MYASTHENIA GRAVIS
Di susun oleh:
Friska Anzani
19066
II B
2020/2021
1. PENGERTIAN
2. ETIOLOGI
Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan
gangguan transmisi pada neuromuscular junction, yaitu penghubung
antara unsur saraf dan unsur otot. Pada ujung akson motor neuron
terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan penimbunan
asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson,
partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan
gaya sarafi yang kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR) pada
membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran
serat otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga
dengan demikian terjadilah kontraksi otot.
Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler pada Miastenia
gravis tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat
kekurangan ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori
terakhir, faktor imunologik yang berperanan.
Gangguan tersebut kemungkinan dipicu oleh infeksi, operasi, atau
penggunaan obat-obatan tertentu, seperti nifedipine atau verapamil
(digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi), quinine (digunakan
untuk mengobati malaria), dan procainamide (digunakan untuk
mengobati kelainan ritme jantung).
3. PATOFISIOLOGI
Dasar ketidaknormalan pada miastenia gravis adalah adanya
kerusakan pada tranmisi impuls saraf menuju sel otot karena kehilangan
kemampuan atau hilangnya reseptor normal membrane postsinaps pada
sambungan neuromuscular. Penelitian memperlihatkan adanya
penurunan 70 % sampai 90 % reseptor asetilkolin pada sambungan
neuromuscular setiap individu. Miastenia gravis dipertimbangkan
sebagai penyakit autoimun yang bersikap langsung melawan reseptor
asetilkolin (AChR) yang merusak transmisi neuromuscular.
Pada orang normal Acetikolin (ACh) disintesis pada ujung akhiran
saraf motor dan disimpan pada fesikel (Quanta) yang masing - masing
mengandung sekitar 10.000 molekul. Quanta ACh dibebaskan secara
spontan, menimbulkan miniatur potensial lempengan akhir (end-plate).
Jika potensial aksi mencapai ujung saraf, ACh dari 150 – 200 Quanta
dibebaskan dan bergabung dengan reseptor Acetilkolin (AChRs) yang
dikemas dengan padat pada puncak lipatan pascasinaptik. Kanal pada
AChRs terbuka memungkinkan masuknya kation dengan cepat terutama
natrium yang menyebabkan depolarisasi pada daerah lempengan akhir
serabut otot. Jika depolarisasi cukup besar akan memulai potensial aksi
yang menyebar sepanjang serabut otot mencetuskan kontraksi otot.
Proses ini secara cepat berakhir dengan difusi ACh jauh dari reseptor
dan hidrolisis ACh oleh Asitikolinesterase (AChE).
Pada Myastenia Gravis defek yang mendasar adalah pengurangan
dalam jumah AChRs yang tersedia pada membran otot pascasinaptik.
Selain itu, lipat pasca sinaptik mendatar atau disederhanakan. Perubahan
ini mengakibatkan berkurang efisiensi transmisi neuromuskuler. Karena
itu, walaupun ACh dibebaskan secara normal, akan menghasilkan
potensial lempengan akhir kecil yang mungkin gagal mencetuskan
potensial aksi otot.
Jumlah ACh yang dilepaskan setiap impuls secara normal menurun
pada aktivitas yang berulang (diistilahkan presynaptic rundown). Pada
pasien myastenik transmisi neuromuskuler yang berkurang efisiensinya
di gabung dengan rundown normal menghasilkan aktivasi yang lebih
sedikit dan lebih sedikit serabut otot dengan impuls saraf yang berturut
– turut dan oleh karena itu kelemahan bertambah atau kelelahan
myastenik. Mekanisme ini juga bertanggungjawab untuk respon
terhadap rangsangan saraf berulang, yang terlihat pada pengujian
elektrodiagnostik.
4. MANIFESTASI KLINIS
6. KLASIFIKASI
Prognosis :
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan Lainnya
4. Plasmapheresis, atau pertukaran plasma, digunakan untuk memodifikasi
malfungsi pada sistem imun. Ini dapat digunakan pada gejala yang
memburuk (eksaserbasi) atau persiapan operasi thymectomy. Biasanya,
2 hinga 3 liter plasma dibuang dan diganti pada setiap penangananm
dimana memerlukan beberapa jam. Kebanyak pasien menjalani
beberapa sesi selama metode plasmapheresis berjalan. Plasmapheresis
memperbaiki gejala MG dalam beberapa hari dan perbaikan bertahan
hingga 6-8 minggu. Resiko termasuk tekanan darah rendah, pusing,
penglihatan kabur, dan pembentukan bekuan darah (thrombosis).
5. Thymectomy merupakan operasi pembuangan kelenjar thymus.
Biasanya dilakukan pada pasien dengan tumor pada thymus (thymoma)
dan pasien yang lebih muda dari umur 55 tahun dengan MG
menyeluruh. Manfaat thymectomy berkembang secara perlahan dan
kebanyakan perbaikan terjadi selama bertahun-tahun setelah prosedur
ini dilakukan.
6. Penatalaksanaan miastenia gravis ditentukan dengan meningkatkan
fungsi pengobatan pada obat antikolinesterase dan menurunkan serta
mengeluarkan sirkulasi antibody.
9. PENGKAJIAN
a. Identitas klien yang meliputi nama,alamat,umur,jenis
kelamin(wanita),dan status
b. Keluhan utama : kelemahan otot
c. Riwayat kesehatan : diagnosa miastenia gravis didasarkan pada
riwayat dan presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah
aktivitas dan pemulihan kekuatan parsial setelah istirahat
sangatlah menunjukkan miastenia gravis, pasien mungkin
mengeluh kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang
sederhana. Riwayat adanya jatuhnya kelopak mata pada
pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang
kelemahan otot.
d. Riwayat keperawatan : kelemahan otot (meningkat dengan
pengerahan tenaga, membaik bila istirahat, tiba-tiba cepat lelah);
kesulitan menelan dan mengunyah; diplobia; tumor kelenjar
timus.
e. Psikososial : usia; jenis kelamin; pekerjaan; peran dan tanggung
jawab yang biasa dilakukan; penerimaan terhadap kondisi;
koping yang biasa digunakan; status ekonomi dan penghasilan.
f. Pengetahuan klien dan keluarga : pemahaman tentang penyakit,
komplikasi
g. Pemeriksaan fisik :
1) B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien mengalami kemampuan atau
penurunan batuk efektif, produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan yang sering didapatkan pada klien yang disertai
adanya kelemahan otot-otot pernapasan. Auskultasi bunyi
napas tambahan seperti ronkhi atau stridor pada klien,
menunjukkan adanya akumulasi secret pada jalan napas dan
penurunan kemampuan otot-otot pernapasan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler terutama dilakukan
untuk memantau perkembangan dari status kardiovaskular,
terutama denyut nadi dan tekanan darah yang secara
progresif akan berubah sesuai dengan kondisi tidak
membaiknya status pernapasan.
3) B3 (Brain)
Pengkajian Saraf Kranial
Pengkajian Sistem Motorik
Pengkajian Refleks
Pengkajian Sistem Sensorik
4) B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya menunjukkan
berkurangnya volume pengeluaran urin, yang berhubungan
dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke
ginjal.
5) B5(Bowel)
Mual sampai muntah akibat peningkatan produksi asam
lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien miestania gravis
menurun karena ketidakmampuan menelan makanan sekunder
dari kelemahan otot-otot menelan.
6) B6 (Bone)
Adanya kelemahan otot-otot volunter memberikan hambatan
pada mobilitas dan mengganggu aktivitas perawatan diri.(Arif
Muttaqin, 2008).
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
kelemahan otot pernafasan
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
kelemahan fisik umu keletihan
3) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
disfonia, gangguan pengucapan kata, gangguan
neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial
atau oral.
INTERVENSI KEPERAWATAN