Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN TUGAS INDIVIDUAL DISKUSI KELOMPOK

PEMICU 2 BLOK 7

“Metabolisme Terganggu”

DISUSUN OLEH :

ALIFIA SRG

190600052 (B)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020
BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) merupakan kategori penyakit tidak menular (PTM) yang
menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional maupun
lokal. Salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkatan
penderita setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Diabetes Melitus (DM)
didefinisikan sebagai suatu penyakit yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah
disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat
resistensi insulin. Resistensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi
produksi insulin oleh sel-sel beta langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh
kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin. Gejala khas diabetes melitus
berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemas, penurunan berat badan, hiperglikemia,
dan glukosuria.
Peningkatan prevalensi diabetes melitus disebabkan oleh kurangnya kesadaran dan
pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan. Masyarakat yang menderita
diabetes melitus sering kali mengabaikan tanda-tanda dan gejala yang timbul pada
dirinya serta menunda-nunda proses pengobatan. Padahal, jika tidak ditangani secara
cepat dan tepat, dalam jangka panjang diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai
komplikasi kronik. Pengelolaan DM memerlukan penanganan secara multidisiplin
yang mencakup terapi non-farmakologi dan terapi farmakologi.
b. Deskripsi Topik

Nama pemicu : Metabolisme Terganggu

Penyusun : dr. Rusdiana, M. Kes; dr. M. Aron Pase, M.Ked (PD)., Sp. PD;
dr. Tri Widyawati, M.Si, Ph.D

Hari/Tanggal : Senin, 13 Mei 2019 Jam 13.30 – 15.30 WIB

Skenario

Seorang perempuan umur 55 tahun datang ke praktek dokter gigi dengan keluhan sakit
gigi dan gusinya bengkak. Dari hasil pemeriksaan intra oral, terlihat gigi molar satu kanan
bawah mengalami abses. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien ini sering mengalami buang
air kecil, badan merasa mudah lelah dan berat badan makin menurun, walau banyak makan.
Keluhan ini sudah dialami sejak 4 bulan yang lalu, selain itu pasien sering merasa haus
sehingga pasien banyak minum dan kebas ditangan dan kaki. Pada pemeriksaan fisik didapati
tinggi badan 165 cm, BB 85 kg, kesadaran compos mentis, TD 120/70 mmHg, frekwensi nadi
90x /menit regular. Pernafasan 24 x /menit regular, suhu 37⁰C.

Hasil laboratorium darah rutin dalam batas normal, Kadar Gula Darah sewaktu 365 mg/dl.

Learning issue:

1. Biokimia

2. Biologi Oral

3. Farmakologi

4. Fisiologi

5. Patologi Anatomi

6. Patologi Klinik

7. Penyakit Dalam
BAB II
PEMBAHASAN

1. Jelaskan patofisiologi nyeri!

Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah pengalaman
perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan aktual
maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Kerusakan
pada jaringan menyebabkan pelepasan mediator kimia seperti prostaglandin, histamin,
bradikinin, serotonin, dan substansi P yang akan mengaktifkan nosiseptor. Respon
nyeri di transmisikan dari sistem saraf perifer ke sistem saraf pusat. Mekanisme nyeri
terdiri atas empat proses, yaitu : tranduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi. [1]

a. Transduksi, yaitu proses dimana stimulus noksius (berupa rangsang fisik/tekanan,


suhu, atau kimia) diubah menjadi impuls elektrikal pada ujung saraf bebas (free
nerve ending)
b. Transmisi, yaitu proses penerusan impuls nyeri dari nosiseptor saraf perifer
melewati kornu dorsalis menuju korteks serebri
c. Modulasi, yaitu proses dimana terjadi interaksi antara sistem analgesik endogen
yang dihasilkan oleh tubuh dengan impuls nyeri yang masuk ke kornu posterior
medula spinalis. Sistem analgesik endogen (enkefaln, endorphin, serotonin, dan
noradrenalin) memiliki efek yang dapat menekan impuls nyeri pada kornu
posterior medula spinalis.
d. Persepsi, yaitu kesadaran akan pengalaman nyeri yang merupakan hasil akhir dari
proses interaksi yang kompleks dari transduksi, transmisi, dan modulasi[2]

2. Jelaskan patogenesis terjadinya abses pada gigi!

Abses merupakan rongga patologis yang berisi pus (nanah) yang disebabkan oleh
infeksi bakteri. Saluran pulpa yang sempit menyebabkan drainase yang tidak
sempurna pada pulpa yang terinfeksi dan dapat menjadi tempat berkumpulnya bakteri
serta dapat menyebar ke arah jaringan periapikal secara progresif. Abses gigi
umumnya berasal dari nekrosis jaringan pulpa. Jaringan yang terinfeksi menyebabkan
sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel
yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan
infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah memfagosit bakteri, sel darah
putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah yang
mengisi rongga tersebut.
Bakteri yang berperan dalam pembentukan abses yaitu Staphylococcus aureus dan
Streptococcus mutans. Streptococcus mutans memiliki enzim hyaluronidase yang
mampu merusak jaringan ikat yang berfungsi sebagai transport antar sel, jalur
komunikasi antar sel, serta unsur penyusun dan penguat jaringan yang ada di daerah
periapikal. Sedangkan Staphylococcus aureus dengan enzim koagulasenya mampu
mendeposisi fibrin di sekitar wilayah kerja Streptococcus mutans untuk membuat
sebuah pseudomembran yang dikenal dengan membran abses.[3]

3. Jelaskan gambaran histopatologi abses pada gigi !

a) Gambaran histopatologi abses akut :

• Daerah supurasi disusun oleh pus yang terdiri dari leukosit PMN yang didominasi
oleh neutrofil dalam tahap penghancuran, eksudat protein, dan jaringan nekrotik.
Kadang juga terlihat plasma sel dan limfosit dalam jumlah sedikit.

• Pus dikelilingi oleh sel inflamasi leukosit yang didominasi PMN.

• Dilatasi pembuluh darah dan neutrofil yang berinfiltrasi pada ligament periodontal
dan sum-sum tulang yang berdekatan dengan cairan nekrotik.

• Jaringan disekitar daerah supurasi mengandung cairan serous.[4]

b) Gambaran histopatologi abses kronis :

• Sel utamanya adalah limfosit dan plasma sel serta PMN dalam jumlah tertentu.

• Kadang-kadang terdapat sel makrofag dan ada juga sel yang berinti banyak.

• Ditengah abses terdapat kumpulan jaringan fibrous dan sedikit kapiler darah yang
baru terbentuk.

• Di daerah luar terdapat kapsul jaringan fibrous.[4]

4. Jelaskan patofisologi poliuri!

Poliuria adalah istilah medis yang digunakan untuk urinasi yang berlebihan
dan sering sebagai akibat kelebihan produksi urin, yang dihubungkan dengan berbagai
gangguan kesehatan, seperti diabetes. Volume urin yang dikeluarkan melebihi 3 liter
per hari, dimana normalnya berkisar antara 1-2 liter per hari.
Poliuria dapat disebabkan oleh jumlah cairan yang terlalu banyak masuk ke
dalam tubuh atau terlalu banyak minum. Selain itu, poliuria juga disebabkan oleh
kadar gula yang tinggi dalam darah. Kadar glukosa darah yang tinggi yang melebihi
ambang batas ginjal menyebabkan tidak semua glukosa dapat disaring dan
dikembalikan ke peredaran darah. Akibatnya, sebagian glukosa dikeluarkan melalui
urin atau yang dikenal dengan glukosuria. Urin yang mengandung glukosa akan lebih
banyak menarik cairan dari tubuh (intrasel) dan menyebabkan diuresis osmotik yang
disertai poliuria.[5]

5. Jelaskan patofisiologi penurunan berat badan!

Dalam bidang endokrin dan metabolisme, terdapat dua penyakit yang dapat
menyebabkan terjadinya penurunan berat badan yaitu diabetes melitus dan
tirotoksikosis. Jika dikaitkan dengan skenario, pemeriksaan laboratorium dan hasil
anamnesis menunjukkan bahwa pasien menderita penyakit diabetes melitus.
Adapun mekanisme penurunan berat badan pada penderita diabetes melitus
adalah sebagai berikut. Defek sekresi insulin maupun adanya resistensi insulin
mengakibatkan glukosa darah tidak dapat masuk ke dalam sel otot dan jaringan
lemak. Akibatnya, untuk memperoleh sumber energi untuk kelangsungan hidup dan
menjalankan fungsinya, otot dan jaringan lemak akan memecahkan cadangan energi
yang terdapat dalam dirinya sendiri melalui proses glikogenolisis dan lipolisis. Proses
glikogenolisis dan lipolisis yang berlangsung terus menerus pada akhirnya
menyebabkan massa otot dan jaringan lemak akan berkurang dan terjadilah penurunan
berat badan.[6]

6. Jelaskan patofisiologi badan lemas dikaitkan dengan proses metabolisme


karbohidrat dan peningkatan kadar gula darah!

Badan lemas dapat terjadi sebagai akibat dari rendahnya kadar glukosa
intrasel. Glukosa adalah gula sederhana yang diperlukan sel-sel tubuh untuk
memproduksi energi (ATP). Rendahnya kadar glukosa intrasel diakibatkan oleh
adanya gangguan metabolisme karbohidrat yang berkaitan dengan regulasi hormon
insulin. Defisiensi insulin atau menurunnya aktivitas insulin menyebabkan penurunan
penyerapan glukosa oleh sel-sel. Akibatnya, sel dalam tubuh tidak mendapatkan
cukup glukosa untuk menghasilkan energi dan terjadi peningkatan kadar gula darah
(hiperglikemia). Inilah yang menjadi penyebab badan lemas dan mudah lelah.[7]

7. Jelaskan patofisiologi sering haus!

Polidipsia adalah simtoma medis berupa rasa haus berlebihan yang tidak
berkesudahan. Polidipsia biasanya disebabkan karena banyaknya cairan yang keluar
dari tubuh.
Keluarnya urin dalam jumlah yang berlebihan (poliuria) menyebabkan
terjadinya dehidrasi extrasel. Dehidrasi extrasel akan diikuti oleh dehidrasi intrasel
karena terjadi diuresis osmotik. Air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti
penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik. Dehidrasi intrasel ini akan
dikompensasi oleh tubuh dengan timbulnya rasa haus yang berlebihan. [7]

8. Jelaskan faktor risiko terjadinya penyakit DM tersebut!

Faktor risiko terjadinya diabetes melitus meliputi : [8]


a. Genetik
Orang yang memiliki keluarga dengan riwayat penyakit diabetes melitus akan
memiliki risiko terkena penyakit diabetes melitus yang lebih besar daripada orang
yang tidak memiliki anggota keluarga dengan riwayat penyakit diabetes melitus.
b. Usia
Faktor usia memengaruhi penurunan pada semua sistem tubuh, tidak terkecuali
sistem endokrin. Penambahan usia menyebabkan kondisi resistensi pada insulin
yang berakibat pada tidak stabilnya level gula darah.
c. Pola makan yang tidak sehat
Tingginya jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia diakibatkan kebiasaan
pola makan orang Indonesia yang terlalu banyak mengonsumsi karbohidrat dan
ketidakseimbangan konsumsi dan kebutuhan energi. Jika kondisi tersebut
dibiarkan terus menerus, dapat menimbulkan terjadinya diabetes melitus.
d. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik yang teratur dapat merangsang sensitivitas reseptor insulin dan
meningkatkan kerja insulin yang berperan dalam mengatur keseimbangan glukosa
darah. Ketika orang jarang beraktivitas fisik, maka asupan makanan yang masuk
ke dalam tubuh tidak dibakar dan akan ditimbun menjadi lemak. Hal ini
meningkatkan risiko terjadinya resistensi insulin yang berujung pada DM.
e. Obesitas
Asupan glukosa yang berlebih pada orang yang mengalami obsesitas
menyebabkan insulin disekresikan secara terus menerus untuk menstabilkan kadar
gula darah. Sekresi yang terus menerus ini pada akhirnya akan menyebabkan
kelelahan pada insulin dan terjadilah resistensi insulin yang akan berlanjut pada
Diabetes Melitus.
f. Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan pendistribusian gula pada sel tidak
berjalan optimal sehingga gula akan terakumulasi dalam darah.
g. Dislipidemia ( HDL < 35 mg/dL atau trigliserida > 250 mg/dL)

9. Jelaskan pemeriksaan penunjang lain untuk kasus ini!

1. Pemeriksaan penunjang pada kasus diabetes melitus


a. Pemeriksaan fisik[9]
 Pemeriksaan tinggi badan, berat badan, dan lingkar pinggang
 Pemeriksaan kaki secara kompehensif ( kelainan vaskular, neuropati, dan
adanya deformitas)
 Palpasi : akral teraba dingin, kulit pecah-pecah, pucat, kering yang tidak
normal
 Pemeriksaan funduskopi, mulut dan kelenjar tiroid serta jantung
b. Pemeriksaan laboratorium[9]
 Kadar gula darah puasa , dibagi menjadi 3 nilai :
< 110 mg / dl : Normal
110 - 126 mg / dl : Glukosa darah puasa terganggu (GDPT)
>= 126 mg / dl : Diabetes Melitus
 Kadar gula darah 2 jam post prandial
>= 200 mg / dl : Diabetes Melitus
 Hemoglobin Glikosilat (HbA1C)
>= 6,5% : Diabetes Melitus
 Pemeriksaan urin
 Profil Lipid

10. Jelaskan penatalaksanaan non-farmakologi dari kasus di atas!

Penatalaksanaan non-farmakologi pada pasien DM meliputi[10]


a. Terapi gizi medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan seimbang
sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu dengan memperhatikan
keteraturan jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan. Komposisi makanan yang
dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45-65%, lemak 20-25%, protein 10-20%,
Natrium < 2300 mg / hari dan serat sekitar 25 gram / hari.
b. Latihan jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing 30 menit yang
sifatmya sesuai dengan CRIPE (continuous, rhythmical, interval, progressive,
endurance). Selain untuk kebugaran, dan penurunan berat badan, latihan jasmani
akan meningkatkan sensitivitas reseptor insulin.
c. Edukasi
Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemeriksaan glukosa mandiri,
perawatan kaki, ketaatan penggunaan obat-obatan, berhenti merokok dan
mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak. Upaya edukasi dilakukan secara
komprehensif dan berupaya meningkatkan motivasi pasien untuk memiliki
perilaku sehat.

11. Jelaskan penatalaksanaan farmakologi dari kasus di atas!

Penatalaksanaan farmakalogi pada kasus diabetes melitus adalah sebagai berikut:[10]


a. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Dibagi menjadi 5 golongan :
- Pemacu sekresi insulin : Sulfonilurea dan Glinid
- Peningkat sensitivitas terhadap insulin : Metformin dan Thiazolidinedion
- Penghambat absorbsi glukosa : Alfa glucosidase inhibitor
- Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)
- Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-trasnporter 2)
b. Injeksi insulin
Diberikan apabila Diabetes Melitus tidak mampu diatasi dengan Obat
Hipoglikemik Oral (OHO)
c. Agonis GLP-1 / Incretin mimetic
- Bekerja sebagai perangsang pelepasan insulin tanpa diikuti hipoglikemia
- Tidak meningkatkan berat badan
- Efek samping : gangguan saluran pencernaan
12. Jelaskan kemungkinan interaksi obat antiinflamasi nonsteroid dengan obat
antidiabetik!

Interaksi antara insulin (obat antidiabetik) dengan aspirin (obat antiinflamasi


nonsteroid) merupakan interaksi farmakodinamik yang bersifat sinergis, dimana obat
golongan AINS meningkatkan efek insulin sehingga memungkinkan terjadinya
hipoglikemia. Sebuah studi mengatakan interaksi ini disebabkan oleh inhibisi
prostaglandin yang merupakan precursor glukagon. Akibat adanya inhibisi glukagon
di mukosa gastrointestinal menyebabkan iritasi mukosa gastrointestinal. Iritasi ini
secara tidak langsung menyebabkan produksi glukagon tidak terjadi. Insulin dan
glukagon adalah hormon yang bekerja secara antagonis. Ketika produksi glukagon
dihambat, tubuh akan memproduksi insulin secara terus menerus yang meningkatkan
risiko hipoglikemia.[11]

13. Jelaskan komplikasi diabetes melitus!

a. Komplikasi akut (jangka pendek)[12]


 Hiperglikemia
Dapat terjadi apabila pasien tidak mengambil tindakan-tindakan untuk
mengurangi level glukosa dalam darah seperti injeksi insulin.
 Hipoglikemia
Dapat terjadi apabila pasien melakukan penanganan yang salah atau
berlebihan sehingga level gula darah menjadi terlalu rendah
 Ketoasidosis diabetik
Komplikasi ini terjadi saat tubuh tidak mampu menggunakan glukosa
darah sebagai energi karena kekurangan insulin. Saat sel tubuh
kekurangan energi, mereka akan memecah cadangan lemak sebagai energi
melalui proses glikogenolisis dan glukoneogenesis. Saat jaringan lemak
terganggu, terbentuklah zat keton dalam tubuh. Kondisi ini bias
mengakibatkan kesulitan bernafas hingga sakit parah dan juga dehidrasi.
b. Komplikasi kronik (jangka panjang)[12]
 Kerusakan mata
Penyakit diabetes melitus dapat merusak pembuluh darah di mata yang
sangat halus dan menyebabkan katarak, glukoma, retinopati, hingga
kebutaan
 Kerusakan saraf (neuropati)
Jika dalam jangka waktu yang lama kadar gula darah tak berhasil
diturunkan, maka akan melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah
kapiler yang memberi makan jaringan saraf di daerah kaki dan tangan, atau
yang dikenal dengan neuropati. Neuropati menimbulkan rasa kesemutan,
mati rasa, atau sensasi seperti terbakar
 Masalah jantung
 Infeksi kulit, saluran kemih, gagal ginjal, dan disfungsi ereksi

14. Jelaskan indikasi rujuk pada kasus tersebut!

Indikasi rujuk :
Berdasarkan skenario, tanda cardinal Diabetes Melitus dapat dilihat dari :
a. Hasil anamnesa, dimana pasien mengalami 3P yang merupakan ciri diabetes
melitus yakni poliuria, polydipsia, polifagia serta badan merasa mudah lelah dan
penurunan berat badan.
b. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan Kadar Gula Darah Sewaktu pasien
= 365 mg/dl (normalnya <200 mg/dl)
c. Penghitungan Indeks Massa Tubuh (IMT)
Pasien dikategorikan ke dalam obesitas tipe 1 dengan rentang nilai 30 – 34,9

IMT pasien = 31,25

Berdasarkan indikasi di atas, pasien sebaiknya dirujuk terlebih dahulu ke dokter


spesialis penyakit dalam untuk mengontrol kadar gula darah pasien karena apabila
dilakukan perawatan gigi pada kadar gula darah yang tinggi dapat berisiko
menimbulkan pendarahan yang tidak berhenti dan komplikasi lainnya.
BAB III
PENUTUP

Diabetes melitus adalah penyakit yang ditandai dengan tingginya kadar gula
darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai
akibat resistensi insulin. Gejala khas diabetes melitus berupa 3P (poliuria, polidipsia,
polifagia), lemas, penurunan berat badan, hiperglikemia, dan glukosuria. Faktor risiko
terjadinya Diabetes Melitus meliputi genetik, usia, pola makan yang tidak sehat, aktivitas
fisik, obesitas, hipertensi, dislipidemia, dan pendidikan. Penegakan diagnosis Diabetes
Melitus dapat dilakukan melalui hasil anamnesa serta hasil pemeriksaan fisik dan
laboratorium.
Apabila tidak ditangani dengan baik, Diabetes Melitus dapat menyebabkan
komplikasi jangka pendek maupun jangka panjang. Komplikasi jangka pendek meliputi
hiperglikemia, hipoglikemia, dan ketoasidosis diabetik, sedangkan komplikasi jangka
panjang meliputi kerusakan mata, kerusakan saraf, masalah jantung, dan infeksi kulit,
saluran kemih, gagal ginjal serta disfungsi ereksi.

Penatalaksanaan Diabetes Melitus dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu terapi
non-farmakologi dan terapi farmakologi. Terapi non-farmakologi terdiri dari terapi gizi
medis, latihan jasmani, dan edukasi, sedangkan terapi non-farmakologi terdiri dari Obat
Hipoglikemik Oral (OHO), Injeksi Insulin, dan Agonis GLP-1 / Incretin mimetic. Dalam
pemberian terapi farmakologi pada pasien DM, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, salah satunya interaksi obat. Obat antidiabetik dapat berinteraksi
farmakodinamik secara sinergis dengan obat golongan antiinflamasi non-steroid (AINS)
dan menimbulkan efek hipoglikemia.
Daftar Pustaka

1. Brentjens T. Pharmacology & Physiology in Anesthetic Practice. 4th ed.


Anesthesiology; 2006.

2. Bahrudin M. Patofisiologi Nyeri. Saintika Med 2018;13(1):7.

3. Dahong F. Abses dentogen subkutan. J Dentofasia 2009;8(2).

4. Regezi J. Oral Pathology, Clinical Pathological Correlations. 5th ed. Elsevier Ltd.;
2008.

5. Pardede S. Poliuria pada Anak. Sari Pediatr 2003;5(3):103–5.

6. Moyes P. Bioseinntesa Asam Lemak. 25th ed. Jakarta: EGC; 2010.

7. Narr M. Dasar-Dasar Fisiologi Terapan : Panduan Penting untuk Mahasiswa


Keperawatan dan Kesehatan. Jakarta: Bumi Medika; 2015.

8. Isnaini NR. Faktor RRisiko MempengaRuhi Kejadian Diabetes Melitus Tipe Dua. J
Keperawatan dan Kebidanan Aisyiyah 2018;14(1):59–68.

9. Widodo F. Pemantauan Penderita Diabetes Melitus Tipe Dua. J Ilm Kedokt


2014;3(2):58–61.

10. PB Perkeni. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe Dua di
Indonesia. Jakarta: 2015.

11. Soleh A. Evaluasi Interaksi Obat pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II dengan
Komplikasi Hipertensi di RSUD Dr.Saiful Anwar. In: Skripsi. Malang: UIN; 2016.
page 19–26.

12. Restyana Noor F. Diabetes Melitus Tipe2. J Major 2015;4(5):95–9.

Anda mungkin juga menyukai