TUTORIAL MODUL II
“RADIOLUSENSI UNILOKULER”
Nim : J014201054
UNIVERSITAS HASANUDDI
MAAKASSAR
2020
SKENARIO
Seorang laki-laki berusia 40 tahun datang ke RSGM dengan membawa surat rujukan untuk
dilakukan pemeriksaan radiografi panoramik. Pasien tersebut mengalami pembengkakan di gusi
di daerah akar gigi 36 dengan karies yang luas. Setelah dilakukan pemeriksaan panoramik
tampak daerah radiolusen berbentuk bulat berbatas tegas radiopak diameter +/- 3 cm di daerah
periapikal gigi 36. Pada foto panoramik yang sama tampak gigi 48 impaksi dan terlihat
radiolusensi berbatas tegas radiopak di daerah mahkota gigi impaksi 48
A. Sasaran Pembelajaran
1. Memahami patofisiologi kista odontogenik dan non-odontogenik
2. Memahami aspek radiografi kista odontogenik dan non-odontogenik
B. Pertanyaan Penting
1. Apa definisi kista odontogenik dan non-odontogenik?
2. Jelaskan macam-macam kista odontogenik
3. Jelaskan macam-macam dari kista non-odontogenik
4. Apa etiologi dari kista odontogenik?
5. Apa patofisiologi dari kista odontogenik dan non odontogenik?
6. Bagaimana gambaran radiografi dari kista odontogenik dan non-odontogenik?
7. Apa teknik radiografi yang paling tepat untuk membantu menegakkan diagnosis pada
kasus di skenario?
8. Apa radiodiagnosis dari gambaran yang ada pada skenario?
9. Apa diagnosis banding dari gambaran pada skenario?
C. Tujuan Pembelajaran
1. Mengetahui definisi dari kista odontogenik dan non-odontogenik
2. Mengetahui macam-macam kista odontogenik dan non odontogenik
3. Mengetahui etiologi dari kista odontogenik
4. Mengetahui patofisiologi dari kista odontogenik dan non-odontogenik
5. Mengetahui gambaran radiografi dari kista odontogenik dan non-odontogenik
6. Mengetahui teknik radiografi yang paling tepat untuk membantu menegakkan diagnosis
pada kasus di skenario
7. Mengetahui radiodiagnosis dari gambaran yang ada pada skenario
8. Mengetahui diagnosis banding dari gambaran pada skenario
D. Uraian Jawaban
1. Definisi Kista Odontogenik dan Non-Odontogenik
a. Kista odontogenik merupakan kista yang dinding epitelnya berasal dari organ
pembentuk gigi (odontogenik) atau sisa-sisa epitel odontogenik yang terperangkap
dalam tulang atau jaringan gingiva yang mampu berproliferasi dan berpotensi
menjadi tumor. Terdapat 3 macam sisa epitel yang berperan dalam pembentukan
beberapa kista odontogenik yaitu : (1) Epitel lamina dental atau rest of serres, (2)
Epitel enamel tereduksi, (3) Epitel Malassez yang merupakan sisa dari epithelial root
sheath of hetwig’s.
b. Kista non-odontogenik merupakan kista yang berkembang dari epitel yang berasal
dari non-odontogenik ataupun ektoderm yang terlibat dalam pembentukan jaringan
wajah.
Perbedaan keduanya yaitu pada dinding epitel, dinding epitel untuk kista
odontogenik berasal dari sisa-sisa epitel organ pembentuk gigi sedangkan dinding kista
non-odontogenik berasal dari epitel selain organ pembentuk gigi seperti epitel yang
membatasi proses embrionik pembentuk wajah
Referensi:
1. Silva LPD, Gonzaga AKG, Severo MLB, Barros CCDS, Medeiros AMCD, Souza LBD,
Silveira EJDD. Epidemiologic study of odontogenic and non-odontogenic cysts in
children and adolescents of a Brazilian population. Med oral patol oral cir buccal. 2018;
23 (1): 50
2. Mulyaningsih EF, Suraso B. Kista multiple rahang. Jurnal THTKL. 2012; 5(2): 90
2. Macam-macam Kista Odontogenik dan Non-Odontogenik
a. Kista Odontogenik
1) Kista Radikular
- Disebut juga Kista Periapikal, kista periodontal apikal dan kista dental
- Kista radicular merupakan kista yang paling umum ditemukan pada rahang.
Kista ini terbentuk dari gigi non-vital (seperti gigi dengan nekrosis pulpa, karies
yang luas, resatorasi yang luas atau mengalami trauma sebelumnya).
- Kista radicular biasanya tidak memiliki gejala, kecuali jika mengalami infeksi
sekunder. Kista yang meluar/membesar dapat menyebabkan pembengkakan.
Insidensi dari kista radicular lebih besar pada usia decade ketiga hingga keenam
(30-60 tahun) dan menunjukkan pada laki-laki lebih sering terjadi.
2) Kista Residual
- Kista residual merupakan kista yang tersisa setelah pengangkatan kista asli yang
tidak tuntas.
- Kista residual biasanya bersifat asimptomatik dan biasanya ditemukan pada
pemeriksaan radiografi pada daerah edentulous. Perluasan pada rahang dan rasa
sakit mungkin saja terjadi jika mengalami infeksi sekunder.
3) Kista Dentigerous
- Disebut juga kista follicular.
- Kista dentigerous merupakan jens kista paling umum kedua yang terjadi pada
rahang. Lesi berkembang di sekitar mahkota dari gigi yang belum erupsi dan
supernumerary.
- Pemeriksaan klinis menunjukkan gigi tampak hilang, dan terjadi pembengkakan
sehingga wajah tampak asimetris. Pasien umumnya tidak mengeluhkan rasa
nyeri atau tidak nyaman.
4) Kista Bifurkasi Bukal
- Disebut juga kista mandibular infeksi bukal, kista paradental dan kista
inflammatory paradental.
- Gejala yang paling umum adalah kurangnya atau penundaan erupsi dari molar
pertama dan kedua rahang bawah. Pada pemeriksaan klinis, gigi molar bisa saja
tidak ada, atau cusp lingual dapat mengalami protrusi abnormal ke dalam
mukosa, lebih tinggi dari posisi cusp bukal. Paling sering terjadi pada molar
pertama.
5) Kista Periodontal Lateral
- Lesi biasanya bersifat asimptomatik dan diameter kurang dari 1 cm. tidak ada
predileksi jenis kelamin dan distribusi usia pada usia rata-rata 50 tahun. Jika
kista ini mengalami infeksi sekunder, dapat menyerupai abses periodontal
lateral.
6) Calcifying Cystic Odontogenic Tumor (CCOT)
- Disebut juga kista odontogenik kalsifikasi, calcifying epithelial odontogenic
cyst, dentinogenic ghost cell tumor, dan Gorlin’s cyst.
- CCOT memiliki distribusi usia yang luas yang memuncak pada usia 10 hingga
19 tahun.
- Secara klinis, lesi biasanya muncul dengan perkembangan yang lambat dan
pembengkakan dengan sedikit nyeri pada rahang. Biasnaya pasien mengeluhkan
rasa sakit. Pada beberapa kasus, lesi yang meluas dapat merusak plat kortikal
dan massa cystic dapat dipalpasi seiring dengan meluasnya ke jaringan lunak.
Aspirasi biasanya mendapatkan cairan yang viscous, granular dan berwarna
kuning.
b. Kista Non-Odontogenik
1) Kista Duktus Nasopalatina
- Disebut juga kista kanal insisivus, kista palatine median, dan kista rahang atas
anterior median
- Kanal nasopalatina umumnya berisi sisa-sisa dari suktus nasopalatina, organ
primitf penciuman, dan pembuluh darah nadopalatina serta saraf. Kista biasanya
terbentuk di kanal nasopalatina ketika sisa-sisa epitel embrionik dari duktus
nasopalatina mengalami proliferasi dan degenerasi cystic.
2) Kista Nasolabial
- Disebut juga kista nasoalveolar.
- Lesi ini terjadi pada usia 12 hingga 5 tahun dan sekitar 5% terjadi pada
perempuan. Lesi ini bersifat langka / jarang ditemukan. Dalam ukuran kecil, lesi
dapat menghasilkan pembengkakan yang sangat halus dan unilateral pada lipatan
nasolabialdan bisa menimbulkan rasa sakit atau tidak nyaman. Ketika besar, lesi
dapat meluas hungga ke dasar rongga hidung, menyebabkan beberapa obstruksi,
distorsi lubang hidung dan bibir atas penuh.
Referensi:
White SC, Pharoah MJ. Oral radiology principles and interpretation. 7 Ed. Missouri:
Elsevier; 2014. pp. 335-8, 347, 350, 352
Referensi:
Koening LJ, Tamimi D, Petrikowski GC, Perschbacher SE, Ruprecht A, Hatcher D, et al.
Diagnostic imaging oral and maxillofacial. 2nd Ed. Philadelphia: Elsevier; 2017. P. 396-
413, 418-25
Referensi:
1. Koening LJ, Tamimi D, Petrikowski GC, Perschbacher SE, Ruprecht A, Hatcher D, et al.
Diagnostic imaging oral and maxillofacial. 2nd Ed. Philadelphia: Elsevier; 2017. P. 396-
413, 418-25
2. White SC, Pharoah MJ. Oral radiology principles and interpretation. 7 Ed. Missouri:
Elsevier; 2014. pp. 335-8, 347, 350, 352
3) Kista Dentigerous
- Lokasi: Epicenter kista dentigerous berada di atas mahkota gigi yang terlibat,
umumnya pada gigi molar ketiga rahang atas atau rahang bawah atau gigi
kaninus rahang atas. Poin diagnostik yang penting adalah kista ini menempel
pada CEJ. Beberapa kista dentigerous adalah accentric, berkembang dari
aspek lateral dari folikel sehingga dapat menyerang area di samping mahkota,
bukan di atas mahkota.
- Bentuk dan tepi: memiliki batas korteks yang tegas dengan outline kurva atau
bulat. Jika terjadi infeksi, korteks tidak tampak.
- Struktur internal: Tampak radiolusen kecuali mahkota gigi yang terlibat.
- Efek ke jaringan sekitar: dapat menggeser dan meresorpsi gigi yang
berdekatan. Biasanya menggeser gigi ke arah apikal dengan derajat dapat
ditolerir.
b. Kista Non-Odontogenik
1) Kista Duktus Nasopalatina
- Lokasi: foramen atau kanal nasopalatina. Kista ini meluas ke posterior
melibatkan palatum durum. Jika meluas ke anterior di antara insisivus sentral,
dapat menyebabkan gigi terbelah. Kista ini tidak selalu berada dalam posisi
simetris.
- Tepi dan bentuk: tepi berbatas tegas serta
berbentuk bulat atau oval. Bayangan
tulang nasal terkadang tumpang tindih pada kista yang memberikan tampilan
seperti bentuk hati.
- Struktur internal: tampak radiolusen. Beberapa memiliki kalsifikasi distrofi
internal yang mungkin tampak sebagai radiopasitas yang tidak jelas, tidak
berbentuk, dan tersebar.
- Efek pada jaringan sekitar: paling umum, kista ini dapat menyebabkan akar
dari insisivus sentralis menyimpang dan mengalami resorpsi.
2) Kista Nasolabial
- Lokasi: kista nasolabial merupakan lesi jaringan lunak yang terletak
berdekatan dengan processus alveolaris di atas apeks gigi insisivus. Karena
merupakan jaringan lunak, radiografi biasa tidak dapat menunjukkan
perubahan. Pemeriksaan dilakukan
dengan menggunakan foto CT dapat
memberikan gambaran jaringan lunak.
- Tepi dan bentuk: lesi berbentuk bulat
atau oval dengan sedikit peningkatan
jaringan lunak pada tepi melalui
gambaran Thin axial CT dengan
algoritma jaringan lunak.
- Struktur internal: tampak homogen dan
relatf radiolusen dibandingkan dengan jaringan lunak di sekitarnya.
- Efek pada jaringan sekitar: kista ini dapat menyebabkan erosi pada tulang
dibawahnya, menghasilkan peningkatan radiolusensi pada prosesus alveolar
dibawah kista dan apikal hinggal insisal.
Referensi:
White SC, Pharoah MJ. Oral radiology principles and interpretation. 7 Ed. Missouri:
Elsevier; 2014. pp. 335-8, 347, 350, 352
6. Teknik Radiografi yang Paling Tepat untuk Membantu Menegakkan Diagnosis Pada
Kasus di Skenario
Selain teknik radiografi panoramik, juga dapat dilakukan teknik radiografi periapikal
pada gigi 36 dan 48 untuk melihat lebih jelas kondisi gigi dan struktur jaringan di
sekitarnya.
Radiografi Panoramik atau yang biasa juga disebut pantomography merupakan
teknik yang menghasilkan gambar tunggal dari struktur wajah yang mencangkup
lengkung gigi RA dan RB serta struktur pendukungnya. Dalam radiografi panoramic,
sumber sinar-x dan reseptor gambar berputar di sekitar kepala pasien1
Teknik radiografi periapikal dapat digunakan untuk menunjukkan kondisi gigi secara
individual dan kondisi jaringan di sekitar apeks. Tiap gambaran radiografi menunjukkan
dua hingga 4 gigi dan menyediakan informasi yang detail mengenai gigi dan tulang
alveolar di sekitarnya. Beberapa indikasi dari teknik radiogradi periapikal adalah untuk
mendeteksi infeksi / inflamari apikal, pmeriksaan status periodontal, setelah gigi
mengalami trauma yang berkaitan dengan tulang alveolar dan pemeriksaan posisi / ada
tidaknya gigi yang akan erupsi.2
Referensi:
1. White SC, Pharoah MJ. Oral Radiology. 7th Ed. St louis: Mosby Elsevier; 2014. p. 172
2. Whaites E, Drage N. Essetials of Dental Radiography and Radiology. 5 th Ed. St. Louis:
Churchill Livingstone Elsevier; 2013. p. 85
Referensi:
White SC, Pharoah MJ. Oral radiology principles and interpretation. 7 Ed. Missouri:
Elsevier; 2014. pp. 335, 350
Referensi: