Anda di halaman 1dari 11

Tugas Individual Pemicu 1 Blok 12

“BIBIRKU BENJOL”

DISUSUN OLEH :

ALIFIA SRG

190600052

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebiasaan menggigit bibir dapat menyebabkan kelainan pada mukosa mulut berupa
vesikel yang akan menyebabkan ketidaknyamanan saat makan dan berbicara. Selain
kebiasaan buruk, kondisi rongga mulut juga dipengaruhi oleh kondisi kebersihannya.
Kondisi kebersihan rongga mulut diukur melalui rumus Oral Hygiene Index Scoring
yang melibatkan debris indeks dan debris kalkulus. Kondisi kebersihan mulut yang
buruk dapat menyebabkan berbagai gangguan, salah satunya adalah inflamasi gingiva
atau disebut dengan gingivitis.

B. Deskripsi Topik
Nama Pemicu : Bibirku Benjol

Penyusun : drg. Indri Lubis, MDSc; drg. Sayuti Hasibuan, Sp.PM; drg. Armia
Syahputra, Sp.Perio (K)
Hari/Tanggal : Selasa, 23 Februari 2020

Jam : 14.00 – 16.00 WIB


Skenario
Seorang pasien laki-laki berusia 20 tahun datang ke praktek dokter gigi dengan
keluhan terdapat benjolan di bibir kiri. Pasien menyadari adanya keluhan tersebut
selama 2 bulan terakhir. Dari anamnesis diketahui benjolan tidak pernah terasa sakit
namun pasien merasa tidak nyaman ketika berbicara dan menggosok giginya. Benjolan
pernah pecah akibat tergigit, mengeluarkan cairan jernih dan muncul kembali. Pasien
memiliki kebiasaan menggigit-gigit bibir bawah sebelah kiri. Pasien juga memiliki
kebiasaan mengunyah di satu sisi (kanan). Pasien tidak memiliki riwayat penyakit
sistemik. Pada pemeriksaan ekstra oral tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan
intra oral ditemukan vesikel di mukosa labial bawah sebelah kiri, tunggal, diameter
±7x5mm, domeshaped, permukaan licin, translusen berwarna kebiruan, lunak dan
berfluktuasi. Pemeriksaan klinis gigi 36, 37: radiks; terdapat pseudopoket pada gigi
rahang bawah, inflamasi gingiva, odematus, BOP (+), indeks kalkulus= 1,4, indeks
debris= 1,8.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Jelaskan prosedur penegakkan diagnosis penyakit pasien tersebut!

Dalam menegakkan diagnosis, harus mengindentifikasi semua faktor etiologi seperti


faktor predisposisi dan faktor lokal maupun sistemik. Untuk mengidentifikasinya,
diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:(1)

a. Anamnesis

Anamnesis adalah komunikasi yang dilakukan antara dokter dan pasien untuk
mendapatkan informasi tentang penyakit yang diderita pasien. Dalam anamnesis,
dokter dapat menggunakan The basic fundamental four sebagai acuan, yaitu present
illness, past health history, family health, dan personal/social history.

Dokter juga dapat menggunakan the sacred seven sebagai analisis terhadap keluhan
utama, yaitu : lokasi keluhan dan penyebarannya, kualitas rasa sakit dan sifat
khasnya, kronologi terjadinya penyakit, kuantitas beratnya keluhan, onset waktu
penyakit, faktor-faktor yang memperberat keluhan, dan keluhan lain yang
berkaitan.(2)

Pada skenario, melalui anamnesis diketahui benjolan tidak pernah terasa sakit
namun pasien merasa tidak nyaman ketika berbicara dan menggosok giginya.
Benjolan pernah pecah akibat tergigit, mengeluarkan cairan jernih dan muncul
kembali. Pasien memiliki kebiasaan menggigit-gigit bibir bawah sebelah kiri.
Pasien juga memiliki kebiasaan mengunyah di satu sisi (kanan). Pasien tidak
memiliki riwayat penyakit sistemik

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik adalah peninjauan yang dilakukan untuk mengetahui menemukan


tanda klinis penyakit sebagai informasi objektif tentang penyakit yang dialami
pasien. Teknik dasar pemeriksaan fisik terdiri atas inspeksi (periksa lihat), palpasi
(periksa raba), perkusi (periksa ketuk), dan auskultasi (periksa dengar).

Berdasarkan skenario, pada pemeriksaan fisik ekstra oral tidak ditemukan kelainan.
Pada pemeriksaan intra oral ditemukan vesikel di mukosa labial bawah sebelah kiri,
tunggal, diameter ±7x5mm, domeshaped, permukaan licin, translusen berwarna
kebiruan, lunak dan berfluktuasi. Pemeriksaan klinis gigi 36, 37: radiks; terdapat
pseudopoket pada gigi rahang bawah, inflamasi gingiva, odematus, BOP (+), indeks
kalkulus= 1,4, indeks debris= 1,8.

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium sangat membantu dalam menegakkan diagnosa.


Pemeriksaan penunjang pada penanganan kasus penyakit mulut antara lain
pemeriksaan patologi klinik, pemeriksaan patologi anatomi dan pemeriksaan
mikrobiologi.(3) Pada kasus mucocele, cairan diambil secara aspirasi dan jaringan
diambil secara biopsi, kemudian dievaluasi secara mikroskopis untuk mengetahui
kelainan-kelainan jaringan yang terlibat.

Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan klinis, serta jika diperlukan dapat
dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang maka dokter dapat mendiagnosis penyakit
yang diderita pasien dan menentukan rencana perawatan serta prognosis penyakitnya.
Pada kasus ini, diagnosisnya adalah lesi berupa vesikel pada mukosa yang disebut
dengan mucocele. Mucocele bisa didiagnosis secara langsung dari riwayat penyakit,
keadaan klinis dan palpasi. Diagnosis terhadap kasus periodontal dapat dilakukan
melalui pemeriksaan klinis, pada kasus ini diagnosisnya adalah gingivitis.

2. Jelaskan tipe-tipe lesi! Termasuk lesi apakah keluhan pada kasus di bibir pasien
tersebut?
Lesi diklasifikasikan menjadi 3 bagian, yaitu:

a. Berdasarkan perluasannya pada mukosa


- Meluas di bawah permukaan, contoh: ulkus, erosi, dan fisur

- Meluas di atas permukaan, contoh: papula, plak, vesikel, bulla dan pustula
- Rata dengan permukaan, contoh: makula, bercak, purpura, dan petechiae

- Timbul di atas permukaan, contoh: nodul dan tumor


b. Berdasarkan perubahan bentuk jaringan

- Lesi primer, yaitu: makula, papula, nodul, vesikel, bulla, tumor, dan keratosis
- Lesi sekunder, yaitu: ulkus, erosi, fisur, deskuamasi, skuama, krusta, dan
sikatris
c. Berdasarkan warna
- Lesi putih
- Lesi gelap

Lesi pada skenario tersebut adalah lesi rongga mulut yang merupakan peradangan
akibat trauma mekanik. Disebutkan bahwasanya pada pemeriksaan intra oral ditemukan
vesikel di mukosa labial bawah sebelah kiri, tunggal, diameter ±7x5mm, domeshaped,
permukaan licin, translusen berwarna kebiruan, lunak dan berfluktuasi.

Berdasarkan perluasan pada permukaannya, lesi ini digolongkan sebagai lesi yang
meluas diatas permukaan yaitu vesikel. Berdasarkan perubahan bentuk jaringannya, lesi
ini termasuk lesi primer. Berdasarkan warnanya, lesi ini merupakan lesi gelap.

3. Jelaskan diagnosis dari keluhan benjolan di bibir dan penyakit periodontal pada
pasien tersebut!

Berdasarkan anamnesis disebutkan bahwa benjolan pernah pecah dan muncul


kembali, tidak terasa sakit namun menyebabkan rasa tidak nyaman. Selain itu, etiologi
utamanya adalah kebiasaan pasien menggigit bibir bawah sebelah kiri. Pada
pemeriksaan intra oral ditemukan vesikel di mukosa labial bawah sebelah kiri, tunggal,
diameter ±7x5mm, domeshaped, permukaan licin, translusen berwarna kebiruan, lunak
dan berfluktuasi. Menurut keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa diagnosis dari
keluhan benjol di bibir pasien tersebut adalah mucocele dengan tanda klinis
pembengkakan berbentuk domeshape, berwarna kebiruan, translusen, menonjol, tidak
terasa sakit dan berdiameter <1cm serta mudah pecah dan muncul kembali. (4) Pada saat
dipalpasi jelas terasa bahwa lesi berisi cairan. Biasanya riwayatnya hilang timbul
memperkuat dugaan adanya mucocele.(5)

Diagnosis penyakit periodontal pada skenario dapat diketahui melalui pemeriksaan


klinis yang menyebutkan bahwa gigi 36, 37: radiks; terdapat pseudopoket pada gigi
rahang bawah, inflamasi gingiva, odematus, BOP (+), indeks kalkulus= 1,4, indeks
debris= 1,8. Berdasarkan pemaparan tersebut, diagnosis yang dapat ditegakkan pada
kasus ini adalah gingivitis yaitu peradangan yang terjadi pada gingiva. Gambaran klinis
gingivitis adalah munculnya warna kemerahan pada margin gingiva (odematus),
pembesaran pembuluh darah di jaringan ikat subepitel, hilangnya keratinisasi pada
permukaan gingiva dan pendarahan yang terjadi pada saat dilakukan probing / BOP
(+).(6)(7) Selain itu, keberadaan pseudopoket juga mengindikasikan adanya peradangan
pada gingiva.(1)

4. Jelaskan diagnosis banding dari keluhan benjolan di bibir pada pasien tersebut!

Diagnosis banding dari mucocele adalah:

a. Hemangioma.

Pada hemangioma gambaran klinis umum adalah adanya bercak merah yang timbul
beberapa saat sesudah lahir, warnanya merah terang pada jenis strawberry atau biru
pada jenis kavernosa.(8) Hemangioma dapat dibedakan dengan mucocele melalui
riwayat munculnya penyakit.

b. Lymphangioma

Temuan klinis pada limfangioma adalah adanya benjolan yang tidak nyeri.
Beberapa gejalanya yaitu kerusakan jaringan, lesi massa, nyeri dan demam, efek
penekanan (obstruksi saluran napas atau disfagia), dan akut abdomen atau obstruksi
usus. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya massa lunak, massa multilokulasi
dengan transilluminasi mengkilap.(9) Gejala yang disebutkan tidak dimiliki oleh
pasien sehingga pasien dianggap tidak menderita lymphangioma.

c. Gambaran klinis granuloma piogenik pada gingiva berupa benjolan berwarna merah
kebiruan, kenyal, dan tidak nyeri. Biasanya granuloma piogenik asimptomatik,
benjolan yang timbul tidak nyeri sampai benjolan tersebut membesar dan terasa
mengganjal di gingiva atau terjadi ulserasi.(10)

d. Salivary Gland Neoplasm

5. Jelaskan etiologi dan patogenesis terjadinya penyakit pasien tersebut!

Berdasarkan skenario, diketahui bahwa etiologi keluhan benjolan bibir pada pasien
adalah kebiasaan menggigit bibir bawah sebelah kiri. Diagnosisnya adalah mucocele.
Mucocele terbagi menjadi dua, yaitu mucocele retensi dan mucocele ekstravasi.
mucocele retensi terjadi karena genangan mukus dalam duktus ekskresi tersumbat dan
melebar akibat inflamasi yang menekan duktus glandula saliva minor sehingga terjadi
penyumbatan dan menyebabkan dilatasi akibat genangan mukus tersebut. Patogenesis
terjadinya mucocele ekstravasi adalah trauma yang terjadi pada duktus kelenjar saliva
menyebabkan rupturnya duktus tersebut sehingga mucin menembus ke jaringan lunak
sub-epitel sehingga membentuk sebuah vesikel.(5)(11)

Selain mucocele, pasien tersebut juga didiagnosis menderita gingivitis. Etiologi


utama gingivitis ialah penumpukan mikroorganisme sehingga terbentuknya plak yang
melekat pada tepi gingiva dan menyebabkan peradangan. Bakteri menghasilkan
collagenase, endotoxin, fibrinolysin, phospholipase yang dapat menyebabkan terjadinya
gangguan pada imunoglobulin dan gingipain yang dapat menyebabkan terjadinya
gangguan sistem imun pada gingiva (Samaranayake,2012). Patogenesis gingivitis
bertahap dari lesi dini, lesi awal, lesi menetap, dan lesi lanjut sehingga menyebabkan
pseudopoket.

6. Jelaskan cara menghitung skor OHIS pada pasien tersebut!

Indeks kebersihan mulut diketahui dengan mengukur tingkat kebersihan mulut dan
dilakukan penilaian (scoring). Kriteria ini dinilai berdasarkan keadaan debris dan
karang gigi kalkulus.(12) Pada pasien ini diketahui bahwa debris indeksnya adalah
indeks debris= 1,8. Menurut angka tersebut maka dapat dinilai bahwa debris indeks
pasien adalah fair (sedang). Indeks kalkulus pasien ini yaitu 1,4. Penilaian terhadap
kalkulus indeks pasien ini adalah fair (sedang).(13)

Untuk menghitung OHI-S, rumus yang digunakan adalah :

OHI-S = Nilai D.I + Nilai C.I

OHI-S = 1,8 + 1,4

OHI-S = 3,2

Kriteria skor OHI-S adalah sebagai berikut:

Baik (good), apabila nilai berada diantara 0-1,2; Sedang (fair), apabila nilai berada
diantara 1,3-3,0; Buruk (poor), apabila nilai berada diantara 3,1–6,0.

Pasien pada skenario memiliki skor OHI-S 3,2 berarti oral hygiene indeksnya termasuk
buruk.
7. Jelaskan edukasi dan instruksi untuk keluhan benjolan di bibir pasien tersebut!

Untuk mencegah rekurensi dari kasus mucocele ini seorang dokter harus memberikan
edukasi dan instruksi kepada pasiennya. Edukasi yang diberikan dapat berupa
pemaparan faktor etiologi penyakit serta patofisiologinya seta hal-hal lain terkait
penyakit yang dialami pasien termasuk pencegahannya.

Instruksi yang dapat diberikan adalah menyuruh pasien untuk mengurangi kebiasaan
menggigit bibir karena merupakan etiologi utama kasus keluhan benjol pada bibirnya.
Selain itu, instruksi yang diberikan juga terkait kebersihan mulut pasien mengingat
OHI-S pasien berada pada skala yang buruk.(14)

8. Jelaskan rencana perawatan pada pasien tersebut!

Riwayat lesi mococele yang pecah dengan sendirinya dan kemudian timbul kembali
diperlukan tindakan untuk mencegah rekurensi, salah satunya dengan menyingkirkan
faktor etiologi. Perawatan mucocele dengan eksisi secara bedah merupakan cara yang
paling tepat disertai diseksi secara perlahan pada kelenjar saliva minor yang terkena.
Eksisi merupakan pilihan perawatan untuk mukocele ukuran kecil hingga sedang.
Setelah dilakukan suatu insisi pada mukosa dan lesi didrainase, penting dilakukan
pengambilan jaringan kelenjar saliva yang terlibat pada mucocele tersebut, yang
menjadi sumber penyebab guna mencegah rekurensi.(5)

Untuk kasus gingivitis yang dialami pasien, rencana perawatan yang dilakukan
adalah tindakan skeling mengingat status indeks kalkulus dan debris adalah sedang
(fair). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSGM Unsrat dapat disimpulkan
bahwa tindakan skeling efektif terhadap perawatan gingivitis berdasarkan penilaian
menggunakan modified gingival index. Hal ini dilakukan untuk mengurangi deposit
bakteri dan kalkulus yang menyebabkan gingivitis salah satunya ialah tindakan skeling.
Tindakan ini dikombinasikan dengan selalu memperhatikan kebersihan gigi dan mulut
pasien, merupakan bentuk perawatan dasar yang efektif dalam merawat gingivitis yang
diinduksi oleh plak dan kalkulus. Diharapkan pasca tindakan skeling akan terjadi proses
penyembuhan berupa hilangnya peradangan dalam jaringan ikat gingiva.(15)
9. Jelaskan prognosis kasus pada pasien tersebut!

Prognosis dari mucocele umumnya baik meskipun pada kasus-kasus tertentu


mengalami rekurensi yang memerlukan re-eksisi khususnya jika feeding ke kelenjarnya
belum dieksisi sempurna.(5)

Untuk menentukan prognosis gingivitis, ada beberapa parameter yang perlu


diperhatikan yaitu:(1)
a. Luas kerusakan, pada kasus ini kerusakan pada gingiva masih tergolong rendah

b. Usia pasien, pada kasus ini pasien berusia 20 tahun berarti masih muda dan
mengalami sistem imun yang baik
c. Keberadaan kerusakan tulang, pada kasus ini tidak terjadi kerusakan tulang

d. Kemungkinan menghilangkan faktor etiologi, pada kasus ini etiologi mucocele


adalah kebiasaan buruk pasien yang masih dapat dihilangkan dan kondisi oral
hygiene pasien yang dapat diperbaiki sehingga faktor etiologi pada kasus ini masih
dapat dikontrol dengan baik.
e. Status imunologi, pada skenario tidak disebutkan pasien memiliki kelainan
imunologis sehingga pasien dianggap tidak memiliki kelainan imunitas.
f. Kesehatan umum, berdasarkan skenario pasien ini disebutkan tidak memiliki
kondisi kelainan sistemik yang berarti pasien ini sehat.

Berdasarkan parameter diatas, maka dapat dikatakan bahwa pasien ini memiliki
prognosis yang baik terhadap kondisi mucocele dan gingivitis.
BAB III
KESIMPULAN

Ada beberapa prosedur yang harus dijalani dalam menentukan diagnosis, yaitu anamnesis
riwayat kesehatan pasien, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Dalam
menentukan diagnosis, dokter harus mengklasifikasikan penyakit yang dialami oleh
pasien temasuk etiologi, patogenesis dan rencana perawatan yang akan dilakukan serta
prognosis penyakit. Prinsip penatalaksanaan pasien adalah singkirkan faktor etiologi dan
berikan obat-obatan. Selain itu, komunikasi dan edukasi serta instruksi terhadap penyakit
yang dialami pasien dapat dilakukan oleh dokter kepada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Manson, BM Eley J. Buku ajar Periodonti. 2nd ed. Anastasia, Kentjana Susiani S, editor. Jakarta:
Penerbit Hipokrates; 2012.
2. Sukardi, Soetjiningsih, I Wayan Kandera, K. Tuti Parwati, Astawa Putu, Adijanti Maherni E. Modul
Komunikasi Pasien-Dokter : Suatu Pendekatan Holistik. 1st ed. Subariah, Soetjiningsih NS, editor.
Jakarta: EGC; 2007. 47 hal.
3. drg. Rochman Mujayanto SP. Pemeriksaan Penunjang Lesi Mukosa Rongga Mulut. Univ Islam Sultan
Agung. 2020;(April).
4. C, RA Cawson S. Atlas Bantu Kedokteran Gig: Penyakit Mulut. Yuwono L, editor. Jakarta: Hipokrates;
2012. 21 hal.
5. Setiawan D, Dwirahardjo B, Astuti ETR. Studi Kasus Eksisi mucocele rekuren pada ventral lidah
dengan anestesi lokal. Mkgk. 2016;2(1):1–6.
6. Widodorini T, Nugraheni NE, Periodonsia D, Kedokteran F, Universitas G, Studi P, et al. Perbedaan
angka kejadian gingivitis antara usia pra-pubertas dan pubertas di Kota Malang. E-Prodenta J Dent.
2018;2(1):108–10.
7. Dalimunthe SH. Terapi Periodontal. Medan: Departemen Periodonsia Fakultas Keokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara; 2006.
8. Nurlailis, Handayani Etis Tinuk, Setiani Astuti S. MODUL AJAR ASUHAN KEBIDANAN. 2nd ed.
Septianti T, editor. Surabaya: Poltekkes Kemenkes Surabaya; 2018.
9. Nurdianasari YE, Maelissa RD, Munir MA, Program MP, Humanities H, Surgery T. Lymphangioma in
the neck of 8 years old children. Med Prof. 2019;1(2):177–86.
10. Hanriko R, Anatomi BA, Kedokteran F, Lampung U. Granuloma Piogenik Pada Ginggiva. JK Unila.
2016;1:428–31.
11. Fakhrurrazi. Perawatan Mukokel pada Anak-anak. Vol. 4, Cakradonya Dental Journal. 2012.
12. Satku K. Nursing Management of Oral Hygiene : Guidelines and Recommendations. Guidelines MNCP,
1/2004, editor. Singapore: Ministry of Health; 2004.
13. Basuni, Cholil, Putri DKT. Gambaran Indeks Kebersihan Mulut Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Masyarakat di Desa Guntung Ujung Kabupaten Banjar. Dentino J Kedokt Gigi. 2014;II(1):18–23.
14. Dewi TS. Lesi Erosif Mukosa Oral Sebagai Akibat Penggunaan Pasta Gigi Mengandung Sodium Lauryl
Sulfate. J Mater Kedokt Gigi. 2013;2(1):75–82.
15. Korompot F, Siagian K V., Pangemanan, Damajanty H. C.Khoman J. Efektivitas Tindakan Skeling
terhadap Perawatan Gingivitis di Rumah. J e-Gigi. 2019;7:58–64.

Anda mungkin juga menyukai