Anda di halaman 1dari 30

KELAINAN KELENJAR AIR LUDAH

I. KELAINAN / PENYAKIT KELENJAR SALIVA


Terdapat beberapa kelainan pada kelenjar saliva antara lain;

1. MUCOCELE
Mucocele adalah Lesi pada mukosa (jaringan lunak) mulut yang diakibatkan
oleh pecahnya saluran kelenjar liur dan keluarnya mucin ke jaringan lunak di
sekitarnya. Mucocele bukan kista, karena tidak dibatasi oleh sel epitel. Mucocele dapat
terjadi pada bagian mukosa bukal, anterior lidah, dan dasar mulut.

Gambar 1. Mucocele pada bibir

Gambar 2. Mucocelle pada ventral lidah


Mucocele terjadi karena tersumbatnya air liur yang dialirkan ke dalam mulut melalui
suatu saluran kecil (duktus). Terkadang bisa terjadi ujung duktus tersumbat atau karena
trauma misalnya bibir sering tergigit secara tidak sengaja, sehingga air liur menjadi
tertahan tidak dapat mengalir keluar dan menyebabkan pembengkakan (mucocele).
Mucocele juga dapat terjadi jika kelenjar saliva terluka.
Manusia memiliki banyak kelenjar saliva dalam mulut yang menghasilkan
saliva. saliva tesebut mengandung air, bakteri, enzim dll. Saliva dikeluarkan dari
kelenjar saliva melalui saluran kecil yang disebut duct (pembuluh). Terkadang salah
satu saluran ini terpotong. Saliva kemudian mengumpul pada titik yang terpotong itu
dan menyebabkan pembengkakan, atau mucocele. Pada umumnya mucocele didapati di
bagian dalam bibir bawah. Namun dapat juga ditemukan di bagian lain dalam mulut,
termasuk langit-langit dan dasar mulut. Akan tetapi jarang didapati di atas lidah.
Pembengkakan dapat juga terjadi jika saluran saliva (duct) tersumbat dan saliva
mengumpul di dalam saluran.

Etiologi
Umumnya disebabkan oleh trauma epilepsi, misalnya bibir yang sering tergigit
pada saat sedang makan, atau pukulan di wajah. Dapat juga disebabkan karena adanya
penyumbatan pada duktus (saluran) kelenjar liur minor. Mucocele Juga dapat
disebabkan oleh obat-obatan yang mempunyai efek mengentalkan saliva.

Gambaran Klinis
a) Batas tegas
b) Konsistensi lunak
c) Warna transluscent
d) Ukuran biasanya kecil
e) Tidak ada keluhan sakit
f) Kadang-kadang pecah, hilang tapi tidak lama kemudian akan timbul lagi

Diagnosis
Diagnosis mucocele bisa secara langsung dari riwayat penyakit, keadaan klinis
dan palpasi. Langkah-langkah cara mendiagnosis ranula adalah :
a) Melakukan anamnesa lengkap dan cermat
b) Secara visual
c) Bimanual palpasi intra & extraoral
d) Aspirasi
e) Melakukan pemeriksaan laboratories
f) Pemeriksaan radiologis dengan kontras media
g) Pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan Biopsy/PA

DIFFERENTIAL DIAGNOSA
Differential diagnosis dari mucocele adalah sebagaiberikut :
1) Adenoma Pleomorfik

Gambar 3. Suatu nodula keras kebiru-biruan


2) Kista Nasolabial

Gambar 4. Suatu nodula berfluktuasi pada palpasi

3) Kista Implantasi

Gambar 5. Kista implantasi

Penatalaksanaan
Mucocele adalah lesi yang tidak berumur panjang, bervariasi dari beberapa hari
hingga beberapa minggu, dan dapat hilang dengan sendirinya. Namun banyak juga lesi
yang sifatnya kronik dan membutuhkan pembedahan eksisi. Pada saat di eksisi, dokter
gigi sebaiknya mengangkat semua kelenjar liur minor yang berdekatan,
dan dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk menegaskan Biopsy dan menentukan
apakah ada kemungkinan tumor kelenjar liur.
Selain dengan pembedahan, mucocele juga dapat diangkat dengan laser.
Beberapa dokter saat ini ada juga yang menggunakan menggunakan injeksi
Kortikosteroid sebelum melakukan pembedahan, ini terkadang dapat mengempiskan
pembengkakan. Jika berhasil, maka tidak perlu dilakukan pembedahan.
Penatalaksanaan mucocele biasanya dilakukan dengan eksisimucocele dengan
modifikasi teknik elips. yaitu setelah pemberian anesthesi lokal dibuat dua insisi elips
yang hanya menembus mukosa, kemudian lesi dipotong dengan teknik gunting lalu
dilakukan penjahitan.

2. RANULA
Ranula merupakan bentuk lain dari mucocele. Ranula adalah pembengkakan dasar
mulut yang berhubungan dan melibatkan glandula sublingualis, dapat juga melibatkan
glandula salivari minor. Ciri khas dari ranula adalah bentuknya yang mirip perut katak
(Rana= katak) ranula bersifat lunak, fluktuatif dan tidak sakit.

Gambar 6. Ranula pada Kelenjar Submandibularis

Etiologi Dan Patogenesis


Ranula terbentuk sebagai akibat normal melalui duktus ekskretorius major yang
membesar atau terputus atau terjadinya rupture dari saluran kelenjar, terhalangnya
aliran liur sublingual (duktus Bartholin) atau kelenjar submandibuler (duktus Wharton),
sehingga melalui rupture ini air liur keluar menempati jaringan disekitar saluran
tersebut. Selain terhalangnya aliran liur, ranula bisa juga terjadi
karena trauma dan peradangan. Ranula mirip dengan mucocele tetapi ukurannya lebih
besar. Bila letaknya didasar mulut, jenis ranula ini disebut ranula Superfisialis. Bila
kista menerobos dibawah otot milohiodeusdan menimbulkan pembengkakan
submandibular, ranula jenis ini disebut ranula Dissecting atau Plunging.

GAMBARAN KLINIS
1) Bentuk dan rupa kista ini seperti perut kodok yang menggelembung keluar
(Rana=Kodok)
2) Dinding sangat tipis dan mengkilap
3) Warna translucent
4) Kebiru-biruan
5) Palpasi ada fluktuasi
6) Tumbuh lambat dan expansif

Diagnosis
1) Diagnosis mucocele bisa secara langsung dari riwayat penyakit, keadaan klinis
dan palpasi.
2) Langkah-langkah cara mendiagnosis ranula adalah :
3) Melakukan anamnesa lengkap dan cermat
4) Secara visual
5) Bimanual palpasi intra & extraoral
6) Punksi dan aspirasi
7) Melakukan pemeriksaan laboratories
8) Pemeriksaan radiologis dengan kontras media
9) Pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan biopsy/PA

Klasifikasi
1) Ranula simple
Disebut juga dengan oral ranula merupakan ranula yang terbentuk karena
obstruksi duktus glandula saliva tanpa diikuti dengan rupturnya duktus tersebut.
Letaknya tidak melewati ruang submandibula, dengan kata lain tidak berpenetrasi
ke otot milohioideus
2) Ranula Plunging
Disebut ranula diving merupakan massa yang terbentuk akibat rupturnya
glandula saliva tanpa diikuti rupturnya ruang submandibula yang kemudian
menimbulkan plug pseudokista yang meluas hingga ke ruang submandibula atau
dengan kata lain berpenetrasi ke otot milohioideus.
DifferentialDiagnosa
a) Kista Dermoid

Gambar 7. Kista dermoid yang tampak sebagai suatu pembengkakan jaringan lunak
dalam mulut

b) Batu kelenjar liur (sialolit)

Gambar 8. Sialolit

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ranula biasanya dilakukan dengan cara marsupialisasi ranula
atau pembuatan jendela pada lesi. Biasanya menggunakan anestesi blok lingual
ditambah dengan infiltrasi regional. Di sekitar tepi lesi ditempatkan rangkaian jahitan
menyatukan mukosa perifer dengan mukosa lesi dan jaringan dasar lesi. Kemudian
dilakukan juga drainase dengan penekanan lesi. Setelah itu dilakukan eksisi pada atap
lesi sesuai dengan batas penjahitan kemudian lesi ditutup dengan tampon.

3. SIALADENITIS

Merupakan kondisi inflamasi dari kelenjar saliva yang umumnya disertai rasa sakit
atau nyeri dan pembengkakan kelenjar, paling sering disebabkan oleh gangguan ductus
dikarenakannya infeksi bakteri yang akan menurunkan aliran saliva dan stasis dari sekresi.
Proses inflamasi yang melibatkan kelenjar saliva disebabkan oleh banyak faktor
etiologi. Proses ini dapat bersifat akut dan dapat menyebabkan pembentukan abses
terutama sebagai akibat infeksi bakteri. Keterlibatannya dapat bersifat unilateral atau
bilateral seperti pada infeksi virus. Sedangkan Sialadenitis kronis nonspesifik merupakan
akibat dari obstruksi duktus karena sialolithiasis atau radiasi eksternal atau mungkin
spesifik,yang disebabkan dari berbagai agen menular dan gangguan imunologi.

Etiologi
Sialadenitis biasanya terjadi setelah obstruksi hyposecretion atau saluran tetapi
dapat berkembang tanpa penyebab yang jelas. Sialadenitis paling sering terjadi pada
kelenjar parotis dan biasanya terjadi pada pasien dengan umur 50-an sampai 60-an,
pada pasien sakit kronis dengan xerostomia, pasien dengan sindrom Sjögren, dan pada
mereka yang melakukan terapi radiasi pada rongga mulut. Remaja dan dewasa muda
dengan anoreksia juga rentan terhadap gangguan ini. Organisme yang merupakan
penyebab paling umum pada penyakit ini adalah Staphylococcus aureus; organisme lain
meliputi Streptococcus, koli, dan berbagai bakteri anaerob.

Gejala Umum
Meliputi gumpalan lembut yang nyeri di pipi atau di bawah dagu, terdapat
pembuangan pus dari glandula ke bawah mulut dan dalam kasus yang parah, demam,
menggigil dan malaise (bentuk umum rasa sakit).

Penatalaksanaan
Perawatan awal harus mencakup hidrasi yang memadai, kebersihan mulut baik,
pijat berulang pada kelenjar, dan antibiotik intravena. Evaluasi USG atau computed
tomography (CT) akan menunjukkan apakah pembentukan abses telah terjadi.
Sialography merupakan kontraindikasi.Insisi dan drainase paling baik dilakukan
dengan mengangkat penutup parotidectomy standar dan kemudian menggunakan
hemostat untuk membuat beberapa bukaan ke dalam kelenjar, tersebar di arah umum
dari syaraf wajah. Sebuah saluran kemudian ditempatkan di atas kelenjar dan luka
tertutup. Dalam beberapa kasus, dimungkinkan untuk melakukan aspirasi jarum yang
dipandu CT atau USG-pada abses parotis, yang dapat membantu menghindari prosedur
operasi terbuka. Hal ini juga untuk diingat bahwa fluktuasi
kelenjar parotis tidak terjadi sampai fase sangat terlambat karena beberapa investasi
fasia dalam kelenjar. Jadi, adalah mustahil untuk menentukan adanya pembentukan
abses awal berdasarkan pemeriksaan fisik saja.
4. SIALOLITHOSIS

Definisi
Sialolithosis merupakan Calculi atau ‘batu’ yang dapat terjadi dalam duktus
saliva dari endapan garam-garam kalsium yang keluar dari saliva di dalam lapisan
konsentrik disekitar debris.

Etiologi
Masih belum diketahui namun ada beberapa factor yang berkontribusi dari
pembentukan batu yaitu inflamasi,ketidakteraturan dari system duktus ,iritasi local dan
antikoligernik (obat-obatan) yang mungkin akan menyebabkan adanya suatu genangan
saliva di dalam duktus yan mana lama kelamaan akan terbentuk batu. Terjadi paling
sering di kelenjar submandibular,mungkin karena viskositas yang tinggi dari kombinasi
saliva dengan relatif yang lama dan bentuk yang berliku-liku dari duktus.

Gejala klinis
Gejala khas dari pasien adalah pembengkakan dan rasa sakit yang tiba-tiba dari
kelenjar yang akan menjadi bertambah parah ketika akan makan.

Pemeriksaan
Batu tersebut kemungkinan bisa dipalpasi pada saat pemeriksaan atau dari
penglihatan secara radiografi,dimana kebanyakan batu kelenjar saliva tersebut terlihat
opak.Pada pemeriksaan kelenjar diharuskan penekanan yang lembut atau gerakan
menggerakan batu keluar untuk aliran saliva dari kelenjar bisa keluar dengan baik.

Tes diagnose
Berdasarkan pemeriksaan secara klinis.
 Plain radiographs dari dasar mulut bagian depan dapat mengevaluasi jumlah dan
ukuran dari batu yang di dalam duktus.
 Sialography digunakan pada situasi dimana detail dari gambar anatomi duktus
yang diinginkan.
 Tidak dilakukan biposi.

Perawatan
 Pemijatan dari kelenjar .
 Hidrasi dan penggunaan dari sialagogues (seperti tetesan asam lemon) untuk
mendorong sekresi ke depan.
 Antibiotik dibutuhkan untuk mengobati infeksi sekunder.
 Analgesik untuk mengurangi rasa sak
 Pembedahan jika diperlukan

5. NECROTIZING SIALOMETAPLASIA

Definisi
Merupakan kondisi inflamasi yang jarang terjadi karena tidak tuntasnya suatu
etiologi yang berefek ke kelenjar saliva palatal minor.

Etiologi
Hal ini mungkin hasil dari iskemik lokal dan nekrosisnya dari kelenjar

Gambaran dan Gejala Klinis


Nekrosis yang diikuti pembengkakan yang sakit dan ulserasi sering muncul yang
dicurigai sebagai malignant. Umumnya lesi berada di palatum durum bagian
posterolateral, bagaimanapun dapat menyerang semua tempat dimana terdapat jaringan
kelenjar minor.
Gambar 9. Necrotizing Sialometaplasia

Diagnosa
Untuk menentukan diagnosa dibutuhkan biopsi,meskipun kadang gambaran
dari histopatologinya sering dikira bentuk dari karsinoma.

Terapi
Tidak ada terapi lebih lanjut,biasanya akan sembuh sendiri dalam periode waktu
beberapa minggu (biasanya 6 minggu)
Dapat dilakukan debridement dan pembilasan dengan larutan salin untuk
mempercepat proses penyembuhan.

SIALADENOSIS ( SIALOSI )

Pembesaran kelenjar saliva mayor, kelenjar parotid yang bukan dari inflamasi dan
dapat berhubungan dengan alkolisme, diabetes mellitus, malnutrisis, dan bulimia.
Sialodenosis biasanya terjadi secara bilateral, tanpa rasa sakit, dan berkembang perlahan
seiring waktu. Secara histology terlihat perbesaran acinar terlihat bersamaan dengan
kemungkinan infiltrasi lemak.

Etiologi
Etiologinya tidak di ketahui, namun berhubungan dengan sistem stimulus saraf
otonom yang tidak tepat.
Gambar 10.Sialadenosis
Diagnosa

Evaluasi kelainan sistemik utama, termasuk endokrinopati, defisiensi nutrisi,


alkoholisme, dan gangguan makan. Pertimbangkan pemeriksaan radiografi untuk
menyingkirkan tumor jika di curigai terutama jika bilateral
Biopsi : Tidak dilakukan
 Perawatan
Perawatan berdasarkan kondisi sistemik utama. Jarang dilakukan bedah reduksi.
Tindak lanjut : Jika dibutuhkan

7. XEROSTOMIA

Banyak keluhan yang dapat timbul di rongga mulut. Salah satu keluhan tersebut
adalah keluhan mulut kering atau xerostomia. Keadaan ini umumnya berhubungan dengan
berkurangnya aliran saliva. Keluhan mulut kering dapat terjadi akut atau kronis, sementara
atau permanen dan kurang atau agak sempurna.
Gambar 11. Xerostomia

Dalam bentuk apa keluhan mulut kering timbul, tergantung dari penyebabmya.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan mulut kering, seperti radiasi pada daerah leher dan
kepala, Sjogren sindrom, penyakit-penyakit sistemik, efek samping obat-obatan, stress dan
juga usia. Produksi saliva yang berkurang selalu disertai dengan perubahan dalam
komposisi saliva yang mengakibatkan sebagian besar fungsi saliva tidak dapat berjalan
dengan lancar.
Hal ini mengakibatkan timbulnya beberapa keluhan pada penderita mulut kering,
seperti kesukaran dalam mengunyah dan menelan makanan, kesukaran dalam berbicara,
kepekaan terhadap rasa berkurang, kesukaran dalam memakai gigi palsu, mulut terasa
seperti terbakar dan sebagainya.

 Faktor Penyebab
Mulut kering dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Keadaan-keadaan
fisiologis seperti berolahraga, berbicara terlalu lama, bernafas melalui mulut, stress
dapat menyebabkan keluhan mulut kering. Penyebab yang paling penting diketahui
adalah adanya gangguan pada kelenjar saliva yang dapat menyebabkan penurunan
produksi saliva, seperti radiasi pada daerah leher dan kepala, penyakit lokal pada
kelenjar saliva dan lain-lain.

a. Radiasi pada daerah leher dan kepala


b. Gangguan lokal pada kelenjar saliva
c. Efek samping obat-obatan
d. Demam, diare, diabetes, gagal ginjal
e. Berolahraga, stress
f. Bernafas melalui mulut
g. Kelainan syaraf
h. Usia

Radiasi Pada daerah leher dan kepala.


Terapi radiasi pada daerah leher dan kepala untuk perawatan kanker telah
terbukti dapat mengakibatkan rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai
derajat kerusakan pada kelenjar saliva yang terkena radioterapi. Hal ini ditunjukkan
dengan berkurangnya volume saliva. Jumlah dan keparahan kerusakan jaringan
kelenjar saliva tergantung pada dosis dan lamanya penyinaran (Amerongan, 1991).
Hubungan Antara Dosis Penyinaran Dan Sekresi Saliva < 10 Gray Reduksi
tidak tetap sekresi saliva 10 -15 Gray Hiposialia yang jelas dapat ditunjukkan 15 -40
Gray Reduksi masih terus berlangsung, reversible > 40 Gray Perusakan irreversibel
jaringan kelenjar, Hiposialia irreversible Pengaruh radiasi lebih banyak mengenai sel
asini dari kelenjar saliva serous dibandingkan dengan kelenjar saliva mukus. Tingkat
perubahan kelenjar saliva setelah radiasi yaitu: untuk beberapa hari, terjadi radang
kelenjar saliva, setelah satu minggu terjadi penyusutan parenkim sehingga terjadi
pengecilan kelenjar saliva dan penyumbatan.
Selain berkurangnya volume saliva, terjadi perubahan lainnya pada saliva,
dimana viskositas menjadi lebih kental dan lengket, pH menjadi turun dan sekresi Ig A
berkurang.

Kesehatan umum yang terganggu.

Pada orang-orang yang menderita penyakit-penyakit yang menimbulkan


dehidrasi seperti demam, diare yang terlalu lama,diabetes, gagal ginjal kronis dan
keadaan sistemik lainnya dapat mengalami pengurangan aliran saliva. Hal ini
disebabkan karena adanya gangguan dalam pengaturan air dan elektralit, yang diikuti
dengan terjadinya keseimbangan air yang negatif yang menyebabkan turunnya sekresi
saliva.
Pada penderita diabetes, berkurangnya saliva drpengaruhi oleh faktor angiopati
dan neuropati diabetik, perubahan pada kelenjar parotis dan karena poliuria yang berat.
Penderita gagal ginjal kronis terjadi penurunan output. Untuk menjaga agar
keseimbangan cairan tetap terjaga pertu intake cairan dibatasr. Pembatasan intake
cairan akan menyebabkan menurunnya aliran saliva dan saliva menjadi kental.
Penyakit-penyakit infeksi pernafasan biasanya menyebabkan mulut terasa
kering. Pada rnfeksi pemafasan bagian atas, penyumbatan hidung yang terjadi
menyebabkan penderita bernafas melalui mulut.

Penggunaan obat-obatan.
Banyak sekali obat yang mempengaruh sekresi sativa. Pacta tabet 1
dicantumkan kelompok obat-obatan yang dapat menyebabkan terjadinya mulut kering.
Obat-obatan yang menyebabkan mulut kering
 Analgesic mixtures Cold medications
 Anticonvulsants Diuretics
 Antiemetics Decongentans
 Antihistamins Expectorants
 Antihypertensives Muscle relaxants
 Antinauseants Psycho tropics drugs
 Antiparkinsons Sedatives
 Antipruritics Antispasmodics
Obat-obat tersebut mempengaruhi aliran saliva dengan meniru aksi sistem
syaraf autonom atau dengan secara langsung beraksi pada proses seluler yang
diperlukan untuk salivasi. Obat-obatan juga dapat secara tidak langsung mempengaruhi
saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan
mempengaruhi aliran darah ke kelenjar.

Keadaan Fisiologis.
Tingkat aliran saliva biasanya dipengaruhi oleh keadaan-keadaan fisiologis.
Pada saat berolahraga, berbicara yang lama dapat menyebabkan berkurangnya aliran
saliva sehingga mulut terasa kering. Bernafas melalui mulut juga akan memberikan
pengaruh mulut kering. Gangguan emosionil, seperti stress, putus asa dan rasa takut
dapat menyebabkan mulut kering. Hal ini disebabkan keadaan emosionil tersebut
merangsang terjadinya pengaruh simpatik dari sistem syaraf autonom dan menghalangi
sistem parasimpatik yang menyebabkan turunnya sekresi saliva.

Usia.
Keluhan mulut kering sering ditemukan pada usia lanjut. Keadaan ini
disebabkan oleh adanya perubahan atropi pada kelenjar saliva sesuai dengan
pertambahan umur yang akan menurunkan produksi saliva dan mengubah
komposisinya sedikit Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi proses aging.
Terjadi perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana kelenjar
parenkim hilang yang digantikan oleh jaringan lemak dan penyambung, lining sel
duktus intermediate mengalami atropi. Keadaan ini mengakibatkan pengurangan
jumlah aliran saliva. Selain itu, penyakit- penyakit sistemis yang diderita pada usia
lanjut dan obat-obatan yang digunakan untuk perawatan penyakit sistemis dapat
memberikan pengaruh mulut kering pada usia lanjut.

 Perawatan Mulut Kering atau Xerostomia


Terapi yang diberikan bergantung pada berat ringannya keadaan keluhan mulut
kering. Pada keadaan ringan dapat dianjurkan untuk sering berkumur atau mengunyah
permen karet yang tidak mengandung Quia. Bila keluhan mulut kering disebabkan
pemakaian obat-obatan, maka mengganti obat dari katagori yang sama mungkin akan
dapat mengurangi pengaruh mulut kering. Pada keadaan berat dapat digunakan zat
perangsang saliva dan zat pengganti saliva.
Zat perangsang produksi saliva. Obat perangsang saliva hanya akan
membantu jika ada kelenjar saliva yang masih aktif. Mouth Lubricant dan Lemon
Mucilage yang mengandung asam sitrat dan dapat merangsang sangat kuat sekresi
encer dan menyebabkan rasa segar di dalam mulut. Tetapi obat ini mempunyai pH yang
rendah sehingga dapat merusak email dan dentin. Mentol dalam kombinasi dengan zat-
zat manis dapat merangsang baik sekresi seperti air maupun sekresi lendir, memberi
rasa segar di dalam mulut.
Salivix, yang berbentuk tablet isap berisi asam malat, gumarab, kalsium laktat,
natrium fosfat, Iycasin dan sorbitol akan merangsang produksi saliva. Permen karet
bebas Quia atau yang mengandung xylitol dapat menginduksi sekresi saliva encer
seperti air. Sekresi saliva juga dapat dirangsang dengan pemberian obat-obatan yang
mempunyai pengaruh merangsang melalui sistem syaraf parasimpatis, seperti
pilokarpin, karbamilkolin dan betanekol.
Zat pengganti saliva. Bila zat perangsang saliva tidak memadai untuk
mengatasi keluhan mulut kering, maka digunakan zat pengganti saliva. Berbagai
persyaratan untuk zat ini seperti bersifat reologis, rasa menyenangkan, pengaruh buffer,
peningkatan remineralisasi dan menghambat demineralisasi, menghambat
pertumbuhan bakteri dan sifat pembasahan yang baik. Pengganti saliva ini tersedia
dalam bentuk cairan, spray dan tablet isap. V.A Oralube, bentuk cairan, pH 7,
merupakan zat pengganti saliva untuk merangsang viskositas dan elektrolit seluruh
saliva. Selain itu digunakan juga Hypromellose, ph 8. Saliva orthana, bentuk spray, pH
7, mengandung musin untuk memperoleh viskositas. Juga digunakan Glandosan, pH
5,1, tetapi tidak dianjurkan untuk penderita yang masih mempunyai gigi. Bentuk tablet
isap digunakan Polyox, bermanfaat sebagai pengganti saliva dan juga bermanfaat dalam
mencekatkan gigi palsu.

8. NEOPLASMA

Neoplasma ialah masa jaringan yang abnormal, tumbuh berlebihan , tidak


terkordinasi dengan jaringan normal dan tumbuh terus- menerus meskipun rangsang yang
menimbulkan telah hilang. Sel neoplasma mengalami transformasi oleh karena mereka
terus- menerus membelah.
Pada neoplasma, proliferasi berlangsung terus meskipun rangsang yang
memulainya telah hilang. Proliferasi demikian disebut proliferasi neoplastik, yang
mempunyai sifat progresif, tidak bertujuan, tidak memperdulikan jaringan sekitarnya, tidak
ada hubungan dengan kebutuhan tubuh dan bersifat parasitic. Sel neoplasma bersifat
parasitic dan pesaing sel atau jaringan normal atas kebutuhan metabolismenya pada
penderita yang berada dalam keadaan lemah. Neoplasma bersifat otonom karena ukurannya
meningkat terus. Proliferasi neoplastik menimbulkan massa neoplasma, menimbulkan
pembengkakan / benjolan pada jaringan tubuh membentuk tumor. Klasifikasi neoplasma
yang digunakan biasanya berdasarkan :
 Klasifikasi atas dasar sifat biologik tumor
Atas dasar sifat biologiknya tumor dapat dibedakan atas tumor yang bersifat
jinak (tumor jinak) dan tumor yang bersifat ganas (tumor ganas) dan tumor yang
terletak antara jinak dan ganas disebut “ Intermediate” .
a. Tumor Jinak ( Benigna )
Tumor jinak tumbuhnya lambat dan biasanya mempunyai kapsul. Tidak
tumbuh infiltratif, tidak merusak jaringan sekitarnya dan tidak menimbulkan anak
sebar pada tempat yang jauh. Tumor jinak pada umumnya disembuhkan dengan
sempurna kecuali yang mensekresi hormone atau yang terletak pada tempat yang
sangat penting, misalnya disumsum tulang belakang yang dapat menimbulkan
paraplesia atau pada saraf otak yang menekan jaringan otak.
Pleomorfik adenoma, atau "tumor jinak campuran," adalah neoplasma
kelenjar saliva paling umum dan terjadi di semua lokasi, meskipun terlihat paling
sering pada kelenjar parotis. Lesi ini menimbulkan rasa sakit dan lambat tumbuh,
dan seringkali dicatat kebetulan pada ujian sebagai massa perusahaan. Eksisi bedah
dianjurkan, karena mereka dapat menjadi sangat besar dan memiliki potensi untuk
transformasi ganas dari waktu ke waktu. Lesi harus dipotong dengan margin
jaringan di sekitarnya, sebagai lawan enukleasi sederhana, untuk meminimalkan
kekambuhan.

Gambar 12. Pleomorphic adenoma

Warthin tumor ( Limfomatosum Adenokistoma Papilar ), yang terjadi hampir


secara eksklusif di kelenjar parotis, adalah neoplasma saliva kedua yang paling
umum dan dapat hadir bilateral. Hal ini lambat tumbuh, tanpa gejala, dan biasanya
agak lembut untuk palpasi. Paling sering terjadi pada pria 50-60 tahun dan ada
hubungannya dengan faktor resiko merokok. Eksisi bedah dianjurkan, meskipun
transformasi ganas sangat langka.

b. Tumor ganas ( maligna )


Tumor ganas pada umumnya tumbuh cepat, infiltratif dan merusak jaringan
sekitarnya. Disamping itu dapat menyebar keseluruh tubuh melalui aliran limpe atau
aliran darah dan sering menimbulkan kematian. Sekitar 65-80% dari semua tumor
saliva terjadi pada kelenjar parotis dan mayoritas ini (sekitar 80%) adalah jinak.
Sepuluh sampai lima belas persen dari tumor terjadi pada jaringan kelenjar saliva
kecil dengan sekitar setengah yang ganas.
Mayoritas neoplasma kelenjar saliva berasal dari epitel, yang timbul dari
asinar, duktuls, atau sel pendukung. Kebanyakan terdapat sebagai pembengkakan
tanpa gejala, bagaimanapun, mereka dapat menyakitkan atau ulserasi tergantung pada
jenis tumor dan lokasi. Parestesia atau kelemahan saraf wajah mungkin menunjukkan
keterlibatan saraf. Neoplasma Nonepithelial, seperti limfoma, hemangiopericytoma,
schwannoma, dan fibrosarcoma, jauh kurang umum, tetapi dapat terjadi.
Tumor ganas yang paling umum saliva adalah karsinoma mucoepidermoid,
yang umumnya muncul sebagai pembengkakan tanpa rasa sakit pada kelenjar asal
(biasanya parotis). Pengobatan dan prognosis tergantung pada lokasi, kelas histologis,
dan tahap tumor. Secara umum, lesi tingkat rendah menunjukkan prognosis yang
cukup baik, sedangkan tumor grade tinggi bisa sangat agresif dan refrakter terhadap
pengobatan.
Adenoid kistik karsinoma merupakan tumor dengan derajat ganas tigkat
tinggi. Terdapat pada 3% kelenjar parotis, 15% submandibular dan 30% kelenjar
saliva minor. terlihat di rongga mulut yang timbul dari jaringan kelenjar saliva kecil,
terutama di langit-langit mulut. Lesi intraoral yang lambat tumbuh dan mungkin
muncul ulserasi. Tumor ini terkenal karena kecenderungan untuk invasi perineural,
yang mengakibatkan rasa sakit dan kecenderungan untuk kambuh.
Gambar 13. Adenoid cystic carcinoma of the palate.

9. SJORGEN SYNDROME
Sjorgen syndrome merupakan suatu penyakit auto imun yang ditandai oleh
produksi abnormal dari extra antibodi dalam darah yang diarahkan terhadap berbagai
jaringan tubuh. Ini merupakan suatu penyakit autoimun peradangan pada kelenjar saliva
yang dapat menyebabkan mulut kering dan bibir kering.
Diagnosis
Peradangan kelenjar saliva dapat dideteksi dengan radiologic scan, juga dapat
dilihat dengan berkurangnya kemampuan kelenjar saliva memproduksi air liur. Dapat juga
didiagnosis dengan cara biopsi. Untuk mendapatkan sampel biopsi, biasa digunakan pada
kelenjar dari bibir bawah. Prosedur biopsi kelenjar saliva bibir bawah diawali dengan
anastesi lokal kemudian dibuat sayatan kecil dibagian dalam bibir bawah.
Gejala
Gejala dari sjorgen syndrome antara lain; mulut kering, kesulitan menelan,
kerusakan gigi, penyakit gingiva, mulut luka dan pembengkakan, dan infeksi pada
kelenjar parotis bagian dalam pipi.
Penatalaksanaan
Mulut yang kering dapat dibantu dengan minum air yang banyak dan perawatan gigi yang
baik untuk menghindari kerusakan pada gigi. Kelenjar dapat dirangsang dengan
menghisap tetesan air lemon tanpa gula atau gliserin pembersih. Perawatan tambahan
untuk gejala mulut kering adalah obat resep untuk menstimulasi air liur seperti pilocarpine
dan ceuimeline. Obat-obatan ini harus dihinari oleh orang yang berpenyakit jantung,
asma, dan glukoma.
Penyebab
Penyebab sjorgen syndrome tidak diketahui, ada dukungan ilmiah yang menyatakan bahwa
penyakit ini adalah penyakit turunan atau adanya faktor genetik yang dapat memicu
terjadinya sjorgen syndrome, karena penyakit ini kadang-kadang penyakit ditemukan pada
anggota keluarga lainnya. Hal ini juga ditemukan lebih umum pada orang yang memiliki
penyakit autoimun lainnya seperti lupus eritematous sistemik, autoimun penyakit tiroid,
diabetes, dll.

10. SIALORRHEA

Sialorrhea adalah suatu kondisi medIs yang detandai dengan menetesnya air liur
atau sekresi saliva yang berlebihan.
 Penyebab
Penyebab dari sialorrhea dapat bevariasi berupa gejala dan gangguan
neurologis, infeksi atau keracunan logam berat dan insektisida serta efek samping
dari obat-obatan tertentu.

 Penatalaksanaan
Pengobatan dan perawatan sialorrhea biasanya tergantung pada sumber
penyebabnya. Apabila disebabkan oleh efek samping obat-obatan maka
penanggulangannya hanya sebatas mengatur kelebihan sekresi saliva. Pada tahap
awal dapat diberikan obat, jika terjadi dalam jangka waktu yang lama dapat
dilakukan operasi dengan mengangkat satu atau lebih glandula salivarius mayor.

II. PEMERIKSAAN KELENJAR SALIVA

a. Sialometri
Sialometri rnerupakan pengukuran kecepatan aliran ludah yang dapat
dilakukan selama istirahat maupun waktu terstimulasi. Hari pengambilan sampel dan
jenis stimulan yang digunakan perlu dipertimbangkan. Angka kecepatan aliran saliva
yang terstimulir dan tidak masih diperdebatkan, tetapi kebanyakan informasi
didasarkan pada kecepatan saliva parotis yang distimulasi. Pengumpulan saliva dan
kelenjar parotis dilakukan menggunakan mangkok Carisson-Crittenden yang
ditempatkan pada muara tiap saluran.
Aliran distimulasi dengan jalan menempatkan 1 ml asam sitrat 10% di bagian
belakang lidah. Kecepatan aliran 0,7 ml/menit dianggap normal. Pengukuran aliran
kelenjar submandibularis lebih ruwet dan biasanya hanya dilakukan untuk tujuan
penelitian.

b. Susunan Kimiawi Saliva


Analisa zat-zat saliva telah dilakukan dalam pelbagai penelitian penyakit dan
abnormalitas telah terdeteksi pada penderita sarkoidosis, sindrom Sjogren, dan
berbagai kelainan hormonal. Teknik ini belum digunakan secara luas dalam diagnosis
tetapi dapat digunakan untuk mengukur dan memonitor kadar obat-obat serta hormon
tertentu.

c. Reologi
Hingga kini, informasi klinis mengenai reologi saliva baru sedikit, tetapi
diperkirakan bahwa perubahan dalam aliran serta konsistensi terlibat dalam
xerostomia dan pengecapan.

d. Sialografi
Sialografi merupakan metode demonstrasi langsung jaringan saluran, baik
kelenjar submandibularis maupun parotis. Kadang- kadang, kelenjar sublingualis
dapat dilihat, tetapi ini merupakan kejadian yang sangat langka. Teknik didasarkan
atas infusi sebuah medium kontras radio-opak ke dalam saluran kelenjar ludah utama.
Media kontras terdapat dalam dua sediaan yaitu dengan bahan dasar minyak atau air.
Media kontras berbahan dasar minyak biji poppy dulu digunakan secara rutin untuk
sialografi. Tetapi, media ini sekarang jarang digunakan lagi karena pengisian kelenjar
yang berlebih dapat berakibat pada hilangnya bentuk saluran pada radiografi, retensi
media di dalam kelenjar, serta menimbulkan kerusakan kelenjar. Media berbahan
dasar air yang mengandung natrium dan garam-garam dan asam diatrizoic dan
iothalamic tidak menimbulkarn masalah tersebut dan dewasa ini merupakan bahan
kontras pilihan. Metode untuk memasukkan media adalah injeksi yang dipegang
dengan tangan, tekanan hidrostatik atau infusi yang bersinambungan. Teknik
dipegang dengan tangan berisiko meninggikan tekanan di dalam kelenjar yang dapat
menimbulkan rasa sakit dan kerusakan kelenjar. Metode hidrostatik tidak
menimbulkan tekanan berlebihan pada waktu infusi, tetapi pengisian kurang
sempurna pada kelenjar-kelenjar yang tersumbat. Tekanan infusi berkesinambungan
yang terpantau (CIPM) merupakan metode yang lebih disenangi karena
menghasilkan kontrol infusi yang akurat serta dapat menunjukkan pada klinisi
kapan terjadi tekanan pengisian yang berlebihan.

Gambar 14. Peralatan yang diperlukan untuk sialografi CIPM

Sebuah kanula politen steril dimasukkan ke dalam mulut saluran ekskresi.


Perlu diberi anestesi lokal secara infiltrasi di dasar mulut bila kelenjar
submandibularis akan diperiksa. Media berbahan dasar air harus dimasukkan dengan
kecepatan 0,5 ml per menit. Radiografi dilakukan setelah 2 dan 4 menit dan mencakup
dua gambar dengan dataran yang berbeda; biasanya pandangan 1ateral oblik dan
anteroposterior. Gambar lateral 15 derajat kadang-kadang dibutuhkan bila kelenjar
submandibularis ingin diselidiki.
Sialografi bukan merupakan metode yang dapat digunakan untuk
memperlihatkan kelainan struktural, terutama penyempitan jinak mucous plugs serta
kalkuli. Distribusi media kontras dapat menimbulkan gambaran radiografi yang khas
pada kondisi peradangan kelenjar saliva yang kronis. Hal ini berlaku pada dilatasi
saluran (sialodokiektasis) serta penumpukan media tepi (sialektasis) yang dapat
dilihat selama sialografi kelenjar parotis pada penderita sindrom Sjogren. Gambaran
sialektasis kadang-kadang disebut sebagai ‘efek badai salju’. Peranan sialografi
dalam diagnosis dan penatalaksanaan tumor kelenjar saliva amat kontroversial dan
bisa diikuti oleh tomografi komputer dengan atau tanpa sialografi gabungan.
Sialografi tetap memegang peranan dalam pemeriksaan pembengkakan kelenjar
saliva, karena dapat memberikan informasi yang berguna apakah sebuah lesi terletak
di dalam kelenjar ataukah timbul di dalam jaringan sekitarnya yang mengakibatkan
perpindahan letak kelenjar.
Gambar 15. Sialograrn kelenjar parotis kanan memperlihatkan pengerutan pada
saluran ekskresi utama

Pada dasarnya sialografi merupakan prosedur yang mudah dan aman; satu-
satunya kontra indikasi adalah alergi terhadap iodin atau adanya infeksi akut.
Sialografi diperkirakan bisa menimbulkan bakteriemia, dan oleh karena itu pasien-
pasien yang berisiko terhadap endokarditis harus diberi antibiotik pencegahan.

e. CT-scan
Penelitian radioisotop dan fungsi kelenjar saliva didasarkan pada kesiapan
kelenjar-kelenjar itu untuk menerima radioisotop secara selektif dan aliran darah,
Dalam praktik, radioisotop dan iodin memiliki waktu paruh yang terlalu panjang yang
membuatnya sulit memberikan hasil klinis yang bermanfaat dan oleh karena itu,
technetium pertechnetate yang bisa diperlakukan seperti iodine oleh kelenjar saliva
major, dipilih untuk digunakan secara rutin. Isotop ini dimasukkan secara intravena.
Dilakukan scaning kepala dan leher dengan suatu teknik yang mengambil emisi
iosotop dan kemudian kelenjar saliva major diperlihatkan. Teknik ini memberi ke
mungkinan untuk memperbandingkan masukan kelenjar kanan dan kiri. Masukan
keseluruhan bisa digunakan untuk mendeteksi kelainan fungsional secara menyeluruh.
Kemajuan teknik dasar ini melibatkan penggunaan radioisotop seperti
selenomethionine dan gallium, yang diperkirakan ditahan secara selektif oleh
neoplasma kelenjar saliva tertentu.
Gambar 16. CT-scan memperlihatkan tiadanya fungsi pada kelenjar parotis kanan

III. PENATALAKSANAAN KELAINAN KELENJAR SALIVA

Penatalaksanaan Penyakit-penyakit Glandula Saliva


FENOMENA KEBOCORAN / RETENSI
Eksisi Mucocele Mucocele dapat dieksisi dengan memakai modifikasi teknik elips
(lihat Bab 8). Setelah anestesi local, dibuat dua insisi elips yang hanya menembus mukosa, di
luar batas permukaan dari lesi. Pada tahap ini, mucocele yang berbentuk seperti kista cenderung
menonjol dari jaringan dasar di bawahnya. Dataran antara mucolele dan lapisan
muscular/glandula dapat dengan mudah diidentifikasi, dan lesi dipotong dengan teknik
gunting. Pengambilan glandula mucus asesoris di dekatnya dari dasar eksisi akan mengurangi
kemungkinan kekambuhan. Penutupan jaringan dilakukan dengan jahitan terputus.
Penanganan mucolele dengan cara aspirasi kurang bisa mengatasi masalah, karena lesi akan
segera timbul lagi setelah luka pungsi sembuh.
Marsupialisasi ranula Ranula biasanya dirawat dengan cara marsupialisasi atau
pembuatan jendela pada lesi. Biasanya digunakan anestesi blok lingual ditambah dengan
infiltrasi regional. Di sekitar tepi lesi ditempatkan rangkaian jahitan dengan menggunakan
benang yang dapat atau tidak dapat diabsorbsi, yang menyatukan mukosa perifer yang tidak
terlibat dengan mukosa lesi, dan juga jaringan dasar lesi. Karena jahitan yang dilakukan juga
menembus rongga mukosa, maka dilakukan juga drainase dengan penekanan lesi. Idealnya,
pembuatan jendela diselesaikan sebelum lesi didrainase. Jahitan menandai batas eksisi, dan
atap dieksisi dalam batas tersebut. Setelah eksisi lapisan/atap mukosa, jahitan tambahan
diperlukan untuk menyatukan dasar lesi dengan mukosa perifer di dekatnya. Daerah operasi
ditutup dengan pembalut yang dilapisi salep antibiotic atau petrolatum (kasa ukuran 3/8
inchi). Pembalut dilepas setelah 48 hingga 72 jam. Plunging ranula juga dirawat dengan cara
yang sama, karena eksisi total kemungkinan membutuhkan diseksi bedah yang luas, sebab lesi
seringkali sudah meluas jauh ke dalam, ke region cervicalis.
Ranula kambuhan Setelah marsupialisasi kadang-kadang terjadi kekambuhan,
karenanya dibutuhkan tindak lanjut perawatan. Bila lesi mengalami kekambuhan, maka
biasanya dilakukan penanganan dengan memotong glandula saliva yang terlibat (glandula
sublingualis).

INFEKSI
Mumps Bentuk parotitis akut (karena virus) yang paling sering ditemukan adalah
mumps, dan didiagnosis ini biasanya dipertimbangkan untuk pembengkakan glandula saliva
yang sakit dan tidak jelas sebabnya pada anak di bawah 15 tahun. Walaupun glandula parotieda
merupakan glandula umum terlibat, 10-15 persen lesi juga ditemukan di glandula
submandibularis. Perawatan yang dilakukan biasanya bersifat suportif dan meliputi istirahat,
analgesic dan hidrasi secukupnya. Vaksin mumps, yang secara nyata menurunkan frekuensi
penyakit ini, akan menghasilakan antibody pelindung pada 95% penerima vaksin. Belum
didapatkan efek samping pada penggunaan lebih dari 40 juta dosis di Amerika Serikat selama
kurun waktu sekurang-kurangnya 12 tahun.
Parotitis kambuhan Anak-anak juga mudah terkena sejenis parotitis kambuhan yang
timbul pada usia 1 bulan hingga akhir masa kanak-kanak. Dari duktus dapat dihasikan bahan
purulen dan hasil kultur seringkali menunjukkan adanya pneumococci. Perawatan yang
diberikan meliputi terapi antibiotic yang apabila memungkinkan, didasarkan pada hasil uji
sensitivitas dan kultur.
Parotitis akut parotitis supuratif akut ditandai dengan rasa sakit yang mendadak,
kemrahan, dan pembengkakan pada region parotis. Dapat timbul sebagai kibat pasca bedah yag
dilakukan pada penderita terbelakang mental dan penderita lanjut usia, khususnya apabila
penggunaan anestesi umum lama dan adanya gangguan dehidrasi. Infeksi retrograde melalui
duktus dan Staphylococcus aureus seringkali langsung diberikan terapi antibiotik intravena
dengan jenis antibiotic resisten penisilinase ( methicillin, nafcillin, atau sodium oxacillin).
Pemberian terapi antibiotic dan perawatan penunjang yang meliputi penambahan cairan
(rehidrasi), kompres hangat, analgesic, dan perbaikan kebersihan mulut, biasanya akan
menghasilkan perbaikan dalam 48 jam. Namun apabila infeksi malah berkembang dibutuhkan
penanganan secara bedah dengan cara insisi dan drainase.
Sialadenitis supuratif siladenitis supuratis kronis lebih jarang terjadi pada gandula
submandibularis, dan jika ada, seringkali disebabkan oleh sumbatan duktus dari batu saliva
atau oleh banturan langsung pada duktus. Dilakukan pemeriksaan kultur dari sekresi purulen
dan terapi antibiotik. Jika batu terletak [ada bagian distal duktus (intraoral), batu harus
dikeluarkan. Jika silaloit terletak pada duktus proksimal, kadang-kadang glandula harus
dipotong untuk mengontrol infeksi akut.
Sialadenitis kronis Sialadentis kronis kambuhan seringkali timbul apabila infeksi akut
telah menyebabkan kerusakan atau pembentukan jaringan parut atau perubahan fibrotic pada
glandula. Tampaknya glandula yang terkena tersebutrentan atau peka terhadap proses infeksi
lanjutan. Seperti pada sialadenitis akut, perawatan yang dipilih adalah kultur saliva dari
glandula yang terlibat dan pemberian terapi antibiotic yang sesuai. Probing atau pelebaran
duktus akan sangat membantu jika sialolit ini menyebabkan penyempitan duktus sehingga
menghalanggi aliran bebas dari saliva. Bila kasus infeksi kronis ini berulang-ulang terjadi,
maka diperlukan sialografi dan pemerasan untuk mengevaluasi fungsi glandula. Jika terlihat
adanya kerusakan glandula yang cukup besar, perlu dilakukan ekstirpasi glandula.
Pengambilan glandula submandibularis tidak membawa tingkat kesulitan bedah dan
kemungkinan timbulnya rasa sakit sebagaimana pengambilan glandula parotidea. Karena
kedekatannya dengan n. facialis dan kemungkinan cidera selama pembedahan, maka glandula
parotidea yang mengalami gangguan biasanya dipertahankan lebih lama dari pada jika
kerusakan mengenai glandula submandibularis.

SIALOLITOTOMI
Sialolitotomi peroral pengambilan sialolit dari ductus submandibularis merupakan
prosedur yang relative tidak rumit jika batu tersebut terlatak di dasar mulut dekat muara duktus.
Anestesi yang dilakukan cukup dengan anestesi blok lingual dan infiltrasi local. Disekitar
duktus, pada sisi posterior dari batu tersebut, ditempatkan jahitan sementara untuk mencegah
pergeseran batu ke proksimal/posterior. Di atas sialolitdibuat insisi pada mukosa, dan setelah
duktus terlihat, kemudian dipotong longitudinal. Batu diambil dengan menggunakan penjepit
jaringan atau hemostat kecil. Daerah operasi diirigasi dengan saline steril dan diperiksa
kembali. Insisi pada mukosa dapat ditutup tidak terlalu rapat,tetapi duktus biasanyatidak dijahit
karena manipulasi duktus seminimal mungkin merupakan cara terbaik untuk mempertahankan
keberadaannya. Jika pemerasan tidak memberikan aliran saliva secara bebas, maka
diindikasikan untuk memasukkan selang poietilen kedalam duktus dan dipertahankan dengan
penjahitan. Jika selang dibiarkan selama 2-3 hari, keberadaan duktus
akan bertahan dan kemungkinaan terjadinya aliran saliva yang normal akan meningkat. Bila
batu terdapat pada duktus proksimal dekat dengan galndula ataupun dalam glandula itusendiri,
maka penanganannya biasanya meliputi juga pengambilan glandula tersebut. Sialolitiasis pada
galndula saliva minor bisa diatasi dengan anestesi local dan pengambilan batu, yang biasanya
disertai juag dengan pengambilan glandula yang terlibat.

NEOPLASIA
Kelainan yang bersifat jinak lesi jinak rongga mulut yang mengenai glandula saliva asesoris
biasanya diterapi dengan eksisi local yang luas. Untuk lesi pada palatum, eksisi periosteum di
bawah lesi juga dianggap perlu. Kecenderungan sel-sel tumor untuk menghancurkan selubung
adenoma pleomorfik disertai dengan adanya stroma myxoma merupakan penyebab
kecenderungan kekambuhannya. Adenoma pleomorfik kekambuhannya pada palatum durum
kemungkinan membutuhkan maksilektomi dengan modifikasi, bila telah melibatkan dinding
palatum. Bila lesi kabuhan ini mengenai bibir atas, biasanya dibutuhkan eksisi bentuk “V” .
Lesi neoplastik jinak dari glandula sublingualis dan sub mandibularis diatasi dengan
pengambilan seluruh glandula, sementara lesi yang sama pada parotidea diterapi dengan
resekdi subtotal.

Kelainan yang bersifat ganas untuk penanganan lesi yang bersifat ganas, pembedahan
merupakan metode yang dipilih. Tumor ganas glandula parotidea yang mengenai n. facialis
menyebabkan harus dibuangnya saraf yang terkena. Bila terdapat keganasan glandula saliva
dengan penyebaran kearah servikal, dapat dialakaukan diseksi leher radikal (pemotongan
limfonodus). Terapi radiasi dibutuhkan untuk merawat kekambuhan lesi ganas glandula saliva
paska bedah, atau bila terdapat bukti bahwa pengambilan sebelumnya tidak sempurna (kurang
bersih).

TRAUMA
Putusnya duktus major putusnya duktus major glandula parotidea atau submandibularis
akibat trauma, diatasi dengan melakukan reanastomosis melalui pembedahan, bila
memungkinkan. Kunci keberhasilannya terletak pada penentuan secra tepat lokasi ujung distal
dan proksimal duktus yang terkena. Cidera yang meluas dan afulsi menyebabkan atau
menibulkan masalah besar dalam penangananya. Pada luka-luka yang bersih, ujung yang rusak
dapat dengan mudah ditentukan letaknya. Pemasukan zat warna (methylene blue) melalui
muara duktus dapat membantu menentukan letak bagian distal dari duktus yang
rusak. Pada kedua bagian duktus diselipkan selang polietilen kecil, dan dinding duktus dijahit
diatasnya (dengan kateter 18 atau 20gauge). Kedudukan selang distabilkan pada muara duktus
dengan cara menjahitnya kejaringan di dekatnya. Kateter ini dapat dilepaskan dalam 6 hingga
10 hari. Aliran saliva diperiksa dengan cara memeras glandula dan duktus. Fistula fistula
glandula saliva akan mempersulit dan memperparah trauma dan pembedahan glandula saliva.
Pada daerah fistula ditempatkan seton, yang biasanya beruupa kawat atau benang yang tidak
terabsorbsi, diikat di rongga mulut. Hal ini dimaksudkan agar didapat saluran untuk
mengarahkan drainase fistula ke rongga mulut. Fistula grandula saliva juga dirawat dengan
cara eksisi dan menjahit daerah bekas eksisi atau kadang dilakukan pengikatan duktus agar
terjadi artrofi grandula.
DAFTAR PUSTAKA

Bruch JM, Triester NS. Clinical Oral Medecine and Pathology New York: Humana Press;
2010.
Laskaris G. Pocket Atlas of Oral Disease Stuttgart: Thieme; 2006.
Greenberg MS, Glick M. Burket's Oral Medecine : Diagnosis and Treament New york: BC
Decker Inc; 2003.

Mandel L, Patel S. Sialadenosis Associated With Diabetes. J. Oro Maxillofacial Surgical.


2002; 60.

Langlais, Robert P. 1994. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim. Hipokrates:
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai