Anda di halaman 1dari 30

REFERAT

Paralisis Periodik Hipokalemik

Disusun oleh:

Nama : Susi Susanti Lumban Gaol

NPM: 16010035

Pembimbing:
Dr. Robert Silitonga, Sp.S. M.si. Med

Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Saraf


RSUD Deli Serdang
Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen Medan
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberi rahmat dan hidayah - Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul Paralisis Periodik Hipokalemik. Adapun penyusunan makalah ini dibuat
untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik senior di SMF Ilmu Saraf RSUD Deli
Serdang.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis menghaturkan terimakasih kepada dokter
pembimbing Dr. Robert Silitonga, Sp.S. M.si. Med, yang telah membimbing
dan memberi arahan kepada penulis dalam menyusun makalah ini.
Bahwasanya dalam penulis makalah ini masih banyak kekurangan baik dalam
penyusunan maupun materi, mengingat kemampuan yang dimiliki penyusun. Oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
perbaikan penyusunan makalah ini di kemudian hari.
Lepas dari segala kekurangan yang ada, penulis berharap semoga makalah ini
memberi manfaat bagi pembacanya. Atas perhatiannya, penyusun mengucapkan
terimakasih.

Deli Serdang, 06 Mei 2017


Penulis

Susi Susanti Lumban Gaol

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................... i

DAFTAR ISI.......................... ii

BAB I. PENDAHULUAN......................... 3

1.1 Latar Belakang............................................................................................................ 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................... 5

2.1 Kalium.................................................................................................................... 5

2.2 Definisi.................................................................................................................... 5

2.3 Epidemiologi........................................................................................................... 6

2.4 Klasifikasi................................................................................................................ 6

2.5 Etiologi dan patofisiologi........................................................................................ 7

2.6 Manifestasi Klinis.................................................................................................... 7

2.7 Pemeriksaan Fisik.................................................................................................... 14

2.8 Pemeriksaan Penunjang........................................................................................... 15

2.9 Diagnosis ................................................................................................................ 18

2.10 Diagnosis Banding................................................................................................... 20

2.11 Penatalaksanaan....................................................................................................... 22

2.12 Prognosis dan Komplikasi....................................................................................... 26

BAB III. KESIMPULAN............................................................................... 28

3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 28

DAFTAR PUSTAKA..................................... 29

2
BAB I

PENDAHULUAN

Kelompok penyakit otot yang dikenal dengan periodik paralisis (PP) cirinya
adalah episode kelemahan flaksid otot yang terjadi pada interval yang tidak teratur.
Umumnya diturunkan dan lebih episode daripada periode. Penyakit ini dapat dibagi
dengan baik dalam kelainan primer dan sekunder. Periodik paralisis merupakan
kelainan neuromuscular yang jarang serta diturunkan, yang secara karakteristik ditandai
1,2
dengan serangan episodik dari kelemahan otot. Berbagai kepustakaan membagi
kelainan ini secara bervariasi, kelainan ini dapat dibedakan sebagai primer atau
sekunder.2 Pada yang primer secara umum dikarakteristikkan dengan: kelainan yang
diturunkan, sering berhubungan dengan kadar kalium di dalam darah, kadang disertai
miotonia, miotonia dan periodik paralisis tersebut disebabkan karena defek dari ion
channels.2 Sedangkan klasifikasi yang berguna secara klinis dari periodik paralisis
primer ini dapat dilihat pada tabel.1 :

Tabel 1 Periodik Paralisis Primer 2

Sodium Channel Hyperkalemic PP


Paramyotonia congenital
Potassium-aggravated myotonias
Calcium Channel Hypokalemic PP
Chloride Channel Becker myotonia congenita
Thomsen myotonia congenita

Sedangkan secara klasik dibagi menjadi dua kategori besar berdasarkan kadar
kalium darah saat terjadinya serangan kelemahan otot : periodik paralisis hiperkalemi
dan periodik paralisis hipokalemi.3 Pada kelainan sekunder suatu keadaan hipokalemi
dapat disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya : asupan kalium yang kurang,

3
renal tubular asidosis, gangguan gastrointestinal seperti diare, intoksikasi obat seperti
amphotericin B dan barium, dan hipertiroid. 2,3

Periodik paralisis hipokalemik ditandai dengan kadar kalium yang rendah


(kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat serangan, disertai riwayat episode kelemahan
sampai kelumpuhan otot skeletal. Hipokalemia dapat terjadi karena adanya faktor
pencetus tertentu, misalnya makanan dengan kadar karbohidrat tinggi, perjalanan jauh,
pemberian obat, operasi, menstruasi, konsumsi alkohol dan lain-lain. Penderita dapat
mengalami serangan hanya sekali, tetapi dapat juga serangan berkali-kali (berulang)
dengan interval waktu serangan juga bervariasi. 1

Kelemahan biasanya terjadi pada otot kaki dan tangan, tetapi kadang-kadang
dapat mengenai otot mata, otot pernafasan dan otot untuk menelan, di mana kedua
keadaan terakhir ini dapat berakibat fatal. Angka kejadian adalah sekitar 1 diantara
100.000 orang, pria lebih sering dari wanita dan biasanya lebih berat. Usia terjadinya
serangan pertama bervariasi dari 120 tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15
35 tahun dan kemudian menurun dengan peningkatan usia. Hipokalemik periodik
paralisis biasanya terjadi karena kelainan genetik otosomal dominan. Hal lain yang
dapat menyebabkan terjadinya hipokalemik periodik paralisis adalah tirotoksikosis
(thyrotoxic periodic paralysis), hiperinsulin.2

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kalium

Kalium memiliki fungsi mempertahankan membran potensial elektrik dalam


tubuh dan menghantarkan aliran saraf di otot. Kalium mempunyai peranan yang
dominan dalam hal eksitabilitas sel, terutama sel otot jantung, saraf, dan otot lurik.3
Kalium mempunyai peran vital di tingkat sel dan merupakan ion utama intrasel.
Ion ini akan masuk ke dalam sel dengan cara transport aktif, yang memerlukan energi.
Fungsi kalium akan nampak jelas bila fungsi tersebut terutama berhubungan dengan
aktivitas otot jantung, otot lurik, dan ginjal. Eksitabilitas sel sebanding dengan rasio
kadar kalium di dalam dan di luar sel. Berarti bahwa setiap perubahan dari rasio ini akan
mempengaruhi fungsi dari sel sel yaitu tidak berfungsinya membrane sel yang tidak
eksitabel, yang akan menyebabkan timbulnya keluhankeluhan dan gejalagejala
3
sehubungan dengan tidak seimbangnya kadar kalium
Kadar kalium normal intrasel adalah 135 150 mEq/L dan ekstrasel adalah 3,5
5,5 mEq/L. Perbedaan kadar yang sangat besar ini dapat bertahan, tergantung pada
metabolisme sel. Dengan demikian situasi di dalam sel adalah elektronegatif dan
terdapat membrane potensial istirahat kurang lebih sebesar -90 mvolt.3
Dipandang dari berat ringannya Hipokalemia dibagi menjadi :4,5
Hipokalemia ringan
Kadar serum antara 3 3,5 mEq/L
Hipokalemia moderat
kadar serum antara 2,5 3 mEq/L.
Hipokalemia berat
Kadar serum < 2,5 mEq/L. Hipokalemia yang < 2 mEq/L biasanya sudah disertai
kelainan jantung dan mengancam jiwa.
Nilai rujukan kalium serum pada:
- serum bayi : 3,6-5,8 mmol/L

5
- serum anak : 3,5-5,5 mmo/L
- serum dewasa : 3,5-5,3 mmol/L
- urine anak : 17-57 mmol/24 jam
- urine dewasa : 40-80 mmol/24 jam
- cairan lambung : 10 mmol/L

2.2 Definisi

Hypokalemi Periodik paralisis adalah suatu kondisi yang menyebabkan


terjadinya episode kelemahan otot ekstrim yang biasanya dimulai pada masa anak-anak
atau remaja. Biasanya episode kelemahan otot terjadi di ekstremitas atas dan bawah dan
dapat berubah menjadi ketidakmampuan sementara untuk menggerakannya. Perubahan
dari kelemahan hingga kelumpunan otot yang parah dapat berlangsung dari beberapa
jam hingga hari. Serangan dapat terjadi tanpa gejala peringatan dan dapat dipicu oleh
beberapa faktor seperti istirahat setelah latihan atau olahraga, infeksi virus atau
konsumsi obat obatan tertentu. Seringkali konsumsi karbohidrat dalam jumlah banyak,
olahraga berat di malam hari dapat memicu terjadinya serangan setelah bangun tidur di
keesokan harinya. Walaupun demikian, individu yang terkena serangan biasanya
mendapatkan kembali kekuatan otot mereka diantara waktu serangan. Episode serangan
yang berulang ulang dapat menyebabkan kelemahan otot yang persisten dikemudian
hari.3

2.3 Epidemiologi

Periodik paralisis hipokalemi (HypoPP) merupakan sindrom klinis yang jarang


terjadi tetapi berpotensial mengancam jiwa. Insidensinya yaitu 1 dari 100.000.HypoPP
banyak terjadi pada pria daripada wanita dengan rasio 3-4 : 1. Usia terjadinya serangan
pertama bervariasi dari 1-20 tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15-35 tahun
dan kemudian menurun dengan peningkatan usia.2

6
2.4 Klasifikasi

Hipokalemi periode paralisis diklasifikasikan menjadi hipokalemi periode


paralisis primer (familial) atau hipokalemi periode paralisis sekunder. Hipokalemi
periode paralisis primer merupakan penyebab yang paling sering dan biasanya ditandai
dengan autosomal dominan yang diturunkan dan dicetuskan oleh beberapa faktor seperti
asupan karbohidrat dalam jumlah besar, atau terpajan oleh suhu dingin. Dalam keadaan
asimptomatik kadar kalium dalam darah biasanya normal sedangkan pada periode
kelemahan otot kadar kalium darah biasanya menurun dalam jumlah ringan. Berbeda
dengan tipe sekunder, hipokalemi periode paralisis sekunder jarang ditemukan.
Hipokalemi periode paralisis sekunder adalah kelainan yang tidak nongenetik,
penyebabnya bisa terjadi akibat penyakit ataupun keadaan tertentu seperti tirotoksikosis,
keracunan barium, hyperalosteron primer, licorice ingestion, gastroingestinal potassium
wasting disorder, Renal tubular-acidosis. Hipokalemi periode paralisis sekunder tidak
memiliki faktor pencetus yang spesifik, Kadar kalium dalam darah <3 mEq/L pada
keadaan asimptomatik dan akan lebih rendah bisa dalam periode serangan.3

2.5 Etiologi dan patofisiologi

Hipokalemia dapat terjadi karena adanya faktor pencetus tertentu, misalnya


makanan dengan kadar karbohidrat tinggi, istirahat sesudah latihan fisik, perjalanan
jauh, pemberian obat, operasi, menstruasi, konsumsi alkohol, hawa dingin dan lain-lain.
Pada saat olah raga jaringan melepaskan kalium yang meningkatkan konsentrasi lokal
kalium. Hal ini menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah, dimana hal tersebut akan
menghalangi treshold sistemik dari kalium itu sendiri akibat vasodilatasi darah. Hal ini
dapat menyebabkan kerusakan sel dan rhabdomiolisis.1,2
Kadar kalium biasanya dalam batas normal diluar serangan. Pencetus untuk
setiap individu berbeda, juga tidak ada korelasi antara besarnya penurunan kadar kadar
kalium serum dengan beratnya paralisis (kelemahan) otot skeletal. Penderita dapat
mengalami serangan hanya sekali, tetapi dapat juga serangan berkali-kali (berulang)
dengan interval waktu serangan juga bervariasi. Kelemahan biasanya terjadi pada otot

7
kaki dan tangan, tetapi kadang-kadang dapat mengenai otot mata, otot pernafasan dan
otot untuk menelan, di mana kedua keadaan terakhir ini dapat berakibat fatal.1,2,3

Berdasarkan faktor penyebabnya paralisis periodik hipokalemi dapat dibedakan atas :


1. Paralisis periodik primer
Disebabkan oleh gangguan genetik, namun sangat jarang. Ditemukan terutama
pada anak laki-laki terutama usia 5 da 16 tahun. Serangan kelumpuhan bisa dicetuskan
oleh makanan yang kaya karbohidrat, istirahat lama setelah latihan, dan bila terkena
hawa dingin. Dari kebanyakan kasus pada periodik paralisis hipokalemi terjadi karena
mutasi dari gen reseptor dihidropiridin pada kromosom 1q. Reseptor ini merupakan
calcium channel yang bersama dengan reseptor ryanodin berperan dalam proses
coupling pada eksitasi-kontraksi otot.4,5 Lokus gen dari kelainan HypoPP ini terletak
tepatnya di kromosom 1q2131. Dimana gen ini mengkode subunit alfa dari L-type
calcium channel dari otot skeletal secara singkat di kode sebagai CACNL1A3. Mutasi
dari CACNL1A3 ini dapat disubsitusi oleh 3 jenis protein arginin (Arg) yang berbeda,
diantaranya Arg-528-His, Arg-1239-His, dan Arg-1239-Gly. Pada Arg-528-His terjadi
sekitar 50 % kasus pada periodik paralisis hipokalemi familial dan kelainan ini
kejadiannya lebih rendah pada wanita dibanding pria. 1,3 Pada wanita yang memiliki
kelainan pada Arg-528-His dan Arg-1239-His sekitar setengah dan sepertiganya tidak
menimbulkan gejala klinis. 1,3,6

Sinyal listrik pada otot skeletal, jantung, dan saraf merupakan suatu alat untuk
mentransmisikan suatu informasi secara cepat dan jarak yang jauh. Kontraksi otot
skeletal diinisiasi dengan pelepasan ion kalsium oleh retikulum sarkoplasma, yang
kemudian terjadi aksi potensial pada motor end-plate yang dicetuskan oleh depolarisasi
dari transverse tubule (T tubule). Ketepatan dan kecepatan dari jalur sinyal ini
tergantung aksi koordinasi beberapa kelas voltage-sensitive kanal ion. Mutasi dari gen
dari kanal ion tersebut akan menyebabkan kelainan yang diturunkan pada manusia. Dan
kelainannya disebut chanelopathies yang cenderung menimbulkan gejala yang
paroksismal : miotonia atau periodik paralisis dari otot-oto skeletal. Defek pada kanal

8
ion tersebut dapat menyebabkan hipokalemia namun mekanismenya belum diketahui,
defek ini dapat meningkatkan eksitasi elektrik suatu sel, menurunkan kemampuan
eksitasi, bahkan dapat menyebabkan kehilangan kemampuan eksitasi. Dan kehilangan
dari eksitasi listrik pada otot skeletal merupakan kelainan dasar dari periodik
paralisis.1,3,6

2. Paralisis periodik sekunder 1,2,3,5


Hal ini terjadi oleh karena kehilangan kalium melaui saluran pencernaan atau
saluran kencing
a. hiperinsulin
Insulin juga dapat mempengaruhi kelainan ini pada banyak penderita, karena insulin
akan meningkatkan aliran kalium ke dalam sel. Pada saat serangan akan terjadi
pergerakan kalium dari cairan ekstra selular masuk ke dalam sel, sehingga pada
pemeriksaan kalium darah terjadi hipokalemia. Karena insulin mendorong kalium
ke dalam sel, pemberian hormon ini selalu menyebabkan penurunan sementara
dari kalium serum. Namun, ini jarang menjadi masalah klinik, kecuali pada kasus
overdosis insulin atau selama penatalaksanaan ketoasidosis diabetes.

b. obat
Kalium bisa hilang lewat urin karena beberapa alasan. Yang paling sering adalah
akibat penggunaan obat diuretik tertentu yang menyebabkan ginjal membuang natrium,
air dan kalium dalam jumlah yang berlebihan. Thiazid dan furosemid adalah obat yang
diuretik yang terbanyak dilaporkan menyababkan hipokalemia.
Obat-obatan asma (albuterol, terbutalin dan teofilin), meningkatkan perpindahan
kalium ke dalam sel dan mengakibatkan hipokalemia. Pasien asma yabg dinebulisasi
degan albuterol akan mengalami penurunan kadar kaliumserum sebesar 0,2 - 0,4
mmol/L, sedangkan dosis kedua yang diberikan dalam waktu satu jam akan megurangi
sampai 1 mmol/L. Tetapi pemakaian obat - obatan ini jarang menjadi penyebab tunggal
terjadinya hipokalemia.

9
Teofilin dan kafein bukan merupakan obat simpatomimetik, tetapi bisa
merangsang pelepaan amina sipmatomimetik serta meningkatkan aktivitas Na+ / K+ AtP
ase. Hipokalemia berat hampir selalu merupakan gambaran khas dari keracunan akut
teofilin. Kafein dalam beberapa cangkir kopi dapat menurunkan kalium serum hingga
0,4 mmol/L.
Ritodrin dan Terbuatalin, yakni obat penghambat kontraksi uterus bisa
menur4nkan kalium serum hingga serendah 2,5 mmol per liter setelah pemberian
intravena selama 6 jam.

10
11
c. Sindrom Cushing

Pada sindroma Cushing, kelenjar adrenal menghasilkan sejumlah besar hormon


kostikosteroid termasuk aldosteron. Aldosteron adalah hormon yang menyebabkan
ginjal mengeluarkan kalium dalam jumlah besar.

d. Asupan yang kurang


Hipokalemia jarang disebabkan oleh asupan yang kurang karena kalium banyak
ditemukan dalam makanan sehari-hari.4 Asupan K+ normal adalah 40120 mmol/hari.
Umumnya ini berkurang pada pasien bedah yang sudah anoreksia dan tidak sehat.

e. Kehilangan kalium
Ginjal yang normal dapat menahan kalium dengan baik. Jika konsentrasi kalium darah
terlalu rendah, biasanya disebabkan oleh ginjal yang tidak berfungsi secara normal atau
terlalu banyak kalium yang hilang melalui saluran pencernaan. Kehilangan kalium
melalui feses karena diare dan keringat dapat terjadi bermakna. Pencahar dapat
menyebabkan kehilangan kalium yang berlebihan dari tinja, hal ini perlu diwaspadai
pada pasien yang ingin menurunkan berat badan. Beberapa keadaan lain yang bisa
mengakibatkan deplesi kalium adalah drainase lambung, muntah-muntah, fistula,
menstruasi, dan transfusi eritrosit.

Dari Jurnal lainnya dijabarkan beberapa penyebab paralilis periodik hipokalemia


secara lebih spesifik,dibedakan melalui beberapa mekanisme yaitu :1
1. Perpindahan kalium intraselular
a. Paralisis periodik hipokalemik familial
b. Paralisis periodik tirotoksikosis
c. Keracunan barium
2. Penurunan kadar kalium
2.1 Kehilangan melalui ginjal

12
a. Asidosis tubulus renalis (ATR)
- ATR tipe I (distal) : medullary sponge kidney,
terpapar toluen, sindrom Sjogren
- ATR tipe II (proksimal) : sindrom Fanconi
b. Hiperaldosteron primer: sindrom Conn
c. Pseudohiperaldosteron: keracunan licorice
2.2 Kehilangan melalui saluran cerna
a. Penyakit celiac
b. Tropical sprue
c. Gastroenteritis akut
d. Sindrom usus pendek

2.6 Manifestasi klinis

Pola serangan

Frekuensi serangan sangat bervariasi, serangan biasanya dipicu oleh keadaan


atau aktivitas fisik yang berulang dan berat, obat obatan tertentu.

Pemicu serangan

Dalam sebuah studi dilaporkan bahwa pemicu terjadinya serangan hipokalemia


periode paralisis adalah sebagai berikut

Istirahat setelah aktivitas atau latihan berat


Sekitar 67 % mengaku malam hari sebelum muncul serangan, mereka makan
malam dengan porsi karbohidrat yang tinggi dan diikuti istirahat di malam hari
sehingga ketika pagi hari mereka mengaku muncul serangan lumpuh
Konsumsi permen atau makanan berat
Pajanan suhu dingin, stress, konsumsi garam

Usia terkena serangan

13
Usia pertama kali terkena serangan paralisis biasanya dimulai dari usia 30 tahun,
biasanya perempuan terkena pada usia yang lebih muda dibandingkan laki laki

Frekuensi episode paralisis

Dalam sebuah studi di laporkan episode paralisis cukup bervariasi dari hitungan
1 jam hingga 72 jam.

Kadar kalium darah ketika episode paralisis

Dalam sebuah studi di laporkan kadar kalium darah ketika serangan paralisis
muncul adalah dibawah 1,8 mmol/L, sedangkan studi lain melaporkan di bawah 2,3
mmol/L dan 1,2 mmol/L

Kelemahan otot pasca serangan paralisis

Dilaporkan beberapa individu yang ketika dalam periode interval paralisis


mengalami kelemahan otot yang bersifat permanent, biasanya kelemahan ini dapat
berubah menjadi paralisis permanent dalam jangka waktu yang panjang.

Keterlibatan otot pernapasan dan hasil yang buruk

Keterlibatan otot perpanasan serama serangan merupakan komplikasi yang


jarang namun mengancam kehidupan. Ada 3 keadaan yang dapat mengancam nyawa
ketika serangan

Hipokalemia mengakibatkan disritmia jantung


Kelemahan atau kelumpuhan otot pernapasan mengakibatkan insufisiensi
pernapasan akut
Ketidakmampuan untuk bergerak

2.7 Pemeriksaan fisik


Pada pemeriksaan fisik ditemukan:
a. Refleks tendon menurun atau menghilang

14
b. Kelemahan anggota gerak
c. Kekuatan otot menurun
d. Rasa sensoris masih baik
e. Aritmia jantung
f. Reflek Babinski positif

g.Terjadinya spasme alis mata diantara serangan

2.8 Pemeriksaan Penunjang.6


Laboratorium

Kadar kalium serum


o Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan suatu
keadaan klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia.
o Pada konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi
lebih berat terutama pada tungkai.
o Ketika serum kalium turun hingga dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat
terjadi kerusakan struktural dari otot.
Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan suatu
keadaan klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia. Pada
konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat
terutama pada bagian proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga
dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot,
termasuk miogobinuria.2

Fungsi ginjal.

Hipokalemia biasanya menyebabkan alkalosis dan demikian sebaliknya. Alkalosis


juga menyebabkan terjadinya penurunan kadar kalium tubuh karena kalium
bergerak dari rongga ekstraselular ke intraselular. Fungsi tubulus ginjal menjadi
sangat terganggu oleh kehilangan kalium. Pada sel nefron pada tubulus distal ginjal,

15
kenaikan kalium intraselular tersebut menstimulasi sekresi kalium dan
meningkatkan ekskresi kalium renal. Kadar glukosa darah pengambilan glukosa
darah ke dalam sel menyebabkan kalium berpindah dari luar sel (darah) ke dalam
sel-sel tubuh.1

Kadar glukosa dan insulin darah.

Pengambilan glukosa darah ke dalam sel menyebabkan kalium berpindah dari luar
sel ke dalam sel-sel tubuh.

pH darah.

Dibutuhkan untuk menginterpretasikan K+ yang rendah. Alkalosis biasa menyertai


hipokalemia dan menyebabkan pergeseran K+ ke dalam sel. Asidosis menyebabkan
kehilangan K+ langsung dalam urin.

Hormon tiroid: T3, T4 dan TSH untuk menyingkirkan penyebab sekunder


hipokalemia.1

Kadar CPK (creatinin phospokinase) dan mioglobin serum.

Kadar CPK tinggi pada paralisis periodik primer selama atau baru saja setelah
serangan. Kadar mioglobin serum juga mungkin tinggi.

Hormon tiroid: T3,T4 dan TSH


untuk menyingkirkan penyebab sekunder hipokalemia

EMG (Elektromiografi)

EKG

16
17
normal

Mild hipokalemia

severe hipokalemia

Gambar 2.2 Perubahan gambaran EKG akibat perubahan kadar kalium darah

2.9 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan apabila timbul kelemahan otot disertai kadar kalium


plasma yang rendah(<3,0 mEq/L) dan kelemahan otot membaik setelah pemberian
kalium. Riwayat PPHF dalam keluarga dapat menyokong diagnosis, tetapi ketiadaan
riwayat keluarga juga tidak menyingkirkan diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan ialah EKG, elektromiografi (EMG), dan biopsi otot. Biopsi otot
menunjukkan hasil normal saat di luar serangan, tetapi saat serangan, dapat ditemukan

18
miopati vakuolar, yaitu vakuola retikulum endoplasma otot berdilatasi dengan
sitoplasma sel otot penuh terisi glikogen, dan ukuran serat otot bervariasi. 4,9

Pemeriksaan kadar kalium urin saat serangan sangat penting untuk membedakan
PPHF dengan paralisis hipokalemik karena sebab lain, yaitu hilangnya kalium melalui
urin. Ekskresi kalium yang rendah dan tidak ada kelainan asam basa merupakan
pertanda PPHF. Sebaliknya, pasien dengan ekskresi kalium meningkat disertai kelainan
asam basa darah mengarah ke diagnosis non-PPHF.7 Pemeriksaan transtubular
potassium concentration gradient (TPCG) atau transtubular K+ concentration ([K+])
gradient (TTKG) digunakan untuk membedakan penyebab PPH, apakah akibat
kehilangan kalium melalui urin atau karena proses perpindahan kalium ke ruang
intraselular (chanellopathy). Pemeriksaan TTKG dilakukan saat terjadi serangan. Dalam
kondisi normal, ginjal akan merespons hipokalemia dengan cara menurunkan ekskresi
kalium untuk menjaga homeostasis. Jika dalam keadaan kalium plasma rendah, tetapi
dijumpai ekskresi kalium urin yang tinggi (lebih dari 20 mmol/L), PPH terjadi akibat
proses di ginjal. TTKG dihitung dengan rumus: [Kadar kalium urin/(osmolalitas
urin/osmolalitas plasma)] Kadar kalium plasma Jika TTKG >3, PPH diakibatkan oleh
kehilangan kalium melalui ginjal. Namun, jika TTKG <2 PPH terjadi karena proses
perpindahan kalium ke ruang intraselluler. 4,9

19
20
Gambar 2.3 Algoritma Pendekatan diagnosis PPH

pendekatan pasien hipokalemia dan paralisis dapat dilihat pada gambar 1.


Ekskresi kalium urin yang rendah dan asam basa normal mengarah ke PPHF, TPP
(thyrotoxic periodic paralysis), SPP (sporadic periodic paralysis), atau intoksikasi
barium. Pada peningkatan ekskresi kalium urin yang disertai kelainan asam basa, perlu
dilihat jenis kelainan asam basa yang terjadi. Jika asidosis metabolik, perlu diukur
ekskresi NH4 + di urin. Asidosis metabolik dengan peningkatan ekskresi NH4 + dapat
dijumpai pada penggunaan toluen dan diare berat, sedangkan asidosis metabolik dengan
ekskresi NH4 + rendah dijumpai pada renal tubular acidosis (RTA). Jika kelainan asam
basa yang terjadi adalah alkalosis metabolik, dilakukan pengukuran tekanan darah. Jika
tekanan darah normal, kelainan yang mendasari adalah sindrom Bartter, sindrom
Gitelman, efek diuretik, dan vomitus. Jika tekanan darah tinggi, dipikirkan hipokalemia
karena kelebihan mineralokortikoid.10

2.10 Diagnosis banding

Diagnosis banding dari hypokalemia periodic paralisis adalah

Jika terlibat kelainan sensorik

Terdapat rasa kebas atau defisit sensorik perlu dipikirkan polineuropati seperti
Guillain-Barre syndrome
Teradapat rasa nyeri perlu dipikirkan myositis

Terdapat retensi urin atau konstipasi. Perlu dipikirkan subacute paralisis

Myasthenia gravis jika terdapat gejala seperti ptosis, diplopia, disfagia, disartria

Terdapat demam sebelum terjadinya kelumpuhan. Kemungkinan akibat poliomyelitis. 5

21
Tabel 2. Perbedaan gambaran diantara bentuk umum periodik paralisis

Umur Lama Faktor Keparahan Gambaran yang


Gejala
onset serangan pencetus serangan berhubungan
Hiperkalemi Dekade Rendah
Beberapa Jarang Perioral dan
k periodik pertama menit pemasukan parah tungkai
paralisis kehidupan sampai karbohidrat parestesia
kurang (puasa) Myotonia
dari Dingin
2 frekuent
jam Istirahat yang Pseudohipertr
(paling diikuti ofi otot tiba-
sering dengan tiba
kurang latihan
dari Alkohol
1
jam) Infeksi
Stress
emosional
Trauma
Periode
menstruasi
Hipokalemi Bervarias Beberap Serangan awal Severe Myotonik lid
k periodik i, anak a jam pagi setelah Paralisis lag tiba tiba
paralisis anak sampai hari yang lalu komplet Myotonia
sampai hampir beraktivitas diantara
dekade seming fisik serangan jarang
ketiga u Makanan Parsial
Sebagian Khas tinggi unilateral,
kasus tidak karboihdrat monomelik
sebelum lebih dingin Kelemahan otot
16 tahun dari 72 menetap pada
jam akhir penyakit.
Potasium- Dekade Tidak Dingin Serangan Hipertrofi otot
associated pertama ada Istirahat kekakuan
myotonia kelemaha setelah dan dari
n latihan ringan
dampai
berat
Paramyotoni Dekade 2 24 Dingin Jarang Pseudohipertrof
a kongenital pertama jam parah i otot
Paradoksal
myotonia
Jarang
kelemahan

22
menetap
Tirotoksikos Dekade Beberapa Sama seperti Sama Bisa
is periodik ketiga dan jam hipokalemik seperti berkembang
paralisis keempat sampai 7 PP hipokalemi menjadi
hari Hiperinsulinem k PP kelemahan otot
ia menetap
Hipokalemia
selama
serangan

2.11 Penatalaksanaan

Terapi PPHF biasanya simtomatik, bertujuan menghilangkan gejala kelemahan


otot yang disebabkan hipokalemia. Terapi PPHF mencakup pemberian kalium oral,
modifi kasi diet dan gaya hidup untuk menghindari pencetus, serta farmakoterapi.Di
beberapa literatur, disarankan pemberian kalium oral dengan dosis 20-30 mEq/L setiap
15-30 menit sampai kadar kalium mencapai normal. Kalium klorida (KCl) adalah
preparat pilihan untuk sediaan oral. Suplementasi kalium harus diberikan hati-hati
karena hiperkalemia akan timbul saat proses redistribusi trans-selular kalium berhenti. 4

Pada kasus paralisis hipokalemik berat atau dengan manifestasi perubahan EKG,
harus diberikan kalium intravena (IV) 0,5 mEq/ kg selama 1 jam, infus kontinu, dengan
pemantauan ketat. Pasien yang memiliki penyakit jantung atau dalam terapi digoksin
juga harus diberi terapi kalium IV dengan dosis lebih besar (1 mEq/kg berat badan)
karena memiliki risiko aritmia lebih tinggi. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam
pemberian kalium ialah kadar kalium plasma, gejala klinis, fungsi ginjal, dan toleransi
pasien. Suplementasi kalium dibatasi jika fungsi ginjal terganggu. Pemberian oral lebih
aman karena risiko hiperkalemia lebih kecil.4

Pemberian asetazolamid, inhibitor anhidrase karbonat, dengan dosis 125-250 mg


2-3 kali sehari pada anak terbukti cukup efektif mengatasi serangan, mengurangi
frekuensi serangan, dan mengurangi derajat keparahan. Mekanisme kerja asetazolamid
sampai saat ini masih belum jelas, tetapi penelitian terakhir mengungkap bahwa obat ini
bekerja dengan menstimulasi langsung calcium activated K channels sehingga

23
kelemahan otot berkurang. Spironolakton, dengan dosis 100-200 mg/hari terbukti
efektif. Sebuah penelitian acak terkontrol pada tahun 2000 menunjukkan bahwa
diklorfenamid dosis 50-200 mg/hari terbukti efektif menurunkan serangan dibandingkan
plasebo. Triamteren bermanfaat karena dapat meningkatkan ekskresi natrium dan
menahan kalium di tubulus ginjal. Di beberapa negara, eff ervescent kalium sitrat adalah
sediaan yang paling efektif dan ditoleransi dengan baik oleh saluran cerna.4 Belum ada
penelitian pada pasien anak yang membandingkan efektivitas asetazolamid,
spironolakton, diklorfenamid, dan triamteren, serta belum ada kesepakatan yang jelas di
antara para ahli mengenai kapan dianjurkan menggunakan asetazolamid, spironolakton,
atau obat lain. Sebagian besar penelitian masih terbatas pada pasien dewasa. Tata
laksana utama PPHF pada anak lebih ditekankan pada edukasi dan suplementasi kalium
per oral mengingat efek samping farmakoterapi. Penelitian yang berkembang saat ini
lebih berfokus pada penelitian biomolekuler untuk mencari dasar kelainan
chanellopathy di tingkat gen, tidak banyak berpusat pada aspek tatalaksana. Terapi gen
sebagai terapi definitif untuk PPHF saat ini belum ada. 4

24
25
2.12 Prognosis dan komplikasi

Paralisis periodik hipokalemik biasanya berespons baik terhadap terapi. Terapi


dapat mencegah kelemahan otot lebih lanjut. Serangan terus-menerus dapat
menyebabkan kelemahan otot permanen, tetapi jarang dijumpai pada pasien anak.
Hipokalemia periodik paralisis karena kelainan genetik perlu pengobatan seumur hidup
dengan mengkonsumsi suplemen kalium adekuat biasanya dapat mengkoreksi
hipokalemia memberikan prognosis yang baik. Pada hipokalemia berat, tanpa
penatalaksanaan yang tepat, penurunan kadar kalium secara drastis dapat menyebabkan
masalah aritmia jantung serta paralisis otot yang serius terutama otot pernafasan yang
dapat berakibat fatal.

Komplikasi akut meliputi aritmia jantung, kesulitan bernapas, bicara, dan


menelan, serta kelemahan otot progresif. 4

26
BAB III

KESIMPULAN

Paralisis periodik hipokalemik yang terseing adalah tipe primer atau familial.
Penyakit ini merupakan kelainan yang diturunkan secara autosomal dominan, ditandai
dengan serangan episodik berupa kelemahan otot atau paralisis flaksid akibat proses
perpindahan kalium ke ruang intraselular. Etiologinya adalah mutasi gen CACNL1A3,
SCN4A, dan KCNE3, yaitu gen yang mengontrol voltagegated ion channel pada
membran sel otot. Transtubular K+ concentration ([K+]) gradient (TTKG) penting
dalam pendekatan diagnosis paralisis hipokalemik. Terapi PPHF mencakup pemberian
kalium oral serta modifi kasi diet (rendah garam dan karbohidrat) dan gaya hidup.
Penelitian yang berkembang saat ini lebih berfokus pada penelitian biomolekuler untuk
mencari dasar kelainan di tingkat gen, tidak banyak berpusat pada aspek tata laksana.
Terapi gen sebagai terapi defi nitif untuk PPHF hingga saat ini belum ada. 4

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Ulfa R, Periodik Paralisis Hipokalemia. Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung. Medula. Vol 1(5). 2013. 2,4-7

2. Widjajanti A, Agustini SM, Hipokalemik Periodik Paralisis. Fakultas

Kedokteran Universitas Brawijaya Malang. 2012. 19

3. Nand B, Vohra S. Hypokalemic periodic paralysis: an Unusual case.

Hospital Physician. 2003

4. Pardede S, Fahriani R. Paralisis periodik hipokalemik familial. CDK.

Jakarta. Vol 39(10). 2012. 727-728

5. Joshi N, et all. Acute barium intoxication following ingestion of soap water

solution. Indian J Crit Care Med. 16(4). 2012. 239

6. Deepthiraju B, Varma PR. Barium toxicity A Rare presentation of

Fireworks ingestion. Departement of periatrics, Varma hospitals, Indoan

Academy of Pediatrics. 2012

7. Huang CL, Kou E. Mechanism of hypokalemia in Magnesium Deficiency.

Departement of Medicine, Dallas. Texas. 18(10).2007. 2649.

28
8. Lam L, et all. Thyrotoxic periodic paralysis. Proc( Univ Med Centr). Texas.

19(2). 2006. 127.

9. Cannon SC. An expanding view for the molecular basis of familial periodic

paralysis. Neuromuscul Disord. 2002;12(6):533-43.

10. Andrea K, Thomas M. Disorders of water, sodium, and potassium

homeostasis. In: Nichols DG, editor. Rogers textbook of pediatric intensive

care. 4th ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 2008. p. 243-58

29

Anda mungkin juga menyukai