Anda di halaman 1dari 10

RESUME

BIDANG ILMU PENYAKIT MULUT


LESI PUTIH
CHEEK BITING

Oleh:
Rima Fitriani
G4B017014

Supervisor:
drg. Rinawati Satrio, M.Si

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO
2019
CHEEK BITING

A. Gambaran umum
Cheek biting merupakan suatu kondisi adanya perubahan pada
mukosa rongga mulut yang diakibatkan kebiasaan menggigit mengunyah
atau mengisap pipi. Kebiasaan menggigit atau mengunyah pipi ini
biasanya disebabkan karena adanya stress psikologis. Awalnya, akan
muncul plak putih yang sedikit menonjol dan tidak teratur dalam pola
difus yang menutupi daerah trauma. Bertambahnya cidera akan
menimbulkan respon hiperplastik yang memperbesar ukuran plak,
terkadang ditemukan pola striae ataupun linear, yang terdiri atas daerah
yang kasar dan tebal dan zona eritema berada di antaranya. Lesi dapat
terlihat secara unilateral ataupun bilateral dan dapat timbul pada semua
usia. Diagnosis dapat ditegakan dengan pemeriksaan subjektif dan
pemeriksaan objektif. Cheek biting tidak berpotensi menjadi lesi yang
ganas, namun pasien tetap harus di edukasi mengenai kebiasaan menggigit
atau menguyah pipinya tersebut (Langlais et al., 2013).
Cheek biting dilaporkan tampak pada 0,5% - 1,12% populasi. Lesi
ini 3 kali lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria. Cheek
biting memiliki gambaran klinis yang khas dan penegakkan diagnosisnya
relatif mudah, sehingga tidak memerlukan adanya pemeriksaan tambahan.
Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan adanya hyperkeratosis dan
akantosis (Greenberg et al., 2008)
Accidental cheek biting biasanya mudah ditemukan dan mengarah
pada pendarahan mukosa dan ulserasi yang sakit. Lesi biasanya sembuh
dalam hitungan hari tanpa adanya komplikasi. Namun, apabila cheek
biting dilakukan secara rutin atau habitual, maka lesi akan tetap ada pada
mukosa yang berbentuk patches putih. Chronic biting disebut juga sebagai
nibbling pada mukosa bukal biasanya terlihat sebagai area desquamatif
pada permukaan mukosa. Lesi disebut sebagai morsicatio buccarum
apabila terlihat pada mukosa bukal, morsicatio labiorum apabila terlihat
pada mukosa labial, dan mosicatio linguorum apabila terlihat pada lingual.
B. Etiologi

Cheek biting disebabkan oleh kebiasaan menggigit mukosa. Lesi biasanya


muncul karena pasien secara tidak sadar menggigit pipinya ataupun karena
parafunctional habitual (Scully, 2013). Faktor predisposisi juga dapat
terjadi karena :

- Gigi yang tajam atau runcing


- Erupsi gigi bungsu
- Kelainan TMJ
- Gangguan psikologis
- Stress
- Penderita sindroma Lesch-Nyhan (Scully, 2013).

C. Patofisiologi
Pasien yang mengalami gangguan psikologis ataupun sedang
stress, secara tidak sadar menggigit mukosa bukal. Gigitan tersebut
menyebabkan trauma kronis dan ringan pada mukosa bukal. Trauma
kronis menginduksi terbentuknya keratin pada mukosa bukal, sehingga
pembentukan keratin meningkat dan terjadi hyperkeratosis. Selain itu,
inflamasi yang terjadi juga membuat sitokin pro inflamasi meningkat dan
merangsang mitogenesis sel (Kang et al, 2012).

D. Manifestasi oral
Cheek biting merupakan lesi yang sering ditemukan dengan
karakteristik poorly demarcated, kasar, terkelupas, papula putih, serta plak
pada mukosa bukal yang mudah diakses atau dekat dengan gigi yang
dicurigai sebagai penyebab lesi (Woo dan Lin, 2009).
Lesi paling sering ditemukan pada mukosa bukal secara bilateral,
namun tidak menutup kemungkinan lesi muncul secara unilateral. Lesi
dapat muncul pada bagian lain seperti lidah dan bibir. Terlihat adanya
penebalan berupa area berwarna putih dengan adanya eritema, erosi, fokal
traumatik, serta permukaan lesi tampak kasar dan irregular (Scully, 2013).
Gambaran klinis lain yang mirip dengan cheek biting ialah
leukoplakia dan kandidiasis. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan
adanya epitelium yang matang dan normal dengan adanya permukaan
parakertosis yang menebal dan peradangan subepitelial yang ringan
(Langlais et al., 2013).

E. Differential diagnose
1. Linea alba

Linea alba adalah suatu temuan intraoral umum yang asimtomatik

dan tampak sebagai garis bergelombang putih, menimbul dengan panjang

yang bervariasi dan terletak pada garis oklusi di mukosa pipi. perubahan

yang sering terjadi pada mukosa bukal yang berhubungan dengan adanya

penekanan, iritasi friksional akibat gesekan, atau trauma pada bagian

muka gigi karena kebiasaan menghisap (sucking trauma) (Langlais dan

Miller, 2012).

Linea alba terletak pada mukosa bukal setinggi dengan bidang

oklusi gigi yang di dekatnya. Secara umum kelainan bertanduk tanpa

gejala ini berukuran 1-2 mm dan memanjang dari mukosa pipi daerah

molar kedua sampai ke kaninus. Lesi ini biasanya dijumpai bilateral dan

tidak dapat dihapus. Perubahan-perubahan epitel yang menebal itu terdiri

atas jaringan hiperkeratotik yang merupakan suatu respon terhadap

gesekan pada gigi-gigi (Langlais dan Miller, 2012).

Gambar 1. Linea alba


2. Lichen Planus
Lichen planus merupakan lesi yang sering ditemukan pada
mukosa. Lesi ini mengenai sekitar 2% individu pada suatu waktu
dalam hidupnya. Penyabab pasti lesi ini tidak diketahui, beberapa
sumber menyatakan lichen planus berhubungan dengan kelainan
autoimun. Limfosit T yang autoreaktif menjadi factor utama pencetus
lichen planus. Sel tersebut tidak membedakan sel tubuh atau antigen
asing (Greenberg dkk., 2008). Limfosit T tertarik ke antigen dalam
epitel, baik CD4 dan subset sel CD8- T banyak ditemukan tersebar
pada interfase jaringan ikat-epitel dari jaringan yang berpenyakit.
Faktor predisposisi munculnya lichen planus yaitu perasaan gelisah,
emosi tinggi, dan orang yang terinfeksi virus (Langlais dkk., 2013)

Gambar 2. Oral Lichen Planus

3. White sponge nevus


White sponge nevus adalah kelainan yang relatif tidak umum,

yang biasanya dijumpai pada waktu lahir atau pada anak kecil dan

menetap seumur hidup (Langlais dan Miller, 2012). Ditandai oleh lesi

– lesi mukosa yang tanpa gejala, putih, berkerut dan seperti busa.

Seringkali lesinya memperlihatkan pola gelombang yang simetris.

Lokasi yang paling umum adalah mukosa pipi (bilateral), mukosa

bibir, lingir alveolar, palatum lunak, dan dasar mulut. Keadaan ini

dapat mengenai seluruh mukosa mulut atau didistribusikan secara

unilateral. Ukuran lesinya bervariasi dari satu pasien ke pasien lain


dari waktu ke waktu (Langlais dan Miller, 2012). Penyebabnya tidak

diketahui secara pasti, namun dihubungkan dengan cacat pada

kematangan epitel dan eskdoliasi. Namun, white sponge nevus tidak

menunjukkan predileksi ras, jenis kelamin, tetapi karena pola transmisi

dominan autosomal dari keadaan ini, maka banyak anggota keluarga

dapat menderita kelainan tersebut. Tidak ada perawatan yang

diperlukan dan lesi tersebut sama sekali tidak berbahaya (Langlais dan

Miller, 2012).

Gambar 2. White sponge nevus

F. Tatalaksana
Tatalaksana pada kasus cheek biting berupa edukasi pada pasien
bahwa lesi tersebut muncul karena kebiasaan pasien menggigit pipi ketika
sedang stress baik disadari atau tidak dan lesi tidak berpotensi menjadi
ganas. Lesi dapat sembuh apabila kebiasaan dihilangkan. Lesi juga dapat
muncul kembali apabila kebiasaan menggigit pipi terjadi lagi (Greenberg
et al., 2008).
LAPORAN KASUS

A. Identitas pasien
Nama : Nn. F A
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 22 Tahun
Tanggal Pemeriksaan : 28 Juni 2019
Keadaan Umum : Compose mentis
Berat Badan : 55 kg
Tinggi Badan : 154 cm
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 70 x/menit
Pernafasan : 15 x/menit
Suhu : 36oC

B. Pemeriksaan Subyektif
Anamnesis
Chief Complain : Pasien datang ke RSGM unsoed dengan keluhan
adanya garis berwarna putih pada pipi bagian dalam
kanan dan kiri yang terasa sedikit menonjol dan kasar.
Present Illness : Tidak terasa sakit
Past Dental History : Pasien pernah memeriksakan giginya beberapa bulan
yang lalu.
Past Medical History :-
Family History :-
Social History : Seorang mahasiswa

C. Pemeriksaan Obyektif
Pemeriksaan Ekstraoral
Wajah : Simetris
Mata : Tidak ada kelainan
Leher : Tidak ada kelainan
Tangan dan jari : Tidak ada kelainan
Lymphonodi : Ln. occipitalis : Tidak teraba
Ln. Post auricular : Tidak teraba
Ln. Pre auricular : Tidak teraba
Ln. Parotid : Tidak teraba
Ln. Submandibula : Tidak teraba
Ln. Submentalis : Tidak teraba
Ln. Superficialis cervical anterior: Tidak teraba
Ln. Cervical posterior : Tidak teraba
Ln. Supraclavicular : Tidak teraba
Pemeriksaan Intraoral:
Terlihat adanya lesi berbentuk garis berwarna putih dengan panjang 2-3 cm
dengan adanya indurasi mengikuti bidang oklusal dimukosa bukal dextra dan
sinistra.

Gambar 3. Cheek biting bilateral.


D. Rencana Perawatan
1. Pasien dilakukan pemeriksaan subyektif dan obyektif. Dilakukan
anamnesa mendalam tentang kebiasaan pasien yang berkaitan dengan
adanya lesi serta kegiatan pasien yang sekiranya memicu stress.
2. Penatalaksanaan cheek biting
Pasien diedukasi mengenai lesi, bahwa lesi tersebut merupakan lesi yang
muncul karena pasien secara tidak sadar menggigit pipinya ketika sedang
stress. Pasien diedukasi pula bahwa lesi tersebut tidak berpotensi menjadi
lesi ganas. Pasien diinstruksikan untuk mengontrol tingkat stress dan
kebiasaan menggigit pipi tersebut. Lesi tidak memerlukan perawatan
khusus karena apabila kebiasaan ditiadakan maka lesi juga akan hilang.
Daftar Pustaka

Greenberg, M. S., Glick, M., Ship, J. A., 2008, Burket’s Oral Medicine
11th Edition, BC Decker, Ontario.

Kang, H. S., Ro, Y. S., Lee, C. W., 2012, Three Cases of “Morsicatio
Labiorum”, Ann Dermatol, 24(4) : 455-458.

Langlais, R. P., 2013, Atlas Berwarna Lesi Mulut yang Sering Ditemukan,
EGC, Jakarta.

Scully, C., 2013, Oral and Maxillofacial Medicine The Basis of Diagnosis
and Treatment 3rd Edition, Elsevier, London.

Woo, S. B., Lin, D., 2009, Morsicatio Mucosae Oris- A Chronic Oral
Frictional Keratosis, Not a Leukoplakia, J Oral Maxillofacial Surg,
67 : 140-146.

Anda mungkin juga menyukai