Anda di halaman 1dari 35

REFERAT

MIASTENIA GRAVIS
Disusun Oleh:
Putriana Sitompul Pembimbing :
Rici Sihombing dr. Robert Silitonga, Sp.S. M.si. Med
Christian Sidabutar
Susi Lbn. Gaol
Maswan Simanjuntak

Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Saraf


RSUD Deli Serdang
Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen Medan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Miastenia gravis merupakan penyakit


neuromuscular yg merupakan gabungan antara
cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter &
lambatnya pemulihan.
MG timbul karena adanya gangguan dari synaptic
transmission atau pada paut saraf otot
(neuromuscular junction).
Kematian dari penyakit miastenia gravis biasanya
disebabkan oleh insufisiensi pernafasan, tetapi dpt
dilakukannya perbaikan dlm perawatan intensif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI MIASTENIA GRAVIS
Miastenia gravis adalah suatu gangguan autoimun yg
menyebabkan otot skelet menjadi lemah & lekas lelah.
Pada penyakit ini IgG mengingat reseptor asetilkolin
pd membran pascasinaptik persambungan
neuromuskuler (nerromuskuler junction).
Jumlah reseptor asetilkolin yg menurun krn terikat IgG
ini menyebabkan amplitude potensial lempeng ujung
(end-plate) berkurang, dg akibat tdk timbulnya
potensial aksi.4
2.2 EPIDEMIOLOGI
Miastenia gravis lebih sering tampak pada usia 20-
50 tahun.
Wanita >> pria dengan rasio 6:4.
Pada wanita, penyakit ini tampak pada usia yang
lebih muda, yaitu sekitar 28 tahun, sedangkan
pada pria, penyakit ini sering terjadi pada usia 42
tahun.5,6
2.3 ANATOMI, FISIOLOGIS, DAN
BIOKIMIA NEUROMUSCULAR JUNCTION
2.3.1 Anatomi Neuromuscular Junction
Ujung-ujung saraf membuat suatu sambungan yang
disebut neuromuscular junction atau sambungan
neuromuskular.6,7
Bagian terminal dari saraf motorik melebar pd
bagian akhirnya yg disebut terminal bulb.
Membran presinaptik (membran saraf), membran
post sinaptik (membran otot), dan celah sinaps
merupakan bagian-bagian pembentuk
neuromuscular junction.6
Gambar 1. Anatomi suatu Neuromuscular Junction6
2.3.2 Fisiologi dan Biokimia Neuromuscular Junction

Celah sinaps merupakan jarak antara membran


presinaptik dan membran post sinaptik.
Terminal presinaptik mengandung vesikel yang
didalamnya berisi asetilkolin (ACh) yg terdapat di
bagian terminal motor end plate.6,7
Bila impuls saraf tiba di neuromuscular junction,
asetilkolin dilepaskan dari terminal masuk ke dlm
celah sinaps. Asetilkolin yg dilepaskan berdifusi
sepanjang sinaps dan berikatan dg reseptor
asetilkolin (AChRs) pd membran post sinaptik.6,7
proses pada neuromuscular junction
berlangsung dalam 6 tahap, yaitu:8
1. Sintesis asetil kolin terjadi dalam sitosol terminal
saraf dg menggunakan enzim kolinasetiltransferase :
Asetil-KoA + Kolin Asetilkolin + KoA
2. Asetilkolin kemudian disatukan ke dlmvesikel sinap
dan disimpan.
3. Dalam keadaan istirahat vesikel akan dilepaskan shg
menghasilkan potensial end plate miniature yg
kecil.kemudian akhir saraf mengalami depolarisasi
membuka saluran Ca2+ yg memungkinkan aliran
masuk Ca2+ dari ruang sinaps ke terminal saraf.
4. Asetilkolin berdifusi dlm lipatan taut (junctional fold), jika
terikat pd reseptor, maka reseptor membuka saluran dalam
reseptor shg aliran kation melintasi membran. Masuknya ion
Na+ akan menimbulkan depolarisasi membran otot
shgterbentuk potensial end plate depolarisasi membran otot
potensial aksi kontraksi otot.
5. Kalau saluran tersebut menutup, asetilkolin akan terurai dan
dihidrolisis oleh enzim asetilkolinesterase yang mengkatalisasi
reaksi berikut: Asetilkolin + H2O Asetat + Kolin.
6. Kolin didaur ulang ke dalam terminal saraf melalui mekanisme
transport aktif di mana protein tersebut dapat digunakan
kembali bagi sintesis asetilkolin.
Gambar 2. Fisiologi Neuromuscular Junction7
2.4 PATOFISIOLOGI
Pada miatenia gravis terdapat antibodi pada reseptor
nikotinik asetilkolin.
Miastenia gravis dikatakan sebagai penyakit terkait sel B,
dimana antibodi produk dari sel B justru melawan reseptor
asetilkolin. Abnormalitas pada timus seperti hiperplasia
timus atau thymoma, biasanya muncul lebih awal pada
pasien dengan gejala miastenik.6
Pada miastenia gravis, antibodi IgG secara langsung
melawan area imunogenik utama pada subunit alfa yang
merupakan binding site dari asetilkolin. Ikatan antibodi
reseptor asetilkolin pada reseptor asetilkolin akan
mengakibatkan terhalangnya transmisi neuromuskular.
2.5 GEJALA KLINIS
Kelemahan pada otot ekstraokular atau ptosis.

Gambar 3. Penderita Miastenia Gravis yang mengalami kelemahan otot esktraokular (ptosis).

Kelemahan otot penderita semakin lama akan


semakin memburuk.
Klasifikasi Menurut Myasthenia Gravis
Foundation of America (MGFA)
Klas I, adanya kelemahan otot okular, kelemahan
pada saat menutup mata, dan kekuatan otot-otot lain
normal.
Klas II, terdapat kelemahan otot okular yang
semakin parah, serta adanya kelemahan ringan
pada otot-otot lain selain otot okular.
Klas lIa, mempengaruhi otot-otot aksial, anggota
tubuh, atau keduanya. Juga terdapat kelemahan
otot-otot orofaringeal yang ringan.
Klas lIb, mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot
pernapasan atau keduanya. Kelemahan pada otot-
otot anggota tubuh dan otot aksial lebih ringan
dibandingkan klas IIa.
Klas III, terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot
okular. Sedangkan otot-otot lain selain otot-otot ocular
mengalami kelemahan tingkat sedang.
Klas IlIa, mempengaruhi otototot anggota tubuh, otot-otot
aksial, atau keduanya secara predominan. Terdapat
kelemahan otot orofaringeal yang ringan.
Klas Illb, mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot
pernapasan, atau keduanya secara predominan. Terdapat
kelemahan otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau
keduanya dalam derajat
Klas IV, otot-otot lain selain otot-otot okular mcngalami
kelemahan dalam derajat yang berat, sedangkan otot-otot
ocular mengalami kelemahan dalam bcrbagai derajat.
Klas Iva, secara predominan mempengaruhi otot-otot
anggota tubuh dan atau otot-otot aksial. Otot orofaringeal
mengalami kelemahan dalam derajat ringan.
Klas Ivb, mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot
pemapasan atau keduanya secara predominan. Selain itu juga
terdapat kelemahan pada otototot anggota tubuh, otot-otot
aksial, atau keduanya dengan derajat ringan. Penderita
mcnggunakan feeding tube tanpa dilakukan intubasi.
Klas V, penderita terintubasi, dengan atau tanpa ventilasi
mckanik. Biasanya gejala-gejala miastenia gravis sepeti ptosis
dan strabismus tidak akan tarnpak pada waktu pagi hari. Di
waktu sore hari atau dalam cuaca panas, gejala-gejala itu
akan tampak lebih jelas. Pada pemcriksaan, tonus otot
lampaknya agak menurun
2.7 DIAGNOSIS MIASTENIA GRAVIS

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik :


Kelemahan pada otot wajah (a mask-like face )
Kelemahan otot bulbar
Kelemahan otot-otot palatum nasal twang to the voice &regurgitasi
makanan
Kesulitan dalam mengunyah &menelan makanan aspirasi cairan batuk
dan tersedak saat minum.
Kelemahan otot-otot rahang sulit untuk menutup mulutnya
Kelemahan otot-otot leher gangguan pada saat fleksi serta
ekstensi dari leher.
Pada ekstremitas atas: kelemahan fungsi ekstensi dari otot-otot
pergelangan tangan serta jari-jari tangan .
Pada ekstremitas bawah: kelemahan saat fleksi panggul,
serta dorsofleksi jari-jari kaki
Biasanya kelemahan otot-otot ekstraokular terjadi secara
asimetris.
Kelemahan otot-otot pernapasan
Untuk memastikan diagnosis miastenia gravis,
dapat dilakukan beberapa tes antara lain: 5
Tes wartenberg : memandang objek diatas bidang
antara kedua bola mata selama > 30 detik, lama
kelamaan akan ptosis --> tes +
Tes keping es, dengan menempelkan sekeping es
pada mata yang ptosis selama 2 menit, maka akan
terjadi perbaikan pada ptosisnya --> tes +
Tes pita suara : penderita disuruh menghitung 1-
100, suara akan menghilang secara bertahap -->
tes +
Tes Tensilon (edrofonium) : injeksi edrofonium HCL 2
mg i.v --> tunggu hingga 1-3 menit --> perbaikan
gejala klinis --> +
Tes Neostagmin : injeksi 1 mg Neostagmin i.v -->
tunggu 30 detik --> perbaikan gejala klinis --> +
Pemeriksaan Penunjang untuk
Diagnosis Pasti
Pemeriksaan Laboratorium:
1. Anti-asetilkolin reseptor antibodi.
2. Antistriational antibodies.
3. Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies.
4. Antistriated muscle (anti-SM) antibody.
Imaging:
1. Chest x-ray (foto roentgen thorak). Dapat dilakukan
dalam posisi anteroposterior dan lateral. Pada
roentgen thorak, thymoma dapat diidentifikasi sebagai
suatu massa pada bagian anterior mediastinum.
2. MRI pada otak dan orbita

3. CT scan dada memperlihatkan suatu massa di


mediastinal anterior (thymoma) pada pasien dengan
miastenia gravis.
Pendekatan Elektrodiagnostik
Pendekatan elektrodiagnostik dapat
memperlihatkan defek pada transmisi
neuromuscular melalui 2 teknik: 6
1. Repetitive Nerve Stimulation (RNS)
2. Single-fiber Electromyography (SFEMG)
2.7.3 Diagnosis Banding
Adanya ptosis atau strabismus dapat juga disebabkan
oleh lesi nervus III pada beberapa penyakit selain
miastenia gravis, antara lain :
Meningitis basalis (tuberkulosa atau luetika)
Infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring

Aneurisma di sirkulus arteriosus Willisii

Paralisis pasca difteri

Pseudoptosis pada trachoma

Apabila terdapat suatu diplopia yang transient maka


kemungkinan adanya suatu sklerosis multipleks.
2.8 PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi adalah untuk mencapai remisi, yaitu
memiliki pasien bebas gejala dan tidak mengambil
perawatan. Secara umum, sebagian besar pasien
menjadi bebas gejala, tetapi mereka harus tetap di
obati imunosupresif dosis rendah.
Inhibitor asetilkolinesterase

inhibitor asetilkolinesterase merupakan terapi


pertama pada pasien dengan MG. Agen yang
paling umum digunakan yakni bromide
pyridostigmine
efektif meningkatkan jumlah neurotransmiter
dosis diawali dari 30mg (setengah tablet) setiap 4
sampai 6 jam
Ketika pasien memiliki masalah saat tidur atau
terbangun dengan kelemahan atau ptosis, bentuk
long-acting dari pyridostigmine bromida (tablet
Mestinon Timespan) biasanya diresepkan pada 180
mg per hari
Terapi imunosupresan

Steroid : Pengobatan prednison paling sesuai untuk MG, Dosis


awalnya harus kecil (10mg) dan dinaikkan secara bertahap
(5-10mg/minggu) apabila telah ada perbaikan klinis maka
dosis diturunkan secara perlaha - lahan (5mg/bulan) dengan
tujuan memperoleh dosis minimal yang efektif6. Dosis
dipertahankan sampai perbaikan mencapai plateu (6-12
bulan).
Azathioprine : diberikan dengan dosis 50 mg/hari dan
dinaikkan pelan - pelan 50mg/minggu sampai mencapai dosis
total 2 - 3 mg/kgBB/hari. Setiap minggu harus dilakukan
pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hati karena memiliki
efek neutropenia dan keabnormalan fungsi hati
cyclophosphamide biasanya digunakan apabila
terapi yang lain gagal atau memiliki toleransi yang
tinggi. Cyclophosphamide dimulai dengan dosis 25mg
per tiga kali sehari dan secara perlahan sampai
mencapai 2-5mg/kgBB/hari
Cyclosposrine merupakan pengobatan yang
menghambat aktivasi cell T helper. Pengobatan ini
tidak memberikan terapi yang baik apabila
dikombinasikan dengan prednison dan azathioprine.
dosis awal 3-6 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis
kemudian dinaikkan pelan - pelan sampai 6
mg/kgBB/hari sesuai kebutuhan
Plasmapheresis atau plasma exchange
Intravenous Immunoglobulin Therapy
Surgical Intervention
BAB III
KESIMPULAN
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun saraf perifer
berupa terbentuknya antibodi terhadap reseptor pascasinaptik
asetilkolin (Ach) nikotinik pada myoneural junction. Penurunan jumlah
reseptor Ach ini menyebabkan penurunan kekuatan otot yang
progresif dan terjadi pemulihan setelah beristirahat.
Membran presinaptik (membran saraf), membran post sinaptik
(membran otot), dan celah sinaps merupakan bagian-bagian
pembentuk neuromuscular junction.6
Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting
dimana antibodi yang merupakan produk dari sel B justru melawan
reseptor asetilkolin.6
Penatalaksanaan miastenia gravis dapat dilakukan dengan obat-
obatan, thymomectomy ataupun dengan imunomodulasi dan
imunosupresif terapi .

Anda mungkin juga menyukai