Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PROSES PATOFISIOLOGI PADA SISTEM TUBUH MANUSIA SISTEM


ENDOKRIN

KELOMPOK 11
Disusun oleh :
Aditya Yoga Pratama
Thema Lorenza
Heliya Nasty
Yurike Virgiria Septriviani

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


PONTIANAK + PROFESI NERS
POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK
2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena atas rahmat,
karunia serta kasih sayangNya saya dapat menyelesaikan makalah mengenai
Proses patofisiologi pada sistem tubuh manusia sistem Endokrin ini dengan sebaik
mungkin. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi terakhir,
penutup para Nabi sekaligus satu-satunya uswatun hasanah kita, Nabi Muhammad
SAW. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Dr. Dedi
Damhudi,S.Kp.,M.Kep.,Sp.Kep.M.B selaku dosen mata kuliah Patofisiologi.

Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat


kesalahan dan kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan
maupun dengan teknik pengetikan, walaupun demikkian, inilah usaha maksimal
kami selaku penulis usahakan.

Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan dan diharapkan kritik yang membangun dari para pembaca guna
memperbaiki kesalahan sebagaimana mestinya.

Pontianak, 8 Maret 2023

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 4
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................................... 4
B. Tujuan ..................................................................................................................... 4
BAB II ................................................................................................................................ 5
PEMBAHASAN ...................................................................Error! Bookmark not defined.
A. Irama ....................................................................................................................... 5
B. Efek hormonal ......................................................................................................... 5
C. Gangguan pada sistem endokrin ............................................................................. 5
BAB III............................................................................................................................. 12
PENUTUP ........................................................................................................................ 12
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sistem endokrin terdiri atas kelenjar, kumpulan sel dengan spesialis
khusus, hormon dan jaringan yang menjadi sasaran (jaringan target). Kelenjar
dan kumpulan sel tersebut menyekresi hormon serta transmiter kimia sebagai
reaksi terhadap stimulasi oleh sistem saraf dan tempat yang lain. Bersama
sistem saraf, sistem endekrin mengatur serta mengintegrasi berbagai aktivitas
metabolic tubuh dan mempertahankan hemoitasis internal. Setiap jaringan
target memiliki reseptor untuk hormon-hormon tertentu. Hormon berkaitan
dengan reseptor dan kompleks hormon reseptor memicu respons sel target.
Penyakit endokrin sering dicirikan dengan pola sekresi hormon yang
abnormal:
1. Sekresi hormon yang berlebihan dapat disebabkan oleh adanya
peningkatan jumlah tipe sel sel yang secara normal menyekresikan
hormon tersebut.
2. Penuruna sekresi hormon dapaat disebabkan oleh penurunan jumlah sel sel
yang menyekresi-hormon, yang dapat disebabkan oleh hipofungsi primer,
akibat tidak adanya kelenjar atau hypoplasia kongenital atau destruksi
kelenjar akibat trauma, infeksi, iskemia, mekanisme imunologi, atau
neoplasma; atau hipofungsi sekunder, akibat tidak adanya stimulasi oleh
hormon hormon tropic yang merupakan tempat bergantungnya sel sel.
3. Sekresi hormon hormon abnormal oleh kelenjar kelenjar endokrin
biasanya disebabkan oleh defisiensi enzim, misal, hiperlasia adrenal
kongenital.

B. Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui, memahami, dan


menambah ilmu tentang pengertian, serta proses patofisiologi pada sistem
endokrin.

4
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Irama
Sistem endokrin juga dikendalikan oleh irama (ritme), yang banyak di
antaranya berlangsung selama 24 jam (sirkadian). Pengendalian irama
sirkadian terhadap terhadap kortikotropin dan kortisol meningkatkan kadar
kedua hormon ini pada waktu dini hari dan menurunkan kadarnya pada senja
hari. Stres yang disebabkan oleh pyrogen, pembedahan, hipoglikemia, latihan
fisik, trauma emosi yang berat serta sejumlah keadaan lain meningkatkan
pelepasan kortikotropin dan menghilangkan irama sirkadian kortikotropin.
(Kowalak – Welsh – Mayer, 2013: 506)

B. Efek hormonal
Kelenjar hipofisis posterior menyekresi oksitosin dan ADH. Oksitosin
menstimulasi kontraksi uterus dan menyebabkan refleks milk letdown (refleks
pengeluaran ASI) pada ibu menyusui. ADH mengontrol pemekatan cairan tubuh
dengan mengubah permeabilitas tubulus distal dan duktus pengumpul pada ginjal
untuk menyimpan air.
Pankreas memproduksi glucagon dari sel-sel alfa dan insulin dari sel-sel beta.
Glukagon, yang merupakan hormon dalam keadaan puasa, melepaskan simpanan
glukosa dari dalam hati untuk menaikkan kadar glukosa darah. Insulin, yang
merupakan hormon dalam keadaan postprandial, memudahkan transportasi
glukosa ke dalam sel, meningkatkan simpanan glukosa, menstimulasi sintesis
protein, dan meningkatkan ambilan serta simpanan lemak.
C. Gangguan pada sistem endokrin

1. Diabetes inspidus
Diabetes insipidus sebagai gangguan pada metabolisme air, diabetes insipidus
terjadi Karenna defesiensi hormon vasopressin (yang juga dinamakan antidiuretic
hormone[ADH] atau hormon antidierutik) yang beredar di dalam darah. Diabetes
insipidus ditandai oleh asupan cairan yang berlebihan dan polyuria hipotenik.
Penyebab

5
Penyebab diabetes insipidus meliputi:
• Gangguan yang didapat (akuisita), familial, idiopatik, neurogenik, atau
nefrogenik.
• Berkaitan dengan stroke, tumor hipotalamus dan trauma atau
pembedahan kranial
• Obat obat tertentu, seperti litium (duralith), fenitoin (dilantin),atau
alcohol ( diabetes insipidus transien)

Patofisiologi
Diabetes insipidus berhubungan dengan insufisiensi ADH yang
menimbulkan polyuria dan polydipsia. Ada tiga bentuk diabetes
insipidus, yaitu: neurogenic,nefrogenik,dan psikogenik.
Diabetes insipidus neurogenic memiliki awitan yang akut. Pada
keadaan ini dapat terjadi syndrome tiga-fase, yang meliputi;
• Kehilangan progresif jaringan saraf dan peningkatan diuresis
• Diueresis normal
• Polyuria dan polydipsia yang merupakan manifestasi gangguan
permanen pada kemampuan menyekresi ADH dengan jumlah yang
memadai.
Diabetes insipidus psikogenik disebabkan oleh asupan cairan yang ekstrim dan
mungkin bersifat idiopatik atau berhubungan dengan psikosis ataupun sarcoidosis.
Tanda dan gejala diabetes insipidus meliputi :
• Polidipsia (tanda utama)-asupan cairan 5 hingga 20L/hari
• Berat jenis urine yang rendah- kurang dari 1,006 demam
• Perubahan tingkat kesadaran
• Hipotensi
• Takkikardia
• Sakit kepala dan gangguan pengelihatan akibat gangguan elektrolit dan
dehidrasi
• Rasa jenuh pada abdomen dan penurunan berat badan akibat konsumsi
cairan yang hampir terus menerus
Komplikasi diabetes insipidus yang mungkin terjadi meliputi :
• Pelebaran tractus urinarius
• Dehidrasi berat
• Syok dan gagal ginjal jika dehidrasi berat
Penanganan
Sebelum penyebab diabetes insipidus dapat dikenali dan diatasi, kita dapat
memberikan dahulu preparat vasopresin (Pitressin) untuk mengendalikan

6
keseimbangan cairan dan mencegah dehidrasi. Obat-obatan yang diberikas no
puti: - hidroklorotiazid dengan suplemen kaliumumk betes insipidus sentral dan
nefrogenik.
- preparat akueus vasopresin yang disuntikkan suks beberapa kali sehari dan
bekerja efektif hanya sela dua hingga enam jam (digunakan sebagai prés
diagnostik dan kadang-kadang pada penyakit.
- desmopresin asetat (DDAVP) yang dapat diberikan oral, melalui semprotan nasal
agar obat tersebut absorpsi melalui membran mukosa, atau suntikan v kutan atau
intravena, yang akan bekerja efektif selan 8 hingga 20 jam menurut besarnya
takaran y berikan.
- klorpropamid (Diabinese) untuk mengurangi rasa has yang pada pasien dengan
hipernatremia yang berkelanjutan.
-Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemia (kenaikan kadar glukosa erum) akibat kurangnya hormon insulin,
menurunnya efek insulin atau keduanya. Ada tiga jenis diabetes melitus yang

2. Diabetes melitus
Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh satu atau
lebih faktor berikut ini: kerusakan sekresi insulin, produksi glukosa yang tidak
tepat di dalam hati, atau penurunan sensitivitas reseptor insulin perifer. Faktor
genetik merupakan hal yang signi fikan, dan awitan diabetes dipercepat oleh
obesitas serta gaya hidup sedentari (sering duduk). Sekali lagi, stres tambahan
dapat menjadi faktor penting.

- tipe 1 (DMT1) insufisiensi absolut insulin


- tipe 2 (DMT2) resistensi insulin yang disertai defek sekresi insulin dengan
derajat bervariasi
- diabetes kehamilan (gestasional) yang muncul pada saat hamil

Awitan DM tipe 1 (bergantung insulin) biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun


(meskipun dapat terjadi pada semua usia); biasanya pasien DM tipe I bertubuh
kurus dan memerlukan pemberian insulin eksogen serta penatalak- DM tipe 2
(tidak bergantung insulin) biasanya terjadi pada sanaan diet untuk mengendalikan
gula darah. Sebaliknya, diet serta latihan bersama pemberian obat-obat
antidiabetes dewasa yang obese di atas usia 40 tahun dan diatasi dengan oral
meskipun terapinya dapat pula meliputi pemberian insulin.

7
Penyebab
Bukti menunjukkan bahwa diabetes melitus memiliki berbagai penyebab,
termasuk:
- hereditas
- lingkungan (infeksi, makanan, toksin, stres) perubahan gaya hidup pada orang
yang secara genetik rentan
- kehamilan.

Patofisiologi
Pada individu yang secara genetik rentan terhadap diabetes tipe 1, kejadian
pemicu, yakni kemungkinan infeksi virus, akan menimbulkan produksi
autoantibodi terhadap sel-sel beta pankreas. Destruksi sel beta yang diakibatkan
me nyebabkan penurunan sekresi insulin dan akhirnya keku- rangan hormon
insulin. Defisiensi insulin mengakibatkan keadaan hiperglikemia, peningkatan
lipolisis (penguraian lemak) dan katabolisme protein. Karakteristik ini terjadi
ketika sel-sel beta yang mengalami destruksi melebihi 90%.
Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh satu atau
lebih faktor berikut ini: kerusakan sekresi insulin, produksi glukosa yang tidak
tepat di dalam hati, atau penurunan sensitivitas reseptor insulin perifer. Faktor
genetik merupakan hal yang signi fikan, dan awitan diabetes dipercepat oleh
obesitas serta gaya hidup sedentari (sering duduk). Sekali lagi, stres tam- bahan
dapat menjadi faktor penting.
Diabetes gestasional terjadi ketika seorang wanita yang sebelumnya tidak
didiagnosis sebagai penyandang diabetes: memperlihatkan intoleransi glukosa
selama kehamilannya. Hal ini dapat terjadi jika hormon-hormon plasenta melawan
balik kerja insulin sehingga timbul resistensi insulin. Dia- bagi terjadinya diabetes
melitus tipe 2 di kemudian hari. betes kehamilan merupakan faktor risiko yang
signifikan.
Tanda dan gejala diabetes melitus meliputi:
poliuria dan polidipsia yang disebabkan oleh osmo- lalitas serum yang tinggi
akibat kadar glukosa serum yang tinggi
anoreksia (sering terjadi) atau polifagia (kadang-kadang terjadi) penurunan berat
badan (biasanya sebesar 10% hingga pada: 30%; penyandang diabetes tipe I

8
secara khas tidak memiliki lemak pada tubuhnya saat diagnosis ditegak- kan)
karena tidak terdapat metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang normal
sebagai akibat fungsi insulin yang rusak atau tidak ada
sakit kepala, rasa cepat lelah, mengantuk, tenaga yang berkurang, dan gangguan
pada kinerja sekolah serta pekerjaan; semua ini disebabkan oleh kadar glukosa
intrasel yang rendah kram otot, iritabilitas, dan emosi yang labil akibat
ketidakseimbangan elektrolit gangguan penglihatan, seperti penglihatan kabur,
akibat pembengkakan yang disebabkan glukosa
patirasa (baal) dan kesemutan akibat kerusakan jaringan saraf gangguan rasa
nyaman dan nyeri pada abdomen akibat neuropati otonom yang menimbulkan
gastroparesis dan konstipasi
mual, diare, atau konstipasi akibat dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit
ataupun neuropati otonom infeksi atau luka pada kulit yang lambat sembuhnya;
rasa gatal pada kulit infeksi kandida yang rekuren pada vagina atau anus
Komplikasi diabetes melitus meliputi:
penyakit mikrovaskuler, termasuk retinopati, nefropati, dan neuropati
dislipidemia penyakit makrovaskuler, termasuk penyakit arteri koroner, arteri
perifer, dan arteri serebri

ketoasidosis diabetik

kenaikan berat badan yang berlebihan

gagal ginjal kronis,

sindrom hiperosmoler hiperglikemik nonketotik


Penanganan

Terapi yang efektif bagi semua tipe diabetes akan meng optimalkan kontrol
glukosa darah dan mengurangi kompli kasi. Penanganan diabetes melitus tipe I
meliputi:

9
terapi sulih insulin, perencanaan makan, dan latihan fisik (bentuk terapi insulin
yang mutakhir meliputi penyuntikan preparat mixed insulin, split-mixed, das
penyuntikan insulin reguler (RI) lebih dari satu kali per hari serta penyuntikan
insulin subkutan yang kontinu)
transplantasi pankreas (yang kini memerlukan terapi imunosupresi yang lama).
Penanganan diabetes melitus tipe 2 meliputi:

obat antidiabetik oral untuk menstimulasi produksi insulin endogen,


meningkatkan sensitivitas terhadap insulin pada tingkat seluler, menekan
glukoneogenesis hepar, dan memperlambat absorpsi karbohidrat dalam traktus GI
(dapat digunakan kombinasi obat-obat tersebut)

Penanganan kedua tipe diabetes melitus meliputi:


pemantauan kadar glukosa darah secara cermat perencanaan makan yang
dirancang secara peroranga untuk memenuhi kebutuhan gizi, mengendalikan
kadar glukosa serta lipid darah, dan mencapai berat badan yang tepat serta
mempertahankannya (rencana makan harus diikuti secara konsisten dan hidangan
harus dikonsumsi secara teratur)
penurunan berat badan (pasien gemuk dengan diabetes tipe 2) atau diet tinggi
kalori sesuai tahap pertumbuha dan tingkat aktivitas (diabetes tipe 1).

10
11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sistem endokrin adalah jaringan
kelenjar yang memproduksi dan melepaskan hormon. Hormon ini yang membantu
mengontrol banyak fungsi penting, termasuk kemampuan mengubah kalori
menjadi energi yang digunakan untuk menjalankan fungsi seluruh sel dan organ
tubuh.

Sistem endokrin mempengaruhi detak jantung, pertumbuhan tulang dan


jaringan, bahkan kemampuan bereproduksi. Sistem endokrin memainkan peran
penting peningkatan risiko diabetes, penyakit tiroid, gangguan pertumbuhan,
disfungsi seksual, dan sejumlah gangguan terkait hormon lainnya.

Gangguan sistem endokrin adalah kondisi yang terjadi jika beberapa kelenjar
tersebut mengalami masalah. Akhirnya, seluruh fungsi dan sistem dalam tubuh
akan mengalami perubahan yang berdampak pada munculnya gangguan kesehatan
tertentu.

12
DAFTAR PUSTAKA
A, Sylvia., M, Lorraine. (2015). Patofisiologi Edisi 6 Vo 2 Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Price Sylvia A. Wilson Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jkarta : EGC; 2012
Ben Greentein and Diana F. Wood. 2010. At a Glance Sistem Endokrin. Edisi ke 2.
Erlangga : Jakarta.

13

Anda mungkin juga menyukai