Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN TUGAS INDIVIDUAL

PEMICU 2 BLOK 8

“ Gusiku Sering Berdarah”

DISUSUN OLEH :

ALIFIA SRG

190600052 (B)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada permukaan gigi, terdapat mikroorganisme yang melingkupi dikarenakan lingkungan


yang lembab dan cukup dialiri oleh nutrisi sehingga semakin banyak dan menimbulkan
plak. Aktivitas mikroba pada karbohidrat yang mengalami fermentasi sehingga
mendemineralisasi pada jaringan keras gigi dapat menimbulkan kerusakan pada gigi dan
jaringan pendukunnya. Pencegahan karies dan penyakit periodontal didasarkan pada
pengendalian bakteri pada plak. Salah satu bakteri yang dianggap sebagai penyebab
utama karies gigi adalah Streptococcus mutans dan Lactobacillus acidhophilus.
Mikroorganisme ini dapat menyebabkan destruksi jaringan secara langsung atau tidak
langsung dengan menstimulasi tubuh inang. Interaksi antara mikroorganisme dengan
sistem pertahanan tubuh inang menimbulkan reaksi kompleks yang disebut inflamasi.

1.2. Deskripsi Topik

Nama Pemicu : Gusiku Sering Berdarah

Penyusun : Minasari, drg., MM, Yumi Lindawati, drg., MDSc, Sri Amelia, dr.,
MKes

Hari/Tanggal : Selasa, 19 Mei 2020

Skenario

Seorang pasien perempuan berusia 45 tahun datang berobat ke RSGMP FKG USU
dengan keluhan bila sikat gigi, gusi sering berdarah, gigi geraham terasa ngilu.
Pemeriksaan klinis menunjukkan, gusi pada regio anterior rahang bawah merah, oedema,
dan disonde berdarah. Gigi 36 karies mencapai dentin. Gigi 41, 42, 31, 32 mobiliti 2.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Sebutkan dan jelaskan bakteri penyebab terjadinya karies gigi 36? Setelah
terjadi karies pada kasus di atas, bakteri apakah yang menjadi dominan pada
gigi karies tersebut? Jelaskan ciri-ciri bakteri-bakteri tersebut?

Bakteri Streptococcus mutans telah dikaitkan sebagai penyebab utama karies gigi.
Namun, ada beberapa bakteri lain yang juga merupakan penyebab karies, diantaranya
adalah spesies bakteri genera Veillonella, Lactobacillus, Bifidobacterium, and
Propionibacterium, low-pH non- S.mutans streptococci, Actinomyces spp., dan
Atopobium spp.[1] Mikroorganisme penyebab karies memiliki sifat asidogenik
(membentuk asam dari substrat) dan asidurik (resisten terhadap asam dan
memproduksi asam secara terus-menerus). Pada karies yang telah mencapai dentin,
bakteri yang paling dominan adalah Lactobacillus acidophilus. Ciri ciri bakteri
tersebut adalah :

 Gram positif berbentuk kokus

 Non motil

 Non spora yang memproduksi asam laktat

 Tumbuh dengan baik dengan atau tampa oksigen

 Dapat hidup pada lingkungan sangat asam. pH 4,5 atau dibawahnya.

2. Jelaskan mekanisme bakteri sehingga menyebabkan karies gigi!

Mekanisme terjadinya karies disebutkan dalam 3 teori, yaitu proteolysis theory,


proteolitic-chelation theory, dan chemoparasitic (acidogenic) theory. Teori
protheolysis (Gottlieb, 1944) mengatakan bahwa karies diawali karena adanya enzim
proteolitik yang menyerang lamellae, rod sheath, enamel tuft, dan semua komponen
organik. Teori proteolitic-chelation menjelaksan bahwa karies disebabkan oleh
destruksi bakteri terhadap komponen organik dan akan memecah produk pada
komponen organik enamel dan melarutkan mineral enamel.

Acidogenic theory (Miller 1889) menyebutkan bahwa karies terjadi akibat asam pada
oral cavity yang berhubungan dengan metabolisme bakteri dan mengakibatkan proses
demineralisasi. Adanya sisa-sisa dari makanan di dalam mulut (karbohidrat) akan
diubah menjadi energi bagi bakteri melalui proses fermentasi. Glukosa dan sukrosa
akan dimetabolisme dan diubah menjadi polisakarida ekstrasel yang tersusun dari
polimer glukosa sehingga akan menyebabkan perubahan konsistensi matriks plak
menjadi seperti gelatin yang memudahkan bakteri untuk melekat. Oral hygiene yang
buruk menyebabkan penumpukan biofilm plak dan menjadi pemicu proliferasi bakteri
kariogenik dengan memproduksi asam hasil fermentasi karbohidrat. Keadaan ini
menyebabkan turunnya pH saliva, sehingga akan merusak struktur mineral gigi dan
menyebabkan karies.[2][3]

Mekanisme terjadinya karies dapat digambarkan sebagai berikut: bakteri


Streptococcus mutans memfermentasi karbohidrat dan memproduksi asam organik
(laktit formik, asetik, dan propionik). Asam ini akan berdifusi ke dalam enamel,
dentin atau sementum yang secara parsial menghancurkan kristal mineral. Setelah itu
mineral akan berdifusi dari gigi dan bila proses terus berlanjut maka akan terjadi
kavitas dan menyebabkan gigi berlubang atau karies gigi.

3. Sebutkan dan jelaskan bakteri penyebab gusi berdarah (gingivitis) yang terjadi
pada gingiva regio anterior rahang bawah, dan bakteri yang dominan setelah
gingivitis terjadi!

Gingivitis adalah proses inflamasi yang mengenai jaringan gingiva tetapi tidak meluas
kearah tulang alveolar, ligamentum periodontal, atau cementum. Penyebab gingivitis
dibagi dalam tiga kelompok yaitu disebabkan nekrosis, tidak berhubungan dengan
plak, dan akumulasi bakteri dalam plak. Bakteri yang menyebabkan gingivitis adalah
bakteri gram negatif, yaitu Porphyromonas gingivalis, Tannerella fosythia,
Treponama denticola Actinomyce viscosus, Selemonas noxia, Aggregatibacter
actinomycetemcomitans dan bakteri gram positif Streptococcus sanguinis,
Streptococcus mutans, A. Viscosus.[4]

Gingivitis pada tahap awal ditandai dengan peningkatan kadar polymorphonuclear


leukocyte / Leukosit PMN. Peningkatan Leukosit PMN akan meningkatkan radikal
bebas dalam proses fagositosis terhadap bakteri yang akan menimbulkan kerusakan
lebih lanjut. Gingivitis pada tahap lanjut ditandai dominasi sel limfosit, tetapi masih
terdapat kronis terjadi peningkatan kadar sel plasma, limfosit B, dan makrofag.
Leukosit adalah sel yang akan melawan bakteri patogen pada gingiva. Leukosit PMN
memiliki kemampuan untuk menyerang dan menghancurkan bakteri, virus dan bahan-
bahan yang merugikan lain yang menyerbu masuk ke dalam tubuh. Bakteri yang
paling sering ditemukan dalam level yang tinggi meliputi Porphyromonas gingivalis,
Tannerella forsythia, Prevotella intermedia, Campylobacter rectus, Eikonella
corrodens, Fusobacterium nucleatum, Actinobacillus actinomycetemcomitas,
Peptostreptococcus micros, spesies Treponema dan Eubacterium.[5]

4. Jelaskan mekanisme keterlibatan bakteri menyebabkan dan memperparah


infeksi pada jaringan gingiva!

Infeksi pada jaringan periodontal dimulai oleh invasi bakteri patogen spesifik yang
berkolonisasi membentuk biofilm plak. Kolonisasi serta invasi bakteri patogen dan
produk-produknya pada sulkus gingiva merupakan tahap awal proses perkembangan
penyakit. Mikroorganisme dapat menyebabkan destruksi jaringan secara langsung
atau secara tidak langsung dengan menstimulasi respon pertahanan tubuh inang.
Interaksi antara mikroorganisme dengan sistem pertahanan tubuh inang menimbulkan
reaksi kompleks yang disebut inflamasi. Inflamasi merupakan respon protektif yang
ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan
jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan awal. Produk-produk bakteri juga
menstimulasi pelepasan mediator inflamasi dari sel-sel imun inang yang
menyebabkan destruksi jaringan serta menghambat atau mengaktifkan sel-sel imun
inang lainnya. Interaksi antara mikroorganisme dan jaringan inang inilah yang
menyebabkan perubahan jaringan, destruksi jaringan ikat, dan resorpsi tulang alveolar
sehingga secara klinis terlihat sebagai penyakit periodontal. Destruksi jaringan juga
secara tidak langsung terjadi melalui proses inflamasi yang dilakukan oleh sistem
pertahanan tubuh inang.[6]

5. Sebutkan dan jelaskan bakteri yang menyebabkan infeksi pada jaringan


pendukung gigi, dan jelaskan bakteri yang paling agresif yang memperparah
infeksi tersebut!

Bakteri plak dental pada gingivitis kronis terdiri dari 56% spesies gram positif dan
44% gram negatif, 59% spesies yang fakultatif dan 41% spesies yang anaerob.
Spesies gram positif yang dominan meliputi Streptococcus sanguis, Streptococcus
mitis, Streptococcus intermedius, Streptococcus oralis, Actinomyces viscosus,
Actinomyces naeslundii, dan Peptostreptococcus micros. Penelitian menunjukkan
bahwa ditemukan bakteri agresif dalam jumlah yang signifikan pada abses
periodontal. Mikroorganisme patogen tersebut meliputi Fusobacterium nucleatum,
Prevotella intermedia, Porphyromonas gingivalis, Peptostreptococcus micros, dan
Tannerella forsythia[7]

Fusobacterium nucleatum merupakan bakteri anaerob gram negatif yang memiliki


peran dalam menjembatani koloni awal dan akhir selama pembentukan plak. Bakteri
tersebut muncul dengan jumlah yang tinggi setelah 24 jam dan dapat memperbanyak
diri selama 48 jam pada plak dental. Peningkatan jumlah Fusobacterium nucleatum
dapat menyebabkan inflamasi gingiva, pendalaman poket dan kerusakan jaringan
periodontal. Bakteri ini sering ditemukan pada gingivitis kronis dan periodontitis
kronis karena berperan dalam mematikan poliferasi sel fibrolas yang normal pada
jaringan periodontal. [8]

6. Bagaimana mekanisme imunitas tubuh bila terserang infeksi?

Setiap hari tubuh manusia dapat terkontaminasi dengan ratusan bakteri, tetapi hampir
semuanya dimatikan oleh mekanisme pertahanan tubuh. Ada beberapa mekanisme
pertahanan tubuh dalam mengatasi agen yang berbahaya di lingkungannya yaituu:

1. Pertahanan fisik dan kimiawi (kulit, sekresi asam lemak dan asam laktat melalui
kelenjar keringat dan sebasea, sekresi lendir, pergerakan silia, sekresi air mata, air
liur, urin, asam lambung serta lisosim dalam airmata)
2. Simbiosis dengan bakteri flora normal yang memproduksi zat yang dapat mencegah
invasi mikroorganisme (seperti laktobasilus pada epitel organ.)
3. Innate immunity (sistem imun non-spesifik), seperti sel polimorfonuklear (PMN)
dan makrofag, aktivasi komplemen, sel mast, protein fase akut, interferon, sel NK
(natural killer) dan mediator eosinofil.
4. Imunitas spesifik yang didapat, mekanismenya terdiri dari imunitas humoral
(produksi antibodi spesifik oleh sel limfosit B (T dependent dan non T dependent)),
dan Cell mediated immunity (CMI).

Respon imun tubuh dipicu oleh masuknya antigen/mikroorganisme ke dalam


tubuh dan dihadapi oleh sel makrofag yang selanjutnya akan berperan sebagai antigen
presenting cell (APC) yang menangkap antigen dan diekspresikan ke permukaan sel
yang dapat dikenali oleh sel limfosit T (Th/T helper). Sel Th ini akan teraktivasi lalu
akan mengaktivasi limfosit lain seperti sel limfosit B atau sel limfosit T sitotoksik. Sel
T sitotoksik ini kemudian berpoliferasi dan mempunyai fungsi efektor untuk
mengeliminasi antigen. Sel limfosit dan sel APC bekerja sama melalui kontak
langsung atau melalui sekresi sitokin regulator. Sel-sel ini dapat juga berinteraksi
secara simultan dengan sel tipe lain atau dengan komponen komplemen, kinin atau
sistem fibrinolitik yang menghasilkan aktivasi fagosit, pembekuan darah atau
penyembuhan luka. Respon imun dapat bersifat lokal atau sistemik dan akan berhenti
bila antigen sudah berhasil dieliminasi melalui mekanisme kontrol. [9]

a. Respons Imun terhadap Bakteri Ekstraselular, mekanismenya yaitu:

1. Merangsang reaksi inflamasi yang menyebabkan destruksi jaringan di tempat


infeksi.
2. Produksi toksin yang menghasilkan berbagai efek patologik.

b. Imunitas Alamiah terhadap Bakteri Ekstraselular

Imunitas alamiah ini dilakukan melalui mekanisme fagositosis oleh neutrofil,


monosit, dan makrofag jaringan. Resistensi bakteri terhadap fagositosis dan
penghancuran dalam makrofag menunjukkan virulensi bakteri. Aktivasi komplemen
tanpa adanya antibodi juga memegang peranan penting dalam eliminasi bakteri
ekstraselular. Lipopolisakarida (LPS) dalam dinding bakteri gram negatif dapat
mengaktivasi komplemen jalur alternatif tanpa adanya antibodi. Salah satu hasil
aktivasi komplemen ini yaitu C3b mempunyai efek opsonisasi bakteri serta
meningkatkan fagositosis. Selain itu terjadi lisis bakteri melalui membrane attack
complex (MAC) serta beberapa hasil sampingan aktivasi komplemen dapat
menimbulkan respons inflamasi melalui pengumpulan (recruitment) serta aktivasi
leukosit. Endotoksin yang merupakan LPS merangsang produksi sitokin oleh
makrofag serta sel lain seperti endotel vaskular. Beberapa jenis sitokin tersebut antara
lain tumour necrosis factor (TNF), IL-1, IL-6 serta beberapa sitokin inflamasi dengan
berat molekul rendah yang termasuk golongan IL-8. Fungsi fisiologis yang utama dari
sitokin yang dihasilkan oleh makrofag adalah merangsang inflamasi non-spesifik serta
meningkatkan aktivasi limfosit spesifik oleh antigen bakteri. Sitokin akan
menginduksi adhesi neutrofil dan monosit pada endotel vaskular pada tempat infeksi
yang diikuti migrasi, akumulasi lokal serta aktivasi sel inflamasi.[10]

c. Imunitas Spesifik terhadap Bakteri Ekstraselular


Kekebalan humoral punya peran penting dalam ini. Lipopolisakarida merupakan
komponen yang paling imunogenik dari dinding sel atau kapsul mikroorganisme serta
merupakan antigen yang thymus independent. Antigen ini dapat langsung merangsang
sel limfosit B yang menghasilkan imunoglobin (IgM) spesifik yang kuat. Selain itu
produksi IgG juga dirangsang yang mungkin melalui mekanisme perangsangan
isotype switching rantai berat oleh sitokin. Respons sel limfosit T yang utama
terhadap bakteri ekstraselular melalui sel TCD4 yang berhubungan dengan molekul
MHC kelas II yang mekanismenya telah dijelaskan di atas. Sel TCD4 berfungsi
sebagai sel penolong untuk merangsang pembentukan antibodi, aktivasi fungsi fagosit
dan mikrobisid makrofag.

d. Respons Imun terhadap Bakteri Intraselular

Sejumlah mikroorganisme dapat lolos dan mengadakan replikasi di dalam sel


pejamu. Yang paling patogen diantaranya adalah yang resisten terhadap degradasi
dalam makrofag. Sebagai contoh adalah mikrobakteria serta Listeria monocytogenes.

e. Imunitas Alamiah terhadap Bakteri Intraselular

Mekanisme terpenting adalah fagositosis. Akan tetapi bakteri patogen intraselular


relatif resisten terhadap degradasi dalam sel fagosit mononuklear. Jadi, mekanisme
kekebalan alamiah ini tidak efektif dalam mencegah penyebaran infeksi sehingga
sering menjadi kronik dan eksaserbasi yang sulit diberantas.

f. Respons Imun Spesifik terhadap Bakteri Intraselular

Respons imun diperankan oleh cell mediated immunity (CMI). Mekanisme


imunitas ini diperankan oleh sel limfosit T tetapi fungsi efektornya untuk eliminasi
bakteri diperani oleh makrofag yang diaktivasi oleh sitokin yang diproduksi oleh sel T
terutama interferon α (IFN α). Respons imun ini analog dengan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat. Antigen protein intraselular merupakan stimulus kuat sel
limfosit T. Beberapa dinding sel bakteri mengaktivasi makrofag secara langsung
sehingga mempunyai fungsi sebagai ajuvan. Misalnya muramil dipeptida pada
dinding sel mikrobakteria. Sitokin INF α akan mengaktivasi makrofag termasuk yang
terinfeksi untuk membunuh bakteri. Beberapa bakteri ada yang resisten sehingga
menimbulkan stimulasi antigen yang kronik. Keadaan ini akan menimbulkan
pengumpulan lokal makrofag yang teraktivasi yang membentuk granuloma sekeliling
mikroorganisme untuk mencegah penyebarannya. Reaksi inflamasi seperti ini
berhubungan dengan nekrosis jaringan serta fibrosis yang luas yang menyebabkan
gangguan fungsi yang berat. Jadi kerusakan jaringan ini disebabkan terutama oleh
respons imun terhadap infeksi oleh beberapa bakteri intraselular. Contoh yang jelas
dalam hal ini adalah infeksi mikobakterium. Mikobakterium tidak memproduksi
toksin atau enzim yang secara langsung merusak jaringan yang terinfeksi. Paparan
pertama terhadap Mycobacterium tuberculosis akan merangsang inflamasi selular
lokal dan bakteri mengadakan proliferasi dalam sel fagosit. Sebagian ada yang mati
dan sebagian ada yang tinggal dormant. Pada saat yang sama, pada individu yang
terinfeksi terbentuk imunitas sel T yang spesifik. Setelah terbentuk imunitas, reaksi
granulomatosa dapat terjadi pada lokasi bakteri persisten atau pada paparan bakteri
berikutnya. Jadi imunitas perlindungan dan reaksi hipersensitif yang menyebabkan
kerusakan jaringan adalah manifestasi dalam respons imun spesifik yang sama. [9]
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Karies gigi ditandai oleh rusaknya email dan dentin karena aktivitas metabolisme bakteri
yang menyebabkan terjadinya demineralisasi. Spesies mikroorganisme spesifik yang terlibat
dalam karies yaitu Streptococcus mutans, Streptococcus sobrinus, Lactobacillus,
Actinomyces, dan terkadang ditemukan Candida.
Gingivitis adalah proses inflamasi yang mengenai jaringan gingiva tetapi tidak meluas
kearah tulang alveolar, ligamentum periodontal, atau cementum dengan spesies bakteri yang
spesies bakteri gram negatif yang berkolonisasi pada plak sub gingival, dominannya adalah
Porphyromonas gingivalis, Tannerella fosythia, Treponama denticola Actinomyce viscosus,
Selemonas noxia, dan Aggregatibacter actinomycetemcomitan, serta Fusobacterium
nucleatum.
Respon imun tubuh dipicu oleh masuknya antigen/mikroorganisme ke dalam tubuh dan
dihadapi oleh sel makrofag yang selanjutnya berperan sebagai antigen presenting cell (APC).
Sel ini akan menangkap sejumlah kecil antigen dan diekspresikan ke permukaan sel yang
dapat dikenali oleh sel limfosit T (Th atau T helper). Sel Th ini akan teraktivasi lalu akan
mengaktivasi limfosit lain seperti sel limfosit B atau sel limfosit T sitotoksik. Sel T sitotoksik
ini kemudian berpoliferasi dan mempunyai fungsi efektor untuk mengeliminasi antigen.
Setiap prosesi, sel limfosit dan sel APC bekerja sama melalui kontak langsung atau melalui
sekresi sitokin regulator. Sehingga interaksi antara mikroorganisme dengan sistem pertahanan
tubuh inang menimbulkan reaksi kompleks yang disebut inflamasi. Inflamasi merupakan
respon protektif untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan
jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan awal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Aas, Ann L. Griffen JA. Bacteria of Dental Caries in Primary and Permanent Teeth in
Children and Young Adults. J Clin Microbiol [Internet] 2008;46(4):1407–17.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2292933/
2. Colak, Mehmet Dalil H. Early Childhood Caries Update: A Review of Causes,
Diagnoses, and Treatments. J Nat Sci Biol Med [Internet] 2013;4(1):29–38. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3633299/
3. The University of Texas Medical Branch at Galveston. Microbiology of Dental Decay
and Periodontal Disease [Internet]. In: Baron S, editor. Medical Microbiology. 4th
edition. Texas: The University of Texas Medical Branch at Galveston; 1996. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK8259/
4. Erita P. Ekstrak Cymbopogon Citratus Dan Eugenia Aromaticum Efektif Untuk
Penyembuhan Gingivitis. ODONTO Dent J 2015;2(2):47–51.
5. Christiano, Rama Putranto S. Caries Status Early Childhood Caries in Indonesian
Children with Special Needs. ODONTO Dent J 2015;2(2).
6. Rusyanti Y. Analisis Kadar Interleukin-8 pada Periodontitis Agresif. Indones J Appl
Stat 2014;4(3):155.
7. Nurul D. Infeksi dalam Bidang Periodonsia. J Kedokt Gigi Univ Indones [Internet]
2002;14–6. Available from:
http://www.jdentistry.ui.ac.id/index.php/JDI/article/download/666/566
8. Susilawati I. Periodontal infection is a “silent killer.” Stomatognatik, J Kedokt Gigi
Univ Negeri Jember 2015;8(1):21–6.
9. Munasir Z. Respons Imun Terhadap Bakteri. Sari Pediatr [Internet] 2001;2(4):193–7.
Available from:
https://www.researchgate.net/publication/312175687_Respons_Imun_Terhadap_Infek
si_Bakteri
10. Munasir Z. Respons Imun Terhadap Infeksi Bakteri. Sari Pediatr 2001;2(4):193–7.

Anda mungkin juga menyukai