Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

ASPEK LABORATORIUM
(SINDROM CUSHING)

Oleh :

ANDI USMUSSAADAH POTTO


70700121011

Pembimbing Supervisor :

dr. Ismawati Amin Sp. PK M. Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAANKLINIK


DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan


kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-
Nya kepada kita semua bahwa dengan segala keterbatasan yang penulis
miliki akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan referat dengan
judul “Aspek Laboratorium Cushhing Disease” dalam rangka tugas
kepaniteraan klinik Departemen Patologi Klinik Program Pendidikan
Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Alauddin Makassar.
Keberhasilan penyusunan referat ini adalah berkat bimbingan,
kerja sama, serta bantuan moril dan materil dari berbagai pihak yang
telah diterima penulis sehingga segala rintangan yang dihadapi selama
penulisan dan penyusunan referat ini dapat terselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan
memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya secara tulus dan
ikhlas kepada yang terhormat :
1. dr. Ismawati Amin Sp. PK M. Kes selaku pembimbing.
2. Serta semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan
satu-persatu.
Tidak ada manusia yang sempurna maka penulis menyadari
sepenuhnya bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna, sehingga
dengan segala kerendahan hati penulis siap menerima kritik dan saran
serta koreksi yang membangun dari semua pihak.

Makassar, 30 Januari 2022

Andi Usmussaadah P

i
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul


“ASPEK LABORATORIUM SINDROM CUSHING”
Telah memenuhi persyaratan dan telah disetujui
Pada Tanggal, 2022
Oleh:

Pembimbing Supervisor

dr. Ismawati Amin Sp. PK M. Kes

Mengetahui,

Ketua program studi Pendidikan profesi dokter


UIN Alauddin Makassar

dr. Azizah Nurdin, Sp.OG, M. Kes


NIP. 198409052009012011

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL
KATA PENGANTAR ........................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Definisi......................................................................................................1
B. Anatomi Fisiologi......................................................................................1
C. Etiologi......................................................................................................3
D. Epidemiologi.............................................................................................4
BAB II ASPEK PEMERIKSAAN LABORATORIUM .................................6
A. Patogenesis................................................................................................6
B. Menifestasi Klinis......................................................................................7
C. Pemeriksaan Laboratorium........................................................................7
BAB III DIAGNOSIS .........................................................................................13
BAB IV DIAGNOSIS BANDING .....................................................................17
BAB V INTEGRASI KEILMUAN....................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi
Sindrom Cushing adalah gangguan hormonal yang disebabkan kortisol
plasma berlebihan dalam tubuh (hiperkortisolisme), baik oleh pemberian
glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik (iatrogen) atau oleh
sekresi kortisol yang berlebihan akibat gangguan aksis hipotalamus-hipofisis-
adrenal (spontan).1
Sindroma Cushing merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan
keadaan akibat peningkatan konsentrasi glukokortikoid di sirkulasi darah.
Sindroma Cushing ditandai peningkatan berat badan secara cepat, obesitas
sentral, hipertensi, wajah kemerahan (plethora), kelemahan otot proksimal,
gangguan toleransi glukosa atau diabetes melitus, penurunan libido atau
impotensi, depresi atau psikosis, osteopenia atau osteoporosis, mudah timbul
memar (bruising), hiperlipidemia, gangguan menstruasi, striae keunguan dengan
luas lebih dari 1 cm, infeksi bakteri atau oportunistik, jerawat dan Hirsutism.2
B. Anatomi Fisiologi
Kelenjar adrenal terletak di kutub atas kedua ginjal. Kelenjar adrenal juga
disebut sebagai kelenjar suprarenalis karena letaknya yang ada di atas ginjal.
Selain itu kelenjar adrenal juga disebut kelenjar anak ginjal karena lokasinya yang
menempel pada ginjal. 3
Kelenjar adrenal tersusun dari dua lapis yaitu korteks dan medulla.
Korteks adrenal esensial untuk bertahan hidup. Kehilangan hormon
adrenokortikal dapat menyebabkan kematian. Korteks adrenal mensintesis tiga
kelas hormon steroid yaitu mineralokortikoid, glukokortikoid, dan androgen.
(Hotma, 1999).
Hormon mineralokortikoid pada manusia yang utama adalah aldosteron
dibentuk di zona glomerulosa. Hormon ini mengatur keseimbangan elektrolit
dengan meningkatkan retensi natrium dan ekskresi kalium. Aktivitas fisiologik ini

1
selanjutnya membantu dan mempertahankan tekanan darah normal dan curah
jantung.2
Hormon glukokortikoid pada manusia yang utama adalah kortisol dibentuk
di zona fasikulata. Kortisol memiliki efek pada tubuh seperti metabolisme glukosa
yaitu glukoneogenesis yang meningkatkan kadar glukosa darah, metabolisme
protein, keseimbangan cairan dan elektrolit, inflamasi dan imunitas.
Korteks adrenal mensekresi sejumlah kecil steroid seks dari zona
retikularis. Adrenal mensekresi sedikit androgen dan esterogen.3
1. Hormon glukokortikoid (kortisol)
Kortisol adalah glukokortikoid utama dihasilkan oleh zona fasikulata
(ZF) dan zona reticularis (ZR) bagian dalam yang dirangsang oleh ACTH
(adenokortikotropik hormon). Sekresi kortisol memiliki pola tertinggi
ketika bangun tidur (pagi) dan terendah pada waktu tidur (malam atau bed
time). Sekresi kortisol mencapai puncaknya antara pukul 06.00 sampai
08.00 WIB. Selain itu, produksi kortisol juga meningkat pada waktu
latihan fisik karena penting untuk meningkatkan glukosa dan asam lemak
bebas sebagai bahan pembentuk energi.4,11
Jumlah kortisol normal pada jam 09.00 WIB sebesar 6-20 µg/dl,
pada tengah malam kurang dari 8 µg/dl. Kortisol terikat erat dengan
transkortin atau Cortisol-Binding Globulin (CBG) ± 75% dari jumlah
kortisol seluruhnya. 15% terikat kurang erat dengan albumin, dan 10%
dari jumlah kortisol seluruhnya memiliki efek metabolik.
Berikut beberapa efek metabolik kortisol, yaitu :
a. Protein : Proses katabolik sehingga meningkatkan glukoneogenesis
b. Lemak : Proses lipolisis sehingga pelepasan lemak bebas (FFA)
meningkat dan menyebabkan deposisi lemak sentripetal (Buffalo
Hump). 4, 11
c. Karbohidrat: Penyerapan glukosa di otot dan lemak menurun, sekresi
glukosa oleh hepar meningkat sehingga sel beta pankreas dapat
dilemahkan (DM tersembunyi muncul).

2
Fungsi kortisol berlawanan dengan insulin yaitu menghambat sekresi
insulin dan meningkatkan proses glukoneogenesis di Hepar. Sekresi
kortisol juga dirangsang oleh beberapa faktor seperti trauma, infeksi, dan
berbagai jenis stres. Kortisol akan menghambat proteksi dan efek dari
berbagai mediator dari proses inflamasi dan imunitas seperti interleukin-6
(IL-6), Lymphokines, Prostaglandins, dan histamine. 4
Produksi kortisol dibutuhkan untuk produksi Angiostensin-II yaitu
efek unutk vasokontriksi dan vasotonus sehingga dapat membantu
mempertahankan tonus pembuluh darah yang adekuat (adequate vascular
tone). Tonus pembuluh darah yang adekuat untuk mengatur tonus arteriol
dan memlihara tekanan darah. Glukokortikoid juga meningkatan sekresi
air (renal free water clearance), ekskresi K+, retensi Na+ dan menekan
penyerapan kalsium di tubulus renalis. 4
Mekanisme sekresi kortisol
yaitu ketika kadar kortisol dalam
darah menurun maka target cells
yaitu kelenjar adrenal menstimulasi
hipofisis untuk mensekresi ACTH,
agar ACTH tersekresi maka perlu
menstimulasi hipotalamus untuk
sekresi ACRH. ACRH
Adrenocortico Releasing Hormon berperan mengontrol sintesa sekresi
hormon hipofisis. TSH
C. Etiologi

Penyebab sindrom Cushing dapat berupa : 4


1. Pemberian steroid eksogen
Pemberian steroid eksogen dapat menyebabkan terjadinya sindrom

Cushing.3 Gejala kelebihan glukokortikoid umumnya terjadi dengan


pemberian steroid oral, namun kadang-kadang suntikan steroid ke
dalam sendi dan penggunaan inhaler steroid juga dapat menyebabkan

3
sindrom Cushing. Pasien yang sedang mendapat terapi steroid dapat
mengalami sindrom Cushing dengan gangguan yang mencakup berbagai

penyakit rematologi, paru, saraf, dan nefrologi.4


Pasien yang telah mengalami transplantasi organ juga beresiko
terkena sindrom Cushing karena steroid eksogen diperlukan sebagai

bagian dari rejimen obat antipenolakan.4


2. Overproduksi glukokortikoid endogen
Adenoma penghasil ACTH hipofisis
a. Adenoma hipofisis yang mensekresi ACTH berasal dari
corticotrophs di hipofisis anterior.
b. ACTH yang disekresi oleh corticotrophs dilepaskan ke dalam
sirkulasi dan bekerja pada korteks adrenal untuk menghasilkan
hiperplasia dan merangsang sekresi steroid adrenal.
c. Adenoma yang besar dapat menyebabkan hilangnya produksi
hormon lainnya dari hipofisis anterior (TSH, FSH, LH,
hormon pertumbuhan, dan prolaktin) dan hormon vasopresin
dihipofisis posterior.
Adrenal lesi Primer
a. Overproduksi glucocorticoids dapat disebabkan adanya adenoma
adrenal, karsinoma adrenal, macronodular atau hyperplasia adrenal
micronodular. Para zona fasciculate dan reticularis zona lapisan
korteks adrenal biasanya menghasilkan glukokortikoid dan androgen.
b. Kompleks Carney adalah bentuk familial micronodular hiperplasia
kelenjar adrenal. Ini merupakan gangguan dominan autosomal dan
ACTH yang menyebabkan sindrom Cushing independen.

Hiperpigmentasi merupakan salah satu ciri gangguan tersebut.4,


c. Ektopik ACTH kadang-kadang disekresi oleh sel oat atau small-cell

lung tumors atau oleh tumor karsinoid.4,11


D. Epidemiologi

4
Sindrom Cushing memiliki prevalensi 39,1 per juta penduduk (dengan
kejadian 1,2-2,4 kasus baru didiagnosis per 1 juta per anak per tahun).31,55 Usia
rata-rata saat diagnosis untuk orang dewasa pada dekade ke-4 (lebih muda pada
wanita (rata-rata 30,5 tahun) dibanding laki-laki(rata-rata 37,1 tahun). Usia rata-
rata saat diagnosis Sindrom cushing pada anak adalah sekitar 13 tahun (gejala
awal 10,6 tahun). 17

5
BAB II
ASPEK PEMERIKSAN LABORATORIUM

A. Patomekanisme
Secara fisiologis hipotalamus berada di otak dan kelenjar hipofisis berada
tepat di bawahnya. Inti paraventrikular (PVN) dari hipotalamus melepaskan
Corticotrophin-releasing hormone (CRH), yang merangsang kelenjar hipofisis
untuk melepaskan adrenocorticotropin (ACTH). ACTH bergerak melalui darah ke
kelenjar adrenal kemudian merangsang pelepasan kortisol. Kortisol disekresi
oleh korteks kelenjar adrenal dari daerah yang disebut zona fasciculate sebagai
respons terhadap ACTH. Peningkatan kadar kortisol menyebabkan umpan balik
negatif (negative feedback) pada hipofisis sehingga menurunkan jumlah ACTH

yang dilepaskan dari kelenjar hipofisis.6


Sindrom Cushing mengacu terhadap kelebihan kortisol berdasarkan
etiologi apapun, baik kelebihan kadar pemberian glukokortikoid eksogen ataupun
overproduksi kortisol endogen. Overproduksi glukokortikoidendogen atau
hiperkortisolisme yang independen ACTH biasanya disebabkan oleh neoplasma
yang mensekresi kortisol dalam korteks kelenjar adrenal (neoplasma
adrenocortical primer). Biasanya merupakan sebuah adenoma dan jarang

karsinoma.6
Adenoma ini menyebabkan kadar kortisol dalam darah sangat tinggi,

terjadinya umpan balik negatif terhadap hipofisis dari tingkat kortisol yang

tinggi akan menyebabkan tingkat ACTH sangat rendah.6


Sindrom Cushing disebabkan oleh adenoma corti cotroph hipofisis

monoklonal jinak yang mengeluarkan ACTH berlebihan,yang menyebabkan


sekresi suprafisiologis glukokortikoid dari kelenjar adrenal. Kelebihan kortisol

6
yang bersirkulasi mengganggu variasi fisiologis normal diurnal dalam kadar
kortisol dan memberikan penghambatan umpan balik negatif pada CRH sekresi
dari hipotalamus. Namun, adenoma itu sendiri relatif resisten terhadap
penghambatan oleh sirkulasi kortisol endogen. Akibatnya, Sindrom Cushing
dikaitkan dengan penekanan sekresi CRH dan peningkatan kadar ACTH dalam

kaitannya dengan tingkat produksi kortisol. 16


B. Manifestati Klinis
Gejala Klinik Diagnosis SC ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan
beberapa pemeriksaan meliputi pemeriksaan laboratorium dan radiologi.
Diagnosis SC sering terabaikan karena gejalanya beraneka-ragam dan gejala
akibat hiperkostisolemia seperti obesitas, diabetes, hipertensi, hilangnya masa
tulang dan depresi sering ditemukan pada penduduk umum. Gejala
hiperkortisolemia yang mudah dikenali diantaranya plethora wajah, tumpukan

lemak di supraklavikuler, buffalo hump, obesitas perut, dan striae ungu5


Pada penderita seperti ini diperlukan pemeriksaan biokimia untuk
memastikan kecurigaan klinis. Kadang-kadang gejalanya tidak jelas, sering

disebut SC subklinik atau preklinik. 5


C. Pemeriksaan Laboratoirum
Pemeriksaan laboratorium rutin yang biasa dikerjakan dapat memberikan
petunjuk untuk diagnosis sindrom Cushing. Akan tetapi tidak ada yang spesifik
dan digunakan terutama untuk mengukur derajat keparahan dari penyakit. Pada
hitung leukosit dapat terjadi peningkatan neutrofil dan penurunan limfosit dan
eosinofil. 10
Elektrolit serum biasanya normal. Pada kasus yang berat, terjadi
peningkatan gangguan elektrolit yakni hipokalemia, alkalosis dan hipernatremia
sebagai reaksi terhadap tingginya kadar kortisol dan deoksikortikosteron.
Untuk menegakkan diagnosis sindrom Cushing, dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang seperti :
 Pemeriksaan kortisol plasma
 Ekskresi kortisol bebas pada urine

7
 Low dose deksametason suppression test
Untuk menyingkirkan diagnosis banding, dapat dilakukan pemeriksaan :
 Pemeriksaan ACTH plasma
 Pemeriksaan plasma potassium
 High dose dexametason suppression test
 Metyrapone test
 Corticotrophin releasing hormone
 Inferior petrossal sinus sampling
Menegakkan diagnosis sindrom Cushing, dapat dilakukan pemeriksaan
antara lain:
1. Circadian rhythm of plasma cortisol
Dalam keadaan normal, kadar kortisol plasma mulai meningkat di
pagi hari pukul 03.00-04.00 dan mencapai puncak pada pukul 07.00-09.00,
mencapai nilai terendah pada malam hari sekitar < 50 nmol/L . Siklus
sirkadian ini hilang pada penderita sindrom Cushing, dimana pada
penderita ini kortisol plasma normal pada jam 09.00 sedangkan pada
malam hari meningkat. Kortisol plasma di pagi hari tidak terlalu berarti
untuk menegakkan sindrom Cushing, sedangkan kortisol plasma di
malam hari bila lebih dari 200 nmol/L (7,5 mg/dl) menunjukkan adanya
sindrom Cushing.
2. Kortisol saliva
Cortisol Binding Globulin (CBG) tidak terdapat pada saliva dan
pengukuran dengan menggunakan kortisol dari saliva telah dipakai dalam
beberapa penelitian. Kadar kortisol lebih dari 2.0 ng/ml (5,5 nmol/L)
menunjukkan sensitivitas 100% dan spsifisitas 95% untuk mendiagnosis
sindrom Cushing.10,11
3. Ekskresi kortisol bebas di urin (Urinary Free Coertisol/ UFC )
Pemeriksaan metabolit kortisol di urine (24 jam) sudah digunakan
sejak bertahun tahun, akan tetapi sensitifitas dan spesifisitas dari metode
pemeriksaan ini masih rendah dan kebanyakan pusat penelitian sudah
mengunakan pemeriksaan yang lebih sensitif yaitu ekskresi kortisol bebas

8
di urin. Pada kondisi normal, kurang lebih 10% kortisol serum tidak terikat
dan secara fisiologi akan aktif, meskipun kemudian dalam jumlah sedikit
akan direabsorbsi oleh tubulus ginjal.12
Sekresi kortisol yang berlebihan menyebabkan penumpukan CBG di
sirkulasi dan menyebabkan peningkatan UFC. Pengumpulan urin 24 jam
bertujuan mengukur kadar UFC. Kortisol bebas di urin merupakan
pemeriksaan kortisol plasma yang terintegrasi, sebagaimana peningkatan
sekresi kortisol, kapasitas pengikatan dari CBG juga menurun sehingga
menghasilkan peningkatan yang disproporsional dari kortisol bebas di
urin. 12
Nilai normal sekitar 220-330 nmol/24 jam (80-120μ/24 jam)
tergantung pada pemeriksaan yang digunakan. Pasien sebaiknya
mengumpulkan 2 atau 3 sampel untuk menghindari adanya kesalahan
dalam mengumpulkan sampel atau pada episode sekresi kortisol, terutama
pada adenoma adrenal. Eksresi creatinin secara simultan (dapat berbeda
tidak lebih dari 10% setiap hari) dapat digunakan untuk memastikan
pengumpulan sampel yang adekuat. Kortisol bebas urin dapat digunakan
sebagai pemeriksaan penyaring, akan tetapi pada penderita sindrom
Cushing peningkatan 8-15% dari hormon kortisol bebas di urin masih
dianggap normal. Pemeriksaan ini memiliki sensitifitas yang tinggi tetapi
spesifisitasnya rendah.10
4. Dose/overnight deksametason suppression test (DST)
Pada subjek yang normal, pemasukan dosis suprafisiologik dari
glukokortikoid menyebabkan penekanan ACTH dan sekresi kortisol. Pada
sindrom Cushing, apapun penyebabnya, ada kegagalan dalam penekanan
ACTH dan sekresi kortisol pada pemberian dosis rendah glukokortikoid.2,3
Pemeriksaan tengah malam, berguna pada penyaringan pasien yang
dirawat jalan. Berbagai dosis deksametason dapat digunakan, tapi 1 mg
deksametason yang biasanya digunakan terutama di malam hari. Respon
yang normal berkisar 140 nmol/L (< 5 mg/dl) antara pukul 08.00-09.00
esok paginya. Dosis sekitar 1,5 atau 2 mg memberikan hasil 30% pasitif

9
palsu, dimana 1 mg mengurangi 12,5% negatif palsu daripada kadar 2 mg.
Sebagai tambahan, sensitivitas dapat ditingkatkan dengan mengurangi
nilai ambang batas kortisol plasma setelah pemberian deksametason
kurang dari 50 nmol/L (<2 mg/dl) menyingkirkan diagnosis sindrom
Cushing. Oleh sebab itu pada pasien rawat jalan test ini memiliki 95%
sensitivitas dan spesifisitas yang rendah, dan memerlukan pemeriksaan
yang lebih lanjut.12, 18
Pada pemeriksaan dengan dosis rendah deksametason selama 48 jam,
kortisol plsama diukur pada jam 09.00 pada hari 0 dan 48 jam
sesudahnya, deksamethason diberikan 0,5 mg per 6 jam selama 48 jam.
Dengan menggunakan konsentrasi plasma kortisol sesudah pemberian
deksamethason kurang dari 50 nmol/L (<2 mg/dl), uji ini menghasilkan
97% hingga 100% positif dan positif palsu kurang dari 1%. Sensitifitas
lebih tinggi jika kadar kortisol plasma lebih tinggi dari pada urin.7,8
Setelah diagnosis sindrom Cushing dapat ditegakkan, langkah
selanjutnya adalah menentukan apa yang menjadi penyebab timbulnya
kondisi hiperkortisol. pemeriksaan dilakukan untuk membedakan antara
sindrom Cushing disebabkan oleh ACTH dependent dan ACTH
independent dengan menggunakan pengukuran ACTH baseline.
Apabila sudah dapat ditentukan penyebabnya adalah ACTH dependent,
maka perlu dibedakan apakah suatu Cushing disease atau ektopik ACTH dengan
menggunakan pengukuran ACTH dynamic dan pencitraan.8 Pemeriksaan tersebut,
antara lain adalah:
1. Pengukuran kadar ACTH plasma pkl 09.00
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui penyebab sindrom
Cushing. Apabila kadar ACTH plasma kurang dari 10 pg/ml pada pukul
09.00 dapat disimpulkan ini merupakan ACTH-independent Cushing’s
Syndrome, sedangkan nila ACTH plasma lebih dari 10 pg/ml dapat
dianggap sebagai ACTH-dependent Cushing’s Syndrome. Meski begitu
sering terjadi overlap pada penyakit Cushing sekitar 30% kasus. Sehingga
tidak dapat digunakan untuk membedakan antara kedua kondisi tersebut.

10
Waktu yang paling baik untuk mengukur kadar ACTH adalah antara
jam 23.00 hingga 01.00, ketika kadar sekresi ACTH/ kortisol pada titik
paling rendah, pada praktek kita, ACTH biasanya diukur sepanjang siklus
sirkadian. Kortisol pada tengah malam lebih besar dari 5 pmol/L (>22
pg/ml) pada pasien dengan hiperkortisolisme yang disebabkan oleh ACTH
dependent. Pada pasien dengan tumor di adrenal, ACTH plasma sukar
dideteksi (< 1 pmol/L)10,12
2. Plasma potassium
Pada penderita dengan sindrom Cushing ektopik sering ditemui
kondisi hipokalemi alkalosis, dan lebih sedikit pada penderita penyakit
Cushing. Penderita dengan sindrom Cushing ektopik biasanya memiliki
sekresi kortisol yang tinggi, sehingga terjadi penumpukan dari enzyme
renal protector 11β-HSD2, yang menyebabkan hipertensi yang disebabkan
oleh hormon kortisol-mineralokortikoid . Pasien ini juga memiliki kadar
ACTH mineralokortikoid yang tinggi, yaitu deoxykortikosteron.7
3. High-dose deksametason suppression test
Pada penyakit Cushing terdapat pola umpan balik negatif terhadap
kontrol ACTH hingga kadar yang lebih dari normal. Kadar kortisol tidak
tertekan oleh dosis yang rendah, akan tetapi dengan dosis yang tinggi. Tes
ini diperkenalkan oleh Liddle, dengan memberikan deksametason 2 mg
setiap 6 jam selama 48 jam, atau dosis tunggal 8 mg pada malam hari akan
terjadi penurunan lebih dari 50% dari 17-hidroxicorticosteroid di
urin.pada ektopik ACTH hasilnya dapat negatif.12, 18
4. Metyrapone test
Metyrapone menghambat sintesis kortisol dengan mencegah
hidroksilasi 11β-deoksikortisol, dan menyebabkan peningkatan ACTH dan
juga peningkatan 17=OHCS di urin dan atau serum 11-deoksikortisol
pada pasien Cushing Disease tapi tidak pada pasien sindrom Cushing yang
ektopik. Tes ini memiliki sensitifitas 71% dan spesifisitas 100%. Pada
penderita Cushing’s Syndrome ACTH-independent, pemeriksaan ini dapat
menimbulkan suatu respon, sehingga ini tidak lagi digunakan.

11
5. Corticotrophin release hormon (CRH) test
CRH sintetik disuntikan secara intravena sebanyak 100 mikrogram
atau 1 mikrogram/kg BB, ACTH plasma dan kortisol diukur selama 60
menit kemudian. Pasien dengan Cushing disease akan memberikan respon
dengan naiknya ACTH dan kortisol plasma lebih dari 50%. Sensitifitas
pemeriksaan ini 85% untuk Cushing disease. sedangkan pasien dengan
sindrom Cushing ektopik tidak akan memberikan respon.
6. Bilateral inferior petrosal sinus sampling (BIPSS)
Pemeriksaan Bilateral inferior petrosal sinus sampling (BIPSS)
menyebabkan terkumpulnya darah pada hipofisis. Dengan prosedur invasif
dibedakan apakah ACTH dihasilkan oleh hipofisis atau bukan berasal dari
hipofisis.

12
BAB III
DIAGNOSIS

A. Anamnesis
Sindrom Cushing dapat ditegakkan dengan melakukan tahapan mulai dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Untuk mendiagnosa
cushing’s disease pada manusia dapat berdasarkan gejala klinis.

Pada kasus sindrom cushing yang harus ditanyakan adalah :7


1. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa
2. Riwayat kesehatan sekarang
a. Obesitas
b. Lemah
c. Muka tampak bulat ( moon face )
d. Nyeri pinggang
e. Kulit berminyak serta tumbuh jerawat
f. Lengan dan kaki kurus degan atrofi otot
g. Kulit cepat memar
h. Penyembuhan luka sulit
i. Menstruasi terhenti
j. Riwayat kesehatan dahulu
3. Apakah pasien sebelumnya pernah menderita :
a. Osteoprosis
b. Hipertensi
4. Riwayat kesehatan keluarga

13
B. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan : 8


1. Obesitas
a.Pasien mengalami peningkatan jaringan adiposa di wajah (moon face),
punggung atas di pangkal leher (buffalo hump), dan di atas klavikula
(bantalan lemak supraklavikularis).
b. Obesitas sentral dengan jaringan adiposa meningkat di
mediastinum dan peritoneum; peningkatan ratio pinggang-pinggul
yakni > 1 pada pria dan > 0,8 pada wanita. Hasil CT scan abdomen,

menunjukkan peningkatan lemak visceral yang jelas.8


2. Kulit
a.Facial plethora terutama di pipi.
b. Violaceous striae (striae ungu) > 0,5 cm, umumnya di abdomen,
pantat, punggung bawah, paha atas, lengan atas, dan payudara.
c.Terdapat ekimosis.
d. Pasien dapat mempunyai telangiectasias dan purpura.Atrofi
cutaneous dengan eksposur jaringan vaskular subkutan dan kulit
tenting. Kelebihan glucocorticoid menyebabkan peningkatan lanugo
facial
hair.

e.Acanthosis nigricans, yang berhubungan dengan resistensi insulin8


3. Jantung dan renal
Hipertensi dan edema dapat terjadi karena aktivasi kortisol dari
reseptor mineralokortikoid menuju natrium dan retensi air.
hiperinsulinisme . Umumnya ditemukan di axila, siku, leher, dan di bawah

payudara.8,15
4. Gastroenterologi
Ulkus peptikum dapat terjadi dengan atau tanpa gejala. Khususnya
pada risiko pasien yang diberi dosis tinggi glukokortikoid.
5. Endokrin

14
a. Galaktore dapat terjadi ketika tumor hipofisis anterior menghambat
tangkai hipofisis yang mengarah ke tingkat prolaktin tinggi.
6. Rendahnya kadar testosteron pada pria dapat mengakibatkan penurunan

volume testis dari penghambatan LHRH dan LH / FSH fungsi.8


7. Rangka / otot
Dapat terjadi kelemahan otot proksimal.Terjadinya osteoporosis dapat
menyebabkan patah tulang, kyphosis, kehilangan tinggi, dan nyeri tulang

rangka aksial.8,
Tanda klinis pada sindrom cushing berdasarkan frekuensi penderitanya :
Tanda Klinik Sindrom Cushing Frekuensi Penderita (%)
Tipikal habitus 97
Berat badan bertambah 94
Lemah dan lelah 87
Hipertensi (TD> 150/90 mmHg) 82
Hirsutisme 80
Amenore 77
Striae Kutan 67
Perubahan personal 66
Ekimosis 65
Edema 62
Poliura, polidipsi 23
Hipertrofi klitoris 19

15
C. Radiologi
Menggunakan magnetic resonance imaging (MRI) pada hipofisis dapat
mendeteksi mikroadenoma pada cushing disease. MRI juga dapat mendeteksi
kemungkinan penyebaran pada sinus cavernosus. Pada CT. Scan adrenal,
adanya stimulasi kronik menyebabkan kedua kelenjar adrenal hiperlasi. Pada
CT scan tampak pembesaran pada kedua kelenjar. Sebenarnya tidak ada
pengukuran nyata yang dapat digunakan, tapi tidak adanya bentuk normal
(konkaf) pada batas kelenjar menunjukkan keadaan yang patologis. Dapat
ditemui nodul dan hiperplasi makronodular hingga 15% pada pasien Cushing

disease.9

16
BAB IV
DIAGNOSIS BANDING

A. Cushing disease
Cushing’s disease atau hiperadrenokortisme atau hiperkortisolisme adalah
suatu kondisi kelainan endokrin yang disebabkan oleh kandungan kortisol
yang berlebihan pada darah. Kortisol adalah hormon yang berpotensi sebagai
antiinflamatori yang memiliki efek imunosupresi. Penyebab utama cushing’s
disease yaitu hiperadrenokortisme akibat aktifitas kelenjar hipofise yang
berlebihan dan tumor adrenokortikal. Gejala klinis yang nampak diantaranya
adalah kebotakan hingga kebotakan yang simetris bilateral, makan-minum
berlebihan, polyuria, keadaan cepat lelah, potbellied abdomen (bentuk
abdomen seperti mengenakan ikat pinggang; terjadi pembesaran hanya pada
bagian perut dan mengecil pada bagian pinggang), serta infeksi kronis lain. 13
B. Diabetes melitus tipe II
Diabetes Melitus tipe 2 (DM tipe 2) merupakan salah satu penyakit kronis
dengan karakteristik kadar gula darah puasa ≥126 mg/dl atau gula darah 2 jam
pasca-pembebanan ≥200 mg/dl. Kondisi yang berperan pada terjadinya DM
tipe 2 adalah disfungsi sel β pankreas dan resistensi insulin. Resistensi insulin
merupakan suatu keadaan di mana insulin tidak dapat bekerja optimal pada
sel-sel targetnya seperti sel otot, sel lemak dan sel hepar. Hal ini menyebabkan
sel β-pankreas mensekresi insulin dalam kuantitas yang lebih besar untuk
mempertahankan homeostasis glukosa darah,sehingga terjadi hiperinsulinemia
kompensatoir untuk mempertahankan keadaan euglikemia.14

17
BAB V

INTEGRASI KEILMUAN

Sakit merupakan kondisi yang kerap dialami manusia manakala kekebalan


tubuhnya menurun hingga dijangkiti penyakit, maupun oleh berbagai sebab
lainnya. Tubuh yang sakit tentu akan mengganggu aktivitas seseorang karena jelas
tidak akan berjalan normal. Dalam keadaan seseorang mengalami sakit, hendaklah
bagi seorang muslim untuk bersabar menjalaninya, firman Allah SWT dalam
QS.Al-Baqarah ayat 153 yang berbunyi :

ّ ٰ ‫صب ِْر َوالص َّٰلو ِة ۗ اِ َّن هّٰللا َ َم َع ال‬


َ‫صبِ ِر ْين‬ َّ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوا ا ْستَ ِع ْينُوْ ا بِال‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” 19
Sabar merupakan perwujudan dari sikap ketabahan seseorang dalam
menghadapi sesuatu yang Allah SWT timpakan kepada seorang manusia. Bentuk
dari aplikasi kesabaran dapat dicerminkan dalam sabar dalam ketaatan kepada
Allah SWT. Merealisasikan ketaatan kepada Allah, membutuhkan kesabaran,
karena secara tabiatnya, jiwa manusia enggan untuk beribadah dan berbuat
ketaatan.
Konsep sabar dalam al-Qur‟an memiliki makna yang beragam, tergantung
pada objek atau sesuatu yang dihadapi. Keragaman arti tersebut adalah : 1)
Ketabahan menghadapi musibah, disebut sabar; 2) Kesabaran menghadapi godaan
hidup nikmat disebut mampu menahan diri (dhobith an nafs); 3) Kesabaran dalam
peperangan disebut pemberani (syuja‟ah); 4) Kesabaran dalam menahan marah
disebut santun (hilm); 5) Kesabaran dalam menghadapi bencana yang mencekam

18
disebut lapang dada; 6) Kesabaran dalam mendengar gosip disebut mampu
menyembunyikan rahasia; 7) Kesabaran terhadap kemewahan disebut zuhud; 8)
Kesabaran dalam menerima yang sedikit disebut kaya hati (qana‟ah).20

DAFTAR PUSTAKA

1. Piliang S, Bahri C. Hiperkortisolisme. In : Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam. Edisi VI. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi IV FKUI. 2018.
2. Heraningsih.Y. Sindrom Cushing Pada Kehamilan. Clinical Pathology and
Medical Laboratory. Vol 12 No.1. 2019.
3. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins & cotran dasar patologis
penyakit. Edisi ke-7. Jakarta: EGC; 2015.
4. Tripupista E. Sindrom Cushing. Bagian Metabolik Endokrin 2. Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana. 2019.
5. Rodges. P. G. Cushing’s Sindrom. National Institute of Diabetic and
Digestive and Kidney Disease.2018. https://www.niddk.nih.gov/health-
information/endocrine-diseases/cushings-syndrome.
6. Runge. S. M. P. Netter’s Penyakit Dalam Edisi ke-2.Netter Clinical
Science; 2008.
7. Schteingart D. Gangguan Hipersekresi Adrenal. In : Price SA, Wilson LM,
editors. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 6. Vol 2.
Jakarta: EGC; 2015.
8. Suastika K, et al. Endocrinology and Beyond. In Bali Endocrine Update.
PT. Percetakan Bali. 2016.
9. Javanmard P, Duan D, Geer EB. Mortality in Patients with Endogenous
Cushing's Syndrome. In.: Endocrinol Metab Clin North Am. 2018.
10. Lonser RR, Nieman L, Oldfield EH. Cushing’s disease: pathobiology,
diagnosis, and management. J Neurosurg. 2017.

19
11. Vadde R, Oke V V, Schmidt FJ, Miah MP, Anastasopoulou C.
Dexamethasone/Corticotropin-Releasing Hormone Test. Medscape. 2018.
https://emedicine.medscape.com/article/2114213-ove.
12. Vassiliadi DA, Tsagarakis S. The role of the desmopressin test in the
diagnosis and follow-up of Cushing’s syndrome. Eur J Endocrinol. 2018.
13. Nishioka H, Yamada S. Cushing’s Disease. J Clin Med. 2019.
14. Sulistiowati E, Sihombing M. Perkembangan Diabetes Melitus Tipe 2 dari
Prediabetes di Bogor Jawa Barat. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pelayanan Kesehatan. Vol. 2, No. 1, 2018.
15. Ceccatoiao F. Complications associated with cushing's syndrome.
Department of Pathology, Federico II’ University.2021.
16. Chaudhry H, Singh G. Cusing’s Syndrome. NCBI. 2021
17. Hakami O. et All. Epidemiology and mortality of Cushing’s syndrome.
Elseiver.2021.
18. Loriaux L. Diagnosis and Differential Diagnosis of Cushing’s Syndrome.
Review Article. The new england journal o f medicine. 2017.
19. Al-Qur‟an dan terjemahan dari Ayat, ver.1.3.2. “Al- Baqarah ayat 153.”

20. M. Yusuf, Dona Kahfi, Sabar dalam Perspektif Islam dan Barat. Al-
Murabbi. Vol4. No2. 2018

20

Anda mungkin juga menyukai