Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

MYASTENIA GRAVIS

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Kegawatdaruratan di RS PKU Muhammadiyah Gombong

Pembimbing :

dr. Eva Delsi, Sp. Em

Disusun Oleh:

Wildan Ibnu Adrian

2013020050

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF


RS PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2022

1
LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan, Referat dengan judul


Myastenia Gravis

Disusun oleh :
Wildan Ibnu Adrian
2013020050

Telah dipresentasikan :
Hari, tanggal :
Minggu, 15 Mei 2022

Disahkan oleh :
Dokter pendidik klinis,

dr. Eva Delsi, Sp. Em

2
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL .................................................................................................. 1

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3

BAB I ...................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN .................................................................................................. 4

A. Definisi ........................................................................................................... 4

B. Epidemiologi .................................................................................................. 4

C. Etiologi, Faktor Risiko, Patofisiologi ............................................................. 4

D. Manifestasi Klinis .......................................................................................... 7

E. Diagnosis Banding ........................................................................................ 10

F. Penegakan Diagnosis .................................................................................... 10

BAB II ................................................................................................................... 13

TATALAKSANA ................................................................................................. 13

BAB III ................................................................................................................. 19

PROGNOSIS ........................................................................................................ 19

BAB IV ................................................................................................................. 20

PENUTUP ............................................................................................................. 20

REFERENSI ......................................................................................................... 21

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Definisi
Myastenia gravis adalah penyakit autoimun yang menyerang
neuromuscular juction ditandai oleh suatu kelemahan otot dan cepat lelah akibat
adanya antibodi terhadap reseptor asetilkolin (AchR) sehingga jumlah AchR di
neuromuscular juction berkurang.1,2

B. Epidemiologi
Prevalensi MG terus meningkat selama 50 tahun terakhir karena diagnosis
yang lebih baik, modalitas pengobatan yang lebih baik, dan peningkatan harapan
hidup, MG tetap merupakan penyakit langka dengan sekitar 60.000 kasus
diperkirakan di Amerika Serikat. Prevalensi dilaporkan sekitar 20 dalam 100.000
dan bervariasi di berbagai negara. Pada pasien yang lebih muda dari 40, wanita
lebih sering terkena dengan rasio 7:3, sedangkan pria lebih sering terkena di antara
pasien yang lebih tua dari 50, dengan rasio 3:2. Kasus didistribusikan secara merata
pada pasien berusia empat puluhan.2

C. Etiologi, Faktor Risiko, Patofisiologi


Serangan imunologik yang bergantung pada sel-T yang dimediasi oleh
antibodi pada membran pascasinaps menyebabkan kerusakan membran otot
pascasinaps, penurunan jumlah dan densitas AChRs yang mengakibatkan transmisi
neuromuskular abnormal dan kelemahan otot yang dapat menyebabkan kelelahan
klinis.2,3
Autoantibodi menyerang AChR yang mengikat daerah imunogenik utama
dari subunit dari AChR adalah penyebab yang paling umum dan menyebabkan
kerusakan daerah endplate pascasinaps melalui aktivasi komplemen. Produksi
autoantibodi di MG adalah proses yang bergantung pada sel T, dan timus dianggap
memainkan peran penting dalam disregulasi ini.2,3

4
Tabel I.1 Faktor Risiko Pemicu dan Pemburuk Keadaan Myasthenia Gravis.3

Medikasi : Pembedahan
◆ Antibiotics Transplantasi sumsum tulang
◇ Aminoglycosides Infeksi virus
◇ Fluoroquinolones Stress
◇ Tetracyclines
◇ Sulfonamides
◇ Penicillins
◇ Nitrofurantoin
◇ Telithromycin
◆Magnesium and magnesium-containing
medications (eg, laxatives, antacids)
◆ Interferon alfa
◆ D-Penicillamine
◆ Cardiovascular medications
◇ Quinidine, quinine
◇ Beta-blockers
◇ Calcium channel blockers
◆ Anesthetics (eg, methoxyflurane)
◆Neuromuscular blockers (eg, succinylcholine)

Pada neuromuscular junction, sel saraf dan sel otot sebenarnya tidak
berkontak satu sama lain. Celah antara kedua struktur ini terlalu besar untuk
memungkinkan transmisi listrik suatu impuls antara keduanya. Karenanya, seperti
di sinaps saraf, terdapat suatu pembawa pesan kimiawi yang mengangkut sinyal
antara ujung saraf dan serat otot. Neurotransmitter ini disebut sebagai asetilkolin
(ACh).2,3
Membran Pre-Synaptic mengandung asetilkolin (ACh) yang disimpan
dalam bentuk vesikel-vesikel. Jika terjadi potensial aksi, maka Ca+ Voltage Gated
Channel akan teraktivasi. Terbukanya channel ini akan mengakibatkan terjadinya
influx Calcium. Influx ini akan mengaktifkan vesikel- vesikel tersebut untuk
bergerak ke tepi membran. Vesikel ini akan mengalami docking pada tepi
membran. Karena proses docking ini, maka asetilkolin yang terkandung didalam
vesikel tersebut akan dilepaskan kedalam celah synaptic. ACh yang dilepaskan tadi,
akan berikatan dengan reseptor asetilkolin (AChR) yang terdapat pada membran
post-synaptic. AChR ini terdapat pada lekukan- lekukan pada membran post-

5
synaptic. AChR terdiri dari 5 subunit protein, yaitu 2 alpha, dan masing- masing
satu beta, gamma, dan delta.2,3
Subunit- subunit ini tersusun membentuk lingkaran yang siap untuk
mengikat ACh. Ikatan antara ACh dan AChR akan mengakibatkan terbukanya
gerbang Natrium pada sel otot, yang segera setelahnya akan mengakibatkan influx
Na+. Influx Na+ ini akan mengakibatkan terjadinya depolarisasi pada membran
post-synaptic. Jika depolarisasi ini mencapai nilai ambang tertentu (firing level),
maka akan terjadi potensial aksi pada sel otot tersebut.2,3

Gambar I.1 Fisiologi neuromuscular junction.4

6
Dalam kasus Myasthenia Gravis terjadi penurunan jumlah Acetyl Choline
Receptor (AChR). Kondisi ini mengakibatkan Acetyl Choline (ACh) yang tetap
dilepaskan dalam jumlah normal tidak dapat mengantarkan potensial aksi menuju
membran post-synaptic. Kekurangan reseptor dan kehadiran ACh yang tetap pada
jumlah normal akan mengakibatkan penurunan jumlah serabut saraf yang
diaktifkan oleh impuls tertentu, inilah yang kemudian menyebabkan rasa sakit
pada pasien. Pengurangan jumlah AChR ini dipercaya disebabkan karena proses
autoimun didalam tubuh yang memproduksi anti-AChR bodies, yang dapat
memblok AChR dan merusak membran post-synaptic. Etiopatogenesis proses
autoimun pada Myastenia gravis tidak sepenuhnya diketahui, walaupun demikian
diduga kelenjar timus turut berperan pada patogenesis Myastenia gravis. Sekitar
75% pasien Myastenia gravis menunjukkan timus yang abnormal, 65% pasien
menunjukkan hiperplasi timus yang menandakan aktifnya respon imun dan 10%
berhubungan dengan timoma.5,6

D. Manifestasi Klinis
Penyakit Myastenia gravis ditandai dengan adanya kelemahan dan
kelelahan. Kelemahan otot terjadi seiring dengan penggunaan otot secara berulang,
dan semakin berat dirasakan diakhir hari. Gejala ini akan menghilang atau membaik
dengan istirahat. Kelompok otot- otot yang melemah pada penyakit Myastenia
gravis memiliki pola yang khas. Pada awal terjadinya Myastenia gravis, otot
kelopak mata dan gerakan bola mata terserang lebih dahulu. Akibat dari
kelumpuhan otot- otot tersebut, muncul gejala berupa penglihatan ganda (melihat
benda menjadi ada dua atau disebut diplopia) dan turunnya kelopak mata secara
abnormal (ptosis).2,3,7
Myastenia gravis dapat menyerang otot- otot wajah dan menyebabkan
penderita menggeram saat berusaha tersenyum serta penampilan yang seperti tanpa
ekspresi. Penderita juga akan merasakan kelemahan dalam mengunyah dan
menelan makanan sehingga berisiko timbulnya regurgitasi dan aspirasi. Selain itu,
terjadi gejala gangguan dalam berbicara, yang disebabkan kelemahan dari langit-
langit mulut dan lidah.2,3

7
Gambar I.2 Ptosis Pada Miastenia gravis Generalisata. A. Kelopak mata tidak
simetris, kiri lebih rendah dari kanan. B. Setelah menatap 30 detik ptosis semakin
bertambah.2
Sebagian besar penderita Myastenia gravis akan mengalami kelemahan otot
pada seluruh tubuh, termasuk tangan dan kaki. Kelemahan pada anggota gerak ini
akan dirasakan asimetris. Bila seorang penderita Myastenia gravis hanya
mengalami kelemahan di daerah mata selama 3 tahun, maka kemungkinan kecil
penyakit tersebut akan menyerang seluruh tubuh.2,3
Penderita dengan hanya kelemahan disekitar mata disebut Myastenia gravis
okular. Penyakit Myastenia gravis dapat menjadi berat dan membahayakan jiwa.
Myastenia gravis yang berat menyerang otot- otot pernafasan sehingga
menimbuilkan gejala sesak nafas. Bila sampai diperlukan bantuan alat pernafasan,
maka penyakit Myastenia gravis tersebut dikenal sebagai krisis Myastenia gravis
atau krisis miastenik. Beberapa gejala yang muncul pada penderita diantaranya:
kelemahan otot yang progresif pada penderita, kelemahan meningkat dengan cepat
pada kontraksis otot yang berulang. Pemulihan dalam beberapa menit atau kurang
dari satu jam dengan istirahat. Kelemahan biasanya memburuk menjelang malam,
otot mata sering terkena pertama (ptosis, diplopia), atau otot faring lainnya
(disfagia, suara sengau). Kelemahan otot yang berat berbeda pada setiap unit
motorik.2,3,7

8
Tabel I.2 Klasifikasi MG menurut Myasthenia Gravis Foundation of America.2
Kelas Deskripsi
I Kelemahan otot otot okular
Kelemahan pada saat menutup mata
Kekuatan otot-otot lain dalam batas normal
II Kelemahan ringan yang berpengaruh pada otot lain lain selain otot
ocular
Dapat juga mempunyai variasi bentuk kelemahan otot okular
IIa Secara predominan dapat mempengaruhi ekstremitas atau otot aksial
atau keduanya
Dapat juga terdapat kelemahan ringan pada otot orofaring
IIb Secara predominan dapat mempengaruhi otot orofaring atau otot
respiratorik atau keduanya
Dapat juga terdapat kelemahan ringan pada ekstremitas atau otot aksial
atau keduanya
III Kelemahan sedang yang berpengaruh pada otot lain lain selain otot
ocular
Dapat juga mempunyai kelemahan otot okular dengan tingkat
keparahan apapun
IIIa Secara predominan dapat mempengaruhi ekstremitas atau otot aksial
atau keduanya
Dapat juga terdapat kelemahan ringan pada otot orofaring
IIIb Secara predominan dapat mempengaruhi otot orofaring atau otot
respiratorik atau keduanya
Dapat juga terdapat kelemahan ringan pada ekstremitas atau otot aksial
atau keduanya
IV Kelemahan berat yang berpengaruh pada otot lain lain selain otot okular
Dapat juga mempunyai kelemahan otot okular dengan tingkat
keparahan apapun
IVa Secara predominan dapat mempengaruhi ekstremitas atau otot aksial
atau keduanya
Dapat juga terdapat kelemahan ringan pada otot orofaring
IVb Secara predominan dapat mempengaruhi otot orofaring atau otot
respiratorik atau keduanya
Dapat juga terdapat kelemahan ringan pada ekstremitas atau otot aksial
atau keduanya
V Didefinisikan dengan intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanis,
kecuali jika digunakan selama manajemen rutin pascaoperasi;
penggunaan selang makanan tanpa intubasi menempatkan pasien di
kelas IVb

9
E. Diagnosis Banding
MG perlu dibedakan dari gangguan neuromuscular-junction lainnya, seperti
sindrom miastenia Lambert-Eaton, sindrom miastenia kongenital, dan botulisme;
Penyakit Lyme, yang menyebabkan neuropati kranial multipel; ALS bulbar;
iskemia batang otak; dan inflamasi akut demielinasi poliradikuloneuropati (AIDP),
seperti sindrom Miller Fisher dan varian faring-serviks-brakial.8,9
MG okular murni perlu dibedakan dari kelainan mitokondria, seperti
oftalmoplegia eksternal progresif kronis, dan distrofi otot okulofaringeal. Ptosis
pada gangguan ini biasanya simetris, progresif kronis, dan tidak mudah lelah atau
berfluktuasi, tidak seperti pada MG.9
Oftalmoplegia pada oftalmoplegia eksternal progresif kronis dan distrofi
otot okulofaringeal, tidak seperti pada MG karena jarang menyebabkan diplopia
yang signifikan karena perkembangan yang lambat dan keterlibatan yang seragam
dari semua otot intrinsik okular. Biopsi otot dan tes DNA dapat membantu
memastikan diagnosis oftalmoplegia eksternal progresif kronis atau distrofi otot
okulofaringeal.8,9
Pada pasien dengan kelemahan bulbar yang dominan dan gejala okular
minimal atau tanpa gejala, ALS bulbar adalah diagnosis alternatif utama: tanda-
tanda neuron motorik atas dan atrofi serta fasikulasi di lidah dan otot lemah lainnya
membantu membedakan ALS (Amyotrophic lateral sclerosis) dari MG.8,9
Pasien dengan gejala utama kelelahan umum tanpa kelemahan pada
kelompok otot tertentu, terutama jika nyeri juga ada, biasanya tidak terpengaruh
oleh MG. Evaluasi elektrodiagnostik yang mencakup EMG, stimulasi saraf
berulang, dan Single-Fiber EMG dari otot yang terkena sangat membantu dalam
membedakan gangguan di atas.8,9

F. Penegakan Diagnosis
Anamnesis adanya kelemahan/ kelumpuhan otot yang berulang setelah
aktivitas dan membaik setelah istirahat. Tersering menyerang otot- otot mata
(dengan manifestasi : diplopia atau ptosis), dapat disertai kelumpuhan anggota
badan (terutama triceps dan ekstensor jari-jari), kelemahan/ kelumpuhan otot- otot

10
yang dipersarafi oleh nervus cranialis, dapat pula mengenai otot pernafasan yang
menyebabkan penderita bisa sesak. Setelah anamnesis dilakukan tes klinis
sederhana :9,10
a) Tes watenberg/ simpson test : Memandang objek diatas bidang antara kedua
bola mata >30 detik, lama- kelamaan akan terjadi ptosis (tes positif).
b) Tes pita suara : Penderita disuruh menghitung 1-100, maka suara akan
menghilang secara bertahap (tes positif).

Tes serologis adalah langkah diagnostik pertama ketika MG dicurigai.


Antibodi pengikat-AChR positif sangat spesifik untuk MG autoimun dan
ditemukan pada 80% pasien dengan MG general, 50% pasien dengan MG okular,
dan pada sekitar 50% anak dengan MG autoimun.9,10
Antibodi penghambat-AChR dan modulasi-AChR diuji ketika antibodi
pengikat-AChR negatif, tetapi antibodi tersebut hanya meningkatkan sensitivitas
diagnostik kurang dari 5%.9,10
Tes elektrodiagnostik sangat membantu pada pasien dengan seronegatif.
Studi stimulasi saraf berulang 2-5 Hz lebih sensitif pada MG general daripada MG
okular. Penurunan CMAP lebih besar dari 10% merupakan indikasi dari cacat
transmisi neuromuskular. Penting untuk diketahui bahwa faktor teknis seperti
artefak gerakan, stimulasi submaksimal, dan suhu ekstremitas kurang dari 35°C
(95°F) selama pengujian stimulasi saraf berulang dapat memengaruhi validitas
hasil.9,10
Single Fiber EMG (electromyography) ketika dilakukan pada otot yang
lemah, adalah tes diagnostik yang paling sensitif untuk mengkonfirmasi gangguan
transmisi neuromuskular (positif pada 97% pasien yang terkena). Biasanya, otot
ekstensor digitorum communis dipelajari terlebih dahulu, dan jika normal, otot
wajah (frontalis atau orbicularis oculi) harus diuji selanjutnya. Jika EMG serat
tunggal normal pada otot yang terkena secara klinis, diagnosis MG disingkirkan.9,10
Uji Tensilon juga dapat dilakukan menggunakan Endrofonium yang
merupakan antikolinesterase kerja pendek yang memperpanjang kerja asetilkolin
pada neuromuscular junction dalam beberapa menit. Untuk uji tensilon, disuntikkan

11
2 mg tensilon secara intravena selama 15 detik, bila dalam 30 detik tidak terdapat
reaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 8-9 mg tensilon secara intravena. Setelah
tensilon disuntikkan, kita harus memperhatikan otot- otot yang lemah, misalnya
kelopak mata yang memperlihatkan adanya ptosis. Bila kelemahan tersebut
disebabkan oleh Myastenia gravis, maka ptosis tersebut akan segera lenyap. Pada
uji ini kelopak mata yang lemah harus diperhatikan dengan seksama karena
efektivitas tensilon sangat singkat.9,10
Pemeriksaan Radiologi dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan
lateral. Pada rontgen thorax, timoma dapat diidentifikasi sebagai suatu massa pada
bagian anterior mediastinum. Hasil ronsen yang negatif belum tentu dapat
menyingkirkan adanya timoma ukuran kecil, sehingga terkadang perlu dilakukan
chest Ct-scan untuk mengidentifikasi timoma pada semua kasus Myastenia gravis,
terutama pada penderita dengan usia tua. MRI pada otak dan orbita sebaiknya tidak
digunakan sebagai pemeriksaan rutin. MRI dapat digunakan apabila diagnosis
Myastenia gravis tidak dapat ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang lainnya
dan untuk mencari penyebab defisit pada saraf otak.9,10

12
BAB II

TATALAKSANA

Tujuan penatalaksanaan MG adalah untuk mencapai remisi (tidak ada tanda


atau gejala kelemahan miastenia) atau manifestasi minimal (tidak ada gejala
subjektif dan hanya ditemukan kelemahan ringan pada pemeriksaan neurologis
objektif yang tidak mengganggu fungsi normal). Tujuan ini harus dicapai dengan
efek samping obat yang seminimal mungkin.10,11
Tranfusi plasma dan IVIg digunakan pada MG general sebagai imunoterapi
jangka pendek dengan onset cepat, untuk eksaserbasi akut yang parah, dan sebelum
operasi untuk mengoptimalkan kekuatan pasien sebelum operasi. Pada pasien
refrakter dan pada pasien yang tidak merespon atau tidak dapat mentoleransi
imunosupresan oral, IVIg dan tranfusi plasma digunakan lebih banyak. Tranfusi
plasma, biasanya 5 sampai 6 penggantian 2 sampai 3 liter pada hari yang bergantian,
efektif dalam meningkatkan kekuatan pada sebagian besar pasien dengan MG dan
merupakan pengobatan pilihan pada krisis miastenia karena onsetnya yang cepat
(biasanya setelah yang tranfusi kedua atau ketiga).9,11
Pemberian Immunoglobulin intravena dengan dosis total 1 g/kg sampai 2
g/kg dibagi dalam 2 sampai 5 hari efektif dalam meningkatkan kekuatan pada
pasien dengan MG dan digunakan untuk mengobati eksaserbasi sedang sampai
berat dan atau untuk pasien yang tidak merespon atau dapat mentoleransi.
imunosupresan oral.9,11

13
Algoritma Tatalaksana Myasthenia Gravis General.12

Diagnosis terkonfirmasi ; Pemberian


pyridostigmine dan atur dosis hingga
keluhan terkontrol; Pertimbangkan
Thymektomi

Lanjutkan pyridostigmine
Manifestasi klinis minimal? Ya
; optimalisasi dosis
Tidak

Mulai pemberian prednisone

Tapering off prednisone;


Gejala terkontrol secara adequat? Ya
dosis minimal

Tidak

Mulai pemberian azathioprine


Stabilisasi gejala,
tapering off prednisone;
dosis minimal. Pada
Gejala terkontrol secara adequat? Ya
jangka Panjang
pertimbangkan tapering
Tidak
off dosis azathioprine
Tambah pemberian imunoglobulin
intravena atau cyclosporine atau
tracolimus

Gejala terkontrol secara adekuat? Ya Lanjutkan intervensi

Tidak
Tambah mycopenolate mofetil atau
methotrexate. Untuk gejala berat dapat
ditambah tranfusi plasma atau
rituximab
14
Algoritma Tatalaksana Myasthenic Crisis and Severe Exacerbation.13

Masuk ICU; berikan imunoglobulin


intravena atau tranfusi plasma,
naikan dosis steroid hentikan
pemberian pyridostigmine

Naikan dosis prednisone;


pertimbangkan imunoterapi
Stabilisasi? Ekstubasi? Ya
longterm, ulangi pemberian
pyridostigmine
Tidak

Berikan imunoglobulin intravena


atau tranfusi plasma

Lanjutkan regimen
immunotherapy dengan
menambah regimen baru
Stabilisasi? Ekstubasi Ya atau meningkatkan dosis
regimen terkini; ulangi
pemberian
pyridostigmine

Pertimbangkan eculizumab,
rituximab, cyclophospamide;
lanjutkan high dose steroid; lanjutkan
alternatif obat immunosupresan lain

15
Tabel 1. Drug of Choice Myasthenia Gravis14,15

Onset
Therapy Starting Dose Maintenance dose of Adverse Effect Monitoring
Action
First Line
Pyridostigmine 60 mg every 6 h while 60–120mg every 15–30 BAB Cair, Diare Tidak ada
awake 3–8 h while awake menit
Prednisone Rapid induction 60–100 mg/hari, 2-4 HTN, hyperglycemia, Berat Badan, Tekanan
regimen: 60–100 mg/hari dilanjutkan dengan minggu fluid retention, weight Darah, glucose,
sampai 2–4 minggu tapering off gain, bone density loss, potassium, bone
Slow Titration regimen: neuropsychiatric density monitoring
10 mg/d, dinaikan 10 mg
setiap 5–7 hari sampai
dengan 60–100 mg
Thymectomy - - 6-12 - -
bulan
Second Line
Azathioprine 50 mg, single morning dinaikan 50 mg 12–18 Flu-like illness, Darah Lengkap, Fungsi
dose setiap 2–4 minggu; bulan hepatotoxicity; Hati tiap bulan. Tiap
goal dose leukopenia minggu pada bulan
2–3 mg/kgBB/hari pertama
Cyclosporine 100 mg 2 kali sehari Goal dose 3–6 1-3 Nephrotoxicity, HTN, Tekanan Darah, monthly
mg/kgBB/hari terbagi bulan infection, hepatotoxicity, cyclosporine trough
menjadi 2x dosis per hirsutism, tremor, level<300ng/mL,
hari gum hyperplasia, BUN/Cr, Fungsi Hati,
neoplasia Darah lengkap

16
Intravenous 2g/kgBB selama 2–5 hari 0.4–1g/kgBB selama 1-2 Headache, urticaria, BUN/Cr
Immunoglobulin 4 minggu minggu nephrotoxic,
Thrombotic events
Third Line
Methotrexate 10mg/minggu Dinaikan 2,5mg setiap - Hepatotoxicity, Fungsi Hati, Darah
2 minggu sampai pulmonary fibrosis, lengkap setiap bulan
dengan 20mg/minggu infection, neoplasia
Mycophenolate 500mg 2x sehari 1000-1500 2x sehari 2-12 Diarrhea, nausea, Darah lengkap setiap
mofetil bulan emesis, leukopenia bulan
Plasmapheresis One plasma volume - 1-2 Hypotension, Tekanan darah, kalsium
exchanged per procedure; tranfusi hypocalcemia,
5 procedures every fever, urticaria,
other day infection,
pneumothorax
Fourth line
Rituximab 375 mg/mm2 diberikan Siklus dapat diulang 1-3 Infusion-related Darah Lengkap
perminggu selama 4 sampai dengan 6 bulan headache, nausea,
minggu atau bulan chills, hypotension;
750 mg/mm2 diberikan anemia,
dua kali dan jeda 2 minggu leukopenia,
thrombocytopenia
Fifth Line
Eculizumab 900 mg/minggu selama 4 1200 mg setiap 2 2-4 Mild infusion-related Darah lengkap
minggu; minggu minggu adverseevents;
1200 mg untuk minggu ke lifethreatening
5; dan and fatal meningococcal
1200 mg setiap 2 minggu infections have
setelah minggu ke 5 occurred

17
Cyclophosphamide 0.5–1 g/m2 IV 0.5–1 g/m2 IV 6–12 Bone marrow Daily to weekly CBC
induction dose perbulan bulan suppression, with attention to trough
maintenance infertility, hemorrhagic absolute neutrophil
dose selama 6 bulan; cystitis, alopecia, count; urinalysis
sesuaikan dosis infections, neoplasia,
berdasarkan teratogenicity, nausea
neutrophil count

18
BAB III

PROGNOSIS

Dengan ketersediaan ventilasi mekanis dan perawatan suportif intensif


untuk krisis miastenia saat ini dan peningkatan pilihan yang tersedia untuk terapi
imunomodulasi, mortalitas akibat MG kurang dari 5%. Pasien dengan timoma dan
pasien dengan tipe MG umum yang lebih refrakter, serta pasien yang lebih tua
dengan komorbiditas kompleks, memiliki morbiditas dan mortalitas yang lebih
tinggi.12
Sekitar 15% pasien MG tidak merespon pengobatan, dan faktor yang
berhubungan dengan penyakit refrakter termasuk timoma, antibodi anti-MuSK,
onset usia yang lebih muda, dan jenis kelamin perempuan.12
Beberapa pasien dengan MG mengalami kelemahan tetap yang tidak lagi
berespons terhadap imunomodulasi ("kelemahan terbakar"). Kelemahan otot trisep
terisolasi yang parah telah dilaporkan terutama pada pasien Afrika-Amerika dan
perlu dikenali untuk menghindari tes yang tidak perlu dan intervensi bedah
(misalnya, dekompresi akar serviks).14
Ketika oftalmoplegia dan ptosis yang terfiksasi tidak lagi berespon terhadap
imunomodulasi, intervensi bedah harus dipertimbangkan. Keparahan maksimal
gejala dan tanda biasanya dicapai pada tahun-tahun pertama dari onset gejala pada
sebagian besar pasien, dan generalisasi dalam kasus okular murni biasanya terjadi
dalam 2 tahun pertama sejak onset.14
Eksaserbasi MG lebih sering terjadi pada tahap awal penyakit dan sebelum
pengobatan dilaksanakan sepenuhnya. Eksaserbasi dapat dipicu oleh infeksi virus,
penyakit penyerta, kehamilan, pembedahan, stres, dan penggunaan obat-obatan
tertentu.14

19
BAB IV

PENUTUP

Myasthenia Gravis adalah penyakit autoimun neuromuskular yang sangat


dapat diobati yang perlu segera didiagnosis dan dikelola oleh ahli saraf. Krisis
miastenia merupakan kedaruratan neurologis dengan prognosis baik dan mortalitas
rendah bila didiagnosis dan diobati dengan segera dengan pertukaran plasma dan
perawatan suportif intensif.
Banyak obat imunomodulator saat ini dalam pengembangan uji praklinis
dan klinis, dan pilihan pengobatan yang tersedia untuk pasien dengan MG terus
meningkat.
Beberapa masalah yang belum terselesaikan tetap ada, termasuk kapan dan
bagaimana menghentikan terapi imunosupresan untuk pasien yang telah mencapai
remisi dan pasien mana yang berisiko lebih tinggi untuk kambuh; peran penggunaan
prednison dini pada MG okular murni dalam mencegah generalisasi; dan peran
timektomi dalam anti-MuSK, seronegatif.

20
REFERENSI

1. Setiyohadi B. Miologi. In: Sudoyo AW, Setiyohadi, Bambang, Alwi, idrus,


Simadibrata K,Marcellus, Setiati, Siti, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: InternaPublishing; 2016.
2. Ciafaloni E. Myasthenia Gravis and Congenital Myasthenic Syndromes.
Continuum (Minneap Minn). 2019 Dec;25(6):1767-1784. DOI: 10.1212/
CON.0000000000000800. PMID: 31794470.
3. Ropper AH, Brown, Robert H, Adam And Victor's Principles of Neurology.
In: Myasthenia Gravis And Related Disorders Of The Neuromuscular Junction
8th ed. United State of America: McGraw-Hill Medical Publishing Division;
2015.
4. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 9th ed. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2018.
5. Feldman EL, Grisold W, Russell JW, Zifko UA. Atlas of Neuromuscular
Diseases. In: Myastenia Gravis. Austria: Springer Wien New York; 2015.
6. Wilkinson l, Lenox, Graham. Essential Neurology. In: Peripheral
Neuromuscular Disorders USA: Blackwell Publishing Ltd; 2015.
7. Rohkamm R. Color Atlas of Neurology. In: Myopathies. New York: Thieme
Verlag; 2015.
8. Constantine Farmakidis, Mamatha Pasnoor, Mazen M. Dimachkie, Richard J.
Barohn. Treatment of Myasthenia Gravis, Neurologic Clinics, Volume 36, Issue
2, 2018, Pages 311-337, ISSN 0733-8619, ISBN 9780323583688,
https://doi.org/10.1016/j.ncl.2018.01.011
9. Jacob S, Muppidi S, et al. Guidance for the management of myasthenia gravis
(MG) and Lambert-Eaton myasthenic syndrome (LEMS) during the COVID-
19 pandemic. J Neurol Sci. 2020;412:116803. doi:10.1016/j.jns.2020.116803
10. Ilmu Penyakit Saraf S. Standar Pelayanan Medik. Makassar: Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2014.
11. Pushpa Narayanaswami, Donald B. Sanders, Gil Wolfe, Michael Benatar,
Gabriel Cea, International Consensus Guidance for Management of Myasthenia

21
Gravis 2020 Update, Neurology Jan 2021, 96 (3) 114-122; DOI: 10.1212/
WNL.0000000000011124
12. Farmakidis C, Pasnoor M, Dimachkie MM, Barohn RJ. Treatment of
Myasthenia Gravis. Neurol Clin. 2018 May;36(2):311-337. DOI: 10.1016/j.ncl.
2018.01.011. PMID: 29655452; PMCID: PMC6690491
13. Singh S, Govindarajan R. COVID-19 and generalized Myasthenia Gravis
exacerbation: A case report. Clin Neurol Neurosurg. 2020; 196:106045.
doi:10.1016/j.clineuro.2020.106045
14. Dalakas MC. Progress in the therapy of myasthenia gravis: getting closer to
effective targeted immunotherapies. Curr Opin Neurol. 2020 Oct;33(5):545-
552. DOI: 10.1097/WCO.0000000000000858. PMID: 32833750.
15. Anand P, Slama MCC, Kaku M, Ong C, Cervantes-Arslanian AM, Zhou L,
David WS, Guidon AC. COVID-19 in patients with myasthenia gravis. Muscle
Nerve. 2020 Aug;62(2):254-258. DOI: 10.1002/mus.26918. Epub 2020 May
22. PMID: 32392389; PMCID: PMC7272991

22

Anda mungkin juga menyukai