Disusun oleh:
NPM: 16010035
Pembimbing:
Dr. Robert Silitonga, Sp.S. M.si. Med
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberi rahmat dan hidayah - Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul Paralisis Periodik Hipokalemik. Adapun penyusunan makalah ini dibuat
untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik senior di SMF Ilmu Saraf RSUD Deli
Serdang.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis menghaturkan terimakasih kepada dokter
pembimbing Dr. Robert Silitonga, Sp.S. M.si. Med, yang telah membimbing
dan memberi arahan kepada penulis dalam menyusun makalah ini.
Bahwasanya dalam penulis makalah ini masih banyak kekurangan baik dalam
penyusunan maupun materi, mengingat kemampuan yang dimiliki penyusun. Oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
perbaikan penyusunan makalah ini di kemudian hari.
Lepas dari segala kekurangan yang ada, penulis berharap semoga makalah ini
memberi manfaat bagi pembacanya. Atas perhatiannya, penyusun mengucapkan
terimakasih.
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.......................... ii
BAB I. PENDAHULUAN......................... 3
2.1 Kalium.................................................................................................................... 5
2.2 Definisi.................................................................................................................... 5
2.3 Epidemiologi........................................................................................................... 6
2.4 Klasifikasi................................................................................................................ 6
2.11 Penatalaksanaan....................................................................................................... 22
3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA..................................... 29
2
BAB I
PENDAHULUAN
Kelompok penyakit otot yang dikenal dengan periodik paralisis (PP) cirinya
adalah episode kelemahan flaksid otot yang terjadi pada interval yang tidak teratur.
Umumnya diturunkan dan lebih episode daripada periode. Penyakit ini dapat dibagi
dengan baik dalam kelainan primer dan sekunder. Periodik paralisis merupakan
kelainan neuromuscular yang jarang serta diturunkan, yang secara karakteristik ditandai
1,2
dengan serangan episodik dari kelemahan otot. Berbagai kepustakaan membagi
kelainan ini secara bervariasi, kelainan ini dapat dibedakan sebagai primer atau
sekunder.2 Pada yang primer secara umum dikarakteristikkan dengan: kelainan yang
diturunkan, sering berhubungan dengan kadar kalium di dalam darah, kadang disertai
miotonia, miotonia dan periodik paralisis tersebut disebabkan karena defek dari ion
channels.2 Sedangkan klasifikasi yang berguna secara klinis dari periodik paralisis
primer ini dapat dilihat pada tabel.1 :
Sedangkan secara klasik dibagi menjadi dua kategori besar berdasarkan kadar
kalium darah saat terjadinya serangan kelemahan otot : periodik paralisis hiperkalemi
dan periodik paralisis hipokalemi.3 Pada kelainan sekunder suatu keadaan hipokalemi
dapat disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya : asupan kalium yang kurang,
3
renal tubular asidosis, gangguan gastrointestinal seperti diare, intoksikasi obat seperti
amphotericin B dan barium, dan hipertiroid. 2,3
Kelemahan biasanya terjadi pada otot kaki dan tangan, tetapi kadang-kadang
dapat mengenai otot mata, otot pernafasan dan otot untuk menelan, di mana kedua
keadaan terakhir ini dapat berakibat fatal. Angka kejadian adalah sekitar 1 diantara
100.000 orang, pria lebih sering dari wanita dan biasanya lebih berat. Usia terjadinya
serangan pertama bervariasi dari 120 tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15
35 tahun dan kemudian menurun dengan peningkatan usia. Hipokalemik periodik
paralisis biasanya terjadi karena kelainan genetik otosomal dominan. Hal lain yang
dapat menyebabkan terjadinya hipokalemik periodik paralisis adalah tirotoksikosis
(thyrotoxic periodic paralysis), hiperinsulin.2
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kalium
5
- serum anak : 3,5-5,5 mmo/L
- serum dewasa : 3,5-5,3 mmol/L
- urine anak : 17-57 mmol/24 jam
- urine dewasa : 40-80 mmol/24 jam
- cairan lambung : 10 mmol/L
2.2 Definisi
2.3 Epidemiologi
6
2.4 Klasifikasi
7
kaki dan tangan, tetapi kadang-kadang dapat mengenai otot mata, otot pernafasan dan
otot untuk menelan, di mana kedua keadaan terakhir ini dapat berakibat fatal.1,2,3
Sinyal listrik pada otot skeletal, jantung, dan saraf merupakan suatu alat untuk
mentransmisikan suatu informasi secara cepat dan jarak yang jauh. Kontraksi otot
skeletal diinisiasi dengan pelepasan ion kalsium oleh retikulum sarkoplasma, yang
kemudian terjadi aksi potensial pada motor end-plate yang dicetuskan oleh depolarisasi
dari transverse tubule (T tubule). Ketepatan dan kecepatan dari jalur sinyal ini
tergantung aksi koordinasi beberapa kelas voltage-sensitive kanal ion. Mutasi dari gen
dari kanal ion tersebut akan menyebabkan kelainan yang diturunkan pada manusia. Dan
kelainannya disebut chanelopathies yang cenderung menimbulkan gejala yang
paroksismal : miotonia atau periodik paralisis dari otot-oto skeletal. Defek pada kanal
8
ion tersebut dapat menyebabkan hipokalemia namun mekanismenya belum diketahui,
defek ini dapat meningkatkan eksitasi elektrik suatu sel, menurunkan kemampuan
eksitasi, bahkan dapat menyebabkan kehilangan kemampuan eksitasi. Dan kehilangan
dari eksitasi listrik pada otot skeletal merupakan kelainan dasar dari periodik
paralisis.1,3,6
b. obat
Kalium bisa hilang lewat urin karena beberapa alasan. Yang paling sering adalah
akibat penggunaan obat diuretik tertentu yang menyebabkan ginjal membuang natrium,
air dan kalium dalam jumlah yang berlebihan. Thiazid dan furosemid adalah obat yang
diuretik yang terbanyak dilaporkan menyababkan hipokalemia.
Obat-obatan asma (albuterol, terbutalin dan teofilin), meningkatkan perpindahan
kalium ke dalam sel dan mengakibatkan hipokalemia. Pasien asma yabg dinebulisasi
degan albuterol akan mengalami penurunan kadar kaliumserum sebesar 0,2 - 0,4
mmol/L, sedangkan dosis kedua yang diberikan dalam waktu satu jam akan megurangi
sampai 1 mmol/L. Tetapi pemakaian obat - obatan ini jarang menjadi penyebab tunggal
terjadinya hipokalemia.
9
Teofilin dan kafein bukan merupakan obat simpatomimetik, tetapi bisa
merangsang pelepaan amina sipmatomimetik serta meningkatkan aktivitas Na+ / K+ AtP
ase. Hipokalemia berat hampir selalu merupakan gambaran khas dari keracunan akut
teofilin. Kafein dalam beberapa cangkir kopi dapat menurunkan kalium serum hingga
0,4 mmol/L.
Ritodrin dan Terbuatalin, yakni obat penghambat kontraksi uterus bisa
menur4nkan kalium serum hingga serendah 2,5 mmol per liter setelah pemberian
intravena selama 6 jam.
10
11
c. Sindrom Cushing
e. Kehilangan kalium
Ginjal yang normal dapat menahan kalium dengan baik. Jika konsentrasi kalium darah
terlalu rendah, biasanya disebabkan oleh ginjal yang tidak berfungsi secara normal atau
terlalu banyak kalium yang hilang melalui saluran pencernaan. Kehilangan kalium
melalui feses karena diare dan keringat dapat terjadi bermakna. Pencahar dapat
menyebabkan kehilangan kalium yang berlebihan dari tinja, hal ini perlu diwaspadai
pada pasien yang ingin menurunkan berat badan. Beberapa keadaan lain yang bisa
mengakibatkan deplesi kalium adalah drainase lambung, muntah-muntah, fistula,
menstruasi, dan transfusi eritrosit.
12
a. Asidosis tubulus renalis (ATR)
- ATR tipe I (distal) : medullary sponge kidney,
terpapar toluen, sindrom Sjogren
- ATR tipe II (proksimal) : sindrom Fanconi
b. Hiperaldosteron primer: sindrom Conn
c. Pseudohiperaldosteron: keracunan licorice
2.2 Kehilangan melalui saluran cerna
a. Penyakit celiac
b. Tropical sprue
c. Gastroenteritis akut
d. Sindrom usus pendek
Pola serangan
Pemicu serangan
13
Usia pertama kali terkena serangan paralisis biasanya dimulai dari usia 30 tahun,
biasanya perempuan terkena pada usia yang lebih muda dibandingkan laki laki
Dalam sebuah studi di laporkan episode paralisis cukup bervariasi dari hitungan
1 jam hingga 72 jam.
Dalam sebuah studi di laporkan kadar kalium darah ketika serangan paralisis
muncul adalah dibawah 1,8 mmol/L, sedangkan studi lain melaporkan di bawah 2,3
mmol/L dan 1,2 mmol/L
14
b. Kelemahan anggota gerak
c. Kekuatan otot menurun
d. Rasa sensoris masih baik
e. Aritmia jantung
f. Reflek Babinski positif
Fungsi ginjal.
15
kenaikan kalium intraselular tersebut menstimulasi sekresi kalium dan
meningkatkan ekskresi kalium renal. Kadar glukosa darah pengambilan glukosa
darah ke dalam sel menyebabkan kalium berpindah dari luar sel (darah) ke dalam
sel-sel tubuh.1
Pengambilan glukosa darah ke dalam sel menyebabkan kalium berpindah dari luar
sel ke dalam sel-sel tubuh.
pH darah.
Kadar CPK tinggi pada paralisis periodik primer selama atau baru saja setelah
serangan. Kadar mioglobin serum juga mungkin tinggi.
EMG (Elektromiografi)
EKG
16
17
normal
Mild hipokalemia
severe hipokalemia
Gambar 2.2 Perubahan gambaran EKG akibat perubahan kadar kalium darah
2.9 Diagnosis
18
miopati vakuolar, yaitu vakuola retikulum endoplasma otot berdilatasi dengan
sitoplasma sel otot penuh terisi glikogen, dan ukuran serat otot bervariasi. 4,9
Pemeriksaan kadar kalium urin saat serangan sangat penting untuk membedakan
PPHF dengan paralisis hipokalemik karena sebab lain, yaitu hilangnya kalium melalui
urin. Ekskresi kalium yang rendah dan tidak ada kelainan asam basa merupakan
pertanda PPHF. Sebaliknya, pasien dengan ekskresi kalium meningkat disertai kelainan
asam basa darah mengarah ke diagnosis non-PPHF.7 Pemeriksaan transtubular
potassium concentration gradient (TPCG) atau transtubular K+ concentration ([K+])
gradient (TTKG) digunakan untuk membedakan penyebab PPH, apakah akibat
kehilangan kalium melalui urin atau karena proses perpindahan kalium ke ruang
intraselular (chanellopathy). Pemeriksaan TTKG dilakukan saat terjadi serangan. Dalam
kondisi normal, ginjal akan merespons hipokalemia dengan cara menurunkan ekskresi
kalium untuk menjaga homeostasis. Jika dalam keadaan kalium plasma rendah, tetapi
dijumpai ekskresi kalium urin yang tinggi (lebih dari 20 mmol/L), PPH terjadi akibat
proses di ginjal. TTKG dihitung dengan rumus: [Kadar kalium urin/(osmolalitas
urin/osmolalitas plasma)] Kadar kalium plasma Jika TTKG >3, PPH diakibatkan oleh
kehilangan kalium melalui ginjal. Namun, jika TTKG <2 PPH terjadi karena proses
perpindahan kalium ke ruang intraselluler. 4,9
19
20
Gambar 2.3 Algoritma Pendekatan diagnosis PPH
Terdapat rasa kebas atau defisit sensorik perlu dipikirkan polineuropati seperti
Guillain-Barre syndrome
Teradapat rasa nyeri perlu dipikirkan myositis
Myasthenia gravis jika terdapat gejala seperti ptosis, diplopia, disfagia, disartria
21
Tabel 2. Perbedaan gambaran diantara bentuk umum periodik paralisis
22
menetap
Tirotoksikos Dekade Beberapa Sama seperti Sama Bisa
is periodik ketiga dan jam hipokalemik seperti berkembang
paralisis keempat sampai 7 PP hipokalemi menjadi
hari Hiperinsulinem k PP kelemahan otot
ia menetap
Hipokalemia
selama
serangan
2.11 Penatalaksanaan
Pada kasus paralisis hipokalemik berat atau dengan manifestasi perubahan EKG,
harus diberikan kalium intravena (IV) 0,5 mEq/ kg selama 1 jam, infus kontinu, dengan
pemantauan ketat. Pasien yang memiliki penyakit jantung atau dalam terapi digoksin
juga harus diberi terapi kalium IV dengan dosis lebih besar (1 mEq/kg berat badan)
karena memiliki risiko aritmia lebih tinggi. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam
pemberian kalium ialah kadar kalium plasma, gejala klinis, fungsi ginjal, dan toleransi
pasien. Suplementasi kalium dibatasi jika fungsi ginjal terganggu. Pemberian oral lebih
aman karena risiko hiperkalemia lebih kecil.4
23
kelemahan otot berkurang. Spironolakton, dengan dosis 100-200 mg/hari terbukti
efektif. Sebuah penelitian acak terkontrol pada tahun 2000 menunjukkan bahwa
diklorfenamid dosis 50-200 mg/hari terbukti efektif menurunkan serangan dibandingkan
plasebo. Triamteren bermanfaat karena dapat meningkatkan ekskresi natrium dan
menahan kalium di tubulus ginjal. Di beberapa negara, eff ervescent kalium sitrat adalah
sediaan yang paling efektif dan ditoleransi dengan baik oleh saluran cerna.4 Belum ada
penelitian pada pasien anak yang membandingkan efektivitas asetazolamid,
spironolakton, diklorfenamid, dan triamteren, serta belum ada kesepakatan yang jelas di
antara para ahli mengenai kapan dianjurkan menggunakan asetazolamid, spironolakton,
atau obat lain. Sebagian besar penelitian masih terbatas pada pasien dewasa. Tata
laksana utama PPHF pada anak lebih ditekankan pada edukasi dan suplementasi kalium
per oral mengingat efek samping farmakoterapi. Penelitian yang berkembang saat ini
lebih berfokus pada penelitian biomolekuler untuk mencari dasar kelainan
chanellopathy di tingkat gen, tidak banyak berpusat pada aspek tatalaksana. Terapi gen
sebagai terapi definitif untuk PPHF saat ini belum ada. 4
24
25
2.12 Prognosis dan komplikasi
26
BAB III
KESIMPULAN
Paralisis periodik hipokalemik yang terseing adalah tipe primer atau familial.
Penyakit ini merupakan kelainan yang diturunkan secara autosomal dominan, ditandai
dengan serangan episodik berupa kelemahan otot atau paralisis flaksid akibat proses
perpindahan kalium ke ruang intraselular. Etiologinya adalah mutasi gen CACNL1A3,
SCN4A, dan KCNE3, yaitu gen yang mengontrol voltagegated ion channel pada
membran sel otot. Transtubular K+ concentration ([K+]) gradient (TTKG) penting
dalam pendekatan diagnosis paralisis hipokalemik. Terapi PPHF mencakup pemberian
kalium oral serta modifi kasi diet (rendah garam dan karbohidrat) dan gaya hidup.
Penelitian yang berkembang saat ini lebih berfokus pada penelitian biomolekuler untuk
mencari dasar kelainan di tingkat gen, tidak banyak berpusat pada aspek tata laksana.
Terapi gen sebagai terapi defi nitif untuk PPHF hingga saat ini belum ada. 4
27
DAFTAR PUSTAKA
28
8. Lam L, et all. Thyrotoxic periodic paralysis. Proc( Univ Med Centr). Texas.
9. Cannon SC. An expanding view for the molecular basis of familial periodic
care. 4th ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 2008. p. 243-58
29