Anda di halaman 1dari 35

Referat

Myastenia Gravis

PEMBIMBING :
dr. Natan Payangan Sp.S

Oleh :
Annisa Aulia
406151048

KEPANITERAAN KLINIK ILMU


RUMAH SAKIT RSPI SULIANTI SAROSO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 20 maret 2017 22 april 2016

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Miastenia gravis (MG) adalah gangguan autoimun yang relatif jarang terhadap
saraf perifer di mana terbentuk antibodi terhadap asetilkolin (Ach) reseptor possinaptik
nikotinat pada sambungan neuromuskuler (NMJ).Patologi dasar adalah pengurangan
jumlah reseptor AcH (ACHR) pada membran otot posinaptik disebabkan oleh reaksi
autoimun yang memproduksi anti-ACHR antibodi.1
Penurunan jumlah hasil AChRs dalam pola karakteristik kekuatan otot semakin
berkurang dengan penggunaan berulang dan pemulihan kekuatan otot setelah masa
istirahat.Otot-otot bulbar paling sering dipengaruhi dan paling parah, tetapi kebanyakan
pasien juga memperlihatkan beberapa derajat kelemahan umum secara
berfluktuasi.Aspek yang paling penting dari MG dalam situasi darurat adalah deteksi dan
pengelolaan krisis yaitu Miastenikkrisi dan kolinergik krisis.1
MG adalah salah satu gangguan neurologis yang dapat diobati.Terapi
farmakologis termasuk obat antikolinesterase dan agen imunosupresif, seperti
kortikosteroid, azatioprin, siklosporin, plasmaferesis, dan immune globulin intravena
(IVIG).Plasmapheresis dan timektomi juga digunakan untuk mengobati MG. Timektomi
adalah pilihan yang sangat penting jika terdapat timoma. Pasien dengan MG memerlukan
perawatan dekat tindak lanjut bekerja sama dengan dokter perawatan primer.1
MG ini jarang terjadi.Insiden tahunan diperkirakan AS adalah 2 per 1.000.000.
Prevalensi MG di Amerika Serikat berkisar 0,5-14,2 kasus per 100.000 orang. Angka ini
telah meningkat selama 2 dekade terakhir, terutama karena peningkatan umur pasien
dengan MG tetapi juga karena diagnosis dini. 15-20% pasien akan mengalami krisis
myasthenic. Tiga perempat dari pasien tersebut mengalami krisis pertama mereka dalam
waktu 2 tahun setelah diagnosis. Di Inggris, prevalensi MG adalah 15 kasus per 100.000
penduduk. Di Kroasia, adalah 10 kasus per 100.000. Di Sardinia, Italia, prevalensi
meningkat dari 0,75 per 100.000 pada 1958-4,5 kasus per 100.000 pada tahun 1986.MG
dapat terjadi pada semua usia. Puncak kejadian padawanita terjadi dalam dekade ketiga
kehidupan, sedangkan puncak kejadian laki-laki terjadi dalam dekade keenam atau

2
ketujuh.Usia rata-rata adalah 28 tahun pada wanita dan 42 tahun pada pria.MG neonatal
Transient terjadi pada bayi dari ibu myasthenic yang memperoleh antibodi anti-ACHR
melalui transfer plasenta IgG. Beberapa bayi mungkin menderita miastenia neonatus
sementara karena efek dari antibodi.Kebanyakan bayi yang lahir dari ibu myasthenic
memiliki antibodi anti-ACHR saat lahir, namun hanya 10-20% berkembang menjadi MG
neonatal.Ini mungkin karena efek protektif dari alfa-fetoprotein, yang menghambat
pengikatan antibodi anti-ACHR untuk ACHR. Tingginya kadarantibodi serum ACHR ibu
dapat meningkatkan kemungkinan MG neonatal, dengan demikian, menurunkan titer
serum ibu selama periode antenatal dengan plasmaferesis mungkin berguna.Secara klasik,
rasio perempuan:laki-laki secara keseluruhan telah dianggap 3:2, dengan dominasi
perempuan pada orang dewasa muda (yaitu, pasien berusia 20-30 tahun) dan dominasi
laki-laki sedikit pada orang dewasa yang lebih tua (yaitu, pasien lebih tua dari 50
tahun).Studi menunjukkan, bagaimanapun, bahwa dengan peningkatan harapan hidup,
laki-laki dan perempuan berada pada rasio yang sama. MG okular dominan pada laki-
laki. Rasio laki-perempuan pada anak dengan MG dan kondisi autoimun lainadalah
1:5.Permulaan MG di usia muda adalah cenderung terjadi pada orang Asia dibandingkan
ras lain.2-3

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Miastenia Gravis


Miastenia gravis adalah Penyakit autoimun dimana terdapat adanya reaksi
antibodi terhadap beberapa komponen motorik pasca sinaps, dimana penyakit ini
menyebabkan terjadinya kelemahan pada bagian otot. 1
suatu keadaan yang ditandai oleh kelemahan atau kelumpuhan otot-otot lurik
setelah melakukan aktivitas dan akan pulih kekuatannya setelah beberapa saat yaitu dari
beberapa menit sampai jam. Jolly (1895) adalah orang yang pertamakali menggunakan
istilah miastenia gravis dan ia juga mengusulkan pemakaian fisostigmin sebagai obatnya
namun hal ini tidak berlanjut. Baru kemudian Remen (1932) dan Walker (1934)
menyatakan bahwa fisostigmin merupakan obat yang baik untuk miastenia gravis2
2.2 Anatomi Neuromuscular Junction

Sebelum memahami tentang miastenia gravis, pengetahuan tentang anatomi dan


fungsi normal dari neuromuscular junction sangatlah penting. Tiap-tiap serat saraf secara
normal bercabang beberapa kali dan merangsang tiga hingga beberapa ratus serat otot
rangka. Ujung-ujung saraf membuat suatu sambungan yang disebut neuromuscular
junction atau sambungan neuromuskular.

Bagian terminal dari saraf motorik melebar pada bagian akhirnya yang disebut
terminal bulb, yang terbentang diantara celah-celah yang terdapat di sepanjang serat
saraf. Membran presinaptik (membran saraf), membran post sinaptik (membran otot), dan
celah sinaps merupakan bagian-bagian pembentuk neuromuscular junction.

4
2.3 Fisiologi dan Biokimia Neuromuscular Junction

Celah sinaps merupakan jarak antara membran presinaptik dan membran post
sinaptik. Lebarnya berkisar antara 20-30 nanometer dan terisi oleh suatu lamina basalis,
yang merupakan lapisan tipis dengan serat retikular seperti busa yang dapat dilalui oleh
cairan ekstraselular secara difusi. Terminal presinaptik mengandung vesikel yang
didalamnya berisi asetilkolin (ACh). Asetilkolin disintesis dalam sitoplasma bagian
terminal namun dengan cepat diabsorpsi ke dalam sejumlah vesikel sinaps yang kecil,
yang dalam keadaan normal terdapat di bagian terminal suatu lempeng akhir motorik
(motor end plate). Bila suatu impuls saraf tiba di neuromuscular junction, kira-kira 125
kantong asetilkolin dilepaskan dari terminal masuk ke dalam celah sinaps. Bila potensial
aksi menyebar ke seluruh terminal, maka akan terjadi difusi dari ion-ion kalsium ke
bagian dalam terminal. Ion-ion kalsium ini kemudian diduga mempunyai pengaruh
tarikan terhadap vesikel asetilkolin. Beberapa vesikel akan bersatu ke membran saraf dan
mengeluarkan asetilkolinnya ke dalam celah sinaps. Asetilkolin yang dilepaskan berdifusi
sepanjang sinaps dan berikatan dengan reseptor asetilkolin (AChRs) pada membran post
sinaptik.

5
Secara biokimiawi keseluruhan proses pada neuromuscular junction dianggap
berlangsung dalam 6 tahap, yaitu:

1. Sintesis asetil kolin terjadi dalam sitosol terminal saraf dengan menggunakan enzim
kolin asetiltransferase yang mengkatalisasi reaksi berikut ini:

Asetil-KoA + Kolin Asetilkolin + KoA

2. Asetilkolin kemudian disatukan ke dalam partikel kecil terikat-membran yang disebut


vesikel sinap dan disimpan di dalam vesikel ini.

3. Pelepasan asetilkolin dari vesikel ke dalam celah sinaps merupakan tahap berikutnya.
Peristiwa ini terjadi melalui eksositosis yang melibatkan fusi vesikel dengan
membran presinaptik. Dalam keadaan istirahat, kuanta tunggal (sekitar 10.000
molekul transmitter yang mungkin sesuai dengan isi satu vesikel sinaps) akan
dilepaskan secara spontan sehingga menghasilkan potensial endplate miniature yang
kecil. Kalau sebuah akhir saraf mengalami depolarisasi akibat transmisi sebuah
impuls saraf, proses ini akan membuka saluran Ca2+ yang sensitive terhadap voltase
listrik sehingga memungkinkan aliran masuk Ca2+ dari ruang sinaps ke terminal saraf.
Ion Ca2+ ini memerankan peranan yang esensial dalam eksositosis yang melepaskan
asitilkolin (isi kurang lebih 125 vesikel) ke dalam rongga sinaps.

4. Asetilkolin yang dilepaskan akan berdifusi dengan cepat melintasi celah sinaps ke
dalam reseptor di dalam lipatan taut (junctional fold), merupakan bagian yang
menonjol dari motor end plate yang mengandung reseptor asetilkolin (AChR) dengan
kerapatan yang tinggi dan sangat rapat dengan terminal saraf. Kalau 2 molekul
asetilkolin terikat pada sebuah reseptor, maka reseptor ini akan mengalami perubahan
bentuk dengan membuka saluran dalam reseptor yang memungkinkan aliran kation
melintasi membran. Masuknya ion Na+ akan menimbulkan depolarisasi membran otot
sehingga terbentuk potensial end plate. Keadaan ini selanjutnya akan menimbulkan
depolarisasi membran otot di dekatnya dan terjadi potensial aksi yang ditransmisikan
disepanjang serabut saraf sehingga timbul kontraksi otot.

6
5. Kalau saluran tersebut menutup, asetilkolin akan terurai dan dihidrolisis oleh enzim
asetilkolinesterase yang mengkatalisasi reaksi berikut:

Asetilkolin + H2O Asetat + Kolin

Enzim yang penting ini terdapat dengan jumlah yang besar dalam lamina basalis rongga
sinaps

6. Kolin didaur ulang ke dalam terminal saraf melalui mekanisme transport aktif di mana
protein tersebut dapat digunakan kembali bagi sintesis asetilkolin.

Setiap reseptor asetilkolin merupakan kompleks protein besar dengan saluran yang
akan segera terbuka setelah melekatnya asetilkolin. Kompleks ini terdiri dari 5 protein
subunit, yatiu 2 protein alfa, dan masing-masing satu protein beta, delta, dan gamma.
Melekatnya asetilkolin memungkinkan natrium dapat bergerak secara mudah melewati
saluran tersebut, sehingga akan terjadi depolarisasi parsial dari membran post sinaptik.
Peristiwa ini akan menyebabkan suatu perubahan potensial setempat pada membran serat
otot yang disebut excitatory postsynaptic potential (potensial lempeng akhir). Apabila
pembukaan gerbang natrium telah mencukupi, maka akan terjadi suatu potensial aksi
pada membran otot yang selanjutnya menyebabkan kontraksi otot.

Beberapa sifat dari reseptor asetilkolin di neuromuscular junction adalah sebagai


berikut:6

Merupakan reseptor nikotinik (nikotin adalah agonis terhadap reseptor)

Merupakan glikoprotein bermembran dengan berat molekul sekitar 275 kDa.

Mengandung lima subunit : 2 alfa, beta, delta dan gamma.

Dua molekul asetilkolin harus berikatan untuk membuka saluran ion, yang
memungkinkan aliran baik Na+ maupun K+.

7
Bisa berikatan dengan erat pada subunit dan dapat digunakan untuk melabel
reseptor atau sebagai suatu ligand berafinitas untuk memurnikannya.

Autoantibodi terhadap reseptor termasuk penyebab miastenia gravis.

2.4 Epidemiologi

Myasthenia Gravis dapat dikatakan sebagai penyakit yang masih jarang ditemukan.
Umumnya menyerang wanita dewasa muda dan pria tua. Penyakit ini bukan suatu
penyakit turunan ataupun jenis penyakit yang bisa menular. Kasus MG adalah 5-10 kasus
per 1 juta populasi per tahun, yang mengakibatkan kelaziman di Amerika Serikat sekitar
25.000 kasus. MG betul-betul dipertimbangkan sebagai penyakit yang jarang, artinya MG
kelihatannya menyerang dengan sembarangan dan tanpa disengaja dan tidak dalam
hubungan keluarga. Tidak ada kelaziman rasial, tapi orang-orang yang terkena MG pada
usia < 40 tahun, 70 % nya adalah wanita. Yang > 40 tahun, 60 % nya adalah pria. Pola ini
sering disimpulkan dengan menyebutkan bahwa MG adalah penyakit wanita muda dan
pria tua. Pada pasien yang mengalami MG sebagai akibat karena memiliki thymoma,
tidak ada kelaziman usia dan jenis kelamin14.
Menurut James F.Howard, Jr, M.D, kelaziman dari Myasthenia Gravis di Amerika Serikat
diperkirakan sekitar 14/100.000 populasi, kira-kira 36.000 kasus. Tetapi Myasthenia
Gravis dibawah diagnosa dan kelaziman, mungkin lebih tinggi. Sebelum dipelajari,
terlihat bahwa wanita lebih sering terserang disbanding pria. Usia yang paling umum
terserang adalah pada usia 20 dan 30-an pada wanita dan 70 dan 80-an pada pria.
Berdasarkan populasi umur, rata-rata usia yang terserang meningkat, dan sekarang pria
lebih sering terserang dibanding wanita, dan permulaan munculnya tanda-tanda biasanya
setelah usia 5014.
Pada Myasthenia bayi, janin mungkin memperolah protein imun (antibodi) dari ibu yang
terkena Myasthenia Gravis. Umumnya, kasus-kasus dari Myasthenia bayi adalah
sementara dan gejala-gejala anak-anak umumnya hilang dalam beberapa minggu setelah
kelahiran. Myasthenia Gravis tidak secara langsung diwarisi ataupun menular.
Adakalanya, penyakit ini mungkin terjadi pada lebih dari satu orang dalam keluarga yang
sama14.

8
Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui, dan dapat terjadi pada
berbagai usia. Biasanya penyakit ini lebih sering tampak pada usia 20-50 tahun. Wanita
lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Rasio perbandingan wanita dan
pria yang menderita miastenia gravis adalah 6 : 4. Pada wanita, penyakit ini tampak pada
usia yang lebih muda, yaitu sekitar 28 tahun, sedangkan pada pria, penyakit ini sering
terjadi pada usia 42 tahun. Early-onset miastenia gravis biasanya terjadi pada wanita pada
usia 18-50 tahun dan late-onset miastenia gravis lebih sering pada laki-laki dengan usia
50 tahun ke atas5.

2.5 Etiologi Miastenia Gravis

MG adalah idiopatik pada kebanyakan pasien.Meskipun penyebab utama di balik


perkembangannya masih bersifat spekulatif, hasil akhirnya adalah kekacauan regulasi
sistem kekebalan tubuh.MG jelas merupakan penyakit autoimun dimana antibodi spesifik
telah ditandai sepenuhnya.Dalam sebanyak 90% kasus umum, IgG terhadap ACHR
terbukti.Bahkan pada pasien yang tidak mengembangkan miastenia klinis, anti-antibodi
ACHR kadang-kadang dapat ditunjukkan.1
Pasien yang negatif untuk antibodi anti-ACHR mungkin seropositif untuk
antibodi terhadap MuSK (Muscle-Specific Kinase).biopsiotot pada pasien ini
menunjukkan tanda-tanda miopati dengan kelainan mitokondria menonjol yang
bertentangan dengan fitur neurogenik dan atrofi sering ditemukan pada pasien positif MG
untuk anti-ACHR. Penurunan mitokondria bisa menjelaskan keterlibatan anti MuSK
positif MGokulobulbar.1
Sejumlah temuan telah dikaitkan dengan MG. Misalnya, perempuan dan orang
dengan leukosit antigen tertentu manusia (HLA) jenis memiliki kecenderungan genetik
terhadap penyakit autoimun.Profil histokompatibilitas kompleks meliputi HLA-B8,
HLA-DRw3, dan HLA-DQw2 (meskipun ini belum terbukti berhubungan dengan bentuk
ketat okular MG). Kedua SLE dan RA mungkin berhubungan dengan MG.1
Sensitisasi terhadap antigen asing yang memiliki reaktivitas silang dengan
reseptor AcH nikotinat telah diusulkan sebagai penyebab miastenia gravis, tetapi antigen
pemicu belum diidentifikasi.1

9
Berbagai obat dapat menyebabkan atau memperburuk gejala MG, termasuk yang
berikut:1
Antibiotik (misalnya aminoglikosida, polymyxins, siprofloksasin, eritromisin, dan
ampisilin)
Penisilamin - Ini dapat menyebabkan miastenia sejati, dengan tinggi anti-ACHR
titer antibodi terlihat pada 90% kasus, namun, kelemahan ringan, dan pemulihan
penuh dicapai minggu sampai bulan setelah penghentian obat
Beta-adrenergik reseptor memblokir agen (misalnya, propranolol dan oxprenolol)
Lithium
Magnesium
Procainamide
Verapamil
Quinidine
Klorokuin
Prednisone
Timolol (yaitu, agen beta-blocking topikal digunakan untuk glaukoma)
Antikolinergik (misalnya, trihexyphenidyl)
Agen memblokir neuromuscular (misalnya, vecuronium dan curare) - Ini harus
digunakan dengan hati-hati pada pasien myasthenic untuk menghindari blokade
neuromuskuler yang berkepanjangan
Nitrofurantoin juga telah dikaitkan dengan perkembangan MG okular dalam 1
laporan kasus; penghentian pemberian obat mengakibatkan pemulihan lengkap.

Kelainan timus yang umum, dari pasien dengan MG, 75% memiliki penyakit timus, 85%
memiliki hiperplasia timus, dan 10-15% mengalami timoma. Tumor Ektratimik mungkin
termasuk sel kanker paru-paru kecil dan penyakit Hodgkin.Hipertiroidisme hadir dalam
3-8% pasien dengan MG dan memiliki hubungan tertentu dengan MG okular.1

2.6 Patofisiologi Miastenia Gravis

10
Ketika sebuah potensial aksi bergerak ke motor neuron dan mencapai motor end
plate, molekulasetilkolin (Ach) dilepaskan dari vesikel presinaptik, melalui
neuromuscular junction dan kemudian akan berinteraksi dengan reseptor Ach (AchRs) di
membrane postsinaptik. Kanal-kanal di AchRs terbuka, memungkinkan Na + dan kation
lain untuk masuk ke dalam serat ototdan menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi yang
terus menerus terjadi akan berkumpul menjadi satu, dan jika depolarisasi yang terkumpul
cukup besar, maka akan memicu timbulnya potensial aksi, yang bergerak sepanjang serat
otot untuk menghasilkan kontraksi. Pada miastenia gravis (MG), ada pengurangan jumlah
AchRs yang tersedia di motor endplate atau mendatarnya lipatan pada membran
postsinaptik yang menyebabkan pengurangan jumlah reseptor pada motor endplates,
sehingga depolarisasi yang terjadi pada motor endplate lebih sedikit dan tidak terkumpul
menjadi potensial aksi. Akhir.Hasilnya adalah sebuah transmisi neuromuskuler tidak
efisien. Tiga mekanisme yang didapatkan dari penelitian antara lain:auto antibodies
terhadap reseptor AChR dan menginduksi endositosis, sehingga terjadi deplesi AChR
pada membran postsinaptik, autoantibodies sendiri menyebabkan gangguan fungsi
AChR dengan memblokir situs-situs tempat terikatnya asetilkolin dan auto antibodies
menyebabkan kerusakan pada motor endplates sehingga menyebabkan hilangnya
sejumlah AChR.7

11
Gambar 1.Patofisiologi terjadinya Miastenia Gravis karena terjadi penghancuran
autoantibodi terhadap AChR. (Burmester, Thieme :color atlas of immunology, 2003)

Penyakit ini tidak mempengaruhi otot polos dan jantung karena mereka memiliki
antigenisitas reseptor kolinergik yang berbeda. Peran timus dalam pathogenesis
myasthenia gravis (MG) tidak sepenuhnya jelas, tetapi 75% dari pasien myasthenia gravis
(MG) memiliki beberapa derajat kelainan timus (misalnya, hiperplasia pada 85% kasus,
thymoma dalam 15% kasus). Mengingat fungsi kekebalan timus dan adanya perbaikan
klinis setelah dilakukan tindakan timektomi,timus diduga menjadi tempat pembentukan
autoantibodi. Namun, stimulus yang memulai proses autoimun belum teridentifikasi.7

Gambar 2.Salah satu penyebab timbulnya autoantibodi terhadap AChR. (


Sumber :Burmester, Thieme : color atlas of immunology, 2003

12
2.7 Manifestasi klinis Miastenia Gravis

Keluhan awal yang biasanya terjadi adalah kelemahan otot spesifik bukan kelemahan otot
yang umum dan kondisinya memburuk biasanya berfluktuasi selama beberapa jam.Tidak
terlalu terlihat pada pagi hari dan biasanya memburuk seiring berjalannya hari.3

Tabel 1.Manifestasi klinis pada Miastenia Gravis dari gejala yang sering terjadi sampai
pada gejala yang jarang terjadi.
Sering terjadi Otot-otot Gejala
Ocular Ptosis dan penglihatan
ganda
Wajah Kesulitan mengunyah,
menelan, dan berbicara
Leher Kesulitan mengangkat
kepala saat posisi telentang
Ekstremitas proksimal Kesulitan mengangkat
lengan setinggi bahu
dankesulitan berdiri dari
posisi duduk dengan
bantuantangan
Pernapasan Gangguan pernapasan dan
kesulitan untuk bangundari
posisi tertidur
Ekstremitas distal Kelemahan saat
Jarang terjadi mengenggam dan
kelemahan
pada pergelangan dan kaki

Sumber :Keesey, John. Clinical Evaluation and Management of Myasthenia


Gravis.Muscle & Nerve. 2004
Di antara pasien, 75% awalnya mengeluh gangguan mata, terutama ptosis dan
diplopia.Akhirnya, 90% dari pasien dengan MG mengembangkan gejala-gejala okular.
Mungkin ptosisunilateral atau bilateral, dan akan beralih dari mata ke mata.Ocular MG
dikategorikan sebagai kelemahan dan kelelahan yang tersembunyi dan membahayakan

13
yang dapat terjadi pada satu atau kedua kelopak mata atau otot bola mata . Jika meliputi
kelopak mata yang jatuh biasanya dikenal sebagai ptosis ; yang mengenai otot extraocular
maka pasien akan melihat dobel pada arah otot yang lemah.3
Kebanyakan pasien MG mempunyai keluhan diplopia pada saat onset penyakit
mereka. Pasien merasakan penglihatan kabur yang berfluktuasi, biasanya tidak terlihat
beberapa saat setelah bangun tidur. Diplopia terjadi saat pasien melihat kearah lateral dan
ke atas, biasanya memburuk saat pasien menyetir, menonton tv, atau saat sore hari. Gejala
tersebut hilang apabila satu mata ditutup. Gejala terjadi mungkin disebabkan oleh
kelemahan pada satu otot ekstraokular atau beberapa kombinasi otot. Ptosis biasanya
yang palingmenonjol dan terjadi setelah berkedip beberapa kali. Dalam kasus ptosis
unilateral, mata yangtidak ptosis akan mengalami ptosis jika mata yang ptosis di buka
dengan menggunakan jari (Hering fenomena). Keterlibatan otot luar mata tidak
mengikuti pola tertentu. Setiap gangguanmotilitas okular yang didapatkan dengan ptosis
dan reflek pupil didapatkan normal, harusmengarahkan kecurigaan pada myasthenia
gravis MG.3
Kelemahan wajah dapat terjadi pada MG tanpa keterlibatan otot mata, tetapi
biasanya kedua gejala terjadi bersama-sama.Jika sensasi wajah terganggu, lesi yang
mempengaruhi saraf kranial seperti karsinoma nasofaring harus dicurigai.Dengan adanya
sensasi wajah normal. Namun, terjadinya kedua kelemahan otot mata dan wajah sangat
memperlihatkangejala MG. Temuan mungkin akan sulit untuk dilihat.3
Kelemahan Orbicularis oculi merupakan sebuah tanda yang sangat umum dari
MG yaitu ketidakmampuan pasien untuk mempertahankan kelopak mata tertutup atas
terhadap upaya pemeriksa untuk membukanya. Sebuah usaha dari pasien meskipun
terjadi kelemahan kelopak mataakan memperlihatkan adanya fenomena Bell, rotasi bola
mata ke atas selama penutupan kelopak mata. Karena pasien dengan blefarospasme dari
otot-otot orbicularis oculi mungkin mengeluh kesulitan menjaga mata terbuka, kondisi ini
kadang-kadang bingung dengan kelemahan myasthenic.Biasanya tidak ada diplopia atau
fotofobia dengan blefarospasme, dan penutupan kelopak mata adalah spasmodik dan
dipaksa dengan elevasi simultan pada kelopak mata bawah.Kelemahan Orbicularis Oris
merupakan ketidakmampuan pasien untuk mencegah keluarnya udara melalui kerutan
bibir ketika pemeriksa menekan pipi adalah pertanda kelemahan wajah. Tertawa

14
mengungkapkan apa yang disebut "myasthenic sneer".Pasien tersebut tidak dapat bersiul,
menyedot melalui sedotan, atau meledakkan balon.3

Gambar 3.Pasien yang memperlihatkan gejala Miastenia gravis okuli.


Sumber :http://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview

Bicara cadel dan kesulitan menelan dapat disebabkan oleh kelemahan lidah, yang
paling mudah dinilai oleh kekuatan mendorong lidah pada satu pipi bagian dalam.Dalam
kasus ringan MG, bicara cadel dapat terdeteksi hanya selama berbicara berkepanjangan,
seperti menjelang akhir wawancara dengan dokter.Suara serak atau berbisik tidak khas
pada MG. Otot lidah rentan terhadap atrofi di MG dan lidah berkerut merupakan
manifestasi dari atrofi ini.3
Beberapa pasien dengan MG mungkin mengalami kesulitan dalam mengunyah
karena kelemahan penutupan rahang (terutama otot-otot masseter), sedangkan pembuka
rahang tetap kuat.Ketika kelemahan parah, rahang mungkin tetap terbuka dan harus
dimanipulasi dengan tangan selama mengunyah.Salah satu gejala paling serius dari
myasthenia adalah disfagia karena kelemahan otot lidah dan faring posterior. Jika
kelemahan otot faring muncul, cairan lebih sulit untuk ditelan dari yang padat, dan
makanan panas lebih sulit daripada makanandingin.Adakalanya pasien untuk
menggunakan es batu untuk meminum cairan yang dibutuhkan.regurgitasi cairan ke
hidung dapat menjadi masalah jika ada kelemahan otot palatal. Ketidakmampuan untuk
menelan air liur adalah konsekuensi paling parah kelemahan faring dan membutuhkan
suktion mulut..Setelah disfagia mencapai tingkat keparahan ini, sebuah sonde diperlukan
tidak hanya untuk pemberian obat oral dan juga untuk suplemen gizi.3

15
Nyeri otot bukan merupakan gejala umum dari MG, tapi kekejangan otot yang
menyakitkan dapat terjadi pada MG ketika otot leher yang lemah diminta untuk menahan
kepala ke atas.Fleksor leher lebih sering terlibat dalam MG daripada ekstensor
leher.Pasien telentang sangat mengalami kesulitan dalam mengangkat kepala dari
bantal.Jalan napas dapat menjadi terhambat oleh penutupan glotis, yang disebabkan oleh
kelemahan otot rangka yang memegang pita suara.Hal tersebut dapat dideteksi dengan
adanyastridor, selama dalam usaha inspirasi dan dapat meramalkan keadaan darurat
medis yang berkembang kearah pasien membutuhkan intubasi endotrakeal.3
Gejala yang paling serius dari MG adalah kesulitan bernafas. Pasien myasthenic
dengan insufisiensi pernapasan atau ketidakmampuan untuk mempertahankan jalan napas
paten dikatakan crisis. kelumpuhan Vokal dapat menghambat jalan napas, tetapi lebih
umum saluran udara terhambat oleh sekresi pasien yang tidak dapat dikeluarkan karena
batuk terlalu lemah. Batuk membutuhkan penggunaan paksa otot-otot ekspirasi dan batuk
berulang terutama dengan cepat dapat menjadi tidak efektif pada MG.Bahkan jika jalan
napas paten, otot yang digunakan untuk inspirasi, seperti interkostalis dan diafragma,
mungkin terlalu lemah untuk menciptakan sebuah kekuatan inspirasi yang cukup (-50 cm
H20) atau kapasitas vital (> 20 ml / kg berat badan). Pasien tersebut harus diintubasi dan
dibantu dengan respirasi mekanis. Karena kurangnya ekspresi wajah pasien, penderita
MG dalam masa krisis tidak mungkin terlihat tertekan namun akan gelisah dengan nafas
dangkal dan cepat. Biasanya, pasien duduk membungkuk ke depan untuk
memaksimalkan efek gravitasi pada diafragma.Bahkan pasien yang tidak menyadari
mempunyai masalah pernapasan mungkin memiliki kelemahan otot pernapasan yang
mengganggu tidur mereka dan dengan demikian menyebabkan mereka menjadi lelah dan
kurang perhatian pada siang hari.Terkadang sebuah penelitian tidur berguna dalam
mengidentifikasi masalah tersebut.3
Kelemahan otot panggul adalah aspek yang sering diabaikan dari kelemahan otot
pada MG. Namun, beberapa pasien MG wanita dengan inkontinensia urin mengklaim
bahwa itu diringankan oleh obat antikolinesterase.Demikian juga, reseksi transurethral
rutin jaringan prostat pada pria myasthenic sering menyebabkan inkontinensia. Jika,
seperti biasanya dilakukan, sphincter proksimal akan dihapus selama operasi, suatu

16
sfingter eksternal yang lemah mungkin tidak dapat melakukan kontraksi refleks selama
batuk atau regangan.3
Mungkin karena otot lebih hangat memiliki cadangan yang kurang untuk
transmisi neuromuskuler, otot proksimal cenderung lebih terlibat dari otot distal pada
MG, meskipun beratnya keterlibatan biasanya asimetris.Kelemahan otot ekstrimitas atas
proksimal di mana kesulitan dalam mengangkat lengan untuk mencuci atau menyikat
rambut, berpakaian, memakai kosmetik, atau mencukur menunjukkan kelemahan bahu
dan lengan.kelelahan otot ekstremitas atas dapat diuji secara semikuantitatif
dengankemampuan timing pasien untuk menahan lengan ke depan saat ekstensi. Atrofi
otot skapula dan lengan bawah adalah karakteristik dari congenital slow-channel
myasthenic syndrome.3
Kelemahan otot ektrimitas bawah dimanakesulitan dalam berjalan menaiki tangga
atau berjalan jarak jauh juga sering terjadi pada MG. kelelahan otot tungkai dapat diuji
dengan meminta pasien untuk mengangkat satu kaki di atas yang lain hingga 50 kali,
penilaian langsung dari kekuatan fleksor pinggul akan memperlihatkan peningkatan
kelemahan dari otot-otot aktif pada MG, dibandingkan dengan sisi tidak aktif.3
Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk. Kelemahan
yang terjadi pada otot-otot ekstremitas lebih menyerupai kelemahan padamiopati
proksimal dari pada kelemahan otot distal.Kelemahan otot-otot ekstremitas
padakhususnya yang timbul sebagai sebuah gejala jarang terjadi dan prevalensinya hanya
10% saja.3

Beberapa faktor berikut dapat membuat Miastenia Gravis memburuk:


a. Kelelahan, kurang tidur
b. Stres, kecemasan, Depresi
c. Kelelahan, gerakan berulang
d. Rasa takut yang muncul secara tiba-tiba, kemarahan ekstrim
e. Sinar matahari atau lampu terang (mempengaruhi mata)
f. Beberapa obat, termasuk beta blocker, calcium channel blockers, dan
beberapaantibiotik
g. Minuman beralkohol

17
h. Rendah kadar natrium atau tingkat tiroid yang rendah
i. Infeksi dan penyakit pernafasan dapat memperburuk kelemahan dan mungkin
tetaptimbul sebentar setalah penyakit / infeksi tersebut sembuh.
j. Stres karena operasi juga dapat membuat MG memburuk.

2.8 Klasifikasi Miastenia gravis

Pada bulan Mei 1997, Medical Scientific Advisory Board (MSAB) dari Myasthenia
Gravis Foundation of America (MGFA) membentuk satuan tugas untuk mengatasi
kebutuhan untuk klasifikasi yang diterima secara universal, sistem grading, dan metode
analitik untuk manajemen pasien yang menjalani terapi dan untuk digunakan dalam uji
penelitian terapeutik. Sebagai hasilnya, Klasifikasi MGFA Klinis diciptakan.Klasifikasi
ini membagi MG menjadi 5 kelas utama dan subclass beberapa, sebagai berikut.1
Tabel 2.Klasifikasi miastenia gravis menurut Myasthenia Gravis Foundation of America
(MGFA).

Adanya kelemahan otot-otot ocullar, kelemahan pada saat


Kelas I
menutup mata dan kekuatan otot-otot lain normal
Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta
Kelas II
adanya kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot okular.
Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya.
Kelas IIa
Juga terdapat kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan
Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau
Kelas IIb keduanya. Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot
aksial lebih ringan dibandingkan klas IIa.
Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan
Kelas III otot-otot lain selain otot-otot ocular mengalami kelemahan
tingkat sedang
Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau
Kelas III a keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot
orofaringeal yang ringan
Kelas III b Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau

18
keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot-otot
anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dalam derajat
ringan.
Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan
Kelas IV dalam derajat yang berat, sedangkan otot-otot okular mengalami
kelemahan dalam berbagai derajat
Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan
Kelas IV a atau otot-otot aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan
dalam derajat ringan
Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau
keduanya secara predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan
Kelas IV b pada otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya
dengan derajat ringan. Penderita menggunakan feeding tube
tanpa dilakukan intubasi.
Kelas V Penderita ter-intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.

Sumber :http://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview, 07 Juni 2012

Terdapat klasifikasi menurut osserman dimana miastenia gravis dibagi menjadi :4


1. Ocular miastenia
terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia sangat ringan dan tidak
ada kematian
2. Generalized myiasthenia
a) Mild generalized myiasthenia
Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan meluas ke otot-otot
skelet dan bulber.System pernafasan tidak terkena.Respon terhadap otot baik.
b) Moderate generalized myasthenia
Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon terhadap obat tidak
memuaskan.
3. Severe generalized myasthenia
Acute fulmating myasthenia

19
Permulaan cepat, kelemahan hebat dari otot-otot pernafasan, progresi penyakit
biasanya komplit dalam 6 bulan. Respon terhadap obat kurang memuaskan, aktivitas
penderita terbatas dan mortilitas tinggi, insidens tinggi thymoma
4. Late severe myasthenia
Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II progresif dari myasthenia
gravis dapat pelan-pelan atau mendadak, prosentase thymoma kedua paling tinggi.
Respon terhadap obat dan prognosis jelek

Biasanya gejala-gejala miastenia gravis sepeti ptosis dan strabismus tidak akan
tampak pada waktu pagi hari. Di waktu sore hari atau dalam cuaca panas, gejala-gejala
itu akan tampak lebih jelas. Pada pemeriksaan, tonus otot tampaknya agak menurun.1
2.9 Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan bahwa :


1. 30-40% dari penderita dengan miastenia gravis memperlihatkan adanya muscle
binding complement fixing antibodies dalam serumnya dan 90-100% pada
penderita miastenia gravis dengan timoma.
2. Patologi anatomi
a. Timus penderita memperlihatkan adanya proliferasi limfosit.
b. Dalam otot-otot ditemukan limforagia, yang terdiri dari lomfosit-limfosit
yang mengandung zat-zat imunologik.
3. Telah ditemukan antibodi dalam darah penderita miastenia gravis yaitu
acetycholine receptor basic protein antibodies. Hal ini memyebabkan timbulnya
suatu reaksi auto-imunologik, atrofi dari membran post-sinaptik sehingga
acetycoline reseptor pada membran post-sinaptik menjadi berkurang. Atrofi
membran post-sinaptik ini pula akan menyebabkan melebarnya celah sinaptik
sehingga penyeberangan acetycholine akan memrlukan waktu yang lebih banyak.
Akibat penyeberangan yang lebih panjang adalah bahwa akan lebih banyak terjadi
penguraian dari acetycholine oleh cholinesterase sehingga acetycholine yang
sampai pada membran post-sinaptik tidaklah lagi mencukupi untuk menimbulkan
depolarisasi, maka timbullah gejala-gejala miastenia gravis3

20
Pemeriksaan Laboratorium

Anti-asetilkolin reseptor antibodi. Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan


untuk mendiagnosis suatu miastenia gravis, dimana terdapat hasil yang postitif
pada 74% pasien. 80% dari penderita miastenia gravis generalisata dan 50% dari
penderita dengan miastenia okular murni menunjukkan hasil tes anti-asetilkolin
reseptor antibodi yang positif. Pada pasien thymoma tanpa miastenia gravis sering
kali terjadi false positive anti-AChR antibodi. Rata-rata titer antibodi pada
pemeriksaan anti-asetilkolin reseptor antibodi, yang dilakukan oleh Tidall, di
sampaikan pada tabel berikut:

Tabel 1. Prevalensi dan Titer Anti-AChR Ab pada Pasien Miastenia Gravis

Osserman Class Mean antibodi Titer Percent Positive


R 0.79 24

I 2.17 55

IIA 49.8 80

IIB 57.9 100

III 78.5 100

IV 205.3 89

Klasifikasi : R = remission, I = ocular only, IIA = mild generalized, IIB = moderate


generalized, III = acute severe, IV = chronic severe4

Pada tabel ini menunjukkan bahwa titer antibodi lebih tinggi pada penderita miastenia
gravis dalam kondisi yang parah, walaupun titer tersebut tidak dapat digunakan untuk
memprediksikan derajat penyakit miastenia gravis.

Antistriated muscle (anti-SM) antibody. Merupakan salah satu tes yang penting
pada penderita miastenia gravis. Tes ini menunjukkan hasil positif pada sekitar
84% pasien yang menderita thymoma dalam usia kurang dari 40 tahun. Pada

21
pasien tanpa thymoma dengan usia lebih dari 40 tahun, anti-SM Ab dapat
menunjukkan hasil positif.

Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies. Hampir 50% penderita miastenia


gravis yang menunjukkan hasil anti-AChR Ab negatif (miastenia gravis
seronegarif), menunjukkan hasil yang positif untuk anti-MuSK Ab.

Antistriational antibodies. Dalam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis


menunjukkan adanya antibodi yang berikatan dalam pola cross-striational pada
otot rangka dan otot jantung penderita. Antibodi ini bereaksi dengan epitop pada
reseptor protein titin dan ryanodine (RyR). Antibodi ini selalu dikaitkan dengan
pasien thymoma dengan miastenia gravis pada usia muda. Terdeteksinya titin/RyR
antibodi merupakan suatu kecurigaaan yang kuat akan adanya thymoma pada
pasien muda dengan miastenia gravis.

2. Imaging

Chest x-ray (foto roentgen thorak). Dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior
dan lateral. Pada roentgen thorak, thymoma dapat diidentifikasi sebagai suatu
massa pada bagian anterior mediastinum.

Hasil roentgen yang negatif belum tentu dapat menyingkirkan adanya thymoma
ukuran kecil, sehingga terkadang perlu dilakukan chest Ct-scan untuk
mengidentifikasi thymoma pada semua kasus miastenia gravis, terutama pada
penderita dengan usia tua.

MRI pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai pemeriksaan rutin.
MRI dapat digunakan apabila diagnosis miastenia gravis tidak dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan penunjang lainnya dan untuk mencari penyebab defisit pada
saraf otak.

3. Pendekatan Elektrodiagnostik

22
Pendekatan elektrodiagnostik dapat memperlihatkan defek pada transmisi neuromuscular
melalui 2 teknik4 :

Repetitive Nerve Stimulation (RNS). Pada penderita miastenia gravis terdapat


penurunan jumlah reseptor asetilkolin, sehingga pada RNS tidak terdapat adanya
suatu potensial aksi.

Single-fiber Electromyography (SFEMG). Menggunakan jarum single-fiber, yang


memiliki permukaan kecil untuk merekam serat otot penderita. SFEMG dapat
mendeteksi suatu jitter (variabilitas pada interval interpotensial diantara 2 atau
lebih serat otot tunggal pada motor unit yang sama) dan suatu fiber density
(jumlah potensial aksi dari serat otot tunggal yang dapat direkam oleh jarum
perekam). SFEMG mendeteksi adanya defek transmisi pada neuromuscular fiber
berupa peningkatan jitter dan fiber density yang normal5.

2.9 Diagnosis Miastenia Gravis


A. Anamnesis
Pasien dapat ditanyakan beberapa hal seperti:
Apakah munculnya kelemahan otot fluktuatif dan meningkat dengan aktivitas
fisik?
Apakah kelemahan meningkat sepanjang hari dan pulih dengan istirahat?
Apakah muncul ptosis?
Adakah kelemahan dari ekstensi dan fleksi kepala?
Apakah kelemahan menyebar dari mata ke wajah untuk bulbar otot dan kemudian
ke truncal dan anggota tubuh?
Apakah pasien memiliki riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama?

B. Pemeriksaan Fisik
Untuk penegakan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan pemeriksaan sebagai
berikut:

23
a. Penderita ditugaskan untuk menghitung dengan suara yang keras. Lama kelamaan
akanterdengar bahwa suaranya bertambah lemah dan menjadi kurang terang.
Penderitamenjadi anartris dan afonis.
b. Penderita ditugaskan untuk mengedipkan matanya secara terus-menerus. Lama
kelamaanakan timbul ptosis. Setelah suara penderita menjadi parau atau tampak
ada ptosis,maka penderita disuruh beristirahat.. Kemudian tampak bahwa
suaranya akan kembali baik dan ptosis juga tidak tampak lagi.
c. Uji kelelahan otot
Pada MG okuler, tes kelelahan dapat dilakukan dengan meminta pasien untuk
berkedip berulang kali atau menatap ke atas selama beberapa saat (uji
Simpson).Meningkatnya penurunan kerja otot adalah tanda kelelahan.Peningkatan
fenomena ptosis dapatditunjukkan pada pasien dengan ptosis bilateral dengan
meninggikan dan menjagakelopak mata yang lebih ptosis dalam posisi yang tetap.
Kelopak mata berlawanan perlahan jatuh dan mungkin akan menutup
sepenuhnya.Tanda kedutan kelopak mata merupakan cara lain untuk menguji
kelelahan otot. Pasiendiarahkan untuk melihat ke bawah selama 10-15 detik dan
kemudian kembali dengancepat dalam posisi semula.Pengamatan pada gerak
kelopak mata yang lebih keatasditambah dengan kedutan dan diikuti oleh reposisi
kembali ke kondisi ptosis,mengidentifikasi kelelahan yang mudah terjadi dan
pemulihan yang lambat dari otot.Tanda mengintip terjadi ketika fisura palpebral
melebar setelah periode penutupan kelopak mata secara volunter.3

Tes Lainnya :9
a. Tensilon atau Prostigmin tes
Untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena, bila tidak terdapat
reaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon secara intravena.Segera
sesudah tensilon disuntikkan hendaknya diperhatikan otot-otot yang lemah seperti
misalnya kelopak mata yang memperlihatkan ptosis. Bila kelemahan itu benar
disebabkan oleh miastenia gravis,maka ptosis itu akan segera lenyap. Pada uji ini
kelopak mata yang lemah harus diperhatikan dengan sangat seksama, karena
efektivitas tensilon sangat singkat.Pada tes Prostigmin suntikkan 3 cc atau 1,5 mg
24
prostigmin methylsulfat secara intramuskular (bila perlu, diberikan pula atropin
- mg atau 0.8mg) untuk mengesampingkan efek samping dari neostigmine
seperti salivasi, keram perut, dan diare. Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh
miastenia gravis maka gejala-gejala seperti misalnya ptosis, strabismusatau
kelemahan lain tidak lama kemudian akan lenyap dalam menit ke 10 hingga 15
dan efek neostigmine ini akan berlangsung hingga 1 jam.9
Pada Neostigmin test obat ini memanjangkan efek dari asetilkolin di sinaps, dan
akan menghasilkan peningkatan kekuatan otot pada pasien dengan myasthenia.1

b. Uji Kinin
Diberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg. 3 jam kemudian diberikan 3
tablet lagi(masing-masing 200 mg per tablet). Bila kelemahan itu benar
disebabkan oleh miastenia gravis, maka gejala seperti ptosis, strabismus, dan lain-
lain akan bertambah berat. Untuk uji ini, sebaiknya disiapkan juga injeksi
prostigmin, agar gejala-gejala miastenik tidak bertambah berat.9

2.10 Differensial diagnosis Miastenia Gravis

Gangguan dari neuromuskuler junction (NMJ) secara klinis heterogen. Ekspresi


klinis darigangguan ini adalah fitur miasthenik dalam bentuk kelemahan otot variabel
dan kelelahan.Miasthenik sindrom (MS) diberikan kepada sekelompok gangguan
dari NMT dengan patofisiologi yang berbeda dari yang ada pada myasthenia gravis
autoimun. 4
1. Lambert-Eaton miasthenik sindrom (LEMS)
Sindrom Lambert-Eaton miasthenik (LEMS) adalah suatu kondisi yang jarang
terjadi dandisebabkan oleh kelainan pelepasan asetilkolin (AcH) pada sambungan
neuromuskuler terjadi peningkatan tenaga pada detik-detik awal suatu kontraksi
volunter, terjadi hiporefleksia, mulutkering, dan sering kali dihubungkan dengan
suatu karsinoma terutama cell carcinoma pada paru.EMG pada LEMS sangat
berbeda dengan EMG pada miastenia gravis. Defek pada transmisi neuromuscular
terjadi pada frekuensi renah (2Hz) tetapi akan terjadi ahmbatan stimulasi

25
padafrekuensi yang tinggi (40 Hz). Kelainan pada miastenia gravis terjadi pada
membran postsinaptik sedangkan kelainan pada LEMS terjadi pada membran pre
sinaptik, dimana pelepasan asetilkolintidak berjalan dengan normal, sehingga
jumlah asetilkolin yang akhirnya sampai ke membran post sinaptik tidak
mencukupi untuk menimbulkan depolarisasi.4
2. Botulisme
Efek dari racun ini terbatas untuk blokade terminal perifer saraf kolinergik,
termasuk neuromuskuler junction, postganglionik ujung saraf parasimpatik, dan
ganglia perifer.Blokade ini menghasilkan karakteristik penurunan kelumpuhan
bilateral dari otot yang diinervasi oleh saraf otonom cranial, tulang spinal, dan
kolinergik tetapi tidak terdapat penurunan saraf adrenergik atau
sensoris.Botulisme memiliki pola berat, progresif, dan simetris.4

adams

2.11 Penatalaksanaan Miastenia Gravis

Meskipun tidak ada penelitian tentang obat yang telah dilaporkan dan tidak ada
konsensus yang jelas pada strategi pengobatan, myasthenia gravis (MG) adalah salah satu
gangguan neurologis yang paling dapat diobati.Beberapa faktor (misalnya, tingkat

26
keparahan, distribusi, kecepatan perkembangan penyakit) harus dipertimbangkan
sebelum terapi dimulai atau diubah.3

Terapi Farmakologis termasuk obat antikolinesterase dan agen imunosupresif,


seperti kortikosteroid, azatioprin, siklosporin, plasmaferesis, dan immune globulin
intravena (IVIG).3

Plasmapheresis dan thymectomy juga digunakan untuk mengobati MG. Mereka


bukan merupakanterapi tradisional imunomodulasi medis, tetapi mereka berfungsi
dengancara memodifikasi sistem kekebalan tubuh. Thymectomy merupakan pilihan
pengobatan yang penting untuk MG, terutama jika terdapat thymoma.3

MG adalah penyakit kronis yang dapat secara akut akan memburukselama


beberapa hari atau minggu. Pengobatan memerlukan evaluasi kembali yang terjadwal dan
hubungan dokter-pasien yang dekat. Pasien dengan MG memerlukan perawatan ketat
bekerja sama dengan dokter. 3

Intubasi dan unit perawatan intensif (ICU) biasanya dilakukan pada pasien
myasthenic krisis dengan gagal pernapasan.Kegagalan pernapasan yang cepat dapat
terjadi jika pasien tidak diawasi dengan benar.Pasien harus diawasi sangat hati-hati,
terutama pada eksaserbasi, dengan mengukur kekuatan inspirasi negatif dan kapasitas
vital.Setelah pasien dengan dugaan MGC telah diidentifikasi, langkah segera harus
diambil untuk mengintubasi pasien.Hal ini harus dilakukan melalui intubasi oral cepat.
Pasien harus disiapkan O2 masksampai saturasi oksigen arteri 97%. IV normal saline
harus tetes cepat untuk menghindari hipotensi yang berhubungan dengan
intubasi.Pemantauan tekanan darah terus menerus adalah wajib. Etomidate adalah agen
anestesi umum digunakan pada dosis IV bolus 0,2 hingga 0,3 mg / kg. Agen paralitik
harus dihindari kecuali mutlak diperlukan karena pasien MG sensitif terhadap efek
mereka.Jika perlu, agen nondepolarizing seperti vecuronium lebih bagus.Pengaturan
ventilator harus dioptimalkan untuk memungkinkan pasien istirahat dan mambantu
ekspansi paru.Disarankan mulai dengan kontrol assist (AC) dengan tekanan akhir

27
ekspirasi positif (PEEP) 5 cm H2O, volume tidal rendah (6 mL / kg berat badan ideal),
dan tingkat pernapasan 12 sampai 16/min. Meskipun dahulu, tidal volum yang besar (12
ml / kg) direkomendasikan untuk pasien MG, literatur baru menunjukkan bahwa tidal
volume rendah (6 mL / kg) dan frekuansi pernapasan yang lebih cepat (12-16 napas /
menit) dapat membantu menghindari cedera paru pada pasien yang terintubasi.4

Bagan 1.Alur penatalaksanaan Miastenia Gravis.

Diagnosis MG

MG okular MG generalisata MG krisis

Antikolinesterase
MRI kepala (pyridostigmine) Intensive care unit
(+)reasses

Antikolinesterase
Evaluasi untuk thimektomi
(pyridostigmine)
Indikasi : thimoma atau MG generalisata
Evaluasi resiko operasi, FVC

Resiko bagus Resiko jelek


Jika tidak memuaskan
FVC bagus FVC jelek Plasmaparesis atau IVIg

Thimektomi
perbaika Tidak
n ada
Evaluasi status klinis,
immunosupresan bila ada perbaika
indikasi

Imunosupresan

Sumber : Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson. Harrisons :Principle of


Internal Medicine 16th ed. McGraw Hill. 2005

A. Kolinesterase inhibitor

28
a. Pyridostigmine
Pyridostigmine bekerja pada otot polos, sistem saraf pusat (SSP), dan kelenjar
sekretori, di mana kerjanya memblok AChE. agen intermediate-acting, lebih
disukai dalam penggunaan klinis daripada short-acting bromida neostigmine
dan long acting klorida ambenonium. bekerja dalam 30-60 menit, efek
berlangsung 3-6 jam. MG tidak mempengaruhi semua otot rangka yang sama,
dan semua gejala mungkin tidak dapat dikendalikan tanpa efek samping. Pada
pasien kritis atau pasca operasi, obat diberikan secara intravena (IV). Di
Amerika Serikat, pyridostigmine tersedia dalam 3 bentuk: 60-mg tab, 180-mg
timespan tablet, dan 60 mg / 5 ml sirup. Efek dari tablet timespan bertahan 2,5
kali lebih lama. Bentuk timespan adalah sebagai adjuvan pyridostigmine
reguler untuk mengontrol gejala myasthenic pada malam hari. Penyerapan
dan bioavailabilitas tablet timespan bervariasi antara pasien. 3
b. Neostigmine
Neostigmine menghambat penghancuran AcH oleh AChE, sehingga
memfasilitasi transmisi impuls di NMJ.Ini adalah AChE inhibitor short-acting
yang tersedia dalam bentuk oral (15 mg tablet) dan bentuk yang sesuai untuk
jalur IV, intramuskular (IM), atau subkutan (SC).Waktu paruhnya 45-60
menit.Obat ini sulit diserap dalam saluran gastrointestinal (GI) dan harus
digunakan hanya jika pyridostigmine tidak ada.3
c. Edrophonium
Edrophonium terutama digunakan sebagai alat diagnostik untuk memprediksi
respon terhadap long-acting cholinesterase inhibitor.Seperti cholinesterase
inhibitor lain, edrophonium menurunkan metabolisme AcH, meningkatkan
efek kolinergik di NMJ.3

B. Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah agen anti-inflamasi dan imunomodulasi digunakan untuk
mengobati idiopatik dan gangguan autoimun.Obat ini termasuk di antara para
agen imunomodulasi yang pertama kali digunakan untuk mengobati MG dan
masih sering digunakan dan efektif.Obat ini biasanya digunakan dalam kasus
sedang atau berat yang tidak merespon terhadap AChE inhibitor dan
thymectomy.Pengobatan jangka panjang dengan kortikosteroid efektif dan dapat
menyebabkan remisi atau menyebabkan perbaikan pada kebanyakan

29
pasien.Perburukan mungkin terjadi awalnya, perbaikan klinis ditunjukkan setelah
2-4 minggu.Agen ini biasanya diberikan lebih dari 1 atau 2 tahun.Remisi
didapatkan 30% dan perbaikan 40%.Kortikosteroid bekerja di kedua MG baik
ocular MG maupun MG generalisata.Mereka dapat dikombinasikan dengan obat
imunosupresif lainnya untuk efek yang lebih baik dengan dosis lebih rendah dan
durasi yang lebih singkat.3
a. Prednisone
Prednisone adalah kortikosteroid yang paling umum digunakan di Amerika
Serikat. Beberapa ahli percaya bahwa administrasi jangka panjang dari
prednison bermanfaat, tetapi yang lain menggunakan obat hanya selama
eksaserbasi akut untuk membatasi efek yang merugikan dari penggunaan
steroid lama. Prednisone efektif dalam mengurangi eksaserbasi MG dengan
menekan pembentukan autoantibodi.Namun, efek klinis sering tidak terlihat
selama beberapa minggu.Peningkatan signifikan, yang mungkin berhubungan
dengan titer antibodi menurun, biasanya terjadi pada 1-4 bulan.3
b. Methylprednisolone
Methylprednisolone dapat digunakan pada pasien yang diintubasi dan pada
mereka tidak dapat mentoleransi asupan oral.Ini mengurangi inflamasi dengan
menekan migrasi sel polimorfonuklear (PMN) dan membalikkan peningkatan
permeabilitas kapiler.3

C. Imunosupresan
a. Azatioprin
Azatioprin merupakan suatu obat imunosupresif, juga memberikan hasil yang
baik, efek sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan steroid dan terutama
berupa gangguan saluran cerna, peningkatan enzim hati, dan leukopenia. Obat
ini diberikan dengan dosis 2,5 mg/kg BB selama 8 minggu pertama. Setiap
minggu harus dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hati.Sesudah
itu pemeriksaan laboratorium dikerjakan setiap bulan sekali.Pemberian
prednisolon bersama-sama dengan azatioprin sangat dianjurkan. Karena efek
samping kortikosteroid, klinisi dan dokter seringkali menggunakan steroid-
sparing medications, misalnya: azathioprine, dengan dosis yang ditingkatkan
secara bertahap sampai 2-3 mg/KgBB/hari PO. Perbaikan maksimal dicapai
dalam waktu 1-2 tahun, karena kerja azathioprine yang lebih lambat daripada

30
kortikosteroid.Azathioprine digunakan bersama-sama dengan kortikosteroid,
bukan sebagai monoterapi.3
b. Mycophenolate mofetil
sebagai suatu monoterapi yang bersifat adjunctive atau corticosteroid-sparing
therapy, dengan dosis 1-1,5 g PO dua kali sehari. Selama mimum obat ini,
disarankan untuk menghindari paparan sinar ultraviolet.Manfaat (perbaikan)
klinis dapat dirasakan setelah 1-2 bulan, sedangkan efek maksimal obat ini
biasanya dirasakan sekitar 6 bulan.Penggunaan mycophenolate mofetil
bersama-sama dengan azathioprine tidak dianjurkan.3
c. Cyclosporine
Penggunaan cyclosporine (dosis: 2,5 mg/KgBB/hari PO dibagi 2 x sehari;
setelah 4 minggu, dosis dapat dinaikkan 0,5 mg/KgBB/hari dengan interval 2
minggu, sampai dosis maksimum 4 mg/KgBB/hari) dan cyclophosphamide
dapat digunakan oleh dokter yang benar-benar paham efek samping dan dapat
memonitor (tekanan darah, CBC, asam urat, potassium, lipid, magnesium,
serum creatinine dan BUN) pasien secara ketat (setiap 2 minggu selama 3
bulan pertama terapi, lalu setiap bulan jika pasien sudah stabil).3

D. Imunoglobulin
IVIG direkomendasikan untuk MG krisis, pada pasien dengan kelemahan berat
yang kurang terkontrol dengan agen lainnya, atau sebagai pengganti dari
pertukaran plasma dengan dosis 1 g / kg.IVIG efektif dalam MG sedang atau
berat yang memburuk menjadi krisis.Dosis tinggi IVIG berhasil pada MG,
meskipun mekanisme kerja tidak diketahui.Hal ini digunakan dalam manajemen
krisis (misalnya, myasthenic krisis dan periode perioperatif) bukan atau dalam
kombinasi dengan plasmapheresis. Seperti plasmapheresis, ia memiliki onset yang
cepat, tetapi efek berlangsung hanya dalam waktu singkat.3
E. Plasmaparesis
Plasmapheresis (pertukaran plasma) dipercaya bekerja dengan menghilangkan
faktor humoral (yaitu, anti-ACHR antibodi dan kompleks imun) dari sirkulasi.
Hal ini digunakan sebagai tambahan untuk terapi imunomodulator lain dan
sebagai alat untuk manajemen krisis. Seperti IVIG, plasmaferesis umumnya
digunakan untuk myasthenic krisis dan kasus-kasus refrakter. Perbaikan terjadit
dalam beberapa hari, tetapi tidak berlangsung lebih dari 2 bulan.Plasmaferesis

31
merupakan terapi efektif untuk MG, terutama dalam persiapan untuk operasi atau
jangka pendek pengelolaan eksaserbasi. Plasmapheresis jangka panjang teratur
setiap minggu atau bulanan bisa digunakan bila pengobatan lain tidak dapat
mengendalikan penyakit ini. Komplikasi terutama terbatas pada komplikasi
intravena (IV) akses (misalnya, penempatan garis pusat) tetapi juga dapat
mencakup gangguan hipotensi dan koagulasi (meskipun jarang).3

F. Thimektomi
Thimektomi merupakan pilihan pengobatan yang penting dalam myasthenia
gravis (MG),terutama jika ditemukan adanya thymoma. Telah diusulkan sebagai
terapi lini pertama pada kebanyakan pasien dengan myasthenia gravis (MG)
umum.Thimectomi dapat menyebabkan remisi.American Association of
Neurology merekomendasikan thimectomi untuk nonthymomatous pasien
myasthenia gravis (MG) autoimun.Thimectomi direkomendasikan sebagai pilihan
untuk meningkatkan kemungkinan remisi atau perbaikan.3

2.12 Prognosis Miastenia Gravis

a. Tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%


b. MG yang mendapat pengobatan, angka kematian 4%
c. 40% hanya gejala okuler.
Dalam myasthenia gravis (MG) okuler,> 50% kasus berkembang ke myasthenia
gravis (MG) umum dalam waktu satu tahun, remisi spontan <10%. Sekitar 15-17%
pasien akan tetap mengalami gejala okular selama masa tindak lanjut rata-rata hingga 17
tahun. Pasien-pasien inidisebut sebagai myasthenia gravis (MG) okular. Sisanya
mengembangkan kelemahan umum dandisebut sebagai generalized myasthenia gravis
(MG). Sebuah studi dari 37 pasien myastheniagravis (MG) menunjukkan bahwa
kehadiran thymoma terkait dengan gejala yang lebih buruk.1

32
BAB III
KESIMPULAN

1. Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan
abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus
dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Bila penderita beristirahat, maka
tidak lama kemudian kekuatan otot akan pulih kembali. Penyakit ini timbul karena
adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada neuromuscular junction.
2. Penyebab pasti gangguan transmisi neuromuskuler pada Miastenia gravis tidak
diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan ACh atau

33
kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologik yang paling
banyak berperanan.
3. Gejala awal biasanya mengeluh gangguan mata, terutama ptosis dan diplopia.
Akhirnya, 90% dari pasien dengan MG mengembangkan gejala-gejala okular.
Mungkin ptosis unilateral atau bilateral, dan akan beralih dari mata ke mata . Ptosis
biasanya yang paling menonjol dan terjadi setelah berkedip beberapa kali.
4. Klasifikasi Miastenia gravis dapat dibagi berdasarkan Myasthenia Gravis
Foundation of America (MGFA) yang terbagi dalam 5 kelasdan menurut osserman
terbagi dalam 4 tipe.
5. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan Lab penunjang.
6. Tujuan pengobatan myasthenia gravis (MG) adalah untuk mencapai tiga tujuan
penting: transmisi neuromuskuler yang optimal, mengurangi atau menetralisir
konsekuensi dari reaksi autoimun, dan memodifikasi riwayat alami myasthenia
gravis (MG) dengan menginduksi remisi, didefinisikan sebagai kondisi permanen
hilangnya gejala tanpa pengobatan
7. Prognosis : tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%, MG yang mendapat
pengobatan, angka kematian 4%, 40% hanya gejala okuler

DAFTAR PUSTAKA

1. adam
2. Harsono, 2005. Buku Ajar Neurologi Klinik PERDOSSI. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press. Hal. 327-332.
3. Goldenberg, William. Myasthenia Gravis. 20 Januari 2012. Diunduh
darihttp://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview, 07 Juni 2012.
4. Eric M, Eliahu S, Feen, Jose I. Myasthenia Gravis Crisis. Southern Medical
Journal. 2008; 101: 1: 69-63.
5. Keesey, John. Clinical Evaluation and Management of Myasthenia Gravis.
Muscle& Nerve. 2004; 29:505-484.

34
6. Myasthenia Gravis and Related Disorders of The Neuromuscular Junction. In:
Ropper A, Brown R, eds. Adam and Victors : Principles of Neurology 8 thed.
McGraw Hill. 2005; 53:1264-1250.
7. Romi, Gilhus, Aarli. Myasthenia gravis: clinical, immunological,and therapeutic
advances. Acta Neurol Scand. 2005; 111: 141-134.
8. Kumala P, Komala S, Santoso AH, Sulaiman JR, Rienita Y. Kamus saku
Kedokteran Dorland. 25 ed.EGC. 1998: 723.
9. Drachman DB. Myasthenia Gravis and Other Diseases of The Neuromuscular
JunctionKasper. In: Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson. Harrisons :
Principle of Internal Medicine 16th ed. McGraw Hill. 2005; 366: 2523-2518.
10. Burmester GR, Pezzutto A. Color Atlas of Immunology. 1sted. Thieme. 2003: 239-
238
11. Myasthenia Gravis &Neuromuscular Junction (NMJ) Disorders. Diunduh
darihttp://neuromuscular.wustl.edu/synmg.html#acquiredmg, 07 Juni 2012.
12. Murray, R.K, Granner, D.K, Mayes, P.A.2008. Biokimia Harper: Dasar Biokimia

Beberapa Kelainan Neuropsikiatri. Edisi 29. EGC. Jakarta.


13. Snell, Richard S., 2007. Neuro Anatomi Klinik ed. 5. EGC. Jakarta.
14. Miastenia Gravis Indonesia. 2013. http://www.mgindonesia.org/myasthenia-

gravis.html. Diakses pada tanggal 08 April 2017.

35

Anda mungkin juga menyukai