Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

MYASTHENIA GRAVIS

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Praktek Belajar Klinik (PBK)

Keperawatan Medikal Bedah 2 (KMB 2)

Dosen Pembimbing: Ibu Yani Tri Handayani.,Ners.M.Kep

Di susun oleh:

Friska Anzani

19066

II B

STIKES AHMAD DAHLAN CIREBON

JalanWalet 21 Cirebon 45153 – Telp./Fax. (0231) 201942

e-mail : stikes.adc@gmail.com/website : stikes-adc.ac.id

2020/2021
1. PENGERTIAN

Myasthenia gravis adalah penyakit autoimun yang diperoleh klinis ditandai


dengan kelemahan otot rangka dan fatigability pada tenaga.Myastenia
gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi transmisi neuromuskular
pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang. (Brunner dan
Suddarth, 2001). Myastenia gravis adalah “kelemahan otot yang serius”
adalah salah satu penyakit neuromuskular yang menggabungkan kelelahan
cepat otot otot valuntar dengan penyembuhan yang sangat lama. (Brunner
dan Suddart, 2001)

Myastenia gravis adalah Suatu gangguan Neuro muskuler yang dicirikan


oleh kelemahan dan kelelahan otot kerangka, defek yang mendasarinya
adalah pengurangan dalam jumlah reseptor asetilkolin (AchRs) yang tersedia
pada persambungan neuro muskuler akibat suatu serangan autoimun yang
diperantarai antibody (Daniel B Drachman, 2000)
Myastenia gravis adalah gangguan yang mempengaruhi transmisi
neuromuskuler pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang
(Volunter). ( Brunner and Suddart, 2002).
Miastenia gravis ialah penyakit dengan gangguan pada ujung-ujung
saraf motorik di dalam otot yang mengakibatkan otot menjadi lekas lelah.
Otot-otot pada pergerakan berulang-ulang atau terus-menerus menjadi lelah
dan ampuh. Miastenia gravis merupakan penyakit kronis, neuromuskular,
autoimun yang bisa menurunkan jumlah dan aktifitas reseptor
Acethylcholaline (ACH) pada Neuromuscular junction.

2. ETIOLOGI
Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan
gangguan transmisi pada neuromuscular junction, yaitu penghubung
antara unsur saraf dan unsur otot. Pada ujung akson motor neuron
terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan penimbunan
asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson,
partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan
gaya sarafi yang kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR) pada
membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran
serat otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga
dengan demikian terjadilah kontraksi otot.
Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler pada Miastenia
gravis tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat
kekurangan ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori
terakhir, faktor imunologik yang berperanan.
Gangguan tersebut kemungkinan dipicu oleh infeksi, operasi, atau
penggunaan obat-obatan tertentu, seperti nifedipine atau verapamil
(digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi), quinine (digunakan
untuk mengobati malaria), dan procainamide (digunakan untuk
mengobati kelainan ritme jantung).

3. PATOFISIOLOGI
Dasar ketidaknormalan pada miastenia gravis adalah adanya
kerusakan pada tranmisi impuls saraf menuju sel otot karena kehilangan
kemampuan atau hilangnya reseptor normal membrane postsinaps pada
sambungan neuromuscular. Penelitian memperlihatkan adanya
penurunan 70 % sampai 90 % reseptor asetilkolin pada sambungan
neuromuscular setiap individu. Miastenia gravis dipertimbangkan
sebagai penyakit autoimun yang bersikap langsung melawan reseptor
asetilkolin (AChR) yang merusak transmisi neuromuscular.
Pada orang normal Acetikolin (ACh) disintesis pada ujung akhiran
saraf motor dan disimpan pada fesikel (Quanta) yang masing - masing
mengandung sekitar 10.000 molekul. Quanta ACh dibebaskan secara
spontan, menimbulkan miniatur potensial lempengan akhir (end-plate).
Jika potensial aksi mencapai ujung saraf, ACh dari 150 – 200 Quanta
dibebaskan dan bergabung dengan reseptor Acetilkolin (AChRs) yang
dikemas dengan padat pada puncak lipatan pascasinaptik. Kanal pada
AChRs terbuka memungkinkan masuknya kation dengan cepat terutama
natrium yang menyebabkan depolarisasi pada daerah lempengan akhir
serabut otot. Jika depolarisasi cukup besar akan memulai potensial aksi
yang menyebar sepanjang serabut otot mencetuskan kontraksi otot.
Proses ini secara cepat berakhir dengan difusi ACh jauh dari reseptor
dan hidrolisis ACh oleh Asitikolinesterase (AChE).
Pada Myastenia Gravis defek yang mendasar adalah pengurangan
dalam jumah AChRs yang tersedia pada membran otot pascasinaptik.
Selain itu, lipat pasca sinaptik mendatar atau disederhanakan. Perubahan
ini mengakibatkan berkurang efisiensi transmisi neuromuskuler. Karena
itu, walaupun ACh dibebaskan secara normal, akan menghasilkan
potensial lempengan akhir kecil yang mungkin gagal mencetuskan
potensial aksi otot.
Jumlah ACh yang dilepaskan setiap impuls secara normal menurun
pada aktivitas yang berulang (diistilahkan presynaptic rundown). Pada
pasien myastenik transmisi neuromuskuler yang berkurang efisiensinya
di gabung dengan rundown normal menghasilkan aktivasi yang lebih
sedikit dan lebih sedikit serabut otot dengan impuls saraf yang berturut
– turut dan oleh karena itu kelemahan bertambah atau kelelahan
myastenik. Mekanisme ini juga bertanggungjawab untuk respon
terhadap rangsangan saraf berulang, yang terlihat pada pengujian
elektrodiagnostik.
4. MANIFESTASI KLINIS

Karakteristik penyakit berupa kelemahan otot ekstrem dan


mudahmengalami kelelahan, yang umumnya memburuk setelah
aktivitas dan berkurang setelah istirahat. Berbagai gejala yang muncul
sesuai denagn otot yang terpenagaruh, sebagai berikut:
         Apabila otot simetri yang terkena, umumnya dihubungkan dengan
saraf kranial. Karena otot – otot okular terkena, maka gejala awal yang
muncul diplopia (penglihata ganda) dan ptosis (jatuhnya kelopak mata).
Ekspresi wajah pasien seperti sedang tidur terlihat seperti patung hal ini
dikarenakan otot wajah terkena
           Pengaruh terhadapa laring menyebabkan disfonia (gangguan suara)
dalam pembentukan bunyi suara hidung atau kesukaran dalam
pengucapan kata kata. Kelemahan pada otot otot bulbar menyebabkan
masalah mengunyah dan menelan dan adanya bahaya tersedak dan
aspirasi.
           Sekitar 15% sampai 20% keluhan pada tangan dan otot otot lengan,
pada otot kaki mengalami kelemahan yang membuat pasien jatuh.
           Kelemahan diafragma dan otot – otot interkostal menyebabkan gawat
nafas, yang merupakan  keadaan darurat akut. (Keperawatan medikal
bedah, 2001)
Tanda dan gejala klien myasthenia gravis meliputi :
 Kelelahan
 Wajah tanpa ekspresi
 Kelemahan secara umum, khususnya pada wajah, rahang, leher,
lengan, tangandan atau tungkai. Kelemahan meningkat pada saat
pergerakan.
 Kesulitan dalam menyangkut lengan diatas kepala atau
meluruskan jari.
 Kesulitan mengunyah
 Kelemahan, nada tinggi, suara lembut
 Ptosis dari satu atau kedua kelopak mata
 Kelumpuhan okular
 Diplopia
 Ketidakseimbangan berjalan dengan tumit ; namun berjalan
dengan jari kaki
 Kekuatan makin menurun sesuai dengan perkembangan
 Inkontinensia stress
 Kelemahan pada sphincter anal
 Pernapasan dalam, menurun kapsitas vital, penggunaan otot-otot
aksesori
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1) Tes darah dikerjakan untuk menentukan kadar antibody tertentu didalam


serum(mis, AChR-binding antibodies, AChR-modulating antibodies,
antistriational antibodies). Tingginya kadar dari antibody dibawah ini
dapat mengindikasikan adanya MG.
2) Pemeriksaan Neurologis melibatkan pemeriksaan otot dan reflex. MG
dapat menyebabkan pergerakan mata abnormal, ketidakmampuanuntuk
menggerakkan mata secara normal, dan kelopak mata turun. Untuk
memeriksa kekuatan otot lengan dan tungkai, pasien diminta untuk
mempertahankan posisint melawan resistansi selama beberapa periode.
Kelemahan yang terjadi pada pemeriksaan ini disebut fatigabilitas.
3) Foto thorax X-Ray dan CT-Scan dapat dilakukan untuk mendeteksi
adanya pembesaran thymoma, yang umum terjadi pada MG
4) Pemeriksaan Tensilon sering digunakan untuk mendiagnosis MG.
Enzim acetylcholinesterase memecah acetylcholine setelah otot
distimulasi, mencegah terjadinya perpanjangan respon otot terhadap
suatu rangsangan saraf tunggal. Edrophonium Chloride merupakan obat
yang memblokir aksi dari enzim acetylcholinesterase.
5) Electromyography ( EMG ) menggunakan elektro daun untuk
merangsang otot dan mengevaluasi fungsi otot. Kontraksi otot yang
semakin melemah menandakan adanya MG.

6. KLASIFIKASI

Klasifikasi menurut osserman ada 4 tipe :


1. Oeular miastenia
terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia sangat ringan
dan tidak ada kematian
2. a. Mild generalized myiasthenia
Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan meluas ke
otot-otot skelet dan bulber. System pernafasan tidak terkena. Respon
terhadap otot baik.
b. Moderate generalized myasthenia
Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon terhadap
obat tidak memuaskan.
3. Severe generalized myasthenia
a. Acute fulmating myasthenia
Permulaan cepat, kelemahan hebat dari otot-otot pernafasan, progesi
penyakit biasanya komlit dalam 6 bulan. Respon terhadap obat
kurangmemuaskan, aktivitas penderita terbatas dan mortilitas tinggi,
insidens tinggi thymoma
b. Late severe myasthenia
Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II progresif dari
myasthenia gravis dapat pelan-pelan atau mendadak, prosentase
thymoma kedua paling tinggi. Respon terhadap obat dan prognosis
jelek
4. Myasthenia crisis
Menjadi cepat buruknya keadaan penderita myasthenia gravis dapat
disebabkan :
a. Pekerjaan fisik yang berlebihan
b. Emosi
c. Infeksi
d. Melahirkan anak
e. Progresif dari penyakit
f. obat-obatan yang dapat menyebabkan neuro muskuler, misalnya
streptomisin, neomisisn, kurare, kloroform, eter, morfin sedative dan
muscle relaxan.
g. Penggunaan urus-urus enema disebabkan oleh karena hilangnya
kalium.
7. KOMPLIKASI
 Disfagia
 Krisis miastenik
 Krisis cholinergic
 Komplikasi sekunder dari terapi obat Penggunaan steroid yang
lama
 Osteoporosis, katarak, hiperglikemi
 Gastritis, penyakit peptic ulcer
 Pneumocystis carini

Prognosis :

 Tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%


 MG yang mendapat pengobatan, angka kematian 4%
 40% hanya gejala okuler

8. PENATALAKSANAAN MEDIS

Myasthenia gravis merupakan gangguan neuromuskuler yang


paling dapat diatasi. Pemilihan metode terapi tergantung beberapa faktor
seperti umur, kesehatan secara umum, keparahan penyakit, dan derajat
perkembangan penyakit.
Pengobatan
1. Anticholinesterase seperti neostigmine (Prostigmin®) dan
pyridostigmine (Mestinon®) biasanya diresepkan. Obat ini mencegah
destruksi ACh dan meningkatkan akumulasi Ach pada neuromuscular
junctions, memperbaiki kemampuan kontraksi otot. Efek
samping itermasuk liur berlebihan, kontraksi otot involunter
(fasciculation), nyeri abdomen, mual, dan diare. Obat yang disebut
kaolin dapat digunakan sebagai anticholinesterase untuk mengurangi
efek samping pada gastrointestinal.
2. Corticosteroids (e.g., prednisone) menekan antibody yang memblokir
AChR pada neuromuscular junction dan dapat digunakan bersamaan
dengan anticholinesterase. Kortikosteroid memperbaiki keadaan dalam
beberapa minggu dan jika pemulihan sudah stabil, dosis sebaiknya
dikurangi secara perlahan (tapering off) Dosis rendah dapat digunakan
tidak terbatas untuk mengatasi MG, namun, efek samping seperti, ulkus
gaster, osteoporosis, peningkatan berat badan, gula darah meningkat,
dan peningkatan resiko infeksi mungkin muncul pada pemakaian jangka
panjang
3. Immunosuppressants seperti azathioprine (Imuran®) dan
cyclophosphamide (Neosar®) dapat digunakan untuk menangani MG
umum jika pengobatan lain gagal mengurangi gejala. Efek
Samping dapat berat dan termasuk penurunan sel darah putih, disfungsi
liver, mual, muntah, dan rambut gugur. Immunosuppressants tidak
digunakan untuk menangani MG congenital karena kondisi ini bukan
terjadi disebabkan oleh disfungsi sistem imun.

Penatalaksanaan Lainnya
4. Plasmapheresis, atau pertukaran plasma, digunakan untuk memodifikasi
malfungsi pada sistem imun. Ini dapat digunakan pada gejala yang
memburuk (eksaserbasi) atau persiapan operasi thymectomy.  Biasanya,
2 hinga 3 liter plasma dibuang dan diganti pada setiap penangananm
dimana memerlukan beberapa jam. Kebanyak pasien menjalani
beberapa sesi selama metode plasmapheresis berjalan. Plasmapheresis
memperbaiki gejala MG dalam beberapa hari dan perbaikan bertahan
hingga 6-8 minggu. Resiko termasuk tekanan darah rendah, pusing,
penglihatan kabur, dan pembentukan bekuan darah (thrombosis).
5. Thymectomy merupakan operasi pembuangan kelenjar thymus.
Biasanya dilakukan pada pasien dengan tumor pada thymus (thymoma)
dan pasien yang lebih muda dari umur 55 tahun dengan MG
menyeluruh. Manfaat thymectomy berkembang secara perlahan dan
kebanyakan perbaikan terjadi selama bertahun-tahun setelah prosedur
ini dilakukan.
6. Penatalaksanaan miastenia gravis ditentukan dengan meningkatkan
fungsi pengobatan pada obat antikolinesterase dan menurunkan serta
mengeluarkan sirkulasi antibody.

9. PENGKAJIAN
a. Identitas klien yang meliputi nama,alamat,umur,jenis
kelamin(wanita),dan status
b. Keluhan utama : kelemahan otot
c. Riwayat kesehatan : diagnosa miastenia gravis didasarkan pada
riwayat dan presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah
aktivitas dan pemulihan kekuatan parsial setelah istirahat
sangatlah menunjukkan miastenia gravis, pasien mungkin
mengeluh kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang
sederhana. Riwayat adanya jatuhnya kelopak mata pada
pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang
kelemahan otot.
d. Riwayat keperawatan : kelemahan otot (meningkat dengan
pengerahan tenaga, membaik bila istirahat, tiba-tiba cepat lelah);
kesulitan menelan dan mengunyah; diplobia; tumor kelenjar
timus.
e. Psikososial : usia; jenis kelamin; pekerjaan; peran dan tanggung
jawab yang biasa dilakukan; penerimaan terhadap kondisi;
koping yang biasa digunakan; status ekonomi dan penghasilan.
f. Pengetahuan klien dan keluarga : pemahaman tentang penyakit,
komplikasi
g. Pemeriksaan fisik :
1) B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien mengalami kemampuan atau
penurunan batuk efektif, produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan yang sering didapatkan pada klien yang disertai
adanya kelemahan otot-otot pernapasan. Auskultasi bunyi
napas tambahan seperti ronkhi atau stridor pada klien,
menunjukkan adanya akumulasi secret pada jalan napas dan
penurunan kemampuan otot-otot pernapasan.

2) B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler terutama dilakukan
untuk memantau perkembangan dari status kardiovaskular,
terutama denyut nadi dan tekanan darah yang secara
progresif akan berubah sesuai dengan kondisi tidak
membaiknya status pernapasan.

3) B3 (Brain)
 Pengkajian Saraf Kranial
 Pengkajian Sistem Motorik
 Pengkajian Refleks
 Pengkajian Sistem Sensorik

4) B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya menunjukkan
berkurangnya volume pengeluaran urin, yang berhubungan
dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke
ginjal.
5) B5(Bowel)
Mual sampai muntah akibat peningkatan produksi asam
lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien miestania gravis
menurun karena ketidakmampuan menelan makanan sekunder
dari kelemahan otot-otot menelan.

6) B6 (Bone)
Adanya kelemahan otot-otot volunter memberikan hambatan
pada mobilitas dan mengganggu aktivitas perawatan diri.(Arif
Muttaqin, 2008).

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
kelemahan otot pernafasan
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
kelemahan fisik umu keletihan
3) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
disfonia, gangguan pengucapan kata, gangguan
neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial
atau oral.

INTERVENSI KEPERAWATAN

Anda mungkin juga menyukai