Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Mukokel merupakan sebuah lesi pada mukosa mulut yang dihasilkan dari

sebuah perubahan kelenjar ludah minor karena akumulasi saliva. Lesi dapat

muncul di seluruh permukaan mukosa mulut yang terdapat kelenjar ludah (Ata-

Ali J et al, 2012). Mukokel berasal dari bahasa latin yaitu mucus dan cocele yang

berarti kavitas (Yagüe-García et al., 2009). Mukokel jarang terjadi pada bibir atas,

retromolar pad atau palatum. Mukokel mungkin terjadi pada semua usia, paling

sering pada usia 20 sampai 30 tahun (Gupta, 2007).

Diagnosis klinis dapat ditegakkan melalui anamnesis yang benar,salah

satunya dengan mengetahui riwayat trauma sebelumnya. Terdapat dua jenis

mukokel, yaitu ekstravasasi dan retensi. Lokasi yang paling umum dari mukokel

ekstravasasi adalah bibir bawah, sementara mukokel retensi dapat ditemukan di

bagian mukosa mulut lainnya. Secara klinis dapat dilihat pembengkakan lunak,

kebiruan dan transparan yang biasanya sembuh secara spontan (Ata-Ali J et al,

2012). Beberapa mukokel dapat pecah dan meninggalkan luka erosi yang sedikit

menyakitkan yang kemudian sembuh dalam beberapa hari (Gupta, 2007).

1
2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Mukokel adalah istilah klinis yang digunakan untuk menggambarkan fenomena

ekstravasasi mukus, serta kista retensi lendir. Fenomena ini terjadi karena trauma dari

kelenjar ludah minor, mengakibatkan retensi air liur dalam jaringan sekitarnya, dan pada

dasarnya diklasifikasikan sebagai kista palsu, karena tidak memiliki sebuah lapisan

epithelial. Lesi ini paling banyak terjadi pada mukosa bibir bawah, karena sering tergigit

(Fragiskos, 2007).

Secara klinis, lesi tidak menimbulkan rasa sakit dan terlihat sebagai suatu

pembengkakan berbentuk bulat atau oval yang berfluktuasi. Warnanya normal atau

sedikit kebiruan, dan ukurannya berkisar dari beberapa millimeters sampai 2 cm

(Fragiskos, 2007). Lesi terjadi pada bibir bawah biasanya terletak paramidline, dan

memiliki ukuran kurang lebih 1 cm, dan berwarna kebiruan. Deeper mukokel, yang

sering terjadi pada permukaan ventral lidah atau dasar mulut biasanya berwarna abu-abu

atau kekuningan. Mukokel kebanyakan terjadi pada anak-anak, remaja, dan dewasa muda

(Robert E, 2003).

2.2 Etiopatologi

Berdasarkan etiopathogenesisnya, mukokel terbagi dua yaitu: mukokel

ekstravasasi (umum), yang dihasilkan dari pecahnya saluran karena trauma dan

tumpahnya mucin ke dalam jaringan lunak di sekitarnya; dan mukokel retensi (jarang),

yang biasanya terjadi akibat pelebaran duktus akibat obstruksi duktus. Insidensi mukokel
3

ekstravasasi yaitu pada dekade kedua dan ketiga, sedangkan jenis retensi lebih sering

terjadi pada kelompok usia yang lebih tua (Laskaris, 2006).

Mucus secara eksklusif diproduksi oleh kelenjar ludah minor dan juga merupakan

zat yang paling penting yang disekresikan oleh kelenjar ludah major. Mukokel dapat

timbul oleh mekanisme ekstravasasi atau retensi. Mucoceles ekstravasasi disebabkan oleh

bocornya cairan dari saluran jaringan sekitarnya. Jenis mukokel umumnya ditemukan

pada kelenjar ludah minor. Trauma fisik dapat menyebabkan kebocoran sekresi saliva ke

jaringan di sekitarnya submukosa.

Jenis mukosel retensi umumnya terjadi pada kelenjar ludah major. Hal ini

disebabkan oleh dilatasi duktus yang disebabkan oleh sialolith atau mukosa padat (Ata-

Ali et al., 2010). Hal ini tergantung pada obstruksi aliran saliva dari aparatus sekresi dari

kelenjar (Flaitz dan Hicks, 2006).

2.2.1 Ekstravasasi Mukus

Penyebab ekstravasasi mukus yaitu trauma pada saluran ekskretoris

kelenjar ludah, sehingga mukus terekstravasasi ke dalam jaringan ikat di

sekitarnya. Reaksi inflamasi neutrophil diikuti oleh makrofag terjadi kemudian.

Jaringan granulasi membentuk dinding mengelilingi genangan mucin, dan

kemudian kelenjar ludah mengalami perubahan inflamasi. Pada akhirnya,

terbentuk jaringan parut di sekitar kelenjar (Regezi, 2008).

Ekstravasasi mukus muncul sebagai sebuah massa halus, relatif tanpa rasa

saki dan memiliki ukuran mulai dari beberapa milimeter sampai 2 cm. Pada mucin

superfisial, lesi tampak berwarna kebiruan. Remaja dan anak-anak lebih sering

terkena daripada orang dewasa. Lesi dapat pecah dan produksi mucin yang
4

berlanjut dapat menyebabkan kekambuhan. Ukuran maksimal biasanya dicapai

dalam beberapa hari setelah trauma (Regezi, 2008).

2.2.2 Retensi Mukus

Retensi mukus dihasilkan karena adanya obstruksi duktus yang disebabkan

oleh adanya sialolithiasis, bekas luka pada periduktus atau tumor yang invasif.

Penyempitan duktus membuat aliran saliva tidak dapat mengalir dengan baik,

kemudian terbentuklah gelembung duktus yang tampak seperti pembengkakan

mukosa. Obstruksi duktus dapat juga menyebabkan pembesaran glandula

salivarius.

Retensi mukus lebih jarang terjadi jika dibandingkan dengan kista

ekstravasasi, biasanya terjadi pada pasien usia tua dan jarang ditemukan pada

bibir bawah. Daerah yang paling sering terkena adalah bibir atas, palatum, pipi,

dasar mulut, dan sinus maksilaris.

Penyempitan duktus dapat terjadi pada pasien yang senang berkumur

dengan obat kumur yang mengandung hidrogen peroksida, obat kumur penghilang

bau mulut, atau larutan antiplak, yang dapat mengiritasi duktus. Pasta gigi yang

mengandung tartar juga dapat menyebabkan iritasi pada duktus.

Retensi mukus tampak mirip dengan kista ekstravasasi, keduanya dibatasi

oleh epitel duktus yang dilapisi sel kolumnar atau kuboidal. Rongga kista

mengandung sel mukus atau fragmen sialolithiasis dan jaringan ikat kista tampak

mengalami inflamasi.
5

2.3 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk kasus mukokel yaitu ekstirpasi mukosa dan sekitarnya,

jaringan kelenjar kemudian ke lapisan otot. Pengobatan tidak diperlukan pada mukokel

superfisial yang menghilang dengan sendirinya. Pada kasus mucoceles lebih besar,

marsupialisi dilakukan akan menghindari kerusakan struktur vital.

Secara klinis tidak ada perbedaan antara kedua jenis mukokel, dan karena itu

diperlakukan dengan cara yang sama. Namun ketika obstruksi mukokel retensi terdeteksi

pengobatan melibatkan pengambilan bagian puncak kista (Ata-Ali J et al, 2012).

2.3.1 Teknik operasi

Setelah dilakukan anastesi lokal, dibuat insisi berbentuk elips di mukosa

sekitar untuk memfasilitasi diseksi pada lesi. Dinding superior kista digenggam

bersama dengan mukosa di atasnya dan dipisahkan dari jaringan sekitarnya

menggunakan gunting. Selama pembedahan kista harus diambil dengan hati-hati,

karena kista bisa dengan mudah pecah dan mengerut, yang akan mepersulit

pengangkatan lesi. Setelah pengangkatan lesi, mukosa pada jaringan yang diinsisi

dijahit (hanya pada mukosa), untuk menghindari cedera pada kelenjar ludah.

Gambar 2.1 Infiltrasi pada jaringan sehat di sekitar lesi


6

Gambar 2.2 Insisi berbentuk elips sekitar kista menggunakan scalpel

Gambar 2.3 Penjepitan dan pemotongan lesi menggunakan gunting jaringan

Gambar 2.4 Pengangkatan mukokel


7

Gambar 2.5 Daerah operasi setelah pengangkatan lesi

2.6 Undermining Margin Mukosa dengan Menggunakan Gunting

Gambar 2.7 Penjahitan pada daerah post operasi


8

BAB III

LAPORAN KASUS

3. 1 Identitas Pasien

Nama Pasien : Lina

Tanggal Lahir : 14 Oktober 1996

Umur : 18 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Marken

Pekerjaan : Siswa SMA

No.RM : 0001360936

Hari/tanggal : Senin, 21 April 2014

3.2 Anamnesa

Pasien permepuan berusia 18 tahun datang ke poli bedah mulut RSHS

dengan keluhan ada benjolan pada bibir kanannya. Benjolan muncul ± 2 minggu

yang lalu. Pada awalnya, bibir pasien tergigit pada saat makan, yang kemudian

lukanya menyerupai sariawan, tapi lama kelamaan semakin membesar. Pasien

tidak mengeluhkan rasa sakit. Benjolan membesar pada saat makan, tapi mengecil

lagi besoknya. Pasien sudah ke puskesmas dan diberi amoxicillin. Setelah minum

amoxicillin benjolan mengecil, tapi membesar lagi setelah obat habis. Ukuran

benjolan sekarang sebesar biji kang hijau.


9

3.3 Pemeriksaan Klinis

Keadaan umum : Compos Mentis

Tensi : 110/80 mmHG Suhu : Afebris

Nadi : 84x/menit Respirasi 18x/menit

Ekstra Oral :

Wajah : Simetris Bibir : Competent, TAK

Mata : Isokhor, non ikterik, KGB : Tidak sakit, tidak teraba


non anemis
TMJ : Deviasi ke kiri

Intra Oral :

Palatum : TAK Vestibulum : TAK

Lidah : Coated Tonsil : T1 – T1

Dasar mulut : TAK Mukosa : Benjolan a/r labial dextra

Gingiva : Edematous

Status Lokalis :

Lokasi : Labial mukosa dx a/r Sifat : terlokalisasi


42
Konsistensi : kenyal
Ukuran : 1cm X 0.5cm X
Ulkus : -
0.5cm
Fluktuasi : -
Permukaan : licin
Nyeri tekan : -
Warna : Merah terang
10

Status Gigi Geligi :

ue ue
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
ue cs ue

Gambar 3.1 Foto Klinis Pasien

Gambar 3.2 Foto Post Operative Pasien


11

3.4 Diagnosa Klinis

Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan klinis, disimpulkan bahwa diagnosa

klinis pada pasien yaitu mukokel pada regio labii inferior sinistra.

3.5 Penatalaksanaan

Tindakan yang dilakukan untuk kasus pasien ini yaitu biopsi ekstirpasi
pada regio labii inferior sinistra dalam anastesi lokal. Setelah tindakan ekstirpasi
dan penjahitan selesai, pasien diresepkan obat amoxicillin 500 mg dan ibuprofen
tab 400 mg. Pasien diinformasikan bahwa benjolan mungkin dapat kembali
apabila bibir tergigit. Pasien diinstruksikan untuk control dan aff hecting POD
VII.
12

BAB IV

KESIMPULAN

Mukokel merupakan lesi mukosa oral yang terbentuk akibat rupturnya

duktus glandula saliva minor dan penumpukan mucin pada sekeliling jaringan

lunak. Umumnya sering diakibatkan oleh trauma lokal atau mekanik. Lokasinya

bervariasi, bibir bawah merupakan bagian yang paling sering terkena mukokel,

Umumnya terletak di bagian lateral mengarah ke midline. Beberapa kasus ditemui

pada mukosa bukal dan ventral lidah, dan jarang terjadi pada bibir atas.
13

DAFTAR PUSTAKA

Ata - Ali, J ; et al. 2010. Oral Mucocele: Review of the Literature. J Clin Exp
Dent 2(1): e 10-13

Fragiskos, D. 2007. Oral Surgery. Heidelberg : Springer

Gupta, Bhavna; et al. 2007. Mucocele : Two Case Reports. J Oral Health Comm
Dent 1(3): 56-58

Laskaris. 2006. Pocket Atlas of Oral Disease. Stuttgart : Thieme

Marx, Robert E; Stern, Diane. 2003. Oral and Maxillofacial Pathology - 1st ed.
Illinois : Quintessence Publising.

Regezi, Joseph A; et al. 2003. Oral Pathology. Missouri : Saunders

Anda mungkin juga menyukai