HIPERKALSEMIA
Disusun Oleh :
Rafika Assegaf I4061192065
PEMBIMBING :
dr. Ivan Lumban Toruan, Sp. PD-KHOM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2021
LEMBAR PERSETUJUAN
“Hiperkalsemia”
Pembimbing :
Disusun Oleh :
1
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................1
DAFTAR ISI........................................................................................................2
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................3
DAFTAR TABEL................................................................................................4
BAB I.....................................................................................................................5
PENDAHULUAN................................................................................................5
BAB II...................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................7
2.4.1. Definisi.............................................................................................10
2.4.3. Patofisiolosi.....................................................................................17
BAB III...............................................................................................................35
KESIMPULAN..................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................36
2
DAFTAR GAMBAR
3
DAFTAR TABEL
4
BAB I
PENDAHULUAN
Tubuh orang dewasa mengandung 1–2 kg kalsium, lebih dari 99% terdapat di
dalam tulang. Kalsium dalam tulang terikat dalam bentuk kristal hidroksiapatit.
Selebihnya, terdapat di dalam sel dan cairan ekstraseluler. Kalsium ekstraseluler
terdapat dalam tiga bentuk, yaitu kalsium terikat protein, terutama albumin (50%),
bentuk bebas/terion (45%), dan bentuk kompleks terutama terikat fosfat, sitrat,
bikarbonat dan laktat (5%).1-3 Ion kalsium berperan penting dalam fisiologi
intraseluler maupun ekstraseluler. Ion kalsium intraseluler merupakan regulator
penting fungsi sel, antara lain proses kontraksi otot, sekresi hormon, metabolisme
glikogen dan pembelahan sel. Secara fisiologik, ion kalsium ekstraseluler berperan
sebagai kofaktor pada proses pembekuan darah, misalnya untuk faktor VII, IX, X dan
protrombin, memelihara mineralisasi tulang,berperan pada stabilisasi membran
dengan berikatan pada lapisan fosfolipid, dan menjaga permeabilitas membran
plasma terhadap ion natrium.2,4
5
harapan hidup penderita hiperkalsemia dengan keganasan < 3 bulan setelah diagnosis
hiperkalsemia ditegakkan.8,12
1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah sebagai bahan pembelajaran mengenai
etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis serta tatalaksana yang tepat
pada hiperkalsemia.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kalsium adalah mineral yang paling banyak ditemukan dalam tubuh manusia,
mencapai jumlah 2% dari berat total tubuh, 99% kalsium tersebut berada dalam
jaringan keras, tulang dan gigi, sedangkan 1% berada dalam darah dan tersebar luas
di dalam tubuh, baik dalam cairan ekstraseluler maupun cairan intraseluler.13
Kalsium diperlukan untuk transmisi impuls saraf serta untuk kontraksi otot
miokardium dan otot rangka. Ion ini menyebabkan pembekuan darah dengan cara
mengubah protrombin menjadi thrombin. Ion ini juga memperkuat membran kapiler.
Jika terjadi kekurangan kalsium, permeabilitas kapiler akan meningkat sehingga
cairan dapat menembus kapiler.15
Kadar kalsium darah dalam serum keadaan normal 9-11 mg/dl. Tubuh
mengandung lebih banyak kalsium daripada mineral lain, kalsium merupakan mineral
yang harus dipenuhi kurang lebih 2% dari berat tubuh manusia dewasa. Peranan
7
kalsium dalam tubuh dapat dibagi dua, yaitu membantu membentuk tulang dan gigi,
dan mengukur proses biologi dalam tubuh. Kebutuhan kalsium terbesar terjadi pada
waktu pertumbuhan, tetapi keperluan kalsium masih diteruskan meskipun sudah
dewasa. Dari seluruh kalsium yang terdapat dalam tubuh manusia 99% terdapat di
tulang dan gigi. Jenis mineral tersebut memberi struktur tulang dan gigi.16
Pada pria dewasa kebutuhan kalsium sangat rendah, sekitar 300 – 400 mg
setiap hari. Sebaliknya pada wanita paskamenopause kalsium yang dibutuhkan tinggi,
berkisar antara 1200 – 1500 mg setiap hari. Hal ini dapat disebabkan oleh
menurunnya absorpsi kalsium secara bertahap akibat usia lanjut. Penyerapan kalsium
sangat bervariasi tergantung umur dan kondisi badan. Pada waktu pertumbuhan
sekitar 50-70% kalsium yang diserap karena garam kalsium lebih larut dalam asam.
Maka penyerapan kalsium terjadi pada bagian atas usus kecil, tepat setelah lambung.
Faktor yang menghalangi penyerapan kalsium adalah zat organik yang bergabung
dengan kalsium dan membentuk garam yang tidak larut contoh asam oksalat,
kebutuhan kalsium terbesar terjadi saat masa pertumbuhan, namun fungsi-fungsi
kalsium masih banyak diteruskan dan sangat diperlukan meskipun sudah mencapai
dewasa.16
8
2.3. Metabolism Kalsium
Proses absorbsi kalsium, yang terutama terjadi di dalam bagian atas usus halus,
ditingkatkan oleh 1,25- dehidroksikolekalsiferol (dan metabolit aktif lain dari vitamin
D) disertai kerja hormon paratiroid yang sinergis. Adanya metabolit aktif di dalam
sirkulasi umum dan bukan di dalam lumen usus dapat meningkatkan sintesa protein
pengikat kalsium dalam enterosit. Absorbsi kalsium dapat dikurangi dengan
memberikan filtrat per oral ataupun asam lemak atau fosfat berlebihan.
Kalsium di dalam feses terkandung dari diet yang tak diabsorbsi, juga kalsium
yang keluar dari plasma ke dalam usus. Dari masukan sehari-hari 25 mmol (1 kg)
kalsium, 2,5-7,5 (0,1-0,3 g) diekskresikan ke dalam urin dan sisanya ditemukan di
dalam feses. Hampir semua kalsium yang difiltrasi akan diabsorbsi kembali. Kalsium
berlaku sebagai zat ambang dan bila kadar kalsium turun maka eksresinya ke dalam
urin berhenti. Pada fungsi ginjal yang normal jumlah kalsium yang diekskresikan ke
dalam urin meningkat karena kadar kalsium serum meningkat. Sekitar 2,5 mmol (0,1
g) kalsium hilang setiap hari pada kulit dan keringat.
Transpor kalsium dalam usus halus dimediasi oleh proses transpor yang
tersusun kompleks dan diregulasi oleh calcitropic hormonest, yaitu: 1,25-(OH)2D3
and hormon paratiroid (PTH). Hormon-hormon lain, seperti glukokortikoid, prolaktin
dan estrogen berperan sebagai regulator absorpsi kalsium di usus halus. Absorpsi
kalsium di usus halus dapat melalui 2 mekanisme, yaitu aktif dan pasif. Transpor
kalsium aktif terjadi terutama di duodenum dan proximal jejunum, sementara transpor
pasif terjadi pada seluruh usus halus. Usus besar juga mampu mengabsorpsi kalsium
namun hal tersebut masih kontroversial. Duodenum adalah tempat absorpsi kalsium
yang paling efisien karena dapat mengambil kalsium bahkan pada keadaan diet sangat
rendah kalsium melalui mekanisme aktif, juga memiliki seluruh komponen bagi
transpor kalsium melalui jalur transcellular dan paracellular.16
9
Gambar 1. Metabolisme Kalsium18
2.4. Hiperkalsemia
2.3.1. Definisi
Hypercalcemia adalah kondisi klinis dengan kadar kalsium (Ca) serum
yang sangat tinggi. Total serum Ca berkisar antara 8,8-10,4 mg/dL (2,20–2,60
mmol/L) dalam keadaan sehat. Total serum Ca terdiri dari ion bebas(50%),
kompleks yang terikat protein (40%), dan kompleks ionik (10%). Ca ionik
bebas, bentuk aktif fisiologis, diatur secara ketat dalam kisaran 4,4-5,4 mg / dL
(1,10 -1,35 mmol/L) untuk menghindari keracunan Ca. Itu berkurang pada
alkalosis dan meningkat pada asidosis. Pada pasien dengan kelainan pH cairan
ekstraseluler, masing-masing 0,1 penurunan pH meningkatkan kalsium
terionisasi sekitar 0,2 mg/dl (0,05 mmol/L)5. Hiperkalsemia dikaitkan dengan
10
banyak penyakit dengan hiperparatiroidisme primer dan beberapa keganasan
terhitung lebih dari 90% kasus.18
2.3.2. Etiologi
a. Hiperparatiroidisme primer
Hiperparatiroidisme primer merupakan penyebab tersering
hiperkalsemia. Didapatkan pada semua umur, lebih sering pada usia > 50
tahun. Kejadiannya mencapai 4/100.000 populasi pertahun dan wanita tiga
kali lebih sering. Penyakit ini akibat peningkatan sekresi hormon paratiroid;
tersering disebabkan oleh adenoma kelenjar paratiroid (85%) biasanya jinak
dan soliter. Penyebab yang jarang yaitu hiperplasia keempat kelenjar
paratiroid (15%) dan yang sangat jarang adalah karsinoma kelenjar
paratiroid (<1%).
Patofisiologi yang mendasari yaitu sekresi hormone paratiroid
berlebihan yang berperan meningkatkan resorpsi tulang oleh osteoklas,
meningkatkan absorpsi kalsium intestinal, dan meningkatkan reabsorpsi
kalsium tubular ginjal. Sering pula dijumpai penurunan kadar fosfat serum
karena PTH menghambat reabsorpsi fosfat pada tubulus proksimal.
Umumnya hiperparatiroidisme primer asimptomatik. Peningkatan
produksi hormon paratiroid menimbulkan kelainan tulang yang disebut
osteitis fibrosa cystica, ditandai oleh resorpsi subperiosteal falang distal,
kista tulang, dan tumor coklat di tulang-tulang panjang. Batu ginjal
didapatkan pada 15-20% penderita hiperparatiroidisme, dan sebaliknya
sekitar 5% penderita dengan batu ginjal mengalami hiperparatiroidisme.
Batu ginjal paling sering terbentuk dari kalsium oksalat, dan merupakan
faktor utama patogenesis hiperkalsiuria.
Krisis hiperkalsemia merupakan kasus jarang, ditandai dengan kadar
kalsium >15mg/dl dengan gejala hiperkalsemia berat. Mekanisme krisis
tersebut belum jelas, tetapi dehidrasi, penyakit penyerta, dan mungkin
infark dari suatu adenoma paratiroid pada beberapa penderita berperan.
b. Sindrom hiperparatiroidisme familial
11
Beberapa penelitian mendapatkan bahwa sekitar 10%
hiperparatiroidisme primer adalah herediter. Bentuk tersering adalah
Neoplasia Endokrin Multipel (MEN) tipe I (Sindrom Wermer), 95%.
Bentuk lain yaitu MEN tipe IIA (Sindrom Sipple) dan Sindrom Rahang-
hiperparatiroidisme.
MEN-I disebabkan oleh mutasi autosom dominan gen menin pada
kromosom11. Ditandai oleh tumor paratiroid, hipofisis anterior dan
pankreas. MEN-IIA bersifat autosom dominan dengan mutasi gen pada
RET proto-oncogene. Ditandai dengan perkembangan karsinoma tiroid
medulare dan feokromositoma.
c. Hiperparatiroidisme tersier
Terjadi akibat perlangsungan hiperparatiroidisme sekunder, seperti
penderita penyakit ginjal tahap akhir, defisiensi vitamin D, dan resistensi
vitamin D. Kelenjar paratiroid akan mengalami hiperplasia dan
mengakibatkan sekresi berlebihan PTH secara otonom sehingga
mengakibatkan hiperkalsemia.
d. Intoksikasi vitamin D
Konsumsi kronik vitamin D 50-100 kali kebutuhan normal vitamin D
(>50.000–100.000U/hari), mengakibatkan hiperkalsemia bermakna. Asupan
vitamin D maksimal yang direkomendasikan yaitu 2000 IU/hari. Kelebihan
Vitamin D meningkatkan absorpsi kalsium intestinal dan jika berat
meningkatkan resorpsi tulang.19 Pada penyerapan vitamin D (yang diubah
dari 25-(OH)vitamin D di hati) atau 25-(OH)vitamin D itu sendiri, kalsitriol
terlepas dari ikatan dengan protein, meningkatkan kadar kalsitriol bebas.
Peningkatan ini menyebabkan hiperkalsemia karena peningkatan absorpsi
kalsium intestinal dan peningkatan resorpsi tulang. Mekanisme ini terjadi
pula pada pemakaian vitamin D analog topikal, kalsipotriol, serta
pemakaian pada beberapa kelainan kulit.
e. Penyakit granulomatous
12
Semua penyakit granulomatous dapat menyebabkan hiperkalsemia,
namun demikian sarkoidosis paling sering dihubungkan dengan
hiperkalsemia.15 Faktor risiko hiperkalsemia pada sarkoidosis meliputi
insufisiensi ginjal, peningkatan asupan vitamin D, dan peningkatan paparan
matahari. Peningkatan absorpsi di saluran cerna karena tingginya kadar
kalsitriol. Dilaporkan juga produksi Parathyroid Hormonerelated Protein
(PTHrP) oleh granuloma pada penderita sarkoidosis. Bentuk granuloma
dengan hiperkalsemia dihubungkan dengan peningkatan kadar 1,25-
dihidroksivitamin D. Aktivasi makrofag pada granuloma menunjukkan
hidroksilasi alfa-1 yang meningkatkan perubahan 25(OH) vitamin D
menjadi 1,25-(OH)2 vitamin D.
f. Malignansi hiperkalsemia humoral
Hiperkalsemia sering didapatkan pada keganasan. Malignansi
hiperkalsemia humoral adalah suatu sindrom klinik dengan peningkatan
kadar kalsium akibat sekresi faktor kalsemik oleh sel kanker. Istilah
malignansi hiperkalsemia humoral saat ini dibatasi pada hiperkalsemia
akibat peningkatan produksi PTHrP. Penderitanya diperkirakan sekitar 80%
dari semua penderita hiperkalsemia pada keganasan.
Parathyroid Hormone-related Protein merupakan penyebab
hiperkalsemia pada keganasan. Protein ini memiliki 8 dari 13 asam amino
pertama yang sama dengan PTH, sehingga dapat pula mengaktifkan
reseptor PTH, mengakibatkan beberapa aksi biologiknya sama, seperti
menyebabkan hiperkalsemia, hipofosfatemia, dan peningkatan resorpsi
tulang oleh osteoklas. Perbedaannya yaitu PTH meningkatkan reabsorpsi
kalsium di tubulus ginjal, sedangkan PTHrP tidak, sehingga terjadi
hiperkalsiuri. PTHrP tidak meningkatkan produksi 1,25(OH)2D dan
absorpsi kalsium di ginjal. PTH meningkatkan aktifitas osteoblas dan
osteoklas, sedangkan PTHrP hanya meningkatkan aktifitas osteoklas,
sehingga resorpsi tulang tidak diimbangi oleh formasi yang adekuat.
13
Malignansi hiperkalsemia humoral paling sering pada karsinoma sel
skuamosa (paru-paru, esofagus, serviks, kepala dan leher), kanker ginjal,
kandung kemih dan ovarium, yang secara spesifik menghasilkan PTHrP.
g. Destruksi tulang
Apabila hiperkalsemia disertai destruksi tulang, maka kemungkinan
dapat terjadi produksi berbagai sitokin yang meningkatkan kerja osteoklas
misalnya pada multipel mieloma, peningkatan produksi 1,25(OH)2D
misalnya pada beberapa tipe limfoma, dan metastasis sel tumor ke tulang
pada tumor-tumor padat. Keganasan yang sering bermetastasis ke tulang
yaitu keganasan payudara, prostat dan paru.4 Metastasis tulang paling
sering adalah destruksi jaringan tulang (tipe osteolitik), berakibat fraktur
patologik, nyeri tulang (80%) dan hiperkalsemia(20-40%).
h. Diuretik tiazid dan Lithium
Diuretik tiazid menurunkan ekskresi kalsium ginjal sekitar 50-150
mg/hr. Hiperkalsemia dapat terjadi pada penderita dengan peningkatan
resorpsi tulang seperti HPT ringan, jarang jika metabolisme kalsium
normal.15,21 Lithium meningkatkan supresi PTH oleh kalsium. Terapi
lithium umumnya menyebabkan hiperkalsemia ringan yang umumnya
membaik apabila terapi lithium dihentikan, akan tetapi tidak selamanya.15
Beberapa obat dan zat kimia lain dapat menyebabkan hiperkalsemia, namun
jarang, misalnya teofilin, biasanya pada penderita asma dengan kadar
teofilin di atas kadar terapi normal. Umumnya membaik jika dosis
diturunkan.
i. Intoksikasi vitamin A
Vitamin A dosis besar (50000 - 100000 IU/hr) kadang-kadang
menyebabkan hiperkalsemia. Kadar kalsium meningkat 3 - 3,5 mmol/L (12
– 14 mg/dL) akibat peningkatan resorpsi tulang oleh osteoklas. Didapatkan
pada pemberian derivat retinoic acid untuk terapi akne, neuroblastoma dan
keganasan lainnya.
j. Sindrom susu-alkali
14
Sindrom ini meliputi hiperkalsemia, gagal ginjal dan asidosis
metabolik. Disebabkan oleh ingesti kalsium bersama natrium secara
berlebihan, kalsium karbonat berlebihan dalam preparat antasid dan
pemakaiannya untuk pencegahan osteoporosis.
k. Tirotoksikosis
Hiperkalsemia ringan terjadi pada sebagian penderita tirotoksikosis.
Kadar PTH dan 1,25-(OH)2 vitamin D rendah. Peningkatan resorpsi tulang
disebabkan oleh tiroksin dan triiodotironin, yang responsibel untuk
hiperkalsemia.
l. Abnormalitas kelenjar adrenal
Pada insufisiensi adrenal terjadi penurunan kalsium ginjal dan
peningkatan masukan kalsium ke dalam sirkulasi. Hipovolemia akibat
insufisiensi adrenal, mengakibatkan penurunan laju filtrasi glomerulus,
sehingga terjadi penurunan filtrasi kalsium oleh glomerulus dan
peningkatan reabsorpsi kalsium dan natrium di tubulus proksimal. 15,23
Meskipun demikian hiperkalsemia tidak sering didapatkan pada insufisiensi
adrenal. Kalsium dapat pula dilepaskan dari tulang pada penderita
insufisiensi adrenal. Nair dkk melaporkan seorang wanita 45 tahun
postoperative dengan komplikasi insufisiensi adrenal, disertai
hiperkalsemia.
m. Hiperkalsemia Hipokalsiurik Familial
Merupakan kelainan autosomal dominan, disebabkan oleh mutasi
heterozigot calsiumsensing receptor, mengakibatkan penghambatan
feedback dari sekresi hormon paratiroid; sehingga dibutuhkan kadar
kalsium lebih tinggi untuk menekan sekresi PTH. Penderita heterozigot
ditandai dengan hiperkalsemia, hipokalsiuria, dan hipermagnesemia sedang.
Hormon paratiroid meningkat sedikit atau normal.
Tes genetik tidak rutin dan biasanya tidak perlu. Ekskresi kalsium urin
yang rendah (<100 mg/dL) pada hiperkalsemia mengindikasikan
peningkatan absorpsi kalsium tubulus ginjal dan rendahnya klirens kalsium.
15
Rasio klirens kalsium : klirens kreatinin dapat digunakan untuk diagnosis
hiperkalsemia hipokalsiurik familial, menggunakan formula :
ClCa/ClCr = (Cau x Crs)/(Cru x Cas)
Cau = konsentrasi kalsium urin
Cas = konsentrasi kalsium serum
CrU = konsentrasi kreatinin urin
Crs = konsentrasi kreatinin serum
n. Imobilisasi
Imobilisasi menyebabkan hiperkalsemia pada penderita yang
mengalami peningkatan resorpsi tulang; termasuk anak dan remaja,
penderita Paget’s disease tulang, HPT ringan dan sekunder, dan keganasan
dengan hiperkalsemia ringan. Pasien-pasien tersebut juga berisiko
osteopenia.
o. Gagal ginjal
Hiperkalsemia akibat gagal ginjal akut terjadi terutama pada penderita
dengan rhabdomiolisis. Awalnya, hiperfosfatemia menyebabkan deposisi
kalsium pada jaringan lunak, mengakibatkan hipokalsemia dan HPT
sekunder. Selanjutnya ginjal mulai melindungi dengan reentri/masuknya
kembali garam kalsium ke dalam sirkulasi yang dihubungkan dengan kadar
PTH tinggi sehingga menyebabkan transien hiperkalsemia.19
16
Table 2. Penyebab hiperkalsemia20
2.3.3. Patofisiologi
Ca terionisasi diatur secara ketat oleh aksi dua hormon utama dan
reseptornya: PTH (paratiroid hormon) dan PTHR (reseptor PTH) dan 1, 25-
[OH]2 D (1,25 – dihidroksi vitamin D3) dan VDR (reseptor vitamin D).
Penyakit yang secara kronis meningkatkan kadar PTH dan 1,25-[OH]2 D dapat
menyebabkan peningkatan: resorpsi tulang, melepaskan Ca; absorpsi usus dan
reabsorpsi ginjal dari Ca. Efeknya adalah peningkatan Ca plasma di atas tingkat
fisiologis normal mengarah ke kondisi klinis yang dikenal sebagai
hiperkalsemia (Gambar 1).20
17
Gambar 2. Etiologi utama hiperkalsemia.20
Peningkatan abnormal kadar PTH, 1,25-[OH]2D, atau protein terkait PTH
(PTHrP) di darah menyebabkan hiperkalsemia. Penyakit granulomatosa seperti
tuberkulosis, penyakit jamur atau sarkoidosis menyebabkan peningkatan 1, 25-
dihidroksi vitamin D3 (keracunan vitamin D) yang meningkatkan penyerapan
usus Ca ke dalam darah. Hiperparatiroidisme menyebabkan peningkatan kadar
PTH yang bersirkulasi yang meningkatkan reabsorpsi Ca ginjal dan resorpsi
tulang, menyebabkan hiperkalsemia. Selanjutnya, Tiazid (obat antidiuretik)
dapat meningkatkan reabsorpsi Ca ginjal ke dalam cairan ekstraseluler.
Otot skeleton itu berisi 98 persen dari total kalsium tubuh; 2 persen
sisanya beredar seluruh tubuh. Setengah dari sirkulasi kalsium adalah kalsium
bebas (terionisasi), satu-satunya bentuk yang memiliki efek fisiologis. Sisanya
terikat pada albumin, globulin, dan molekul anorganik lainnya. Tingkat
albumin rendah mempengaruhi kadar kalsium serum total. Langsung mengukur
kadar kalsium bebas adalah lebih nyaman dan akurat, tetapi berikut ini rumus
dapat digunakan untuk menghitung yang dikoreksi kadar kalsium serum total:
18
Kalsium terkoreksi = (4,0 g per dL [albumin plasma]) 0,8 + [kalsium serum]
Hormon paratiroid (PTH), 1,25-dihidroksivitamin D3 (kalsitriol), dan kalsitonin
mengontrol homeostasis kalsium dalam tubuh. Peningkatan resorpsi tulang,
peningkatan penyerapan kalsium di saluran cerna, dan Penurunan ekskresi
kalsium oleh ginjal menyebabkan hiperkalsemia. Kadar kalsium serum normal
adalah 8 hingga 10 mg per dL (2,0 hingga 2,5 mmol per L, meskipun kisaran
pastinya dapat bervariasi antar laboratorium. Kalsium terionisasi normal
kadarnya adalah 4 hingga 5,6 mg per dL (1 hingga 1,4 mmol per L).
PTH adalah hormon asam amino 84 yang diproduksi oleh empat kelenjar
paratiroid seukuran kacang polong posterior kelenjar tiroid. Sebagai tanggapan
terhadap kadar kalsium serum rendah, PTH meningkatkan kalsium dengan
mempercepat resorpsi tulang osteoklastik dan meningkatkan resorpsi tubulus
ginjal dari kalsium. Ini juga meningkatkan kalsitriol, yang secara tidak
langsung meningkatkan kadar kalsium serum. Penyebab PTH kehilangan fosfat
melalui ginjal. Jadi, dalam pasien dengan hiperkalsemia yang dimediasi PTH,
kadar fosfat serum cenderung rendah.
Vitamin D adalah hormon steroid yang diperoleh melalui diet atau
diproduksi oleh aksi sinar matahari pada prekursor vitamin D di kulit.
Calcitriol, bentuk aktif vitamin D, diturunkan dari hidroksilasi berturut-turut
dari prekursor cholecalciferol, pertama di hati (25-hidroksilasi), kemudian di
ginjal (1-hidroksilasi). Vitamin D yang memadai diperlukan untuk
pembentukan tulang. Namun, prinsipnya target vitamin D adalah usus, di mana
ia meningkatkan penyerapan kalsium dan fosfat. Jadi, pada hiperkalsemia yang
dimediasi vitamin D, kadar fosfat serum cenderung tinggi.
Kalsitonin adalah hormon asam amino 32 yang diproduksi oleh sel C
parafolikular tiroid. Kalsitonin adalah penghambat lemah osteoklas aktivasi dan
menentang efek PTH pada ginjal, sehingga meningkatkan kalsium dan ekskresi
fosfat. Tingkat kalsitonin mungkin meningkat pada pasien hamil dan pada
pasien dengan karsinoma meduler tiroid. Namun, tidak ada gejala sisa klinis
langsung, dan kadar kalsium serum biasanya normal.
19
Peptida terkait PTH (PTHrP) adalah yang utama mediator dalam
hiperkalsemia terkait dengan tumor padat. PTHrP homolog dengan PTH di
terminal amino, wilayah yang terdiri dari domain pengikat reseptor. PTHrP
mengikat reseptor PTH dan meniru mekanisme biologis efek PTH pada tulang
dan ginjal.21
20
Tabel 3. Hormone yang berperan dalam homeostasis kalsium21
2.3.4. Manifestasi Klinis
Gejala hiperkalsemia tidak spesifik, manifestasi klinis bervariasi tergantung
beratnya serta saat perubahan kalsium serum. Gejala-gejala lebih berat
didapatkan pada perubahan akut dibandingkan peningkatan kadar kalsium yang
kronik. Penderita dengan kadar kalsium antar 10,5 dan 12 mg/dL dapat
asimptomatik; apabila melebihi kadar tersebut, manifestasi multiorgan dapat
terjadi dan mengancam jiwa. Hiperkalsemia berperan dalam hiperpolarisasi
membran sel. Manifestasi klinis dapat bersifat neurologik, kardiovaskuler,
gastro-intestinal, ginjal dan tulang.6,
a. Manifestasi neurologik
Ion kalsium mempunyai peran utama pada neurotransmiter. Peningkatan
kadar kalsium
menurunkan eksitabilitas neuromuskular, yang berperan pada hipotonisitas
otot lurik.5
Gejala neuromuskuler termasuk lemas dan menurunnya refleks tendon.
Regangan otot terganggu dan kemampuan otot pernapasan menurun.
Gangguan sistem saraf pusat dapat
bermanifestasi sebagai delirium, disfungsi kognitif, disorientasi,
inkoherensia, dan gejala psikotik seperti halusinasi dan delusi. Obtundasi
21
karena progresivitas peningkatan konsentrasi kalsium serum memicu stupor
atau koma.5,6
b. Manifestasi kardiovaskuler
Hiperkalsemia dihubungkan dengan peningkatan iritabilitas kontraktilitas
miokard. Perubahan elektrokardiografi ditandai dengan konduksi yang
lambat: P-R memanjang, kompleks QRS melebar, interval Q-T memendek,
dan segmen S-T memendek atau tidak ada.6 Apabila kadar kalsium
mencapai 16 mg/dL (>8,0 mEq/L atau 3,99 mmol/L), T wave melebar,
peningkatan sekunder interval Q-T. Peningkatan konsentrasi kalsium,
meningkatkan bradiaritmia dan bundle branch block. AV block komplit
atau inkomplit dapat terjadi jika konsentrasi kalsium serum sekitar 18
mg/dL (9,0 mEq/L atau 4,49 mmol/L) dan memicu complete heart block,
asistole, dan cardiac arrest.5 Hiperkalsemia mengakibatkan peningkatan
sensitivitas efek farmakologik dari digitalis, seperti digoksin.
c. Manifestasi gastrointestinal
Gejala-gejala gastrointestinal dihubungkan dengan aksi depresi sistem saraf
otonom dan akibat hipotoni otot. Peningkatan sekresi asam lambung sering
terjadi pada hiperkalsemia dan meningkatkan manifestasi gastrointestinal.
Anoreksia, nausea, dan muntah meningkat dengan peningkatan volume
residual lambung. Konstipasi dipicu oleh dehidrasi yang sering bersama-
sama hiperkalsemia. Nyeri perut mungkin memicu obstipasi.5
d. Manifestasi ginjal
Hiperkalsemia menyebabkan defek tubular ginjal reversibel yang
mengakibatkan hilangnya kemampuan pemekatan urin dan poliuria.
Penurunan asupan cairan dan poliuria berperan pada gejala yang
dihubungkan dengan dehidrasi. Penurunan reabsorpsi pada tubulus
proksimal terhadap natrium, magnesium, dan kalium terjadi akibat deplesi
garam dan air yang disebabkan oleh dehidrasi seluler dan hipotensi.
Insufisiensi renal mungkin terjadi akibat penurunan filtrasi glomeruler,
suatu komplikasi yang paling sering pada mieloma. 5,13 Meskipun
22
nefrolitiasis dan nefrokalsinosis biasanya tidak dihubungkan dengan
hiperkalsemia pada keganasan, kristal kalsium fosfat dapat memicu
menipisnya tubulus ginjal menjadi bentuk batu ginjal akibat hiperkalsiuria
berkepanjangan.5
e. Manifestasi tulang
Hiperkalsemia pada keganasan merupakan akibat metastasis osteolitik atau
humerallymediated bone resorption dengan fraktur sekunder, deformitas
tulang dan nyeri.5 Osteoporosis tulang kortikal, seperti pergelangan tangan,
terutama dihubungkan dengan hiperparatiroidisme primer. Peningkatan
PTH dapat pula mengakibatkan resorpsi subperiosteal, osteitis fibrosa
cystica dengan kista tulang, dan brown tumors pada tulang-tulang panjang.6
23
5,6 mg/ dL (1 - 1,4mmol/L). Meskipun pemeriksaan kadar ion kalsium tidak
dilakukan rutin, kadarnya dapat diperkirakan berdasarkan kadar kalsium
serum; biasanya akurat kecuali apabila terdapat hipoalbuminemia.5,6
Hiperkalsemia ringan adalah jika kadar kalsium serum total 10,5 - 12
mg/dL (2,63 - 3 mmol/L) atau kadar ion kalsium 5,7–8 mg/dL(1,43 – 2
mmol/L), umumnya asimptomatik. Pada hiperkalsemia sedang, manifestasi
multiorgan dapat terjadi. Kadar kalsium >14 mg/dL (3,5 mmol/L) dapat
mengancam jiwa.6
Beberapa faktor dapat mempengaruhi jumlah kalsium terikat protein.
Hipoalbuminemia dapat menurunkan dan sebaliknya hiperalbuminemia dapat
meningkatkan jumlah kalsium serum terikat albumin (termasuk kadar kalsium
serum total) tanpa mempengaruhi kadar kalsium serum terion. Konsentrasi
kalsium biasanya berubah 0,8 mg/dL pada setiap perubahan 1,0 g/dL
konsentrasi plasma albumin. Koreksi kadar kalsium serum total terhadap
perubahan albumin serum : Total kalsium + 0,8 x (4,5 – kadar albumin).7,15
Keasaman tubuh juga mempengaruhi ikatan protein. Asidosis
mengurangi dan alkalosis meningkatkan ikatan protein, dengan demikian
mengubah kadar kalsium serum terion. Setiap peningkatan pH 0,1 unit, kadar
kalsium serum terion menurun 0,1 mEq/L (= 0,2 mg/dL), dan sebaliknya.7
24
Gambar 4. Spectrum hiperkalsemia21
25
Tes Interpretasi
Diindikasikan dalam semua kasus
Serum PTH Nilai yang meningkat menunjukkan
hiperparatiroidisme (primer atau
tersier); nilai rendah menunjukkan
penyebab lain
Urea dan elektrolit Diperlukan untuk menilai fungsi ginjal.
Bikarbonat serum yang meningkat
menunjukkan sindrom kalsium-alkali
Albumin serum Untuk menyesuaikan nilai kalsium total
Albumin ≤ 35 g/L mencurigakan tumor
yang mendasari
Diindikasikan dalam beberapa kasus
FBC/ESR Anemia dan peningkatan ESR
menunjukkan keganasan tersembunyi
Elektroforesis imunoglobulin/serum dan Paraproteinemia menunjukkan
urin myeloma. Peningkatan imunoglobulin
poliklonal menunjukkan sarkoidosis
atau tumor tersembunyi
Serum PTHrP Dapat membantu dalam diagnosis
hiperkalsemia terkait kanker yang
tersembunyi
Tes fungsi tiroid Untuk menyingkirkan tirotoksikosis
Rasio klirens kalsium terhadap klirens Untuk membedakan FHH dari PHPT.
kreatinin saat puasa sampel urin Rasio klirens kalsium terhadap klirens
0
kreatinin < 0,01 menunjukkan FHH
00
Rontgen dada Dapat mengungkapkan tanda-tanda
sarkoidosis atau kanker paru-paru
Enzim pengubah angiotensin serum Nilai yang meningkat menunjukkan
sarcoidosis
Metabolit vitamin D serum Peningkatan kadar 25(OH)D yang
sangat tinggi yang khas pada keracunan
26
vitamin D. 1,25(OH)2D3 tinggi pada
sarkoidosis dan penyakit granulomatosa
lainnya
Tes Synacthen Untuk mengecualikan penyakit Addison
Pemindaian tulang radionuklida / Diindikasikan pada pasien yang diduga
Pencitraan organ lain memiliki hiperkalsemia terkait kanker
tersembunyi
Tabel 5. Identifikasi Penyebab Hiperkalsemia20
27
sangat penting ketika secara bersamaan mengobati keganasan yang
mendasarinya. Penting untuk meninjau secara menyeluruh daftar pengobatan
pasien dan menghentikan semua yang akan memperburuk hiperkalsemia seperti
kalsium, vitamin D, diuretik thiazide, dan lithium. Tingkat keparahan
hiperkalsemia dan gejala terkait juga akan menentukan waktu dan jenis terapi.
Hiperkalsemia asimtomatik ringan (kalsium, 10,5-11,9 mg/dL) mungkin tidak
perlu diobati sampai setelah pemeriksaan selesai dan diagnosis telah
ditegakkan. Namun, hiperkalsemia sedang hingga berat (kalsium > 12 mg/dL),
terutama bila dikaitkan dengan gejala ginjal atau neurologis yang parah,
memerlukan penanganan yang cepat dan seringkali rawat inap.
28
kalsium tubulus ginjal. Oleh karena itu, terapi medis ditujukan untuk
menghambat resorpsi tulang dan meningkatkan ekskresi kalsium ginjal.
Mengurangi reabsorpsi kalsium usus juga penting pada mereka dengan
peningkatan produksi ekstrarenal 1,25(OH).22
29
pemeliharaan 150 hingga 300 mL/jam selama 2 hingga 3 hari berikutnya atau
sampai volume penuh.
Bifosfonat adalah terapi lini pertama dan juga andalan untuk terapi
jangka panjang. Melalui mekanisme langsung mereka menginduksi apoptosis
osteoklas, dan melalui mekanisme tidak langsung yang bekerja pada osteoblas
dapat mengurangi resorpsi tulang osteoklastik. Bifosfonat mempengaruhi
proliferasi dan diferensiasi osteoblas dan mencegah apoptosisnya, dan mereka
juga dapat menetralkan stimulasi osteoklas yang diperantarai RANKL.
30
60 sampai 90 mg IV selama 4 sampai 24 jam. Asam zoledronic diberikan
pada 4 mg IV selama 15 hingga 30 menit
31
setelah infus. Osteonekrosis rahang juga telah dikaitkan dengan bifosfonat IV
dan lebih sering terjadi pada mereka yang menerima terapi dosis tinggi dan
berkepanjangan dan pada mereka yang telah menjalani prosedur gigi saat
menjalani terapi.
32
dengan kalsium serum > 12,5 mg/dL dan yang telah menerima bifosfonat
selama > 7 hari dan < 30 hari sebelumnya. Denosumab diberi dosis 120 mg
subkutan pada hari 1, 8, 15, dan 29 dan setiap 4 minggu sesudahnya; itu
menurunkan kalsium serum pada 64% pasien dalam 10 hari. Denosumab tidak
dibersihkan dari ginjal, tetapi efeknya mungkin lebih jelas pada pasien dengan
gagal ginjal; oleh karena itu, pengurangan dosis dianjurkan untuk
menghindari hipokalsemia. Pemberian denosumab dosis rendah dan lebih
jarang pada pasien dengan hiperkalsemia dan disfungsi ginjal dikaitkan
dengan hipokalsemia yang lebih sedikit. Satu rekomendasi adalah untuk 60
mg subkutan sekali atau untuk dosis tunggal berbasis berat badan 0,3 mg/kg
diikuti dengan pemberian dosis ulang dalam 1 minggu jika pasien mengalami
hiperkalsemia persisten.
33
Tabel 6. Tatalaksana hiperkalsemia21
34
BAB III
PENUTUP
35
DAFTAR PUSTAKA
36
12. Shuey KM, Brant JM. Hypercalcemia of Malignancy;Part II. Clin J Oncol
Nurs. 2004;8:321-23.
13. Nurrahmani. Stop Osteoporosis. Yogyakarta. Familia. 2012.
14. Hall JE. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 13th ed.
Philadelphia (PA): Elsevier, Inc.; 2016.
15. Kee, Joyce LeFever. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik.
EGC. Jakarta. 2008.
16. Setyawati, B. 2014. Pengetahuan Tentang Osteoporosis. Available
at: http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/kespro/article/view/3887/37
17. Sefrina,A. Osteoporosis The Silent Disease Mencegah, Mengenali dan
Mengatasi hingga Tuntas. 2016.
18. Maier JD, Levine SN. Hypercalcemia in the intensive care unit: A review of
pathophysiology, diagnosis, and modern therapy. J Intensive Care Med. 2015
Jul; 30(5):235-52.
19. Ginayah M., Sanusi H. Hiperkalsemia. Subbagian Endokrinologi & Metabolik
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin/Rumah Sakit Dr Wahidin Sudirohusodo, Makassar. April 2011;
Vol 38. No 3.
20. Kingsley UI, Agu CE, Nwosu TF. Critical review of hypercalcemia. J Med
Allied Sci 2017; 7 (1) : 03-08
21. Mary F. Carroll, M.D. David S. Schade, M.D. A Practical Approach to
Hypercalcemia. American Family Physician. New Mexico : May 1, 2003:
67(9).
22. . Goldner, W. MD. Cancer-Related Hypercalcemia. Journal of Oncology:
Practice American Society of Clinical Oncology. May 2016 : 12(5).
37