Oleh
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
salah satu syarat dalam menyelesaikan kepanitraan klinik modul 3 Lesi Jaringan Lunak
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis menyadari, bahwa semua proses
yang telah dilalui tidak lepas dari bimbingan drg. Fitria Mailiza, Sp. PM selaku dosen
Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu.
kepada kita semua dan semoga laporan kasus ini dapatbermanfaat serta dapat
memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi semua pihak yang memerlukan.
Penulis
MANIFESTASI ORAL PENYAKIT SISTEMIK
Tindakan yang
Hari/tanggal Kasus Operator
dilakukan
Pembimbing
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
HALAMAN PENGESAHAN
Disetujui Oleh
Dosen Pembimbing
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang bersifat kronik, ditandai
dengan meningkatnya kadar glukosa darah sebagai akibat dari adanya gangguan
penggunaan insulin, sekresi insulin, atau keduanya.Insulin adalah hormon yang
disekresi dari pankreas dan dibutuhkan dalam proses metabolisme glukosa. Saat insulin
tidak bekerja sebagaimana fungsinya maka terjadi penumpukan glukosa di sirkulasi
darah atau hiperglikemia.
Berdasarkan standard of medical care in diabetes, klasifikasi diabetes
dijabarkan secara lengkap berdasarkan penyebabnya (ADA, 2013). Diabetes tipe 1
adalah tubuh sangat sedikit atau tidak mampu memproduksi insulin akibat kerusakan
sel beta pankreas ataupun adanya proses autoimun. Umumnya DM tipe 1 menyerang di
usia anak-anak dan remaja. Diabetes tipe 2 adalah hasil dari gangguan sekresi insulin
progresif yang menyebabkan terjadinya resistensi insulin. DM tipe spesifik lain terjadi
sebagai hasil kerusakan genetik spesifik sekresi insulin dan pergerakan insulin ataupun
pada kondisi-kondisi lain. Diabetes gestasional adalah diabetes yang terjadi selama
kehamilan (ADA, 2013; Alberti, 2010). Di antara tipe diabetes yang memiliki jumlah
terbesar adalah DM tipe 2 dengan prosentase 90% - 95% dari keseluruhan penderita
diabetes (IDF, 2012). Prevalensi DM tipe 2 paling besar ditemukan pada populasi
urban di negara-negara berkembang, dimana diperkirakan jumlahnya akan meningkat
sebesar 100% pada tahun 2030 (Wild et al, 2004).
Perubahan demografik yang paling berperan dalam meningkatkan prevalensi
DM adalah peningkatan proporsi penduduk berusia 65 tahun atau lebih (Sue Kirkman
et al, 2012; Wild et al, 2004). Estimasi IDF di tahun 2012 menunjukkan bahwa China
merupakan negara dengan prevalensi diabetes tertinggi di dunia dengan jumlah
penderita mencapai 92,3 juta jiwa, diikuti dengan India sebanyak 63 juta jiwa, dan
Amerika Serikat 24,1 juta jiwa. Indonesia sendiri berada pada peringkat ke 7 dengan
jumlah penderita mencapai 7,6 juta jiwa. Berdasarkan kecendrungan statistik selama 10
tahun terakhir, IDF memprediksikan bahwa pada tahun 2030 Indonesia akan berada
pada peringkat ke enam dengan jumlah penderita mencapai 12 juta jiwa (IDF, 2012).
Prevalensi nasional diabetes melitus yang berada di perkotaan lebih tinggi
dibandingkan yang berada di pedesaan (Kemenkes RI, 2007). Berdasarkan hasil
pengukuran gula darah pada penduduk berusia di atas 15 tahun yang bertempat tinggal
di perkotaan adalah 5,7%. Sebanyak 13 provinsi mempunyai prevalensi DM di atas
prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Riau, Lampung, Bangka
Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Kalimantan Barat,
Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Maluku Utara (Kemenkes RI,
2007). Dari hasil penelitian Riskesdas pada tahun 2007, diperoleh pravalensi total DM
tipe 2 di Provinsi Jawa Barat padadaerah perkotaan mencapai 4,2% dengan persentase
toleransi glukosa terganggu (TGT) mencapai 7,8%. Sementara itu untuk survei di
daerah pedesaan menunjukkan bahwa prevalensi DM mencapai 1,1% (Kemenkes RI,
2007).
Kota Depok memiliki angka diabetes yang cukup tinggi. Berdasarkan data
Kementerian Kesehatan RI dan bekerjasama dengan WHO dalam Rahjeng &
Kusumawardhani (2007) menunjukkan bahwa prevalensi penderita diabetes di Kota
Depok pada rentang usia 25-64 tahun adalah sebesar 8% dengan prevalensi tertinggi
pada rentang usia 55-64 tahun yakni sebesar 21,5%. Sedangkan prevalensi untuk kadar
glukosa darah puasa di atas normal adalah sebesar 6,1% pada rentang usia 25-64 tahun.
Prevalensi tertinggi diperoleh pada rentang usia 55- 64 tahun yakni sebesar 15,2%.
Sedangkan untuk prevalensi gula darah sewaktu di atas normal mencapai 3,2% pada
rentang usia 25-64 tahun, dengan prevalensi tertinggi pada rentang usia 55-64 tahun
yakni sebesar 7%.
DM yang tidak terdiagnosa, tidak terkontrol, ataupun penderita DM yang tidak
terkontrol dengan baik akan mengalami manifestasi di berbagai organ termasuk rongga
mulut. Rongga mulut penderita DM akan terasa tidak nyaman karena sekresi saliva
kurang dari normal dan penderita merasakan mulutnya menjadi kering (xerostomia).
Sekresi saliva normal tanpa stimulasi ialah ≥0,3 ml/menit, sedang sekresi saliva normal
dengan stimulasi adalah 1-2 ml/menit. Jumlah sekresi saliva pada orang yang
mengalami xerostomia tanpa stimulasi dan dengan stimulasi akan kurang dari 50% dari
angka normalnya sehingga menyebabkan xerostomia.
Xerostomia jika dibiarkan dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan
berbagai komplikasi pada rongga mulut, seperti gingivitis diabetika, periodontitis,
kandidiasis, angular cheilitis, karies gigi dan sindrom mulut kering, sehingga penderita
DM yang mengalami xerostomia akan mengalami ganggguan baik secara fisik maupun
psikis. Hal tersebut membuat perawatan xerostomia akibat komplikasi DM sangat
penting. Angka kejadian penderita DM yang terus meningkat dari tahun ke tahun, dapat
pula menyebabkan peningkatan xerostomia, sehingga penting sekali dilakukan
penelitian untuk pencegahan dan pengelolaan yang tepat.
Diagnosis khas DM pada umumnya adalah bahwa terdapat keluhan khas DM
yaitu : Poli uria (banyak kencing), Polidipsia (banyak minum), Polifagia (banyak
makan), dan penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya, dan keluhan lainnya
seperti : kesemutan, gatal, mata kabur, dan impotensi pada pria, pruritis vulva pada
wanita. Kedua tipe ini ditandai dengan hiperglikemi, hiperlipidemi, dan komplikasi
lainnya. Diabetes Mellitus mempunyai komplikasi yang utama, yaitu: mikroangiopati,
nefropati, neuropati, penyakit makro vaskuler dan penyembuhan luka yang lambat.
LAPORAN KASUS
Pasien laki-laki berusia 52 tahun memiliki keluhan utama mulutnya terasa kering.
Pasien diketahui menderita diabetes mellitus tipe II. Pasien sedang mengkonsumsi obat
glimepiride, metformin, dan gemfibrozil.
ETIOLOGI
Kondisi sistemik.
TERAPI
XEROSTOMIA
Xerostomia berasal dari bahasa Yunani: xeros = kering; stoma = mulut). Mulut
kering digambarkan sebagai penurunan kecepatan sekresi stimulasi saliva (Kidd,
1992). Xerostomia (mulut kering) adalah komplain subjektif dari mulut kering yang
bisa disebabkan oleh penurunan produksi saliva (Mohammad, 2005).
Mulut kering atau xerostomia adalah keluhan yang paling sering dirasakan oleh
penderita DM yang tidak terkontrol, tidak tediagnosa, tidak terkontrol dengan baik
dengan adanya penurunan saliva. DM yang tidak terdiagnosa, tidak terkontrol, ataupun
penderita DM yang tidak terkontrol dengan baik akan mengalami manifestasi di
berbagai organ termasuk rongga mulut. Rongga mulut penderita DM akan terasa tidak
nyaman karena sekresi saliva kurang dari normal dan penderita merasakan mulutnya
menjadi kering (xerostomia). Sekresi saliva normal tanpa stimulasi ialah ≥0,3
ml/menit, sedang sekresi saliva normal dengan stimulasi adalah 1-2 ml/menit. Jumlah
sekresi saliva pada orang yang mengalami xerostomia tanpa stimulasi dan dengan
stimulasi akan kurang dari 50% dari angka normalnya sehingga menyebabkan
xerostomia.
Xerostomia jika dibiarkan dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan
berbagai komplikasi pada rongga mulut, seperti gingivitis diabetika, periodontitis,
kandidiasis, angular cheilitis, karies gigi dan sindrom mulut kering, sehingga penderita
DM yang mengalami xerostomia akan mengalami ganggguan baik secara fisik maupun
psikis. Hal tersebut membuat perawatan xerostomia akibat komplikasi DM sangat
penting.
The Oral Health Science Institute University of Pittsburgh telah melakukan studi
epidemiologi pada 406 penderita DMT1 dan 268 DMT2 untuk melihat adanya
hubungan antara kesehatan mulut dan diabetes, hasil penelitian tersebut melaporkan
pada penderita DM hampir separuhnya merasakan xerostomia. Penelitian yang sama
juga ditemukan di Amerika Serikat dari seluruh populasi penelitian, 40% mengalami
xerostomia.
Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat dikatakan semakin tinggi kadar gula
darah penderita DMT2, semakin tinggi pula kemungkinannya untuk merasakan
xerostomia. Hal yang sama dikatakan Nasution, bahwa pada penderita DM dengan
kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia) dapat menimbulkan kelainan pada rongga
mulut salah satunya ialah xerostomia.
Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi proses aging. Terjadi perubahan dan
kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim hilang dan akan
digantikan oleh jaringan ikat dan lemak. Keadaan ini mengakibatkan pengurangan
jumlah aliran saliva. Perubahan atropik yang terjadi di kelenjar submandibula sesuai
dengan pertambahan usia juga akan menurunkan produksi saliva dan mengubah
komposisinya.
Tanda
Diagnosis
Diagnosis dari xerostomia dilakukan berdasarkan anamnesa terarah dan dapat juga
dilakukan dengan mengukur laju aliran saliva total yaitu dengan saliva collection. Laju
aliran saliva memberi informasi yang penting untuk tindakan diagnostik dan tujuan
penelitian tertentu. Fungsi kelenjar saliva dapat dibedakan dengan teknik pengukuran
tertentu. Laju aliran saliva dapat dihitung melalui kelenjar saliva mayor individual atau
melalui campuran cairan dalam rongga mulut yang disebut saliva murni (Fox, 2003).
Metode utama untuk mengukur saliva murni yaitu metode draining, spitting,
suction, dan swab. Metode draining bersifat pasif dan membutuhkan pasien untuk
memungkinkan saliva mengalir dari mulut ke dalam tabung dalam suatu masa waktu.
Metode suction menggunakan sebuah aspirator atau penghisap saliva untuk
mengeluarkan saliva dari mulut ke dalam tabung pada periode waktu yang telah
ditentukan. Metode swab menggunakan gauze sponge yang diletakkan didalam mulut
pasien dalam waktu tertentu. Metode spitting (metode yang digunakan Nederfords
sesuai dengan metode standar Navazesh) dilakukan dengan membiarkan saliva untuk
tergenang di dalam mulut dan meludahkan ke dalam suatu tabung setiap 60 detik
selama 2-5 menit (Fox, 2003).
Untuk mengukur saliva murni maka tidak diperkenankan makan dan minum dalam
kurun waktu 90 menit sebelum dilakukan pengukuran laju aliran saliva. Laju aliran
saliva yang diukur adalah laju aliran saliva tanpa stimulasi (USFR/unstimulated
salivary flow rate) dan laju aliran saliva terstimulasi (SSFR/stimulated salivary flow
rate). Laju aliran saliva tanpa stimulasi (USFR/unstimulated salivary flow rate) <0,1
ml/min danlaju aliran saliva terstimulasi (SSFR/stimulated salivary flow rate)
<1,0ml/min adalah merupakan indikasi xerostomia(Fox, 2003).
Penatalaksanaan
2) Bilasan mulut dan obat kumur, gel, semprotan dan saliva buatan.
3) Memperbanyak mengunyah permen, tetapi harus bebas gula dan non-asam. Produk
yang mengandung xylitol sebagai agen pemanis dapatdisarankan.
4) Untuk bibir kering,mengoleskan krim atau salep Hydrating untuk
membantumeringankan gejala.
6) Diet makanan yang kaya kelembaban dan bukan makanan panas atau pedas.
KESIMPULAN
Kondisi xerostomia yang dialamai oleh pasien merupakan manifestasi dari penyakit
sistemik, yaitu Diabetes Mellitus Tipe II yang dialami oleh Pasien sejak 3 tahun
belakangan ini. Kondisi ini bertambah parah apabila kadar gula darah pasien meningkat
dan pasien tidak rutin dalam mengkonsumsi obat. Penanganan dalam kasus ini adalah
KIE dimana pasien di instruksikan untuk rutin mengkonsumsi obat sesuai anjuran
dokter serta mengkonsumsi makanan yang dapat merangsang produksi saliva pasien.
Hal ini bertujuan agar keluhan mulut kering pada pasien dapat berkurang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Langlais RP, Miller CS, Nield-Gehrig JS, Atlas Berwarna Lesi Mulut
67-72.
5. Scully C, Bagan JV. Adverse drug reaction in the orofacial region. Crit
Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod; 2001. 92: 641-9.
12. Lubis, Irwati. 2009. Manifestasi Diabetes Mellitus Dalam Rongga Mulut.
Potekkes Jakarta.
https://www.poltekkesjakarta1.ac.id/file/dokumen/74artikel_bu_irwati.p
df.
13. Ship JA, Pillemer SR, Baum BJ. Xerostomia and the geriatric patient. J
14. Fox PC, Grisius MM. Salivary gland diseases. Burket’s Oral Medicine
235-38.
http://www.hqlo.com/content/4/1/86.