Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN ORAL MEDICINE

KASUS BEDAH

Oleh:

Yenni Amalia Bahar

04074821719028

Dosen Pembimbing:

drg. Tyas Hestiningsih


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2019

LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE

Mucocele

 IDENTITAS PASIEN

Nama pasien : Latifa Aurumi

Tempat / tanggal lahir : Palembang/ 12 Agustus 2003

Suku : Jawa

Jenis kelamin : Perempuan

Status perkawinan : Belum kawin

Agama : Islam

Alamat : Jl. Gotong Royong IV No.441, Sukodadi, Sukarami

Pendidikan terakhir : SLTP

Pekerjaan : Pelajar

No. rekam medis : 044639

Peserta Asuransi : BPJS


 ANAMNESA

a. Keluhan Utama

Pasien wanita (15 tahun) datang bersama ibunya ke RSKGM dengan


keluhan terdapat benjolan pada bibir bawah dekat gigi seri depan sejak ± 2
minggu yang lalu dan sudah pernah pecah ± 1 minggu yang lalu. dengan
diameter ± 3 mm dan tidak sakit. Pasien merasa tidak nyaman saat makan
dan membuka tutup mulut, sehingga pasien ingin benjolan tersebut
dibuang.

b. Keluhan Tambahan

Tidak terdapat keluhan

c. Riwayat Perawatan Gigi

Pasien belum pernah melakukan perawatan gigi.

d. Kebiasaan Buruk

Pasien sering menggigit bagian dalam bibirnya

e. Riwayat Sosial

Pasien adalah seorang pelajar sekolah menengah atas.

f. Riwayat Penyakit Sistemik

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik.

C. PEMERIKSAAN EKSTRA ORAL

Wajah : Simetris

Bibir : Sehat

Kelenjar Getah Bening :


 Kanan : tidak teraba dan tidak sakit

 Kiri : tidak teraba dan tidak sakit

D. PEMERIKSAAN INTRAORAL

Debris : Ada, regio a, b, c, d, e, f

Plak : Ada, regio a, b, c, d, e, f

Kalkulus : Ada, regio a, c, d, e, f

Pendarahan papila interdental : Ada, regio a, c, d, e, f

Gingiva : Terdapat kemerahan pada margin gingiva

regio a, c, d, e, f

Mukosa : Terdapat lesi vesikel pada mukosa labial


bawah kiri, berbentuk kubah kecil, tunggal,
berbatas jelas, warna merah muda
transparan, tidak sakit saat palpasi,
konsistensi kenyal, fluktuatif dengan
diameter ± 3mm.

Palatum : Sehat

Lidah : Sehat

Dasar mulut : Sehat

Hubungan rahang : Ortognati

Kelainan gigi geligi : Tidak ada

OHI-S : 1,6 (sedang)


Pemeriksaan Gigi Geligi:

O D3 MP D3 D3 O

V IV III II I I II III IV V

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

V IV III II I I II III IV V

O D3 D3 MP MP MP MP D3 D3 O

Keterangan:

Lesi D3 gigi 16, 26, 27, 36, 37, 46, 47. → Pulpitis reversible

E. DIAGNOSA SEMENTARA

Diagnosa sementara : Mucocele

Diagnosa banding : Fibroma, lipoma

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan histopatologi. Sediaan jaringan


berupa massa dilapisi epitel skuamosa komplek, subepitel dijumpai genangan
mucin dikelilingi jaringan granulasi dengan sebukan padat difus sel-sel radang
limfositik dan sel RBC. Disekitarnyaa dijumpai kelenjar salivary tanpa kelainan
nyata. Tanda-tanda ganas tidak dijumpai pada sediaan ini.

G. TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang,
maka diagnosis lesi pada mukosa bibir bawah pasien adalah mucocele. Mucocele
adalah istilah klinis untuk pembengkakan (swelling) pada mukosa oral yang
disebabkan oleh akumulasi saliva pada lokasi duktus saliva yang rupture atau
penumpukan mucin di sekeliling jaringan lunak. Mucocele paling sering terjadi
pada bibir bawah, di mana lokasi tersebut sering terjadi trauma. Mukosa bukal,
lidah, dasar mulut dan region retromolar merupakan lokasi lain yang sering terjadi
trauma dan terjadi ekstravasasi mukus.1

Gambaran klinis mucocele terlihat adanya pembengkakan berbentuk kubah,


berfluktuasi, tidak sakit, tanpa gejala, permukaan mukosa berwarna translusen
kebiruan apabila massa belum begitu dalam letaknya, kadang-kadang warnanya
normal seperti warna mukosa mulut apabila massa sudah terletak lebih dalam,
berdiameter mulai dari beberapa milimeter (mm) sampai centimeter (cm). Pasien
yang menderita mucocele biasanya memiliki riwayat trauma pada mulut atau
kebiasaan menggigit bibir atau lidah.1

Secara histopatologinya mucocele dibedakan menjadi dua tipe yaitu:2

1. Tipe retensi mukus, yang disebabkan karena adanya obstruksi pada duktus
kelenjar saliva minor. Hambatan aliran saliva ini menyebabkan akumulasi dari
saliva dan dilatasi dari duktus saliva. Secara histologi, tipe ini menunjukkan
kavitas kista yang kecil di mana terisi dengan mukus dan dilapisi oleh
ephitelial lining berupa sel epitel flattened cuboidal atau columnar dari
kelenjar saliva. Mucocele tipe ini hampir selalu memiliki kelenjar saliva minor
di sekitarnya.

2. Tipe ekstravasasi mukus, yang disebabkan karena adanya trauma pada duktus
kelenjar saliva minor. Lesi tipe ini secara mikroskopis menunjukkan adanya
kavitas kista pada jaringan ikat, di mana terisi oleh mukus tetapi tidak terdapat
ephitelial lining pada kista tersebut. Daerah tersebut biasanya dikelilingi oleh
dinding jaringan ikat yang tertekan atau jaringan granulasi. Daerah jaringan
ikat di dekatnya biasanya mengandung makrofag, PMN, eosinophil dan
limfosit. Terkadang sering terlihat duktus kelenjar saliva yang ruptur.

Secara klinis mucocele terlihat berupa pembengkakan yang berfluktuasi, tidak


sakit, tanpa gejala, permukaannya halus dan diameter mucocele biasanya hanya 1-2
mm, dan bisa juga besar sekitar 5-10 mm. Lesi ini dapat terjadi pada semua umur,
namun tipe mucocele ekstravasasi biasanya terjadi pada anak-anak dan terjadi pada
bibir bawah, di mana sering terjadi trauma. Namun kadang juga ditemukan pada
mukosa bukal, lidah, dan dasar mulut. Sedangkan tipe retensi mukus biasanya
terjadi pada orang dewasa dan terjadi pada palatum lunak atau dasar mulut. Lesi
mucocele yang superfisial biasanya memiliki karakteristik berwarna kebiruan.
Warna biru pekat merupakan hasil dari tissue cyanosis (perubahan jaringan menjadi
warna biru) dan vascular congestion (pembendungan darah) dihubungkan dengan
jaringan diatasnya yang meregang. Translusensi berasal dari akumulasi musin di
atasnya. Lesi superfisial jika mengalami inflamasi bisa berbentuk nodular dan
kubah, lunak, serta fluktuatif. Lesi yang lebih dalam dapat lebih difus dan ditutupi
mukosa yang berwarna sama seperti jaringan normal di sekitarnya tanpa ada warna
kebiruan. Mucocele superfisial biasanya mudah terkena trauma yang menyebabkan
lesi tersebut pecah sehingga dapat menyebabkan terjadinya rekurensi dari
mucocele.2,3

Perbedaan antara mucocele tipe retensi mukus dan tipe ekstavasasi mukus3

Tipe retensi mukus Tipe ekstravasasi mukus

- Tipe ini merupakan hasil dari - Tipe ini merupakan hasil dari
obstruksi saluran kelenjar saliva rupturnya duktus kelenjar saliva
minor
- Terjadi akibat tumpahnya atau
- Menghasilkan akumulasi cairan ekstravasasi dari saliva ke
baik berasal dari kelenjar saliva jaringan ikat
maupun dari duktus(saluran)
kelenjar saliva - Biasanya terjadi pada anak-anak
- Biasanya terjadi pada orang - Tidak memiliki ephitelial lining
dewasa
- Tipe ekstravasasi mukus
- Memiliki ephitelial lining merupakan pseudo-cyst
- Tipe retensi mukus merupakan
kista yang sebenarnya

Perawatan mucocele dilakukan dengan menghilangkan faktor penyebab


dan bedah eksisi. Perawatan alternatif lain yaitu, electrosurgery, cryosurgery,
laser. Tujuan menghilangkan faktor penyebab yaitu untuk menghindarkan
terjadinya rekurensi. Jika faktor penyebab tidak dihilangkan, maka mucocele
akan dengan mudah muncul kembali walaupun sebelumnya sudah dilakukan
pembedahan. Manajemen pembedahan juga harus dilakukan dengan hati-hati
dikarenakan pembedahan tersebut dapat menyebabkan trauma pada kelenjar
saliva minor yang berdekatan sehingga dapat menimbulkan mucocele yang
baru. Setelah pembedahan, pasien diberikan medikasi berupa antibiotik untuk
mencegah terjadinya infeksi paska pembedahan dan analgesik untuk
menghilangkan rasa sakit.3

Antibiotik adalah zat kimia yang diproduksi oleh mikroorganisme (


jamur, actinomycetes, bakteri yang menekan pertumbuhan mikroorganisme
lain dan menghancurkan atau membunuhnya.4

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotik digolongkan menjadi:

 Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel bakteri, yaitu golongan


Penisilin, Sefalosporin, Basitrasin, Vankomisin, Sikloserin C.

 Antibiotik yang merusak membran polipeptida sitoplasma yaitu,


Polimiksin, Colistin.

 Antibiotik yang menghambat sintesis protein dan penurunan fungsi


ribosom yaitu, golongan Aminoglikosida, Tetrasiklin, Kloramfenikol,
Linkomisin.
 Antibiotik yang menghambat trankripsi/ terjemahan informasi genetik (
salah baca kode mRNA) yaitu, golongan Kuinolon, Rifampisin.

Berdasarkan organisme yang rentan, antibiotik digolongkan menjadi:

 Antibiotik yang terutama efektif terhadap bakteri gram (+), untuk infeksi
sistemik misalnya, Penisilin, Makrolid. Untuk penggunaan topikal
misalnya, Bacitrasin.

 Antibiotik yang terutama efektif terhadap bakteri gram (-), untuk sistemik
misalnya, Sterptomisin dan Aminoglikosida lainnya.

 Antibiotik efektif terhadap bakteri gram (+) dan gram (-) : Riketsia dan
Chlamydia adalah Tetrasiklin, Kloramfenikol.

 Antibiotik efektif terhadap basil tahan asam (Mycobacterium TBC):


Sterptomycin, Rifampisin, Kanamisin.

Pada kedokteran gigi keluhan yang paling umum dari pasien adalah rasa sakit.
Rasa sakit pasca pembedahan mucocele dapat diatasi dengan pemberian obat
analgesik. Analgesik adalah obat yang selektif menghilangkan rasa sakit sehingga
memberikan rasa nyaman pada pasien.5

Obat analgesik dibagi kedalam dua kelompok, yaitu obat golongan opioid dan
non opioid. Salah satu golongan non opioid adalah Nonsteroid Antiinflamatory
Drug (NSAID). NSAID dapat digolongkan menjadi:5

 Derivat asam salisilat: aspirin

 Derivat asam propionat: ibuprofen, naproksen, ketoprofen

 Derivat asam fenamat: asam mefenamat, meklofenamak


 Derivat asam fenilasetat: diklofenak, fenklofenak

 Derivat asam oksikam: piroksikam, tenoksikam, meloksikam

 Derivat asam asetat: indometaasin, sulindak, tolmetin

 Derivat pirazolon: fenilbutazon, oksifenbutazon

Mekanisme kerja obat NSAID terutama memblokir prostaglandin.


Prostaglandin merupakan mediator inflamasi dari sintesis asam arakidonat oleh
enzim siklooksigenase (COX).

H. DIAGNOSIS

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang


patologi anatomi yang dilakukan kepada pasien, maka lesi ini dapat ditegakkan
diagnosis sebagai mucocele.

I. RENCANA PERAWATAN

PRELIMINARY PHASE
(Perawatan emergensi)
 Eksisi mucocele pada mukosa labial
sebelah bawah kiri
FASE I (NONSURGICAL)
(Kontrol plak dan edukasi pasien)
 Scaling dan DHE
 Removable appliance

FASE II (SURGICAL)
 -

FASE III (RESTORATIVE)


 Pro-konservasi:
Tumpatan GIC klas I pada gigi 16, 26, 27,36,
37, 46, 47

FASE IV (MAINTENANCEE)

 Instruksi dalam pemeliharaan oral hygiene


J. PEMBAHASAN

Pasien wanita (15 tahun) datang bersama ibunya ke RSKGM Provinsi


Sumatera Selatan dengan keluhan terdapat benjolan pada bibir bawah dekat gigi
seri depan sejak ± 2 minggu yang lalu dan sudah pernah pecah ± 1 minggu yang lalu
dengan diameter ± 3 mm dan tidak sakit. Pasien merasa tidak nyaman saat makan
dan membuka tutup mulut, sehingga pasien ingin benjolan tersebut dibuang.

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang,


diagnosis lesi pada kasus ini adalah mucocele. Mucocele adalah istilah untuk
pembengkakan yang disebabkan oleh akumulasi saliva pada lokasi duktus saliva
yang ruptur atau penumpukan mucin di sekeliling jaringan lunak. Mucocele paling
sering terjadi pada bibir bawah di mana lokasi tersebut sering terjadi trauma.
Mukosa bukal, lidah, dasar mulut, dan region retromolar merupakan lokasi lain
yang sering terjadi trauma dan terjadi ekstravasasi mukus.1

Jenis mucocele pada pasien ini adalah mucocele ekstravasasi. Penyebab


mucocele pada pasien ini adalah trauma mekanis akibat kebiasaan buruk menggigit
bibir. Sesuai dengan teori yang dikemukakan sebelumnya, bahwa trauma akan
mengakibatkan duktus glandula saliva minor rusak, akibatnya saliva keluar menuju
lapisan submukosa kemudian cairan mukus terdorong dan sekresinya tertahan lalu
terbentuk inflamasi (adanya penumpukan jaringan granulasi di sekeliling kista)
yang mengakibatkan penyumbatan pada daerah tersebut, terbentuk pembengkakan
lunak, berfluktuasi, translusen pada mukosa rongga mulut.2
Pada kasus ini, perawatan mucocele pasien meliputi menghilangkan faktor
penyebab berupa instruksi menghilangkan kebiasaan buruk menggigit bibir,
kontrol plak dan DHE, lalu dilakukan pembedahan massa dengan cara eksisi.

Setelah tahapan pembedahan, pasien diberikan post-medikasi berupa


antibiotik (10 tablet amoxicillin 500 mg dengan anjuran pemakaian, yaitu 3 kali
sehari 1 tablet diminum setelah makan dan analgesik (10 tablet asam mefenamat
500 mg dengan anjuran pemakaian, yaitu 3 kali sehari 1 tablet diminum setelah
makan, bila diperlukan). Kemudian pasien diminta kembali 1 minggu kemudian
untuk mengangkat jahitan dan kontrol.

Pada kontrol pertama dilakukan pengangkatan jahitan serta pengambilan


hasil pemeriksaan patologi anatomi (PA). Hasil pemeriksaan PA menyatakan
bahwa massa jaringan merupakan mucocele. Hasil pemeriksaan subjektif, yaitu
pasien tidak merasa sakit dan hasil pemeriksaan objektif, yaitu terdapat jaringan
nekrotik berwarna kemerahan pada luka bekas operasi. Pasien kemudian
diinstruksikan untuk menjaga oral hygiene, menghilangkan kebiasaan buruk, dan
diharapkan datang kembali satu minggu kemudian untuk melakukan kontrol kedua.

Selanjutnya pada kontrol kedua, dari hasil pemeriksaan subjektif pasien


tidak ada keluhan dan dari hasil pemeriksaan objektif daerah paska operasi sudah
sembuh dengan warna mukosa sama seperti daerah sekitarnya dan tidak ada
tanda-tanda rekuren. Pasien diintruksikan untuk tetap menjaga oral hygiene,
menghilangkan kebiasaan buruk, dan tidak perlu datang kembali untuk melakukan
kontrol.
Lampiran Foto

Foto Lesi Sebelum Pembedahan


Foto Profil Pasien
Foto Peralatan Bedah Mucocele
Foto Jaringan Lesi Mucocele

Foto Kontrol I
Foto Kontrol II

K. KESIMPULAN

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang


patologi anatomi, maka diagnosis lesi pada mukosa bawah bibir pasien adalah
mucocele. Lesi ini terjadi karena trauma mekanis akibat sering tergigit pada saat
makan.
Perawatan yang dilakukan pada pasien ini adalah menghilangkan faktor
penyebab, eksisi mucocele serta kontrol plak (edukasi, motivasi, instruksi).
Kemudian pasien diberikan post-medikasi berupa antibiotik (10 tablet amoxicillin
500 mg dengan anjuran pemakaian, yaitu 3 kali sehari 1 tablet diminum setelah
makan dan analgesik (10 tablet asam mefenamat 500 mg dengan anjuran
pemakaian, yaitu 3 kali sehari 1 tablet bila diperlukan). Kemudian pasien diminta
melakukan kontrol sebanyak dua kali dengan interval waktu satu minggu.
Mucocele pasien sembuh dan tidak ada keluhan dari pasien.
L. DAFTAR PUSTAKA

1. Olga ACI, Joan AP. Oral Pathology for the Dental Hygienist. 7th ed. Elsevier;
2018: 56.

2. Martin SG, Michael G, Jonathan A. Burket’s Oral Medicine. 11th ed. Decker;
2008: 202-203.

3. Nitin S, Pratik C, Sugandha A. Oral Mucocele : A Case Report. J Dentofacial


Sci. 2014;3(1): 47-50.

4. Ebimieowei E, Ibemologi A. Antibiotics: Classification and Mechanisms of


action with emphasis on molecular perspectives. IJAMBR. 2016: 90-101.

5. Manish K, Abhilasha S, Zafar A. A Review on Analgesic: From Natural


Sources. IJPBA. 2010; 1(2): 95-100.

Anda mungkin juga menyukai