberian

klindamisin ( 2 x 300 mg sehari selama 7 hari) atau metronidazol ( 2 x 500 mg

sehari selama 7 hari). atau eritromisin (2 x 500 mg sehari selama 7 hari) akan

bermanfaat bila diberikan pada usia kehamilan minggu.8

6. Perencanaan Persalinan

Persalinan preterm harus dipertimbangkan kasus perkasus, dengan

mengikutsertakan pendapat orang tuanya. Untuk kehamilan <32 minggu

sebaiknya ibu dirujuk ke tempat yang mempunyai fasilitas neonatal intensive care

unit (NICU). Kehamilan 24-37 minggu diperlakukan sesuai dengan risiko

obstetrik lainnya dan disamakan dengan aturan persalinan aterm.8

2.7 Pencegahan persalinan preterm

ANC yang baik adalah yang terpenting dapat membantu untuk mendeteksi

beberapa dari faktor ibu dan anak yang dapat memicu persalinan preterm. Pasien

dengan faktor risiko tinggi diberikan edukasi mengenai gejala dan tanda bahaya

yang mengarah pada persalinan preterm. Hal yang paling penting adalah bed rest

dan mengurangi aktifitas seksual dalam kehamilan.9

Pasien dengan vaginosis bakterialis dapat meningkatkan risiko kelahiran

preterm. Tatalaksana antibiotik. (ampicillin, erythromycin, metronidazole) pada

wanita dengan vaginosis bakterialis dapat menurunkan kejadian kelahiran

preterm.9

13
Turunkan kemungkinan persalinan preterm yang terjadi dalam 48 jam

dengan memulai tatalaksana menggunakan kortikosteroid dengan tujuan

pematangan paru fetus.9

Kontraindikasi dalam mempertahankan kehamilan preterm adalah9:

1. Preeklamsi

2. Fetal distress

3. Korioamnionitis berat yang diikuti dengan rupture membrane

4. Adanya kelainan pada fetus

5. Berkembang kearah efek samping serius setelah pemberian beta agonis

2.8 Komplikasi10

Tabel 2.1 Komplikasi persalinan pretem pada bayi

No. Organ/sistem Masalah jangka pendek Masalah Jangka


Pendek
1. Pernafasan sindrom distress pernafasan, dysplasia
kebocoran udara, dysplasia bronkopulmonari,
bronkopulmonari, dan apneu penyakit jalan nafas
pada bayi prematur. reaktif, dan asma.
2. Pencernaan dan hiperbilirubinemia, intoleran Gagal berkembang,
nutrisi dalam makan, necrotizing sindroma usus pendek,
enterocolitis, gagal tumbuh Kolestasis
3. Imunologi Infeksi yang didapat di rumah Respiratory syncytial
sakit, daya tahan tubuh kurang, virus infection,
infeksi perinatal bronchiolitis
4. Sistem saraf pusat Perdarahan intraventrikular, Cerebral palsy,
Leukomalacia periventrikular, hidrosefalus, serebral
Hidrosefalus Atrofi, keterlambatan
perkembangan saraf,
Gangguan pendengaran
5. Ophthalmological Retinopathy of prematurity Kebutaan, retinal
detachment, myopia,
strabismus
6. Cardiovascular Hypotension, patent ductus Pulmonary
arteriosus, hypertension, hipertensi

14
pulmonary hypertension ketika dewasa
7. Ginjal Gangguan air dan elektrolit, Hipertensi ketika
gangguan keseimbangan asam dewasa
basa
8. Hematological Anemia iatrogenik, perlu
sering transfusi, anemia
prematuritas
9. Endocrinological Hipoglikemia, tingkat tiroksin Gangguan regulasi
sementara rendah, kekurangan glukosa, peningkatan
kortisol resistensi insulin

2.9 Prognosis

Usia kehamilan dan berat lahir sangat berpengaruh terhadap mortalitas dan

morbiditas pada persalinan preterm. Penelitian Robert dkk mendapatkan bahwa

anak yang lahir pada usia kehamilan 22-27 minggu memiliki gangguan

perkembangan saraf berat, dimana ditemukan gangguan pendengaran, cerebral

palsy dan gangguan intelektual yang tinggi. Bayi yang lahir pada usia kehamilan

23-25 minggu yang mendapatkan exposure kortikosteroid antenatal memiliki

tingkat mortalitas dan komplikasi yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka

yang tidak. Bayi yang lahir pada usia kehamilan 34-36 minggu dengan exposure

kortikosteroid antenatal juga memiliki insidens gangguan pernafasan yang lebih

rendah.11

15
BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. D

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 37 tahun

Tanggal lahir : 07-01-1982

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Suku/bangsa : Indonesia

Alamat : Jawa Gadut

Tgl. Masuk RS : 27 Oktober 2019

3.2 Anamnesis (Autoanamnesis , 27 Oktober 2019, jam 15.20 WIB)

Keluhan Utama

Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang

 Pasien datang melalui IGD RSP Universitas Andalas dengan keluhan nyeri
pinggang menjalar ke ari-ari sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit.

Keluar lendir bercampur darah (+) sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit

Keluar air-air yang banyak (-)

16
Keluar darah yang banyak dari kemaluan (-)

Pasien tidak haid sejak 8,5 bulan yang lalu.

HPHT : lupa , TP : sulit ditentukan

Riwayat hamil muda : mual (-), muntah (-), ppv (-)

Riwayat menarche usia 13 tahun, siklus haid teratur 1x 28 hari, lamanya 5-


7 hari, ganti duk 2-3 x/ hari, nyeri haid (-).

Riwayat ANC teratur setiap bulan ke puskesmas.

Riwayat keputihan (+) berbau

Riwayat kontrasepsi (-)

Riwayat kehamilan dan persalinan/nifas/KB/ginekologi

 Kehamilan pertama : tahun 2007, cukup bulan persalinan spontan pervaginam


di Bidan lahir bayi Laki-laki 3200 gram , hidup

 Kehamilan kedua :tahun 2008, kurang bulan, persalinan spontan pervaginam


di Bidan, lahir bayi Laki-laki, 1000 gram, meninggal saat usia 7 hari

 Kehamilan ketiga : tahun 2009, cukup bulan persalinan spontan pervaginam di


Bidan lahir bayi Perempuan 2800 gram, hidup

 Kehamilan keempat :tahun 2010, cukup bulan persalinan spontan pervaginam


di Bidan lahir bayi Perempuan 2900 gram, hidup

 Kehamilan kelima:tahun 2012, cukup bulan persalinan spontan pervaginam di


Bidan lahir bayi Laki-laki 2800 gram, hidup

 Kehamilan keenam : tahun 2019, sekarang

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit jantung, darah tinggi, kencing manis tidak ada. Riwayat
asthma, dan alergi makanan maupun obat-obatan disangkal.

17
Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit jantung, darah tinggi, kencing manis di keluarga tidak


ada. Riwayat alergi makanan dan obat-obatan di keluarga tidak ada, riwayat
asthma di keluarga tidak ada. Riwayat penyakit keturunan, kejiwaan dan menular
tidak ada.

Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi, kejiwaan & Kebiasaan

Pasien tidak merokok. Kebiasaan minum alkohol dan penggunaan obat-


obatan tertentu tidak ada. Menikah satu kali tahun 2007. Riwayat tumbuh kembang
baik. Riwayat imunisasi TT (-)

3.3 Pemeriksaan Fisik (27 Oktober 2019, jam 15.30 WIB)

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis kooperatif

Tanda Vital :

- Tekanan darah: 120/70 mmHg

- Frekuensi nadi: 86x/menit

- Pernapasan : 20 x/menit

- Suhu : 36,50C

Status Generalis
Kepala
Bentuk kepala : Normosefali, tidak ada deformitas
Rambut : Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Wajah : Simetris, deformitas (-)

18
Mata : Kelopak oedem (-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-), pupil isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks
cahaya tak langsung +/+
Telinga : Normotia, deformitas (-), nyeri tekan tragus (-), nyeri
tekan mastoid (-), sekret (-)
Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), sekret (-), septum deviasi (-
), mukosa hiperemis (-)
Bibir : Simetris (-), sianotik (-), mukosa lembab
Mulut : Tonsil tenang T1-T1, faring tidak hiperemis, uvula
ditengah, oral higiene baik
Leher
Bentuk : Simetris, normal
KGB : Tidak teraba membesar
Trakhea : Lurus di tengah
Kelenjar tiroid : Tidak teraba membesar
Thoraks
Dinding dada : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis
 Paru
Inspeksi : Gerakan kedua hemithoraks simetris saat inspirasi dan
ekspirasi.
Palpasi : Gerakan dada simetris, tidak ada hemitoraks tertinggal,
vokal fremitus kedua hemithoraks sama, krepitasi (-),
nyeri tekan (-)
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
 Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis, tidak ada tanda radang
Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga V, 2 cm sebelah medial
garis midklavikularis kiri
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

19
Ekstermitas : akral hangat pada ujung- ujung jari tangan dan kaki,
oedem tungkai -/-

3.4 Pemeriksaan Obstetri dan Ginekologi

Abdomen
Inspeksi :
Tampak perut membuncit sesuai dengan usia kehamilan preterm, linea
media hiperpigmentasi (+), striae (+), sikatrik (-).
Palpasi :

Leopold 1 : FTU 4 jari dibawah proccesus xypoideus. Teraba bagian


janin besar,lunak, nodular

Leopold 2 : Teraba tahanan terbesar janin di sebelah kanan ibu dan


bagian- bagian kecil janin di sebelah kiri ibu

Leopold 3 : Teraba bagian janin bulat, keras, terfiksir

Leopold 4 : Divergen

TFU : 24 cm, TBJ : (24-12)x155= 1860 gram

HIS : 4 kali dalam 10 menit selama 40 detik kontraksi kuat

Perkusi : tidak dilakukan

Auskultasi : DJJ 155-162 kali permenit

Genital

Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)

Vaginal Toucher : Ø 7-8 cm, membrane (+), UUK kanan depan presentasi
kepala, hodge III.

20
3.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium (27 Oktober 2019)

Hb : 12,3 gr/dl

Leukosit : 13.300/UL

Trombosit : 406000/UL

Hematokrit : 37,1%

USG (27 Oktober 2019)

BPD : 8,83 cm

AC : 30,4 cm

FL : 5,93 cm

EFW : 2258 gr

Kesan : Janin hidup tunggal intrauterin, gravid 34-35 minggu sesuai


biometri.

3.5 Diagnosis Kerja

G6P5A0H4 parturien preterm 34-35 minggu kala 1 fase aktif

3.6 Penatalaksanaan
Observasi KU, VS, His, DJJ
Konsul Neonatologist
Ikuti Persalinan

21
3.7 Prognosis

Ibu

Ad vitam : Bonam

Ad functionam : Bonam

Ad sanationam : Bonam

Janin

Ad vitam : Dubia

3.8 Follow Up

27-10-2019 (pukul 16.30 WIB)

S/ OS rasa ingin meneran (+), keluar air-air (+)

O/ KU: sedang, Kesadaran : CMC, TD: 120/70, Nd: 88 Nf: 24 T: 36,5

Abdomen : HIS >4 kali per 10 menit selama 45 detik kuat

DJJ: 146-152

Genitalia : V/U tenang, PPV (-)

VT : pembukaan lengkap, ketuban (-) sisa jernih UUK


depan presentasi kepala, hodge 3-4

A/ G6P5A0H4 parturient preterm 34-35 minggu kala II

P/ pimpin persalinan

27-10-2019 (pukul 16.40 WIB)

Lahir bayi laki-laki dengan BB: 2000 gram Panjang Badan 42 cm, Apgar
Score : 7/8. Plasenta lahir lengkap perdarahan selama tindakan 50 cc

A/ P6A0H5 post partus pervaginam

P/ Pantau kala IV

22
BAB 4
PEMBAHASAN

Telah diperiksa seorang pasien berusia 37 tahun di RSP Universitas


Andalas dengan diagnosis G6P5A0H4 parturient aterm 34-35 minggu kala I fase
aktif. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan nyeri pinggang menjalar
ke ari-ari sejak 6 jam SMRS. Keluhan ini disertai oleh keluarnya lendir campur
darah dari kemaluan sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien tidak haid
sejak 8,5 bulan yang lalu. Pasien lupa tanggal pasti hari pertama hari terakhir hal
ini menyebabkan taksiran persalinan sulit ditentukan

Riwayat haid dalam batas normal, riwayat ANC teratur. Riwayat


keputihan (+) berbau. Pasien datang dengan pembukaan 7-8cm ke IGD rumah
sakit. Status Generalis dalam batas normal. Pada status Obstetrik didapatkan FUT
4 jari dibawah prosesus xypoideus dengan TFU 24 cm. Perkiraan berat janin
berdasarkan rumus Johnson-Toshack adalah 1860. Pada pemeriksaan VT
ditemukan pembukaan dengan diameter 7-8cm , membrane (+), UUK kanan
depan presentasi kepala, hodge III.

Adanya keluhan lendir campur darah dan juga dari pemeriksaan VT yang
menunjukkan adanya pembukan menunjukkan bahwa pasien sudah memasuki
fase inpartu dan pada kondisi ini pilihan pencegahan pada persalinan preterm
tidak dapat dilakukan lagi. Sehingga tatalaksana berikutnya adalah persiapan
persalinan dan konsultasi dengan Neonatalogist.
Lahir bayi laki-laki dengan berat 2000 gram panjang badan 48 cm dengan
Apgar Score 7/8. Bayi yang lahir preterm sangat riskan akan komplikasi berupa
sindrom distress pernafasan, kebocoran udara, dysplasia bronkopulmonari, dan
apneu pada bayi prematur. Oleh karena itu bayi dikonsulkan ke bagian
Neonatologi dan dirawat di Unit Perinatologi.
Empat penyebab mayor dari persalinan preterm adalah distensi uteri,
maternal-fetal stress, perubahan serviks prematur dan infeksi. Peningkatan

23
kortisol maternal merangsang aktivasi dari plasenta-adrenal endocrine axis yang
akan meningkatkan Corticotropin releasing hormone di plasenta dan
menyebabkan uterus menjadi aktif. Infeksi merupakan penyebab yang
memungkinkan pada kasus ini. Adanya riwayat keputihan berbau pada ibu
membuat kita bisa mencurigai adanya infeksi asenden atau adanya respon
inflamasi oleh tubuh yang menyebabkan terjadinya persalinan preterm. Faktor lain
yang berperan juga jarak antar kehamilan yang terlalu jauh. Sebuah meta analisis
menyatakan bahwa jarak kurang dari 18 bulan dan lebih dari 59 bulan beresiko
tinggi terhadap kelahiran preterm dan bayi baru lahir kecil usia kehamilan. Selain
itu riwayat persalinan preterm sebelumnya juga menjadi faktor yang mendukung.
Antenatal Care yang baik merupakan kunci dalam pencegahan persalinan
preterm. Kecurigaan dini dan pencegahan melalui pengenalan faktor risiko dapat
dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup bayi baru lahir.

24
BAB 5
KESIMPULAN
Persalinan preterm adalah kontraksi uterus regular yang diikuti dengan

dilatasi serviks yang progresif dan/atau penipisan serviks pada kehamilan 20

hingga sebelum 37 minggu.

Penyebab persalinan preterm untuk semua kasus adalah berbeda – beda,

multifaktorial. 35% persalinan preterm terjadi tanpa diketahui penyebab yang

jelas, 30% akibat persalinan elektif, 10 % pada kehamilan ganda, dan sebagian

lain akibat kondisi ibu atau janinnya. Persalinan prematur dapat di tatalaksana

dengan bed rest jika ibu atau bayi tidak memiliki komplikasi, hidrasi dan sedasi,

pemberiaan tokolitik, kortikosteroid beserta dengan perencanaan persalinan.

Salah satu pencegahan yang dapat dilakukan dengan meningkatkan

kualitas ANC untuk membantu mendeteksi beberapa dari faktor ibu dan anak

yang dapat memicu persalinan preterm. Prognosis persalinan preterm tergantung

pada usia kehamilan dan berat lahir bayi.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawiroharjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta : P.T Bina Pustaka


Sarwono Prawiroharjo; 2013: 667-676.
2. World Health Organization. Preterm Birth. 2017.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs363/en/ diakses tanggal 28
Oktober 2019.
3. World Health Organization. Recommendations on interventions to improve
preterm birth outcomes. 2015.
http://www.who.int/reproductivehealth/publications/maternal_perinatal_healt
h/preterm-birth-guideline/en/ diakses tanggal 28 Oktober 2019.
4. The American College of Obstreticians and Gynecologist . Preterm labor and
birth. 2016. simponline.it/wp.../06/Pretrem-Labor-and-birth-ACOG.pdf
diakses tanggal 28 Oktober 2019..
5. Center for Disease Control and Prevention (CDC). Preterm birth. 2017.
https://www.cdc.gov/reproductivehealth/maternalinfanthealth/pretermbirth.ht
m diakses tanggal28 Oktober 2019..
6. Sulistiarini, Dwi dan Sarni Maniar Berliana. 2016. Faktor-Faktor Yang
Memengaruhi Kelahiran Prematur Di Indonesia: Analisis Data Riskesdas
2013. E-Journal WIDYA Kesehatan Dan Lingkungan;2016 :1(2):p109-115.
7. Gambone, Joseph C dan Calvin J. Hobel. Essentials of Obstetrics and
Gynecology. Philadelpia : Elsevier; 2010.
8. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Panduan Pengelolaan
Persalianan Preterm Nasional. Bandung : Himpunan Kedokteran
Fetomaternal POGI; 2011.
9. Clinical Practice Guideline. Management of Preterm Labour. Singapore:
Ministry of Health; 2001. https://www.moh.gov.sg diakses tanggal 28
Oktober 2019.
10. Cunningham FG, et al. Obstetri Williams (Williams Obstetri). Jakarta : EGC;
2013.
11. Furdon S. Prematurity. 2017. https://emedicine.medscape.com/article/
975909-overview#showall diakses tanggal 28 Oktober 2019.

26

Anda mungkin juga menyukai